• Tidak ada hasil yang ditemukan

JIMKI 5.1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JIMKI 5.1"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 5 No. 1

Januari - Agustus 2017

(2)

i JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Penasehat

Prof. dr. Saleha Sungkar,

DAP&E,MS, Sp.ParK

Penanggung Jawab

Adhika Rahman

Universitas Islam Indonesia

Pimpinan Umum

Vera Amalia Lestari

Universitas Padjajaran

Pimpinan Redaksi

Euginia Christa

Universitas Indonesia

Sekretaris

Dea Atayya

Universitas Jenderal Achmad Yani

Tamia S.T.

Universitas Padjajaran

Bendahara

Ulfah Hasna Hasibah

Universitas Padjajaran

Penyunting Ahli

Dr.dr. Khie Chen, SpPD-KPTI

Universitas Indonesia

DR.dr. Gde Ngurah Indraguna

Pinatih MSc.,Akp.,SpGK

Universitas Udayana

Dr. Ahmad Faried, SpBS., PhD

Universitas Padjajaran

dr.Wismandari Wisnu,

SpPD-KEMD, FINASIM.

Universitas Indonesia

Dr. dr. Achmad Fauzi Kamal,

Sp.OT (K)

Universitas Indonesia

dr. Taufiq Nur Hidayah, Sp.Rad.

Universitas Islam Indonesia

dr. Dedi Silakarma, Sp. KFR

Universitas Udayana

Desak Ernawati, S.Si PGPharm,

M.Pharm, Ph.D

Universitas Udayana

dr. Dearisa Surya Yudhantara, Sp.KJ

Universitas Brawijaya

dr. Andon Hestiantoro, Sp.OG(K)

Universitas Indonesia

dr. Sani Rachman Soleman, M.Sc

Universitas Islam Indonesia

dr. Mas Rizky Anggun Adipurna

Syamsunarno, M.Kes, Ph.D

Universitas Padjajaran

dr. Ardi Findyartini, Ph.D

Universitas Indonesia

(3)

ii

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Penyunting Pelaksana

Euginia Christa

Universitas Indonesia

Nadya Johanna

Universitas Indonesia

Faisal Ridho Sakti

Universitas Islam Indonesia

Aninditya Verinda Putrinadia

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ayu Novita Kartikaningtyas

Universitas Brawijaya

Devi Agustin

Universitas Padjajaran

I Putu Eka Kusuma Yasa

Universitas Udayana

Humas dan Promosi

Ahmad Farishal

Universitas Lampung

Lela Firotin N

Universitas Islam Malang

Tineke Aliyyah H

Universitas Jenderal Achmad Yani

Maria Teressa

Universitas Atmajaya

Tata Letak

A.A.A. Listya Samanta Dharma

Universitas Warmadewa

Gilda Athalia

Universitas Indonesia

Ghina Dhiya I

Universitas Jenderal Achmad Yani

Harniza Mauludi

(4)

iii JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Susunan Pengurus ... i

Daftar Isi ... iii

Petunjuk Penulisan ... v

Sambutan Pimpinan Umum ... xiv

Adventorial

Sindrom Kompartemen Akut

Monica Djaja Saputera

...1

Laporan Kasus

Dengue Shock Syndrome dengan Edema Paru dan Efusi Pleura

Luh Wira Pusvitasari, Pande Mirah Dwi Anggreni, Arya Krisna Manggala ...

9

Tinjauan Pustaka

Live Attenuated Chimeric Japanese Encephalitis Yellow Fever

Dengue – Tetravalent Dengue Vaccine: Terobosan Pencegahan

Demam Dengue yang Aman bagi Anak

Tamia Setia Tartila, Devi Agustin Setiawati, Afandi Charles ...

16

Potensi Human Umbilical Cord Blood (Hucb) Stem Cells dalam

Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 1 pada Anak

Ana Mariana ...

25

Defisiensi Folikulin: Pencegahan Infark Miokard melalui

“Browning” Adiposit

Ivana Beatrice Alberta, Anna Listiana, Anastasia Christina Soebadiono ...

33

(5)

iv JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Potensi Psidium Guajava Berbasis Pendekatan terhadap Calcium Sensing

Receptor sebagai Paradigma Baru dalam Tatalaksana Diare Akut pada

Balita di Indonesia

Tommy,Steven Johanes Adrian, Lydia Rosalina Widjaja

...

38

Identifikasi Protein P2x4r Mikroglia sebagai Target Terapi

Menjanjikan untuk Nyeri Neuropatik

William Kamarullah, Margaretha Usboko, Erika Indrajaya

...

43

Penelitian

Pengaruh Injeksi Bovine Colostrum Secara Intraartikular

terhadap Penurunan Derajat Nyeri dan Diameter Tumit Tikus

Model Osteoartritis

Atik Nurjanah, Hyang Iman Akbar Saputra, Ika Dewi Soraya, Rizkha Farida, Rais Dzakwan Hidayatullah

...

56

Peningkatan Fungsi Neurokognitif Lansia dengan Pemaparan

Musik Gamelan Jawa Klasik

Helena Ayatasya, Dimas Banurusman, Mila Astrilia, Lidya Eryana, Ufan Alfianto, Maria Belladonna ...

61

Pengaruh Pemberian Isoflavon Dalam Glicine max terhadap

Perkembangan Organ Genital Eksterna Tikus Wistar Jantan

Syahdi Nugraha Kadafi, Vania Oktaviani Sujamto, Ummi Chamidatun Nadliroh, Dhiva Tsuroya Azzahro, Hardian, R.B. Bambang Witjahyo

...

68

Pengaruh Pemberian Infus Daun Sambiloto (Andrographis Paniculata)

dan Daun Ruku-Ruku (Ocimum Tenuiflorum) dalam Memperpanjang

Bleeding Time dan Clotting Time

Aldian Mulyanto Lokaria, Kaharudin, Malinda Meinapuri

(6)

v JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Gambaran Tingkat Pengetahuan Wanita terhadap Inkontinensia

Urin pada Kasus Obstetri di Kota Bandung

Janan Shofiyah Amatulloh, Novitri, Eppy Darmadi Achmad

...

82

Peningkatan Pengetahuan Kebersihan Menstruasi pada

Siswi SMP Jatinangor dengan Media Video

Lidya Ekawati, Lulu Eva Rakhmilla, Eddy Fadlyana

...

88

Perbedaan Masalah Emosional pada Remaja Laki-Laki dan

Perempuan Kelas 7 SMP

Ridzky Santiyani Hadi, Mulya Nurmansyah Ardisasmita, Lynna Lidyana, Lulu Eva Rakhmilla ...

98

Gambaran Luaran Kehamilan pada Ibu Hamil dengan Anemia di

Rumah Sakit Hasan Sadikin Tahun 2014-2015

Rikeu Novia, Ramdan Panigoro, Dini Hidayat

...

107

Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Siswa SMP di Kecamatan

Jatinangor terhadap Perubahan Fisik Saat Pubertas pada Tahun 2016

Uray Nabila Yuna, Anggraini Widjadjakusuma, Enny Rohmawaty, Lulu Eva Rakhmilla

...

114

Artikel Penyegar

Potensi Jahe (Zingiber Officinale) sebagai Pencegahan dan

Pengobatan Alternatif pada Kanker Kolorektal

Muhammad Iqbal

(7)

v JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Pedoman Penulisan Artikel

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI)

Indonesia Medical Students Journal

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) merupakan publikasi ilmiah yang terbit setiap 6 bulan sekali dalam setahun. Dalam mempublikasikan naskah ilmiah dalam berkala ini, maka penulis diwajibkan untuk menyusun naskah sesuai dengan aturan penulisan JIMKI yang disesuaikan degan panduan penulisan format penulisan berkala ilmiah mahasiswa kesehatan

A. JENIS-JENIS ARTIKEL 1. Penelitian Asli

Definisi : hasil penelitian asli dalam ilmu kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi. Format penulisan :

Judul penelitian

Nama dan lembaga pengarang Abstrak

Pendahuluan Metode penelitian Hasil penelitian

Pembahasan atau diskusi Kesimpulan dan saran Daftar pustaka

2. Advertorial

Definisi : Penulisan berdasarkan metode studi pustaka. Format penulisan :

Judul

Nama penulis & lembaga Pengarang Abstrak Pendahuluan Pembahasan Kesimpulan Daftar rujukan 3. Artikel Penyegar

Definisi : Artikel yang bersifat bebas ilmiah, mengangkat topik-topik yang sangat menarik dalam dunia kedokteran atau kesehatan, memberikan human interest karena sifat keilmiahannya, serta ditulis secara baik. Artikel bersifat tinjauan serta mengingatkan pada hal-hal dasar atau klinis yang perlu diketahui oleh pembaca.

Format Penulisan : Pendahuluan Isi

Kesimpulan 4. Tinjauan Pustaka

Definisi : Tulisan artikel review atau sebuah tinjauan terhadap suatu fenomena

(8)

vi JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

atau ilmu dalam dunia kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi, ditulis dengan memperhatikan aspek aktual dan bermanfaat bagi pembaca.

