• Tidak ada hasil yang ditemukan

FISIK SAAT PUBERTAS PADA TAHUN 2016

Dalam dokumen JIMKI 5.1 (Halaman 130-136)

Uray Nabila Yuna,1 Anggraini Widjadjakusuma,2 Enny Rohmawaty,3 Lulu Eva Rakhmilla4

1Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran 2Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, 3Departemen Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran, Universitas

Padjadjaran

4Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin,

115

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

criteria being grade 8 male students from 3 junior high schools in Jatinangor, aged 12-15 years old. Subjects were excluded if they were not willing to participate in the study. The questionnaire included 28 pre-validated questions. The instrument was considered reliable with Cronbach’s alpha score of 0.479. The study variables include knowledge and behavior of male junior high school students towards physical changes during puberty. Results: Most junior high school students in Jatinangor had enough knowledge (76%) and are well behaved (70,2%) towards physical changes during puberty.

Conclusion: Male students in junior high school in Jatinangor were well-informed and well-behaved towards physical changes in puberty.

Keywords: junior high school, physical changes, puberty, students

1. PENDAHULUAN

Adolesen atau remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa, berlangsung pada usia antara 12 sampai 21 tahun, diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan fisik seperti bentuk tubuh, proporsi tubuh dan fungsi fisiologis yang meliputi pematangan organ-organ seksual.[1-3] Perubahan fisik yang menonjol pada saat pubertas adalah perkembangan tanda-tanda seksual sekunder, terjadinya percepatan pertumbuhan, dan perubahan perilaku.[3] Pada remaja putra ditandai dengan perubahan suara, tumbuh rambut-rambut pubis, dada, ketiak, kaki dan rambut pada wajah.[2,3] Di samping itu terjadi perubahan hormonal, emosional dan psikososial yang mempengaruhi tingkah laku, hubungan dengan lingkungan sekitar, serta ketertarikan dengan lawan jenis.[3]

Masalah yang terjadi pada masa remaja, pada hakikatnya bersumber pada perubahan-perubahan

organo-biologic akibat pematangan organ-organ

reproduksi remaja saat pubertas yang sering kali tidak disadari oleh remaja itu sendiri.[4] Segala sesuatu yang mengganggu atau menghambat proses perkembangan fisik pada masa remaja, dapat mempengaruhi perkembangan psikis dan emosi pada remaja,sehingga dapat menimbulkan adanya rasa ragu, cemas, gelisah, tidak percaya diri, malu, depresi, dan perilaku kasar.[3,5] Salah satunya yaitu pada remaja putra, biasanya akan merasa kulitnya berubah menjadi kasar, dan timbul jerawat yang membuat remaja merasa malu, canggung dan tidak percaya diri. Keringat yang banyak membuat remaja akan menjauh dari temannya karena merasa keringatnya menyebabkan bau

badan. Rambut di kepala yang mudah berminyak akan gatal-gatal dan tidak nyaman sehingga konsentrasi belajar menjadi terganggu.[6]

Pengetahuan merupakan kejadian yang kognitif, bahkan fisiologis, yang terjadi di dalam pikiran manusia, yang bergantung pada situasi dan konteks dan dibentuk sendiri oleh orang yang menggeluti suatu objek tertentu. Pengetahuan akan bersifat melekat dan dalam penerapannya tidak bersifat universal, serta tidak mudah untuk dipindahkan, bila seseorang tidak mau membentuknya secara aktif.[7] Perilaku menggambarkan suatu kecenderungan seseorang untuk bertindak, berbuat atau melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku merupakan suatu penghayatan dan reaksi seseorang akibat adanya rangsangan atau stimulus baik secara internal maupun eksternal yang diproses melalui kognitif, afektif dan psikomotorik.[8]

Menurut Departemen Kesehatan RI, seiring dengan arus globalisasi yang melanda berbagai sektor dan sendi kehidupan, berkembang pula masalah pada Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang terjadi di masyarakat, salah satunya yang berhubungan dengan masalah kematangan fisik.[9] Remaja merupakan golongan yang berisiko tinggi terhadap infeksi Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), atau penyakit menular

seksual lainnya, antara lain akibat kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi saat pubertas. Pengetahuan mengenai perkembangan dan kesehatan organ reproduksi saat pubertas merupakan hal yang penting diketahui oleh remaja dalam

