• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAWA KLASIK

Dalam dokumen JIMKI 5.1 (Halaman 77-84)

61

PENINGKATAN FUNGSI NEUROKOGNITIF

LANSIA DENGAN PEMAPARAN

MUSIK GAMELAN

JAWA KLASIK

Helena Ayatasya1, Dimas Banurusman1, Mila Astrilia1, Lidya Eryana1, Ufan Alfianto2, Maria Belladonna3 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro,

Semarang.

2Mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

met the criteria were selected through purposive sampling technique. The listening session involved listening to classical Javanese gamelan music in laras slendro 2x15 minutes/day for 7 days consecutively. Neurocognitive function was measured with mini mental state examination (MMSE) and clock drawing test (CDT), examined before classical Javanese gamelan listening session started, and after it ended. The pretest and posttest result were compared afterwards.

Result: Analysis of paired t-test showed significant increase in MMSE score (p=0.005, <0.05), noted that all respondents achieved normal cognitive function (as much as 50% respondent reached the highest score of 30). Furthermore, 78.57% respondent achieved highest score in CDT at the end of the study.

Discussion: Classical Javanese gamelan has overall tempo of 60 bpm which has the ability to influence brain wave to go into the alpha state. This condition induces production of GABA antagonist substance, β-carbolin, which will reduce anxiety. The music exposure also activates beta brainwave that correlates to awareness and cognitive function.

Conclusion: Exposure of classical Javanese gamelan in form of listening session can be considered as beneficial strategy to enhance neurocognitive function in elderly.

Keyword: elderly, music, classical Javanese gamelan, ageing, neurocognitive Function

62

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

1. PENDAHULUAN

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh pemaparan musik gamelan Jawa klasik terhadap peningkatan fungsi neurokognitif lansia yang akan berimplikasi terhadap peningkatan kualitas hidup lansia.

D a t a K e m e n k e s R I ( 2 0 0 9 ) menunjukkan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia berjumlah 20.547.541 jiwa, angka ini diperkirakan pada tahun 2020 akan mencapai 28,8 juta jiwa atau sekitar 11% dari penduduk Indonesia, dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.

[1]

Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis dan pertahanan tubuh mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga menyebabkan munculnya berbagai m a s a l a h k e s e h a t a n .[ 2 ] M a s a l a h kesehatan yang dialami oleh lansia salah satunya adalah intellectual

impairment, atau gangguan fungsi

intelektual.[3] Kemunduran fungsi intelektual yang paling dominan adalah menurunnya kemampuan daya ingat. Kemunduran fungsi kognitif pada Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun, yang pada tahap awal ditandai dengan mudah lupa, sering terabaikan dan melanjut ke penyakit kepikunan (demensia). Penderita demensia secara nyata mengalami kemunduran sosial dan peran dalam kehidupan sehari-hari.

[4] Di Indonesia tercatat sekitar satu juta penderita demensia (WHO, 2011), angka ini akan meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah Lansia.

Proses alamiah penuaan dan p e n u r u n a n f u n g s i p a d a L a n s i a memerlukan penanganan khusus sehingga kualitas hidup lansia tidak menurun. Hasil dari penelitian ini dapat mendukung terciptanya kualitas hidup lansia yang baik, sesuai dengan konsep menua sehat dari WHO yakni healthy

and active ageing.

U p a y a m e n i n g k a t k a n s t a t u s kesehatan lansia di Indonesia salah satunya terintegrasi dalam program Posyandu Lansia dan Posyandu Santun Lansia, dengan mengutamakan aspek promotif dan preventif disamping aspek kuratif dan rehabilitatif.[5] Beberapa kegiatan untuk memperlambat proses penuaan otak telah diteliti. Studi m e m b u k t i k a n b a h w a k e g i a t a n berlandaskan aktivitas fisik, aktivitas

mental, dan stimulasi spiritual dapat menstimulasi otak Lansia.[6]

Penelitian di Taiwan tahun 2013 melapokan bahwa terapi musik telah memberikan hasil yang memuaskan dalam perbaikan daya ingat dan membantu menurunkan depresi pada Lansia.[7] Namun tidak semua genre musik dapat memberikan hasil yang sama pada fungsi pembelajaran di otak.