Format penulisan : Judul

Nama penulis & lembaga Pengarang Abstrak Pendahuluan Pembahasan Kesimpulan Daftar rujukan 5. Laporan Kasus

Definisi : artikel tentang kasus yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca. Format Penulisan ; Judul Abstrak Background Kasus Pemeriksaan penunjang Differential diagnosis Tatalaksana

Outcome and follow up Discussion

Take home message Reference

Note : laporan kasus butuh pengesahan dari supervisor atau dosen pembimbing penulis

6. Artikel Editorial

Definisi : Artikel yang membahas berbagai hal dalam dunia kedokteran, kedokteran gigi, kesehatan masyarakat, keperawatan, gizi, kebidanan, dan farmasi. Memuat mulai dari ilmu dasar, klinis, berbagai metode terbaru, organisasi, penelitian, penulisan di bidang keahlian tersebut di atas, lapangan kerja sampai karir dalam dunia kesehatan. Artikel ditulis sesuai kompetensi mahasiswa.

Format Penulisan : Pendahuluan Isi

Penutup

B. KETENTUAN PENULISAN SECARA UMUM

1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, lugas, dan ringkas.

2. Naskah diketik dalam microsoft word 2003

3. Menggunakan ukuran kertas A4 dengan margin kanan=3cm, kiri=4cm, atas=3cm, bawah=3cm.

4. Naskah menggunakan 1 spasi dengan spacing after before 0 Cm, jarak antar bab atau antar subbab yaitu 1 spasi (1x enter)

5. Menggunakan Font arial reguler, size 10, sentence case, justify.

6. Naskah maksimal terdiri dari 15 halaman terhitung mulai dari judul hingga daftar pustaka.

(9)

vii JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

C. KETENTUAN PENULISAN JUDUL & SUB-JUDUL

Judul ditulis secara singkat, jelas, dan padat yang akan menggambarkan isi naskah. Ditulis tidak terlalu panjang, maksimal 20 kata dalam bahasa Indonesia. Ditulis dengan font arial 14 pt dicetak tebal di bagian tengah atas dengan uppercase (semua huruf ditulis kapital), tidak digarisbawahi, tidak ditulis di antara tanda kutip, tidak diakhiri tanda titik(.), tanpa singkatan, kecuali singkatan yang lazim. Penulisan judul diperbolehkan menggunakan titik dua tetapi tidak diperbolehkan menggunakan titik koma. Penggunaan sub-judul diperbolehkan dengan ketentuan ditulis dengan titlecase, font arial 12, center, dan dicetak tebal. D. KETENTUAN PENULISAN NAMA PENULIS

Dibuat taat azas tanpa penggunaan gelar dan dilengkapi dengan penjelasan asal instansi atau universitas. Penulisan nama pengarang diketik titlecase, font arial 10, center, dan bold yang dimulai dari pengarang yang memiliki peran terbesar dalam pembuatan artikel. Penulisan asal instansi dimulai dari terkecil .

contoh:

Nurul M. Rahmayanti,1 Desri Astuti,2

1 Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok

2 Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jakarta

E. PENULISAN ABSTRAK

Abstrak merupakan miniatur dari artikel sebagai gambaran utama pembaca terhadap artikel Anda. Abstrak berisi seluruh komponen artikel secara ringkas (pendahuluan, metode, hasil, diskusi dan kesimpulan). Abstrak dibuat terstruktur dengan sub bagian dengan ketentuan sub bagian dicetak tebal dan dibubuhi tanda titik dua sebelum kata selanjutnya. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan panjang abstrak tidak lebih dari 250 kata (dan tidak menuliskan kutipan pustaka. Dilengkapi dengan kata kunci sebanyak maksimal 3-5 kata benda yang ditulis dari umum ke khusus. Abstrak Bahasa Inggris dan keyword ditulis italic (dimiringkan). Abstrak Bahasa Indonesia dan kata kunci ditulis tegak. Kalimat pertama menyampaikan kontribusi penulis terhadap literatur dan menjelaskan perbedaan penelitian/telaah yang dilakukan dibanding dengan artikel lain yang sudah ada. Jelaskan mengapa penelitian dilakukan, bagaimana cara melakukannya, seberapa signifikan kontribusi dari penelitian tersebut, dan hal apa saja yang bisa dikembangkan setelah penelitian berakhir.

F. KETENTUAN PENULISAN PENDAHULUAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, FONT ARIAL 10)

Format utama penulisan berkala ini terdiri dari 2 kolom, yang ditulis dengan MS Word, page size A4, 1 spasi, sentence case, justify, regular, font arial 10.

Pada bagian pendahuluan tuliskan latar belakang, penjelasan mengenai penelitian terkait yang telah lebih dulu dipublikasikan (jika ada). Selain itu dijelaskan pula hal-hal spesifik dalam penelitian. Kutipan dari referensi atau daftar pustaka dibuat dengan tanda superscrift 1, dengan 1 menunjukkan

(10)

viii JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

nomor dalam daftar pustaka. Istilah dalam bahasa asing dan simbol matematika ditulis dengan huruf miring.

Kalimat pertama dari pendahuluan menyampaikan tujuan dari penelitian ini untuk memberikan kontribusi pada bidang tertentu dengan melakukan atau menemukan sesuatu.

Kutip beberapa hasil penelitian terbaru mengenai topic yang dibahas beseta relevansinya.

Jelaskan mengapa menulis artikel ini dan kontribusi apa yang diberikan pada pengembangan keilmuan

Jelaskan kebijakan yang mungkin timbul atau implikasi yang mungkin diterapkan sebagai hasil dari penemuan tersebut (hanya jika hal tersebut relevan)

Jelaskan apakah penelitian mendukung atau memperluas hasil penelitian yang sudah ada atau justru menyanggah hasil penelitian sebelumnya.

G. KETENTUAN PENULISAN METODE PENELITIAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, ARIAL 10)

Penulisan metodologi penelitian berisikan desain penelitian, tempat, dan waktu, populasi dan sampel, teknik pengukuran data, dan analisis data. Sebaiknya menggunakan kalimat pasif dan kalimat narasi, bukan kalimat perintah. Petunjuk:

Merupakan bagian penting dalam artikel

Ketahui metode penelitian terkini yang paling sesuai untuk bidang keilmuan yang dibahas

Ketahui apakah jenis metode lain ternyata lebih memberikan signifikansi terhadap hasil penelitian dibanding dengan metode penelitian lama yang digunakan.

H. KETENTUAN PENULISAN HASIL (UPPERCASE, LEFT, BOLD, FONT ARIAL 10)

Penulisan hasil

Setengah bagian dari keseluruhan artikel membahas tentang bagian ini

Tiap tabel atau grafik harus diikuti satu paragraph yang mendeskripsikan hasil yang tercantum dalam tabel atau grafik tersebut.

Edit bagian ini berulang kali sampai kita benar-benar yakin bahwa pembaca memahami apa yang disampaikan di bagian ini.

3.1 Judul Isi Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)

Judul dan subjudul yang muncul dalam bab ini dituliskan dengan nomor bertingkat seperti contoh ini.

3.2 Subjudul Hasil (Titlecase, Left, Bold, Font Arial 10)

Rumus kimia atau matematika dituliskan seperti contoh berikut :

(11)

ix JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Tabel dan gambar dapat disisipkan di tengah-tengah artikel seperti contoh ini, atau di bagian akhir artikel.

Judul terletak diatas tabel, hanya menggunakan garis horizontal dengan 2 atau 3 garis, tanpa menggunakan garis vertikal. Tulisan Tabel 1 ditebalkan (bold), dengan menggunakan ketentuan penomoran dari angka Arab. 1, 2, 3 dst (angka arab), I, II, III (angka Romawi).

Tabel 1. Judul Tabel ( Titlecase,Center,Regular, Arial 10) No Judul Artikel Penulis

Penulisan gambar:

Terletak dibawah gambar, dengan Bold pada tulisan gambar. Penomoran gambar menggunakan angka Arab,

Gambar 1. Judul Gambar (titlecase,center,regular, arial 10) I. KETENTUAN PENULISAN PEBAHASAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, ARIAL

10)

Pembahasan merupakan bagian terpenting dari keseluruhan isi artikel ilmiah, sehingga pada umumnya memiliki proporsi paling banyak. Fungsi pembahasan adalah menjawab masalah penelitian atau menunjukkan pencapaian tujuan penelitian, dengan cara menafsirkan/menganalisis hasil penelitian, juga membandingkan hasil penelitian dengan hasil dari penelitian-penelitian yang dipakai sebagai referensi. Pada bagian ini dilakukan juga kajian kesesuaian hasil dengan teori-teori yang dipakai. Bahas apa yang ditulis dalam hasil, tetapi tidak mengulang hasil. Jelaskan arti kemaknaan statistik (misal p<0.001, apa artinya?), juga kemaknaan biologis (ukuran asosiasi penyakit—OR, RR), jika ada. Tekankan aspek baru dan penting. Sertakan juga bahasan dampak penelitian dan keterbatasannya.