116

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017 menghadapi perubahan fisik yang akan

dialaminya.[10,11] Di Indonesia pendidikan kesehatan reproduksi memang belum banyak dilakukan karena adanya konflik antara nilai tradisi di Indonesia. Di sisi lain, kasus-kasus yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan Kemenkes RI sejak April hingga Juni 2011, jumlah kasus

Acquired Immune Deficiency Syndrome

(AIDS) yang dilaporkan adalah 2.001 kasus dari 59 kabupaten/kota di 19 propinsi.[11]

Tidak hanya remaja putri tetapi juga remaja putra penting sekali untuk mengetahui apa saja perubahan fisik yang akan terjadi saat pubertas dan bagaimana berperilaku yang tepat dalam menghadapinya. Penelitian pada remaja putra di Indonesia belum banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan dan perilaku siswa SMP di Kecamatan Jatinangor terhadap perubahan fisik saat pubertas. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengetahuan dan perilaku siswa SMP di Kecamatan Jatinangor terhadap perubahan fisik saat pubertas, dan memberikan masukan bagi institusi dan yayasan pendidikan khususnya di Kecamatan Jatinangor dalam mengembangkan materi pengajaran bagi remaja putra mengenai kesehatan reproduksi remaja. Data ini juga dapat digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya mengenai pubertas di Kecamatan Jatinangor.

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

cross-sectional. Populasi merupakan siswa

SMP di Kecamatan Jatinangor dengan subjek penelitian siswa kelas 8 pada tiga SMP di Kecamatan Jatinangor. Sampel diambil dengan menggunakan metode multistage random sampling. Besar sampel dihitung menggunakan rumus deskriptif kategorik dan didapatkan sampel minimum 96 orang. Tiga dari delapan SMP di Kecamatan Jatinangor (SMPN 1 Jatinangor, SMP Darul Fatwa dan SMPN 2 Jatinangor) dipilih secara acak. Sebanyak 40 siswa

kelas 8 dari masing-masing sekolah dipilih secara acak. Kriteria inklusi adalah remaja putra yang bersekolah di SMP di Kecamatan Jatinangor, kelas 8 dan berusia 12-15 tahun. Kriteria eksklusi adalah siswa yang tidak bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan tidak menandatangani lembar

informed consent. Pengambilan sampel

dilakukan pada tanggal 22 September 2016, 29 September 2016, dan 6 Oktober 2016. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan perilaku siswa SMP terhadap perubahan fisik saat pubertas.

Pengambilan data dilakukan setelah mendapat izin dari pihak Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan sudah melakukan permohonan izin untuk pengambilan data primer kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang (BAPPEDA) dan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Sumedang serta kepada Kepala Sekolah dari masing-masing sekolah. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang berisi 28 pertanyaan dan dibagi menjadi 2 bagian yaitu 19 pertanyaan mengenai pengetahuan dan 9 pertanyaan mengenai perilaku. Kuesioner pengetahuan yang digunakan terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai definisi pubertas, tanda awal terjadinya pubertas, karakteristik pubertas dan perubahan-perubahan fisik yang dialami remaja putra pada saat pubertas. Pada kuesioner perilaku terdiri dari pertanyaan mengenai pentingnya mendengarkan nasihat orang tua, usaha untuk mengetahui apa saja perubahan yang terjadi pada saat pubertas, serta tindakan dan kepedulian terhadap perubahan fisik yang dialami saat pubertas. Kuesioner yang digunakan telah melalui uji validitas dan reabilitas kepada 30 responden siswa kelas 8 berusia 12-15 tahun yang bukan merupakan bagian dari studi penelitian ini. Setelah dilakukan analisa data diperoleh nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.479. Pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup dan kurang. Responden dinyatakan berpengetahuan baik apabila total skor (x) > mean + 1 SD, dinyatakan cukup

117

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017 apabila mean – 1 SD ≤ x ≤ mean + 1

SD, dan dinyatakan kurang apabila x < mean – 1 SD. Perilaku dibagi menjadi

empat kategori yaitu sangat positif, positif, negatif dan sangat negatif. Responden dinyatakan berperilaku sangat positif apabila kuartil 3 ≤ x ≤ skor maksimal, dinyatakan positif apabila median ≤ x < kuartil 3, dinyatakan negatif jika kuartil 1 ≤ x < median, dan dinyatakan sangat negatif jika skor minimal ≤ x < kuartil 1.