The Mozart Effect, yakni pemaparan

musik klasik yang digubah oleh W. A. Mozart (1756-1791) terbukti dapat meningkatkan kemampuan spasial, setelah selesai mendengarkan musik tersebut.[8]

Dari berbagai jenis musik klasik instrumental yang ada, Indonesia memiliki bermacam-macam alat musik tradisional, salah satunya adalah gamelan jawa. Terlebih lagi latar belakang budaya pada populasi penduduk lansia di pulau Jawa lebih familiar dengan musik gamelan jawa klasik, dibanding dengan aliran musik k l a s i k l a i n n y a . B e r d a s a r k a n p e r m a s a l a h a n d i a t a s , p e n u l i s m e n g u s u l k a n p e n e l i t i a n d e n g a n pengaruh pemaparan musik gamelan jawa klasik terhadap peningkatan fungsi neurokognitif lansia.

Gamelan jawa sebagai salah satu kesenian lokal yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Melalui penelitian ini, diharapkan di masa mendatang gamelan tidak hanya dikenal di bidang seni saja tetapi juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sarana pembangunan kesehatan I n d o n e s i a , k h u s u s n y a u n t u k meningkatkan kualitas hidup lansia. 2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2016 dimulai dari p e m b u a t a n p r o p o s a l h i n g g a p e l a k s a n a a n p e n e l i t i a n . M e t o d e penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan rancangan pre-posttest one

group. Rancangan ini bertujuan untuk

mencari hubungan sebab-akibat dengan melibatkan satu kelompok. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik

random sampling dengan memilih 14

responden lansia penghuni Panti Wredha Wening Werdoyo, Ungaran, dengan kriteria inklusi usia 60-70 tahun dan kriteria eksklusi: gangguan penglihatan, pendengaran, dan bicara; kelumpuhan anggota gerak; dan gangguan fisik atau psikis lain yang

63

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

dapat mengganggu proses dan hasil penelitian.

Sebanyak lima jenis musik gamelan Jawa klasik dipilih dengan kriteria : jenis laras slendro, memiliki beat 40-60 bpm, irama tidak fluktuatif, dan bernuansa riang dan dikompilasi dalam 5 CD.

Pada subjek penelitian dilakukan pemaparan musik gamelan jawa klasik 2x15 menit pada pagi dan sore hari selama 7 hari berturut-turut. Selama sesi mendengarkan musik, subjek diperbolehkan untuk melakukan aktivitas apapun selama berada dalam ruangan. Pada hari ke-0 (sebelum) dan ke-7 (sesudah) penelitian, pada subjek dilakukan tes mini mental state

examination (MMSE) dan clock drawing test (CDT). Hasil pretest dan posttest

MMSE serta CDT kemudian dianalisis dan dibandingkan untuk diambil kesimpulan

3. HASIL

Tabel 1. KarakteristikResponden Penelitian

Subjek penelitian berjumlah 14 dengan persebaran 7 pria dan 7 wanita dan rata-rata usia 71.6 tahun (rentang antara 60-80 tahun). Sebagian besar subjek berpendidikan terakhir SD. Penyakit yang diderita terutama adalah berupa gejala-gejala klinis seperti kesemutan, gangguan keseimbangan, kelemahan anggota gerak, dan sakit kepala.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Hasil MMSE dan CDT Sebelum dan Setelah

Intervensi

Pretest MMSE dilakukan pada hari ke-0 dengan hasil rata-rata skor MMSE responden yaitu 25.57. empat orang responden memiliki skor ≤23 dengan status probable gangguan kognitif. 10 subjek lainnya memiliki skor >23 (status kognitif normal) dengan hanya 1 subjek yang memiliki skor MMSE 30/tertinggi. Selain dilakukan MMSE, pada hari ke-0 juga dilakukan CDT. Rata-rata skor responden adalah 3.07 dengan 50% subjek memiliki skor 4/maksimal dan 50% sisanya memiliki skor <4.