J. KETENTUAN PENULISAN KESIMPULAN

Kesimpulan berisikan jawaban atas pertanyaan penelitian. Kesimpulan harus menjawab tujuan khusus. Bagian ini dituliskan dalam bentuk esai dan tidak mengandung data angka hasil penelitian. Terdiri atas

(12)

x JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

maksimal tiga paragraf yang merangkum inti hasil penelitian dan keterbatasan penelitian, serta kemungkinan pengembangan penelitian yang bisa dilakukan oleh pihak lain untuk mengembangkan hasil yang sudah diperoleh.

K. KETENTUAN PENULISAN SARAN

Saran berisi rekomendasi hal-hal yang perlu dilakukan oleh satu atau beberapa pihak, berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh dari penelitian. Saran berorientasi pada perbaikan situasi kesehatan masyarakat, sehingga dibuat untuk dilaksanakan melalui advokasi, perbaikan perilaku, pembuatan kebijakan, atau penelitian berikutnya. Saran dibuat dalam bentuk esai (dalam paragraf-paragraf) atau dalam poin-poin.

Contoh penulisan Pembahasan, Kesimpulan, Saran 2. PEMBAHASAN (UPPERCASE, LEFT, BOLD, ARIAL 10) 2.1 Judul Isi Bahasan (titlecase, left, bold, Arial 10) 2.1.1 Subjudul Isi Bahasan (titlecase, left, bold, Arial 10) 3. KESIMPULAN

4. SARAN

L. KETENTUAN PENULISAN UCAPAN TERIMAKSIH

Ucapan terimakasih bersifat opsional. Jika ditulis, maka ditujukan kepada pihak lain yang telah membantu atau terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam penelitian.

M. KETENTUAN PENULISAN TABEL DAN GAMBAR

Judul tabel di tulis dengan title case, subjudul ada pada tiap kolom, sederhana, tidak rumit, tunjukkan keberadaan tabel dalam teks (misal lihat tabel 1), dibuat tanpa garis vertical, dan ditulis diatas tabel.

Contoh penulisan tabel yang benar:

Tabel 1 Distribusi Status Pernikahan Penderita HIV AIDS di Kota X Tahun Y

Status Pernikahan N %

1. Menikah 28 60,87

2. Tidak Menikah 18 39,13

Total 46 100

Penulisan Gambar

Judul gambar ditulis dibawah gambar. Contoh:

Gambar 1. Logo BIMKES N. KETENTUAN PENULISAN SITASI

(13)

xi JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Penulisan sitasi menggunakan sistem Vancouver dengan penomoran yang runtut. Ditulis dengan nomor sesuai urutan. Untuk penulisan sitasi yang berasal dari 2 sumber atau lebih, penomoran dipisahkan menggunakan koma. Nomor kutipan ditulis superskrip dan dibuat dalam tanda kurung siku […]

Contoh penulisan sitasi :

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini adalah Megascilicidae dan Lumbricidae.[1]

Bagi sebagian orang, cacing tanah masih dianggap sebagai makhluk yang menjijikkan dikarenakan bentuknya, sehingga tidak jarang cacing masih dipandang sebelah mata. Namun terlepas dari hal tersebut, cacing ternyata masih dicari oleh sebagian orang untuk dimanfaatkan. Menurut sumber, kandungan protein yang dimiliki cacing tanah sangatlah tinggi, yakni mencapai 58-78 % dari bobot kering. Selain protein, cacing tanah juga mengandung abu, serat dan lemak tidak jenuh. Selain itu, cacing tanah mengandung auxin yang merupakan hormon perangsang tumbuh untuk tanaman.[2]Manfaat dari cacing adalah sebagai Bahan Baku Obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit. Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meredakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronkitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.[1,2]

O. KETENTUAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA 1. BUKU

Penulis Tunggal

Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

Frye, Northrop. Anatomy of Criticism: Four Essays. Princeton: Princeton UP, 1957.

Dengan dua atau tiga orang penulis

Nama penulis 1 (dibalik), Nama penulis 2, dan nama penulis selanjutnya. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

Howe, Russell Warren, dan Sarah Hays Trott. The Power Peddlers. Garden City: Doubleday, 1977.

Marquart, James W., Sheldon Ekland Olson, dan Jonathan R. Sorensen. The Rope, the Chair, and the Needle: Capital Punishment in Texas, 1923-1990. Austin: Univ. of Texas, 1994.

Lebih dari tiga penulis

Nama penulis 1 (dibalik), et al. judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

Edens, Walter, et al., Teaching Shakespeare. Princeton: Princeton UP, 1977.

(14)

xii JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Editor sebagai penulis

Nama editor (dibalik), editor. Judul Buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

Harari, Josue, editor. Textual Strategies. Ithaca: Cornell UP, 1979. Penulis dan editor

Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor. Nama editor. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

Malory, Thomas. King Arthur and his Knights. Editor. Eugene Vinaver. London: Oxford UP, 1956.

Penulis berupa tim atau lembaga

Nama tim atau lembaga. Judul buku (italic). Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

National Institute for Dispute Resolution. Dispute Resolution Resource Directory. Washington, D.C.: Natl. Inst. for Dispute Res., 1984.

Karya multi jilid/buku berseri

Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Jilid ke- / edisi ke-. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

Freedberg, S. J. Andrea del Sarto. Jilid kedua. Cambridge: Harvard UP, 1963.

Terjemahan

Nama penulis (dibalik). Judul buku hasil terjemahan (italic). Penerjemah Nama penerjemah. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Terjemahan dari Judul buku yang diterjemah (italic), Tahun terbit buku yang diterjemah.

Contoh:

Foucault, Michel. The Archaeology of Knowledge. Penerjemah A. M. Sheridan Smith. London: Tavistock Publications, 1972. Terjemahan dari L'Archéologie du savoir, 1969.

Artikel atau bab dalam buku

Nama penulis (dibalik). “judul buku”. Judul bab atau artikel (italic). Editor Nama editor. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit. Halaman bab atau artikel dalam buku.

Contoh:

Magny, Claude-Edmonde. "Faulkner or Theological Inversion." Faulkner: A Collection of Critical Essays. Editor Robert Penn Warren. Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1966. 66-78.

Brosur, pamflet dan sejenisnya

Nama brosur/pamflet/sejenisnya. Tempat terbit: Penerbit, Tahun terbit.

Contoh:

(15)

xiii JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Makalah seminar, konferensi dan sejenisnya

Mann, Jill. “Chaucher and the ‘Woman Question.’” This Noble Craft: Proceedings of the Tenth Research Symposium of the Dutch and Belgian University Teachers of Old and Middle English and

Historical Linguistics, Utrect, 19-10 January 1989. Ed. Erik Kooper. Amsterdam: Radopi, 1991.173--88.

2. SERIAL

Artikel jurnal dengan volume dan edisi

Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). Volume:Edisi (tahun terbit): halaman

Contoh:

Dabundo, Laura. “The Voice of the Mute: Wordsworth and the Ideology of Romantic Silences.” Christiantity and Literature 43:1(1995): 21-35.

3. PUBLIKASI ELEKTRONIK Buku Online

Nama penulis (dibalik). Judul buku (italic). Editor Nama editor. Tahun terbit buku. Tanggal dan tahun akses <link online buku> Contoh:

Austen, Jane. Pride and Prejudice. Editor Henry Churchyard. 1996. 10 September 1998

<http://www.pemberley.com/janeinfo/prideprej.html>. Artikel jurnal online

Nama penulis (dibalik). “Judul artikel.” Nama jurnal (italic). (tahun terbit artikel). Tanggal dan tahun akses jurnal <link online jurnal> Contoh:

Calabrese, Michael. “Between Despair and Ecstacy: Marco Polo’s Life of the Buddha.” Exemplaria 9.1 (1997). 22 June 1998

<http://web.english.ufl.edu/english/exemplaria/calax.htm> Artikel di website

“judul artikel.” Nama website (italic). Tahun terbit artikel. Tanggal dan tahun akses. <link online artikel>

Contoh:

“Using Modern Language Association (MLA) Format.” Purdue Online Writing Lab. 2003. Purdue University. 6 Februari 2003. <http://owl.english.purdue. edu/handouts/research/r_mla.html>. Publikasi lembaga

Nama lembaga. Judul artikel (italic). Oleh nama pemulis 1, nama penulis 2, dan seterusnya. Tanggal publikasi. Tanggal dan tahun akses <link online artikel>

Contoh:

United States. Dept. of Justice. Natl. Inst. Of Justice. Prosecuting Gangs: A National Assessment. By Claire Johnson, Barbara Webster, dan Edward Connors. Feb 1996. 29 June 1998 <http://www.ncjrs.org/txtfiles/pgang.txt.

(16)

xiv JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia (JIMKI) volume 5 nomor 1. JIMKI merupakan salah satu jurnal yang tergabung dalam Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan (BIMKES) yang merupakan pioner berkala ilmiah elektronik mahasiswa di Indonesia yang diselenggarakan oleh tujuh organisasi mahasiswa (Ormawa) kesehatan, salah satunya mahasiswa kedokteran.

Pernerbitan jurnal ini terlaksana atas kerjasama antara JIMKI, Badan Analisis dan Pengembangan Ilmiah Nasional - Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (BAPIN-ISMKI) dan BIMKES. Dengan peningkatan jumlah artikel yang masuk saat call for paper JIMKI serta melalui pemilihan mitra bestari yang profesional dan ahli dibidangnya, setiap artikel yang diterbitkan dalam JIMKI diharapkan memiliki peningkatan mutu ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan kontennya, sehingga kami pengurus berharap dalam waktu yang dekat JIMKI dapat memperoleh akreditasi dari DIKTI.