3. HASIL PENELITIAN

Didapatkan sebanyak 120 siswa yang terpilih dan 16 orang diantaranya tidak setuju ikut serta dalam penelitian ini sehingga didapat 104 siswa masing-masing SMPN 1 Jatinangor 34 orang, SMP Darul Fatwa 30 orang, dan SMPN 2 Jatinangor 40 orang. Semua kuesioner yang diberikan terisi dengan lengkap.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan usia

Usia (Tahun) Frekuensi %

12 5 5

13 51 49

14 38 36

15 10 10

Total 104 100

Pada tabel 1 tampak bahwa sebagian besar siswa SMP yang berada dikelas 8 berusia 13 tahun yaitu sebanyak 51 orang (49%), sisanya sebanyak 38 orang (36%) berusia 14 tahun, 10 orang (10%) berusia 15 tahun dan 5 orang (5%) berusia 12 tahun.

Tabel 2. Pengetahuan terhadap perubahan fisik saat pubertas Pengetahuan Frekuensi %

Baik 11 10,6

Cukup 79 76

Kurang 14 13,4

Total 104 100

Pada tabel 2 tampak bahwa sebagian besar siswa SMP yaitu 79 orang (76%), mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap perubahan fisik saat pubertas.

Tabel 3. Perilaku terhadap perubahan fisik saat pubertas

Perilaku Frekuensi % Sangat Positif 30 28,8 Positif 73 70,2 Negatif 1 1 Sangat Negatif 0 0 Total 104 100

Pada tabel 3 tampak bahwa sebagian besar siswa SMP berperilaku baik (73 orang berperilaku positif dan 30 orang berperilaku sangat positif) terhadap perubahan fisik saat pubertas. 4. PEMBAHASAN

Sebagian besar siswa SMP di Kecamatan Jatinangor berpengetahuan cukup terhadap perubahan fisik saat pubertas, sisanya berpengetahuan baik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya di Surabaya (2014) pada siswa dan siswi SMP, diketahui bahwa siswa SMP memiliki pengetahuan yang baik terhadap kesehatan reproduksi dengan rata-rata 85,65%. Secara umum, sebagian besar siswa sudah mengetahui fungsi masing-masing organ reproduksi dan dapat mengetahui adanya perubahan fisik yang akan terjadi pada diri mereka dan mengerti cara pemeliharaan organ reproduksinya dengan berperilaku hidup bersih dan sehat. Perbedaan hasil kedua penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pola hidup, perbedaan jenis sumber informasi, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sekitar atau teman dan pengaruh orang terdekat, kondisi geografis serta faktor sosial-ekonomi.[12-16]

Pada penelitian yang dilakukan di Kecamatan Mojogedang, Jawa Tengah (2010) pada siswa dan siswi SMA, diketahui bahwa sebagian besar siswa berpengetahuan baik mengenai kesehatan reproduksi.[12] Perbedaan hasil penelitian di Kecamatan Jatinangor dan Kecamatan Mojogedang ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan usia siswa, jenjang pendidikan, dan bisa juga disebabkan oleh perbedaan pola hidup, perbedaan jenis sumber informasi, pergaulan sekitar, lingkungan tempat tinggal dan kondisi geografis.[12-16]

118

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017 Penelitian yang dilakukan di