Setelah dilakukan pemaparan musik gamelan Jawa klasik selama 2x15 menit/hari selama 7 hari, dilakukan posttest MMSE dan CDT. Rata-rata skor Jumlah responden (orang) 14

Usia (tahun) Rata-rata 71.57 Minimal 60 Maksimal 80 Jenis Kelamin Pria 7 Wanita 7 Pendidikan SD 8 SMP 4 SMA -Sarjana 2 K e l u h a n y a n g S e r i n g Dialami Kesemutan 3 Sakit kepala 4 G a n g g u a n keseimbangan 3

Lemah anggota gerak 1

Tes Pre Post

n % n % MMSE Definite gangguan kognitif 0 0 0 0 Probable gangguan kognitif 4 28. 57 0 0 Normal 10 71.43 14 100 CDT Gangguan kognitif 7 50 3 21. 43 Normal 7 50 11 78.57 64

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

MMSE responden pasca pemaparan yaitu 28.57 dengan 100% responden berada pada status kognitif normal dan 50% memiliki skor MMSE 30 (tertinggi). Pada CDT, rata-rata skor adalah 3.7 dengan 79% responden memiliki skor CDT 4 (tertinggi).

4. PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan 2 a n a l i s i s p e r b a n d i n g a n , y a i t u perbandingan antara skor MMSE dan skor CDT sebelum pemaparan musik gamelan jawa klasik dengan setelah pemaparan. MMSE terdiri dari 11 pertanyaan/instruksi yang meliputi penilaian orientasi, registrasi, atensi, kalkulasi, mengingat kembali/recall, dan bahasa. Setiap pertanyaan dan instruksi memiliki nilai tertentu dengan nilai m a k s i m a l 3 0 . S k o r M M S E > 2 3 m e n g i n t e p r e t a s i k a n k o n d i s i neurokognitif lansia yang normal, skor ≤23 menunjukkan status probable gangguan kognitif, dan skor <17 menunjukkan status definite gangguan kognitif.

CDT merupakan metode penilaian fungsi kognitif yang memiliki beberapa keunggulan : lebih mudah, lebih murah, lebih aman, lebih nyaman, dan terutama digunakan untuk lansia. Metode ini terbukti dapat mengetahui gangguan-gangguan otak pada lobus frontal dan temporoparietal yang kurang dapat dideteksi oleh metode MMSE. CDT berisi intruksi kepada responden untuk menggambar jam dinding dengan langkah-langkah yang ditentukan oleh instrurumen tersebut. Skor maksimal CDT adalah 4.[9]

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Hasil MMSE dan CDT Sebelum dan Setelah

Intervensi

Pada analisis perbandingan skor MMSE dengan uji T berpasangan, didapatkan kenaikan skor secara signifikan (p=0.005, <0.05) dengan status neurokognitif subjek 100% pada k o n d i s i n o r m a l s e h i n g g a d a p a t disimpulkan bahwa pemaparan musik gamelan jawa klasik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan fungsi neurokognitif pada lansia. Efektivitas pemaparan musik gamelan J a w a k l a s i k s e b a g a i s t r a t e g i peningkatan fungsi neurokognitif lansia ini semakin terlihat dengan peningkatan jumlah subjek dengan skor MMSE tertinggi (30) dari 1 subjek menjadi 7 subjek atau 50% responden. Diketahui pula pemaparan dengan durasi 2x15 menit/hari selama seminggu mampu meningkatkan skor MMSE rata-rata sebanyak 3 point.

Analisis perbandingan skor CDT m e m a n g t i d a k m e m p e r l i h a t k a n perbedaan secara signifikan (p= 0.104, >0.05). Hal ini kemungkinan karena pada pretest, 50% responden telah memiliki skor tertinggi dan skor CDT hanya memiliki dua rentang kategori (4 = normal dan <4 = gangguan kognitif) sehingga kenaikan yang terjadi secara statistik tidak terlalu bermakna. Kendati demikian, rata-rata skor CDT meningkat dari 3.07 menjadi 3.7 dan subjek dengan skor tertinggi meningkat menjadi 7 8 . 5 7 % m e n u n j u k k a n b a h w a pemaparan musik masih memiliki hubungan dengan kenaikan skor CDT.