Penghargaan sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Pemimpin Redaksi, Penyunting Pelaksana, tim Humas dan Promosi, serta tim Tata Letak yang telah bekerja keras untuk dapat menyelesaikan proses penerbitan jurnal ini. Selain itu saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada para author yang telah mempercayai JIMKI sebagai media untuk mempublikasikan karyanya. Semoga artikel yang dimuat JIMKI dapat memberikan manfaat bagi dunia kesehatan dan masyarakat. Maka dari itu, mari kita tingkatkan produktivitas kita sebagai mahasiswa kedokteran melalui penulisan artikel ilmiah agar ilmu yang kita miliki bisa tersebarluas dan tersampaikan pada khalayak ramai.

Et ipsa scientia potestas est! #SemangatBerkarya #ChangetheWorld Warm regards,

Vera Amalia Lestari

Pimpinan Umum Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia

SAMBUTAN PIMPINAN UMUM

S

alam Sejahtera bagi kita semua,

(17)

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Advetorial

ABSTRAK

Sindrom kompartemen akut merupakan kondisi kegawatdaruratan medik yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intrakompartemen pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Kondisi ini banyak terjadi pada kasus trauma saat olahraga, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, crushing injury, dan trauma lainnya yang dapat menyebabkan cedera berupa fraktur (closed tibial shaft fracture dan fraktur diafisis os. radius). Tanda dan gejala khas dari sindrom kompartemen akut adalah 5P yaitu pain, paralysis, paresthesia, pulselessness, and pallor. Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur tekanan intrakompartemen adalah solid state transducer intracompartmental catheter (STIC), needle manometer, dan near infrared spectroscopy (NIRS), sedangkan manajemen pada sindrom kompartemen akut berupa fasiotomi, yaitu tindakan bedah dengan cara melakukan insisi yang bertujuan untuk mengurangi tekanan di dalam fasia.

Kata Kunci: sindrom kompartemen akut, tekanan intrakompartemen, fasiotomi, Whiteside’ theory

ABSTRACT

Acute compartment syndrome is a medical emergency characterized by increased a closed osteofacial intracompartment pressure. This condition commonly occurs in cases of trauma during exercise, traffic accidents, falls from heights, crushing injury, and various other cases that result in fractures (closed tibial shaft fracture and fracture of diaphysis of os. radius). Signs and symptoms typical of acute compartment syndrome include 5P which are pain, paralysis, paresthesia, pulselessness, and pallor. Examination techniques used to measure the intracompartment pressure include solid state transducer intracompartmental catheter (STIC), needle manometer, and near infrared spectroscopy (NIRS). Meanwhile, the management of acute compartment syndrome is fasciotomy, a surgical incision aiming to reduce the pressure inside the fascia.

Keywords: acute compartment syndrome, pressure intra-compartment, fasciotomy, Whiteside’ theory

1. PENDAHULUAN

Sindrom kompartemen akut atau acute compartment syndrome (ACS) merupakan kondisi kegawatdaruratan medik yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intrakompartemen pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Menurut Richard von Volkmann,

seorang dokter asal Jerman, ACS dapat terjadi pada kasus-kasus trauma yang menyebabkan fraktur. Beberapa kondisi trauma yang dapat menyebabkan fraktur umumnya terjadi pada saat olahraga, kecelakaan lalu lintas, crushing injury dan lain sebagainya.[1,2] Angka kejadian ACS p a d a l a k i - l a k i d a n p e r e m p u a n

1

SINDROM KOMPARTEMEN AKUT

Monica Djaja Saputera1,2

1 Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta Barat

2Departemen Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Bhayangkara, Semarang

(18)

2

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

berdasarkan penelitian di Royal Infirmary of Edinburgh oleh McQueen et al. adalah 3:1 (7.3 per 100000 laki-laki dan 0.7 per 100000 perempuan).[3] Dari total 164 responden dengan ACS, terdapat 113 responden (69%) yang mengalami ACS akibat fraktur. Dua jenis fraktur penyebab ACS terbanyak adalah fraktur distal tibia dengan prevalensi sebesar 36% dan fraktur distal radius sebesar 9.8%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Schwartz et al. melaporkan bahwa dampak negatif dari ACS yang tidak ditangani dengan tepat dan segera adalah nekrosis, kontraktur, hingga kematian. Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan 47% responden meninggal dunia akibat ACS yang disebabkan oleh adanya fraktur pada tungkai atas.[4]

Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan informasi mengenai ACS agar angka kejadian ACS dapat dikurangi melalui deteksi dini serta penanganan awal yang tepat.

2. PEMBAHASAN

2.1 Anatomi kompartemen

Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang terdiri dari suatu kumpulan otot, saraf, dan pembuluh darah yang terletak di esktremitas.[1,6,7,8] Berdasarkan letaknya, kompartemen osteofasial dibagi menjadi:

1. Anggota gerak atas

a. Arm atau lengan atas, terdiri dari dua kompartemen yaitu anterior

(A. Brachialis, N.

Musculocutaneous, M. Biceps Brachii, M. Brachialis) dan posterior (N. Radialis, M. Triceps Brachii)

b. Forearm atau lengan bawah, terdiri dari tiga kompartemen yaitu volar (M. Flexor Carpi Ulnaris, M. Palmaris Longus, M. Flexor Digitorum Superficialis, M. Flexor Digitorum Superficialis, M. Flexor Carpi Radialis, M. Pronator Teres, N. Median, N. Ulnar, M. Flexor Digitorum Profundus, M. Palmaris Longus, M. Flexor Pollicis Longus, M. Pronator Quadratus, N. Anterior Interosseous), dorsal (M.

Extensor Digitorum, M. Extensor Digiti Minimi, M. Extensor Carpi Ulnaris, M. Abductor Pollicis Longus, M. Extensor Pollicis Brevis, M. Extensor Pollicis Brevis, M. Extensor Indicicis, N. Posterior Interosseous), dan lateral (M. Brachioradialis, M. Extensor Carpi Radialis Longus, M. Extensor Carpi Radialis Brevis, N. Superficial Radialis).

c. Hand atau tangan, terdiri dari sepuluh kompartemen yaitu hipothenar (1), thenar (1), adductor pollicis (1), dorsal interosseous (4), palmar interosseous (3).

Gambar 1. Anatomi Kompartemen arm, forearm, hand, thigh, leg

Tabel 1. Anatomi Kompartemen Regio

anatomi Kompartemen Arm Anterior, Posterior Forearm Volar, Dorsal, Lateral

Hand Hypothenar, Thenar, Adductor Pollicis, Dorsal Interosseous (4), Palmar Interosseous (4)

Thigh Anterior, Posterior

Leg Anterior, Lateral, Posterior (superficial and deep) Foot Medial (Abductor Hallucis,

Flexor Hallucis Brevis), Lateral (Abductor Digiti Minimi, Flexor Digiti Minimi

(19)

3 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Brevis), Interosseous (4), Central (Superficial, Central, Deep)

2. Anggota gerak bawah

a. Thigh atau tungkai atas, terdiri dari dua kompartemen yaitu anterior (M. Quadriceps Femoris, M. Sartorius, N. Femoral, N. Saphenous), posterior (M. Hamstring, N. Sciatic), medial (M. Adductors, N. Obturator, A; V Femoralis)

b. Leg atau tungkai bawah, terdiri dari empat kompartemen yaitu anterior (A; V Tibialis Anterior, N. Fibularis/Peroneus Profundus, M. Tibialis Anterior, M. Extensor Hallucis Longus, M. Extensor Digitorum Longus, M. Fibularis/Peroneus Tertius), lateral (N. Fibularis/Peroneus

Superficialis, M.

Fibularis/Peroneus Longus, M. Fibularis/Peroneus Brevis), posterior pars superficial (M. Triceps Surae, M. Plantaris), posterior pars profunda (A; V Tibialis Posterior, A; V Fibularis, N. Tibialis, M. Tibialis Posterior, M. Flexor Digitorum Longus, M. Flexor Hallucis Longus).

c. Foot atau kaki, terdiri dari Sembilan kompartemen yaitu medial (Abductor Hallucis, Flexor Digiti Minimi Brevis), Lateral (Abductor Digiti Minimi, Flexor Digiti Minimi Brevis), Interosseous (4), Central (Superficial: Flexor Digitorum Brevis, Central: Quadratus Plantae, Deep: Adductor Hallucis, Posterior Tibial Neurovascular Bundle)

2.2 Sindrom Kompartemen Akut

Sindrom kompartemen akut merupakan kondisi kegawatdaruratan medik yang banyak terjadi pada kasus trauma. Kondisi ini ditandai dengan adanya peningkatan tekanan

intrakompartemen atau

intracompartmental pressure (ICP) pada

kompartemen osteofasial yang tertutup.[8,9,10] Beberapa faktor yang

berpengaruh pada kejadian ACS adalah jenis kelamin, usia, jenis dan lokasi cedera. Data dari beberapa studi sebelumnya menyebutkan bahwa laki-laki memiliki resiko sepuluh kali lebih besar untuk mengalami ACS dibandingkan dengan perempuan. Selain itu, semakin muda usia seseorang, resiko terjadinya ACS juga semakin meningkat. Sedangkan data mengenai jenis cedera seperti fraktur tertutup dan terbuka, memiliki resiko yang sama untuk mengalami sindrom kompartemen akut.[2,3,8,11,12]

2.2.1 Etiologi

Penyebab dari ACS dapat berupa:[1,2,3,8]

1. Trauma, dapat terjadi pada saat olahraga, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, crushing injury dan lain-lain. Beberapa trauma tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Dua jenis fraktur yang merupakan penyebab utama dari ACS adalah closed tibial shaft fracture dan fraktur diafisis os. radius.