Padang (2007) menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan siswa dan siswi SMA mengenai kesehatan reproduksi dan seksual masih kurang.[13] Pada penelitian lainnya yaitu di Iran (2006) yang dilakukan pada remaja laki-laki berusia 15 hingga 18 tahun diketahui bahwa rata-rata remaja laki-laki memiliki pengetahuan yang kurang baik terhadap kesehatan reproduksi, sehingga sangat rentan terhadap adanya aktivitas seks yang bebas dan penyakit menular seksual.[15] Ternyata, hasil pada kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa SMA berpengetahuan kurang mengenai kesehatan reproduksi, sedangkan penelitian yang dilakukan di tiga propinsi di pulau Jawa, yaitu di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang, Surabaya, Jawa Timur, maupun di Kecamatan Mojogedang, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa siswa SMP dan SMA tidak ada yang berpengetahuan kurang. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tahun penelitian yang cukup jauh, sehingga kemungkinan sudah terjadi perubahan dalam perkembangan dunia pendidikan dan kondisi sosial-budaya. Di Padang, Sumatera Barat, dan di Iran, keduanya memiliki persamaan latar belakang agama yang kuat, dan kemungkinan pada saat dilakukan penelitian tersebut masih ada anggapan bahwa pembahasan mengenai organ reproduksi adalah tabu.

Sebagian besar siswa SMP di Kecamatan Jatinangor berperilaku baik terhadap perubahan fisik saat pubertas (70,2% berperilaku positif dan 28,8% berperilaku sangat positif). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa SMA yang berusia 15 hingga 18 tahun di Surakarta (2009).[1]

Penelitian yang dilakukan di Padang (2007) mendapatkan bahwa sebagian besar siswa dan siswi SMA berperilaku seksual berisiko, di antaranya adalah melakukan hubungan seksual pranikah, proporsi pada siswa lebih tinggi dibandingkan dengan siswi.[13] Penelitian lain yang juga dilakukan di Padang, Kabupaten Pasaman (2013) pada siswa kelas 7, 8, dan 9, penyesuaian diri remaja terhadap

perubahan fisik pada masa pubertas masih kurang baik.[17]

Sejalan dengan penelitian mengenai pengetahuan, demikian juga dengan perilaku, hasil penelitian yang dilakukan di pulau Jawa yaitu di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang dan Surakarta, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa perilaku siswa SMP maupun SMA lebih baik dibandingkan dengan hasil penelitian pada siswa SMA di Padang, yang ternyata memiliki perilaku yang kurang baik.

Keterbatasan penelitian ini adalah pihak sekolah menyediakan waktu yang singkat untuk penelitian ini sehingga waktu untuk mengisi kuesioner menjadu terbatas, dan tidak dapat dilakukannya pemeriksaan fisik secara langsung untuk menentukan apakah subjek benar-benar telah mengalami pubertas. Keterbatasan lain adalah rendahnya nilai Cronbach’s alpha sehingga kuesioner untuk mengukur pengetahuan dan perilaku ini hanya dapat dilakukan pada populasi siswa SMP di Jatinangor.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa SMP di Kecamatan Jatinangor berpengetahuan cukup dan berperilaku baik dalam menghadapi perubahan fisik saat pubertas, hal ini antara lain dapat disebabkan karena pada ketiga SMP tersebut ternyata sudah pernah diberikan materi mengenai pubertas dari sekolah dan juga sudah pernah mendapatkan penyuluhan mengenai hal tersebut dari luar sekolah.

SARAN

Perlu lebih ditingkatkan kembali cara penyampaian dan materi yang diberikan oleh pihak sekolah mengenai perubahan fisik saat pubertas sehingga pengetahuan siswa dapat menjadi lebih baik. Diharapkan pendidikan mengenai pubertas dapat diberikan secara menyeluruh di tiap-tiap sekolah, sehingga pada saat memasuki masa pubertas, siswa sudah memiliki pengetahuan yang baik dan mampu berperilaku baik pula.

119

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017 reproductive health survey of

adolescents and young adults in Pakistan". The European Journal of

Contraception & Reproductive Health Care. 11:2 (2006): 132-7.

11. Benita NR, Dewantiningrum J, Maharani N. Pengaruh penyuluhan

terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja siswa SMP Kristen Gergaji.

Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, 2012. DAFTAR PUSTAKA

1. Darmasih, R. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah pada Remaja SMA di Surakarta. Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Surakarta, 2009. 2. Retnowati, S. Remaja dan

permasalahannya. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2011. 3. Batubara, JR. "Adolescent

development (perkembangan remaja)". Sari Pediatri. 12:1 (2010): 21-9.