Musik gamelan jawa klasik dengan laras slendro memiliki karakteristik irama, beat, maupun tempo seperti musik-musik klasik lainnya seperti musik klasik barat yang telah diketahui dapat mempengaruhi fungsi kognitif otak.[10] Mendengarkan musik tempo lambat sekitar 60 bpm yang dimiliki oleh musik Jawa klasik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak sehingga menimbulkan ketenangan. Pemaparan musik gamelan jawa klasik yang termasuk dalam stimulasi

binaural-Tes Pre Post p

MMSE 0.00 5 Rata-rata 25.571 28.571 Minimal 20 25 Maksimal 30 30 Skor tertinggi/ 30 (%) 7.14% 50% CDT 0.10 4 Rata-rata 3.071 3.714 4 Minimal 1 2 Maksimal 4 4 Skor tertinggi/4 (%) 50% 78.57 % 65

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

beat dapat mempengaruhi seseorang

untuk kembali ke dalam kesadaran. [11]

Tempo lambat musik gamelan Jawa juga mempengaruhi gelombang otak menuju keadaan alfa/tenang sehingga produksi β-karbolin (substansi antagonis G A B A ) a k a n m e n i n g k a t d a n menurunkan down-regulator GABA. Penurunan ini akan mengurangi timbulnya respon cemas.[11,12] Musik klasik juga dapat mengaktifkan sistem limbik/memori dan sistem otonom saraf s e h i n g g a a k a n m e m p e n g a r u h i hipothalamus dan hipofisis. Pengaktifan hipofisis akan meningkatkan tanggapan terhadap emosional melalui kelenjar adrenal dan menurunkan hormon stres.

[13]

Pemaparan musik klasik juga diketahui akan mengaktifkan berbagai j e n i s g e l o m b a n g o t a k t e r m a s u k gelombang beta yang sangat erat kaitannya dengan fungsi kesadaran dan kognitif. Menariknya peningkatan ini akan semakin tinggi apabila pemaparan musik diberikan ketika subjek sedang melakukan aktivitas yang membutuhkan konsentrasi.[14] Hal ini dapat diterapkan b a i k p a d a l a n s i a y a n g t i n g g a l perseorangan dengan keluarganya maupun lansia yang tinggal di panti-panti wreda yang biasanya memang memiliki berbagai kegiatan yang disesuaikan dengan kemampuan penghuninya.

5. KESIMPULAN

Skor MMSE dan CDT pada lansia yang diberi paparan musik gamelan jawa klasik 2x15 menit selama 7 hari meningkat dari rerata 25.57 dan 3.07 menjadi 28.57 dan 3.71. Peningkatan secara signifikan terjadi pada post-test MMSE (p<0.05) dengan 50% lansia memiliki skor MMSE 30 (tertinggi) sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemaparan musik gamelan jawa klasik secara teratur dapat meningkatkan fungsi neurokognitif lansia yang implikasinya dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan durasi bertingkat untuk menemukan durasi dan strategi pemaparan yang lebih efektif serta dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti pendidikan dan status depresi. Keterbatasan pada penelitian ini yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status kognitif lansia lainnya tidak ikut dikendalikan atau disertakan, seperti hubungan

dengan tingkat pendidikan dan status depresi. Penelitian ini juga tidak menggunakan pemaparan dengan durasi bertingkat untuk mengetahui durasi mana yang paling efektif untuk meningkatkan status neurokognisi lansia.