2. Non-trauma, berupa sindrom nefrotik, miositis viral, hipotiroid, malignansi, diabetes mellitus, gigitan ular, luka bakar, perdarahan, pemakaian gips yang terlalu ketat, muscle edema, dan lain-lain.

2.2.3 Patofisiologi

ACS terjadi akibat adanya dua faktor yaitu meningkatnya isi dari kompartemen osteofasial (misalnya: perdarahan) atau berkurangnya volume kompartemen osteofasial.[2,8,10]

Patofisiologi terjadinya ACS dimulai dari keadaan cedera yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya. Adanya pembesaran pada jaringan di sekitar cedera akan meningkatkan ICP yang akan menyebabkan terjadinya spasme arteri. Kondisi spasme arteri akan mempengaruhi tekanan perfusi jaringan yang akan menyebabkan terjadinya iskemia dan anoksia yang berakhir pada keadaan hipoksia. Keadaan hipoksia ini akan menyebabkan kematian sel.[1,2,8,10]

(20)

4 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Gambar 2. The vicious cycle of

Volkmann's ischemia

Teori lain yaitu Whiteside’ theory

menyebutkan bahwa ACS terjadi apabila

tekanan perfusi otot atau muscle perfusion

pressure (MPP) lebih dari 30 mmHg. Cara

menghitung MPP adalah dengan

menghitung tekanan darah diastolik lalu dikurangi dengan ICP.[2,8]

2.2.4 Tanda dan gejala

Lima “P” merupakan tanda dan gejala khas dari ACS yang terdiri dari

pain, paralysis, paresthesia, pulselessness, and pallor.[1,2,8,9,13] Pain atau nyeri merupakan salah satu gejala yang dirasakan saat keadaan istirahat maupun saat gerakan pasif. Rasa nyeri yang dirasakan pada ACS tidak dapat

berkurang meskipun sudah

mengkonsumsi obat-obatan antinyeri

seperti morfin. Pada tahap lanjut, nyeri dapat tidak ditemukan karena reseptor dan saraf yang berperan pada pusat nyeri

mengalami iskemiaa. Paresthesia adalah

penurunan sensasi terhadap rasa yang

merupakan indikator utama terjadinya iskemia pada saraf tahap awal.

Pada keadaan lebih lanjut,

iskemia pada saraf akan menjadi

irreversible dan dapat menyebabkan terjadinya paralysis. Paralysis merupakan suatu keadaan menurunnya sensasi saraf yang ditandai dengan hilangnya fungsi dari bagian luka tersebut. Pulselessness

dan pallor merupakan dua gejala yang terjadi apabila terjadi trauma langsung

pada arteri. Pallor terjadi akibat

menurunnya perfusi ke daerah luka. 2.2.5 Diagnosis

Pada keadaan normal, nilai ICP adalah 10 mmHg. Beberapa teknik pemeriksaan yang digunakan untuk

mengukur ICP adalah solid state

transducer intracompartmental catheter

(STIC), needle manometer, near infrared spectroscopy (NIRS).[1,2,8,13,14,15] STIC

merupakan alat pengukur ICP yang terdiri

dari kotak perekam dengan menggunakan baterai, satu set jarum suntik berisikan normal saline dan alat pengukur tekanan. Prosedur pemeriksaan teknik ini adalah dengan menusukkan jarum suntik ke dalam kompartemen otot hingga ke fasia,

lalu menginjeksikan normal saline

sebanyak 1-2 cm3 ke dalamnya.

Gambar 3. Solid State Transducer

Intracompartmental Catheter (STIC)

MPP = DBP

ICP

*) MPP (Muscle Perfusion Pressure), DBP (Diastolic Blood Pressure), ICP (Intracompartmental Pressure )

(21)

5

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017 Gambar 4. Prosedur STIC

Needle manometer merupakan alat pengukur ICP dengan menggunakan manometer merkuri, tabung intravena, sebuah jarum suntik, dan stopcock tiga jalur. Near infrared spectroscopy (NIRS) merupakan teknik pemeriksaan non-invasif dengan menggunakan sinar infrared untuk memperkirakan kadar oksigenasi jaringan. Dasar dari pemeriksaan ini adalah menurunnya kadar oksigenasi jaringan berkaitan dengan menurunnya perfusi pada kompartemen osteofasial. Dalam melakukan pengukuran ICP, terdapat faktor yang mempengaruhi yaitu lokasi pengukuran. Heckman et al. menyatakan bahwa lokasi yang disarankan untuk melakukan pengukuran ICP adalah di seluruh bagian dari kompartemen dan di beberapa lokasi lainnya dengan jarak 5 cm dari distal dan proksimal pusat luka.

Gambar 5. Needle Manometer

2.2.6 Tatalaksana

Tatalaksana awal yang dapat dilakukan pada ACS adalah dengan melepaskan gips atau dressing yang terlalu ketat. Setelah melepaskan gips atau dressing, pasien harus diobservasi dengan memperhatikan bahwa ekstremitas bawah harus dalam posisi sejajar dengan jantung (tidak dalam keadaan elevasi) untuk mempertahankan perfusi di daerah cedera agar tidak terjadi iskemia.[1,2,8] Apabila keadaan tidak membaik atau ICP melebihi batas normal, tindakan fasiotomi harus segera dilakukan.

Fasiotomi adalah tindakan bedah dengan cara melakukan insisi yang bertujuan untuk mengurangi tekanan di dalam fasia. Tindakan ini merupakan tindakan gawat darurat yang harus segera dilakukan untuk mendekompresi kompartemen dan mencegah iskemia yang dapat menyebabkan kerusakan irreversible pada otot dan saraf. Indikasi dari fasiotomi berdasarkan ICP menurut Mubarak et al. adalah pasien normotensi dengan ICP > 30 mmHg, dan pasien hipotensi dengan ICP > 20 mmHg.[1,2,8] Tabel 2. Indikasi fasciotomy berdasarkan ICP

ICP > 30 Mubarak et al. ICP > 45 Matsen et al. ICP 15-25 dengan

gejala Ouellette

ICP > 25 tanpa gejala

DBP – ICP < 30 McQueen & Court-Brown

Teknik fasiotomi untuk forearm adalah dengan melakukan insisi di sepanjang sisi volar untuk mendekompresi kompartemen otot fleksor. Insisi juga dapat dilakukan di sepanjang sisi dorsal yang bertujuan untuk mendekompresi kompartemen otot ekstensor. Teknik fasiotomi untuk hand atau tangan adalah dengan teknik empat insisi. Insisi pertama dilakukan di sisi radial ibu jari tangan untuk membebaskan

(22)

6

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

kompartemen tenar. Insisi kedua dan ketiga dilakukan di daerah dorsal sejajar

jari kedua dan keempat untuk

membebaskan kompartemen adductor pollicis serta dorsal dan volar interosseous. Insisi keempat dilakukan di

jari kelingking tangan untuk

membebaskan kompartemen hipotenar. Teknik fasiotomi untuk thigh atau tungkai atas adalah dengan sebuah insisi di mid-lateral thigh. Insisi ini dilakukan

untuk mendekompresi kompartemen

anterior. Apabila dibutuhkan fasiotomi pada thigh dapat ditambah dengan melakukan sebuah insisi di bagian medial. Teknik fasiotomi untuk leg atau tungkai bawah adalah teknik dua insisi yaitu di bagian anterolateral dan posteromedial. Insisi anterolateral dilakukan di antara tulang tibia dan fibula yang bertujuan untuk mendekompresi kompartemen anterior. Sedangkan insisi

posteromedial dilakukan untuk

mendekompresi kompartemen posterior. Teknik fasiotomi untuk foot atau kaki adalah dengan dua insisi di bagian dorsal yang dilakukan sejajar dengan metatarsal kedua dan keempat. Insisi di

bagian dorsal bertujuan untuk

mendekompresi kompartemen

interosseous dan adductor hallucis. dan Sedangkan insisi medial dilakukan di batas bawah metatarsal pertama dengan

tujuan untuk mendekompresi

kompartemen medial.