4. Puspitasari A, Setyowati H, D.S. NP.

Hubungan Antara Pengetahuan Remaja Putri Tentang Perubahan Fisik Masa Pubertas Dengan Rasa Percaya Diri Pada Remaja Putri Di MTs NU Ungaran. Kecamatan

Ungaran, Kabupaten Semarang: Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran, 2012.

5. Forbes EE, Dahl RE. "Pubertal development and behavior: hormonal activation of social and motivational tendencies". Brain and cognition. 72:1 (2010): 66-72.

6. Suryani LSL. "Penyesuaian Diri pada Masa Pubertas". Konselor: Jurnal

Ilmiah Konseling. 2:1 (2013): 136-40.

7. C. K LJ, Laudon. Sistem Informasi

Manajemen 2. Edisi ke-10. Jakarta:

Penerbit Salemba, 2008.

8. Aisyah S. Perkembangan Peserta

Didik dan Bimbingan Belajar.

Yogyakarta: Deepublish, 2015. 9. Fitriani Y, Bukhori A, Agustina T.

"Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja dengan Pernikahan Usia Dini di Desa Tuwel Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal Tahun 2009". Jurnal Ilmu dan Teknologi

Kesehatan. 1:2 (2015): 1.

10. Shaikh BT, Rahim ST. "Assessing knowledge, exploring needs: A

reproductive health survey of adolescents and young adults in Pakistan". The European Journal of

Contraception & Reproductive Health Care. 11:2 (2006): 132-7.

11. Benita NR, Dewantiningrum J, Maharani N. Pengaruh penyuluhan

terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja siswa SMP Kristen Gergaji.

Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, 2012. 12. Putriani, N. Faktor-faktor yang

memepengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang.

Kecamatan Mojogedang, Jawa Timur: Universitas Diponegoro, 2010. 13. Nursal DG. "Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid SMU Negeri di Kota Padang Tahun 2007". Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2:2

(2008): 175-80.

14. Omarsari SD, Djuwita R. "Kehamilan Pranikah Remaja di Kabupaten Sumedang". Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 3:2

(2008).

15. Mohammadi MR, Mohammad K, Farahani FK, Alikhani S, Zare M, Tehrani FR, et al. "Reproductive knowledge, attitudes and behavior among adolescent males in Tehran, Iran". International family planning

perspectives. (2006): 35-44.

16. Budiono MA, Sulistyowati M. "Peran UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dalam Penyampaian Informasi Kesehatan Reproduksi terhadap Siswa SMP Negeri X di Surabaya".

Jurnal Promkes. 2:1 (2014): 58-65.

17. Suryani LSL. "Penyesuaian Diri Pada Masa Pubertas". Konselor: Jurnal

Ilmiah Konseling. 2:1 (2013): 136-40.

12.Putriani, N. Faktor-faktor yang

memepengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA Negeri 1 Mojogedang. Kecamatan Mojogedang, Jawa Timur: Universitas Diponegoro, 2010. 13.Nursal DG. "Faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku seksual murid SMU Negeri di Kota Padang Tahun 2007". Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2:2

(2008): 175-80.

14.Omarsari SD, Djuwita R. "Kehamilan Pranikah Remaja di Kabupaten Sumedang". Kesmas:

Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 3:2 (2008).

15.Mohammadi MR, Mohammad K, Farahani FK, Alikhani S, Zare M, Tehrani FR, et al. "Reproductive knowledge, attitudes and behavior among adolescent males in Tehran, Iran". International family planning

perspectives. (2006): 35-44.

16. Budiono MA, Sulistyowati M. "Peran UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dalam Penyampaian Informasi Kesehatan Reproduksi terhadap Siswa SMP Negeri X di Surabaya". Jurnal Promkes. 2:1 (2014): 58-65

17.Suryani LSL. "Penyesuaian Diri Pada Masa Pubertas". Konselor:

Jurnal Ilmiah Konseling. 2:1 (2013):

120

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Artikel

Dalam dokumen JIMKI 5.1 (Halaman 130-136)