6. SARAN

M a s y a r a k a t u m u m , t e n a g a kesehatan, dan pemerintah diharapkan untuk menaruh perhatian lebih terhadap kesejahteraan lansia dan mendukung lansia untuk mencapai healthy and

active ageing. Pemaparan musik

gamelan jawa klasik dapat dilakukan sebagai strategi untuk meningkatkan fungsi neurokognitif dan kualitas hidup terutama pada kelompok lansia. Kegiatan pemaparan musik gamelan jawa klasik dapat dilakukan sebagai kegiatan rutin di panti wredha maupun sebagai kegiatan penunjang terapi rehabilitasi pada lansia dengan gangguan neurokognitif. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti durasi pemaparan yang paling efektif dalam peningkatan fungsi neurokognitif lansia.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Panti Wredha Wening Werdoyo Ungaran, dan pihak-pihak lain yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Triple Burden Ancam

Lansia. 10 Okt 2013. Diakses 2

M a r e t 2 0 1 6 < h t t p : / / www.depkes.go.id/article/print/ 13100008/triple-burden-ancam-lansia.html>

2. Darmojo RB, Martono HH.

Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit

FK-UI, 2000.

3. Setiati S. Geriatric Medicine, Sarkopenia, Frailty dan Kualitas Hidup Pasien Usia Lanjut: Ta n t a n g a n M a s a D e p a n Pendidikan, Penelitian dan P e l a y a n a n K e d o k t e r a n d i Indonesia. eJurnal Kedokteran Indonesia. (2014). 4 Mar 2016

<http://journal.ui.ac.id/index.php/ eJKI/article/view/3008>

66

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

4. Wreksoatmodjo, Budi Riyanto. "Beberapa Kondisi Fisik dan Penyakit yang Merupakan Faktor Risiko Gangguan Fungsi Kognitif." CDK-212 41.1 (2014): 25-32.

5. N u g r o h o , H . W. ( 2 0 0 9 ) . Komunikasi dalam keperawatan gerontik. EGC.

6. Prasetya, Anton Surya, Achir Yani S. Hamid, and Herni Susanti. "Penurunan Tingkat Depresi Klien Lansia Dengan Terapi Kognitif dan Senam L a t i h a n O t a k d i P a n t i Wredha." Jurnal Keperawatan

Indonesia 13.1 (2010).

7. Chu, Hsin, et al. "The impact of g r o u p m u s i c t h e r a p y o n depression and cognition in elderly persons with dementia: a r a n d o m i z e d c o n t r o l l e d study."Biological research for

N u r s i n g ( 2 0 1 3 ) :

1099800413485410.

8. S c h e l l e n b e r g , E . G l e n n . "Cognitive performance after listening to music: a review of the Mozart effect." Music,

health, and wellbeing (2012):

324-338.

9. Hartati, Sri, and Costrie Ganes Widayanti. "CLOCK DRAWING: ASESMEN UNTUK DEMENSIA

(Studi Deskriptif pada Orang L a n j u t U s i a D i K o t a Semarang)." Jurnal Psikologi

Undip 7.1 (2010): 1-10.

10. Solé, Carme, et al. "Effects of group music therapy on quality of life, affect, and participation in people with varying levels of dementia." Journal of music

therapy 51.1 (2014): 103-125.

11. Junaidi, Junaidi, and Zolkhan Noor. "Penurunan Tingkat K e c e m a s a n P a d a L a n s i a Melalui Terapi Musik Langgam Jawa." Jurnal Keperawatan

Indonesia 13.3 (2010).

12. Dewi, Mahargyantari P. "Studi Metaanalisis: Musik Untuk Me nur unk an St r es. " Jur nal

Psikologi 36.2 (2009): 106-115.

13. Kim, Dong Soo, et al. "Effects of music therapy on mood in stroke patients."Yonsei medical

journal 52.6 (2011): 977-981.

14. Geethanjali, B., K. Adalarasu, and R. Rajsekaran. "Impact of music on brain function during

m e n t a l t a s k u s i n g

electroencephalography." World

A c a d e m y o f S c i e n c e , Engineering and Technology 66

(2012): 883-887.

67

68

JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

PENGARUH PEMBERIAN ISOFLAVON

Dalam dokumen JIMKI 5.1 (Halaman 77-84)