Gambar 6. Teknik fasiotomi pada forearm

Gambar 7. Teknik fasiotomi pada hand

Gambar 8. Teknik fasiotomi pada thigh

(23)

7 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Gambar 10. Teknik fasiotomi pada foot Setelah melakukan dekompresi dengan fasiotomi, luka dibiarkan terbuka dan akan ditutup pada tindakan bedah berikutnya. Beberapa studi menyebutkan bahwa waktu yang tepat untuk menutup luka adalah setelah 7-10 hari pasca fasiotomi. Sedangkan perawatan luka yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan irigasi dan debridemen pada luka yang mengalami nekrosis. Penutupan luka dapat dilakukan dengan menggunakan teknik penjahitan atau dengan menggunakan skin graft. Dover et al. menyebutkan bahwa penutupan luka dengan skin grafting memberikan hasil yang lebih baik.[1,2,8,10]

3. KESIMPULAN

Sindrom kompartemen akut merupakan kondisi kegawatdaruratan medik yang banyak terjadi pada kasus trauma terutama fraktur. Kondisi ini ditandai dengan adanya peningkatan tekanan intrakompartemen pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Tanda dan gejala khas dari sindrom kompartemen akut adalah 5P yaitu pain, paralysis, paresthesia, pulselessness, dan pallor.

Beberapa teknik pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur tekanan intrakompartemen adalah solid state transducer intracompartmental catheter (STIC), needle manometer, near infrared spectroscopy (NIRS). Sedangkan manajemen awal yang perlu dilakukan pada sindrom kompartemen akut adalah dengan melepaskan gips atau dressing. Fasiotomi dilakukan apabila kondisi semakin memburuk dan tekanan intrakompartemen lebih dari 30 mmHg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Donaldson J, Haddad B, Khan WS. “The pathophysiology, diagnosis and current management of acute compartment syndrome.” The Open Orthopaedics Journal. 8:1(2014):185-93.

2. Raza H, Mahapatra A. “Acute compartment syndrome in orthopedics: causes, diagnosis, and management.” Hindawi Publishing Corporation Advances in Orthopedics. 2015(2015):1-8.

3. McQueen MM, Gaston P, Court-Brown CM. “Acute compartment syndrome who is at risk?” The Journal of Bone & Joint Surgery (Br). 82-B:2(2000):200-3.

4. Schwartz JT, Brumback RJ, Lakatos R, Poka A, Bathon GH, Burgess AR. “Acute compartment syndrome of the thigh-a spectrum of injury.” J Bone Joint Surg Am. 71(1989):392-400. 5. Brunicardi FC, et al. Schwartz

principles of surgery. Edisi 10. New York: McGraw Hill Education, 2010. 6. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s atlas of

anatomy. Edisi 11. Lippincott William & Wilkins, 2009.

7. Paulsen F, Waschke. Sobotta atlas of human anatomy. Edisi 15. Elsevier, 2011.

8. Via AG, Oliva F, Spoliti M, Maffulli N. “Acute compartment syndrome.” Muscle, Ligaments and Tendons Journal. 5:1(2015):18-22.

9. Sjamsuhidajat, de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2012.

10. Ebnezar J. Textbook of orthopedics. Edisi 4. USA: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD, 2010. 11. Taylor RM, P Matthew, Sullica P,

Mehta S. “Acute compartment syndrome: obtaining diagnosis, providing treatment, and minimizing medicolegal risk.” Curr Rev Musculoskelet Med. 5(2015):206-13. 12. Shadgan B, Menon M, Sanders D,

Berry G, Martin C, Duffy P, et al. “Current thinking about acute compartment syndrome of the lower extremity.” Can J Surg. 53:5(2010):329-34.

(24)

8 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

13. Duckworth AD, McQueen MM. 13. Duckworth AD, McQueen MM. “Fo

“Focus on diagnosis of acute compartment syndrome.” British Editorial Society of Bone and Joint Surgery. 2011:1-8.

14. Masquelet AC. “Acute compartment syndrome of the leg: pressure measurement and fasciotomy.”Orthopaedics

&Traumatology Surgery & Research. 96(2010):913-7

15. Lee SH, Padilla M, Lynch JE,

Hargens AR. “Noninvasive

measurements of pressure for detecting compartment

syndromes.” Jorthop Rheumatol. 1:1(2014):1-

(25)

9

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

DENGUE SHOCK SYNDROME DENGAN

EDEMA PARU DAN EFUSI PLEURA

Luh Wira Pusvitasari,1 Pande Mirah Dwi Anggreni,1

Arya Krisna Manggala1

1Fakultas Kedokteran Unieversitas Udayana, Denpasar, Bali

Laporan

Kasus

ABSTRAK

Pendahuluan : Infeksi dengue merupakan masalah kesehatan yang mendapat perhatian secara global dan kematian oleh infeksi dengue terjadi paling banyak karena Dengue Shock Syndrome (DSS) yang merupakan stadium akhir dan paling mengancam nyawa. Prinsip utama dalam terapi DBD/DSS adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti dan belum ada terapi yang spesifik hingga saat ini.

Ilustrasi Kasus : Seorang perempuan, 14 tahun, datang ke RSUP Sanglah pada tanggal 13 April 2016 pukul 15.58 WITA dengan keluhan demam sejak + 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan mendadak tinggi dan dapat turun dengan penurun panas, lalu naik lagi. Riwayat mual (+), riwayat muntah (-), pendarahan (-), menstruasi (-), batuk (-), pilek(-), sesak (-), BAK (+), dan BAB (-).Sebelum dibawa ke RSUP Sanglah, pasien sempat berobat di RS Kasih Ibu dan didiagnosis DSS.

Diskusi : Pada pasien ditemukandemam tinggi selama 2-7 hari, terdapat hematuria, dan syok yang ditandai adanya takikardi (118x/menit), frekuensi nafas yang cepat (29x/menit), dan hipotensi (80/50 mmHg). Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan peningkatan hematokrit (46,05%) serta adanya trombositopenia. Terapi suportif dilakukan melalui pemberian O2melalui nasal dan pemberian cairan kristaloid Ringer Laktat (RL), sedangkan terapi simtomatik diberikan parasetamol sebanyak 500 mg setiap 6 jam serta ranitidine untuk mengatasi keluhan mual muntah dan nyeri perut. Dari pemeriksaan radiologi, ditemukan efusi pleura dan edema paru yang dapat menggambarkan dua keadaan, yakni kelanjutan dari perjalanan DBD (kebocoran plasma) atau merupakan tanda dari kelebihan cairan.

Kata Kunci : DSS, DBD, efusi pleura, edema paru ABSTRACT

Introduction : Dengue infection is a health problem that still becomes the global concern, which the incidence of mortality occurs commonly due to Dengue Shock Syndrome (DSS), a last stage and most of the life-threatening dengue infection. The main principle in the treatment of DHF/DSS is supportive therapy by the replacement of fluid and there is no specific treatment until now.

Case Illustration : A girl, 14 years old, came to Sanglah Hospital on April 13 2016 at 15.58 WITA with fever since + 4 days before entering the hospital. The fever was high at first suddenly and could be decreased with febrifuge, but rose again. There was a history of nausea (+), vomiting (-), bleeding (-), menstruation periods (-), cough (-), cold (-), shortness of breath (-), urination (+), and defecation (-). Before being taken to Sanglah Hospital, the patient was treated at the Kasih Ibu hospital and was diagnosed with DSS. Discussion : The patient had a high fever for 2-7 days, there were hematuria and shock which were characterized by tachycardia (118x/min), rapid breathing frequency (29x/min), and hypotension (80/50 mmHg). Routine blood tests was conducted and increased hematocrit (46.05%) and thrombocytopenia were found. Supportive therapy was done through the provision of O2 via nasal and crystalloid fluid administration by Ringer Lactate (RL). Paracetamol 500 mg was given every 6 hours and as well as ranitidine to deal with

(26)

10 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

complaints of nausea, vomiting, and abdominal pain. From the radiology imaging, there were pleural effusion and pulmonary edema, which may describe the continuation of the natural history of DHF (plasma leakage) or a sign of excess fluid given.

Keywords : DSS, DHF,pleural effusion, pulmonary edema 1. PENDAHULUAN

Infeksi dengue adalah masalah kesehatan yang mendapat perhatian secara global terutama pada negara tropis dan subtropis.[1] Penyakit ini disebabkan oleh virus yang masuk ke dalam family Flaviviradae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes (Stegomyia).[2] Infeksi dengue dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis mulai dari asimtomatik atau self-limiting dengue fever (demam dengue) sampai infeksi dengue yang berat yang ditandai dengan kebocoran plasma [demam berdarah dengue (DBD), grade 1,2), dan juga sindrom yang mengancam nyawa [dengue shock syndrome (DSS), grade 3 dan 4]. Kematian akibat infeksi dengue terjadi paling banyak karena Dengue Shock Syndrome (DSS) dan angka kematian pada DSS dilaporkan 50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa DSS.[1]

Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan stadium akhir dan yang paling mengancam nyawa dari infeksi dengue yang ditandai oleh nadi yang cepat dan lemah dengan penyempitan pulse pressure ≤20 mmHg disertai peningkatan tekanan diastolik, hipotensi serta penurunan perfusi jaringan. Kondisi ini dapat terjadi secara singkat dan reversibel apabila ditangani dengan terapi yang tepat yaitu dengan pemberian cairan. Tanpa terapi, pasien dengan DSS dapat meninggal dalam kurun waktu 12 sampai 24 jam.[2]

Pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, serta tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis merupakan faktor kependudukan yang berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD. Oleh sebab itu, upaya pengendalian terhadap faktor tersebut (terutama kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita DBD

dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD/DSS dan prinsip utama dalam terapi DBD/DSS adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.[3]

2. ILUSTRASI KASUS

TFR, perempuan, 14 tahun, datang ke RSUP Sanglah pada tanggal 13 April 2016 pukul 15.58 WITA dengan keluhan demam sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam yang dirasakan yakni mendadak tinggi dan dapat turun dengan penurun panas, lalu naik lagi. Terdapat riwayat mual, riwayat muntah tidak ada, pendarahan tidak ada, menstruasi tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak tidak ada, BAK ada, BAB kehitaman tidak ada.Sebelum dibawa ke RSUP Sanglah, pasien sempat berobat di RS Kasih Ibu, didiagnosis DSS dan sudah mendapat cairan RL: 9 tpm, Ondansetron 4 mg dan Vascon 0,12mg/kgBB/menit

Tidak ada riwayathipertensi, DM, dan penyakit jantung pada pasien, alergi obat juga tidak ada.

Perjalanan Penyakit

a. Rabu, 13 April 2016di UGD Berat Badan : 43 kg Tinggi Badan : 155 cm IMT : 17.89 kg/m2

Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+, oedema palpebra -/- THT :Tonsil T1 T1, faring dbn, lidah dbn, bibir dbn

Leher : Pembesaran ke- lenjar (-), kaku ku-

duk (-)

Thoraks : Simetris Cor : S1S2 tunggal

regular, murmur (-) Pulmo : Suara nafas vesi- kuler, ronkhi (-),

(27)

11 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

wheezing(-) Abdomen : Distensi (-), meteorismus (-), peristaltik normal Ascites (-), nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Hangat, oedema (-) Tanda vital

TD : 80/50 mmHg

Nadi :118x/menit

RR: 29x/menit

Tax :37,8oC

Pemeriksaan penunjang (Lab Kasih Ibu)

Darah Lengkap hari ke-3: WBC 7,05 x 103 uL; Hb 13,4; HCT 39,7%; PLT 134x 103uL

Darah Lengkap hari ke-4: WBC 6,94 x 103 uL; Hb 13,7; HCT 40,5%; PLT 121x 103uL

Kimia darah : Albumin 2,5; BUN 46,4; SC 1,01; SGOT 56; SGPT18; Na 125; K 3,7; Cl 93

EKG: sinus takikardi, HR 110-120x/menit

Diagnosis

Dengue shock syndrome hari ke-4, AKI stage 1 e.c pre renal

Terapi

- IVFD : RL 10tpm, HES 6% 30 tpm

- Paracetamol 3 x 500 mg (IO) jika

Tax ≥37,5 oC

- Ondansetron 3 x 4 mg (IV) jika mual

- NE 0,1 mg/kgBB/menit

b. Kamis, 14 April 2016di UGD

S : Badan lemas dan nyeri perut O : TD: 70/40 mmHg

Nadi: 111x/menit (lemah); RR: 20x/menit

Tax: 37 oC

A : DSS hari ke-5 (hematuria + abdominal pain); AKI stage 1 e.c pre renal

P : Hidrasi cairan Pemeriksaan penunjang:

Darah lengkap: WBC 7,78 x 103 uL;

HGB 13,48 g/dL; HCT 45,06%; PLT 67,36 x 103uL

Terapi

- IVFD line I RL 10tpm

- IVFD line II HES 6% 30 tpm

- Norepiefrin 0,2 mcg/kgBB/menit titrasi

- Paracetamol 3 x 500 mg (IO) jika demam

- Ondansetron 3 x 4 mg (IV) jika mual

- Diet bebas

- Minum 1,5-2 L/hari

c. Jumat, 15 April 2016 di UGD

S : Sesak (+), demam (-), mimisan (-), gusi berdarah (-)

O : TD : 95/60 mmHg

Nadi:110x/menit (lemah)

RR: 20x/menit Tax : 36 oC

Mata : anemia -/-; ikterik -/- THT : pembesaran KGB (-) Thoraks: Cor: S1S2 tunggal

regular Paru:Vesikuler (+) menurun, Rhonki (-), Wheezing (-) Abd : distensi (-); BU (+); nyeri tekan (+)

Ext : hangat, edema (-) BAK 1300 cc/24 jam (0,9 cc/menit)

A :DSS hari ke-6 (abdominal pain);

AKI stage 1 e.c pre renal;

Phlebitis

P : Terapi cairan Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap: WBC 5,52 x 103/uL;

HGB 13,37 g/dL;HCT 46,09%;PLT 60,82 x 103uL

Kimia klinik: SGOT 95,60 U/L; SGPT 33,80 U/L;Albumin 2,73 g/dL; Na 136 mmol/L; K 3,50 mmol/L

Analisis gas darah: pH 7,48; pCO2

30,4 mmHg; pO2154 mmHg; HCO3

22 mmol/L;Na 129 mmol/L;K 3,18 mmol/L

Foto thoraks AP: edema paru dengan efusi pleura kanan

Terapi

- O2 2-3 lpm via nasal canule - IVFD RL 10tpm

- IVFD HES 6% 20 tpm

- Drop norepinefrin 0,4 mcg/kgBB/menit

- Ondansetron 3 x 4 mg (IV) jika mual

- Paracetamol 3 x 500 mg (IO) jika demam

- Ceftriaxone 1 x 2 g dalam 100 cc NS habis dalam 30 menit

d. Sabtu, 16 April 2016 di ICU Timur

Diagnosis RTI : DSS hari ke-7, edema paru+

(28)

12 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

efusi pleura Masalah : Pasien mengeluh nyeri dada sesak Nutrisi :

Enteral : diet bebas, peptisol 30 gram dalam 150 ml tiap 8 jam Parenteral : RL balance (1500 ml) Hemodinamik : MAP : 90 TD : 110/80 mmHg Nadi : 90x/menit Suhu :360C Respirasi :

Tipe ventilasi :Spontan PEEP/CPACp : O2 8lpm

RR : 18x/menit

Observasi :

Kesadaran :Compos mentis Irama EKG : Sinus rhythm Skala nyeri : NRS 5 CVP : - SaO2/SpO2 : 98% Balance cairan : Masuk : 2146 ml Keluar : 2225 ml IWL : 412 Obat : Enteral : Paracetamol 500 mg tiap 6 jam Parenteral : Ceftriaxone 2 g tiap 24 jam (alergi,stop) Ranitidine 50 mg tiap 12 jam (alergi,stop) Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Pemeriksaan penunjang:

Darah lengkap :WBC 7,68 x 103/uL; HGB 12,34 g/dL; HCT 42,01%;PLT 142,40 x 103uL

Kimia klinik : BUN 7,00 mg/dL; Kreatinin 0,76 mg/dL

e. Minggu, 17 April 2016 di ICU Diagnosis RTI : DSS hari ke-8,

edema paru+ efusi pleura Masalah :Batuk, infuse

bengkak

Nutrisi :

Enteral : diet bebas, peptisol 30 g dalam 150 ml tiap 8 jam Parenteral : RL balance (1500 ml), Gelofusin 500 ml Hemodinamik : MAP : 83,3 TD : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit Suhu : 36,30C Respirasi :

Tipe ventilasi : Spontan PEEP/CPAP : O2 8 lpm

RR : 20x/menit

Observasi :

Kesadaran :Compos mentis Irama EKG : Sinus rhythm Skala nyeri : NRS 5 CVP : - SaO2/SpO2 : 97% Balance cairan : Masuk : 7931 ml Keluar : 4500 ml IWL : 430 ml BC : -3000 Obat : Enteral : Paracetamol 500 mg tiap 6 jam Parenteral : Omeprazole 40 mg tiap 12 jam Norepinephrine sesuai hemodinamik (0,2 mcg) Pemeriksaan penunjang Darah lengkap : WBC 9,11 x 103/uL; HGB 14,60 g/dL;HCT 51,50%;PLT 143,30x 103uL

f. Senin, 18 April 2016 di ICU Diagnosis RTI : DSS hari ke-9

edema paru+efusi pleura

Masalah : Takikardi, urine banyak

Nutrisi :

Enteral : diet bebas, peptisol 30 g dalam 150 ml tiap 8 jam Parenteral : RL balance (10 tpm), Albumin 20% 100 ml/24

(29)

13

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017 jam Hemodinamik : MAP : 83,3 TD : 110/70 mmHg Nadi : 110x/menit Suhu : 36,50C Respirasi :

Tipe ventilasi :Spontan Sungkup muka non rebreathing PEEP/CPAP : O2 10 lpm

RR : 22x/menit

Observasi :

Kesadaran :Compos mentis Irama EKG : Sinus rhythm Skala nyeri : NRS 5 CVP : - SaO2/SpO2 : 96% Balance cairan : Masuk : 1277 ml Keluar : 3200 ml IWL : 430 ml BC : -2353 Obat : Enteral : Paracetamol 500 mg tiap 6 Jam Parenteral : Omeprazole 40 mg tiap 12 jam (stop) Norepinephrine sesuai hemodinamik (stop) Dobutamin sesuai hemodinamik (target MAP ≥65 mmHg) Lasix bolus 20 mg dilanjurkan 5 mg/jam target balance negative 1000-2000 Pemeriksaan penunjang Darah lengkap : WBC 9,30 x 103/uL; HGB 11,81 g/dL; HCT 41,15%; PLT 238,30x 103uL

Kimia klinik : BUN 12,0 mg/dL; Kreatinin 0,71 mg/dL

Analisis gas darah : pH 7,43; pCO2 49,4 mmHg; pO2 79,20; HCO3- 30,2 mmol/L;Na 141 mmol/L; K 3,63 mmol/L

g. Selasa, 19 April 2016 di ICU

Diagnosis RTI : DSS hari ke-

10, edema paru+efusi pleura Masalah : tidak ada

Nutrisi :

Enteral :diet lunak 1300 kkal,peptisol 30 g dalam 150 ml tiap 8 jam Parenteral : RL balance (7 tpm) 500 ml, Hemodinamik : MAP : 76,67 TD : 110/60 mmHg Nadi : 80x/menit Suhu : 360C Respirasi :

Tipe ventilasi :Spontan Sungkup muka non rebreathing PEEP/CPAP : O2 10 lpm

RR : 18x/menit

Observasi :

Kesadaran :Compos mentis Irama EKG : Sinus rhythm Skala nyeri : NRS 4 CVP : - SaO2/SpO2 : 99% Balance cairan : Masuk : 1697 ml Keluar : 3500 ml IWL : 430 ml BC : -2233 Obat : Enteral : Paracetamol 500 mg tiap 6 Jam Parenteral : Dobutamin sesuai hemodinamik (target MAP 65- 95 mmHg) Pemeriksaan penunjang

Darah lengkap: WBC 6,12x 103/uL; HGB12,53 g/dL; HCT 41,69%; PLT 297,80x 103 uL

Kimia klinik : BUN 13,0 mg/dL; Kreatinin 0,65 mg/dL

3. DISKUSI

Diagnosis dengue shock syndrome(DBD derajat III) ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

(30)

14 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini. Penegakkan diagnosis DSS pada pasien ini berdasarkan adanya lebih dari dua kriteria, yang memenuhi kriteria klinis dari WHO yakni demam tinggi mendadak dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, terdapat manifestasi pendarahan berupa pendarahan pada saluran kencing (hematuria), serta didapatkan pasien dalam keadaan syok (adanya kegagalan sirkulasi), yang ditandai adanya takikardi (118x/menit), frekuensi nafas yang cepat (29x/menit), hipotensi (80/50 mmHg). Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan peningkatan hematokrit yaitu 46,05% (pemeriksaan pada tanggal 15 April 2016), terdapat penurunan kadar trombosit (trombositopenia) yaitu 67.000/mm3 (pemeriksaan pada tanggal 14 April 2016). Peningkatan kadar hematokrit menunjukkan adanya hemokonsentrasi yang merupakan bukti adanya kebocoran plasma. Terdapat juga efusi pleura dan edema paru pada pemeriksaan radiologi. Hal ini menunjang diagnosis demam berdarah dengue derajat III (dengue shock syndrome).

Beberapa temuan tersebut sesuai dengan guideline WHO yang mengatakan bahwa DSS terjadi setelah demam berlangsung selama beberapa hari dan ketika demam mulai turun, yakni sekitar hari ke-3-7.[1] Pada sebagian besar kasus, ditemukan tanda-tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba lembab dan dingin, serta nadi menjadi cepat dan halus. Pada sebagian besar kasus, pasien juga sering mengeluhkan adanya nyeri perut, dimana pada pasien ini juga terdapat nyeri perut. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan hemokonsentrasi dan trombositopenia yang merupakan temuan khas pada DBD. Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan membedakannya dari demam dengue adalah adanya kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai

peningkatan hematokrit

(hemokonsentrasi), hipoalbuminemia, dan efusi serosa.

Prinsip utama terapi DBD bersifat suportif.[3] Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa kebocoran plasma dan pendarahan.

Kebocoran plasma dapat menyebabkan syok,anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya kebocoran plasma dan terapi cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok pada kasus DBD derajat I/II. Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi suportif dan simtomatik, terapi suportif berupa pemberian O2melalui nasal kanul 2-3 lpm. Pemberian oksigen harus dilakukan pada semua pasien syok. Selain itu, juga dilakukan pemasangan kateter vena untuk akses pemberian cairan yang berupa ringer laktat (RL). Ringer laktat adalah salah satu larutan kristaloid yang direkomendasikan WHO pada terapi DBD. Pengobatan awal cairan intravena pada keadaan syok adalah dengan larutan kristaloid 10-20 ml/kgBB secepatnya bila mungkin <10 menit, jika tetap syok diberikan kristaloid 20-30 ml/kgBB selama 20-30 menit dan apabila terjadi perbaikan pemberian cairan diturunkan menjadi 7 ml/kgBB dalam 1 jam. Pemberian cairan harus dipantau dengan cermat, agar tidak terjadi kelebihan cairan. Pemberian cairan harus mulai dikurangi pada saat fase pemulihan, dimana terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskular ke intravaskular agar tidak terjadi kelebihan cairan. Tanda kelebihan cairan dapat dilihat jika nafas pasien menjadi cepat, susah bernafas, terdapat efusi pleura, ascites, nyeri abdomen (perlu dibedakan dengan warning sign

pada syok), peningkatan JVP.

Sebagai terapi simtomatik pada pasien ini diberikan parasetamol untuk mengatasi demam dengan dosis sebanyak 500 mg tiap 6 jam, ranitidine untuk mengatasi keluhan mual muntah dan nyeri perut. Diberikan juga antibiotik dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi sekunder yang mungkin terjadi akibat manipulasi yang dilakukan pada pasien seperti pemasangan kateter vena untuk pemberian cairan, pemasnagan Douwer Kateter, dan pengambilan darah yang secara rutin dilakukan. Pasien juga sempat mendapatkan dobutamin untuk meningatkan kontraktilitas jantung oleh karena tekanan darah yang turun dan tidak naik ketika pemberian cairan, setelah dicek ternyata masalahnya ada pada jantung bukan pada cairan sehingga diberikan dobutamin sesuai hemodinamik.

(31)

15 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Dari pemeriksaan radiologi, ditemukan efusi pleura dan edema paru, hal ini bisa menggambarkan 2 keadaan dimana ini bisa merupakan kelanjutan dari perjalanan penyakit DBD yaitu kebocoran plasma, atau merupakan tanda dari kelebihan cairan yang diberikan. Pasien sempat diberikan furosemide sebagai antidiuretik untuk menghilangkan edema parunya.

KESIMPULAN

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan angka insiden

yang terus meningkat.DBD

diklasifikasikan menjadi 4 derajat, dimana derajat 3 dan 4 merupakan

dengue shock syndrome

(DSS).Pengobatan pada pasien DHF bersifat suportif terutama dengan terapi cairan dan simtomatik dan penanganan yang tepat pada kondisi syok akan menentukan prognosis pasien dan

keselamatan pasien.Kristaloid dan koloid keduanya bisa digunakan dalam

penangangan DSS dengan

mempertimbangkan beberapa hal dan tergantung dari derajat penyakitnya. DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization-South East Asia Regional Office. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO; 2011.p.1-67.

2. World Health Organization-the Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases.

Guidelines for

Diagnosis,Treatment,

Prevention,and Control.Geneva: WHO;2009

3. Chen K, Pohan H, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1).

Gambar

Tabel dan gambar dapat disisipkan di tengah-tengah artikel  seperti contoh ini, atau di bagian akhir artikel
Gambar 1. Logo BIMKES  N.  KETENTUAN PENULISAN SITASI
Gambar  1.  Anatomi  Kompartemen  arm,  forearm, hand, thigh, leg
Gambar 3. Solid State Transducer  Intracompartmental Catheter (STIC)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini terlihat bahwa emisi gas buang CO yang dihasilkan ketika menggunakan bahan bakar dengan RON 95 (pertamax plus) jauh lebih rendah dibandingkan

Makanan berkelembapan rendah pada kandungan lembapan yang konstan mengalami pemngkatan aktiviti air apabila suhu dipertmgkatkan dan keadaan demikian akan

Bedak kompak harus dapat menempel dengan mudah pada spons bedak dan padatan bedaknya harus cukup kompak, tidak mudah pecah atau patah dengan penggunaan normal (Butler, 2000)..

Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi- square, diperoleh p value 0,000, karena p value&lt; 0,05 maka Ho diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara

Kesimpulan : Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui nilai signifikansi p=0,816 &gt;0.05 artinya tidak ada pengaruh variasi konsentrasi Giemsa

Data yang diperoleh dari hasil SEM – EDX dapat dianalisa baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dari data yang diperoleh dapat diketahui jenis atau unsur-unsur

Petani juga berhubungan dengan sistem perusahaan atau industri pengolahan kopi dimana perusahaan membutuhkan bahan baku dari yang di hasilkan, petani juga membutuhkan

Mata kuliah ini terdiri dari 2 SKS teori yang membahas tentang prinsip-prinsip mikrobiologi pangan, pengaruh suhu, aktivitas air, bahan pengawet, dan radiasi terhadap