• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREMPUAN KELAS 7 SMP

Dalam dokumen JIMKI 5.1 (Halaman 114-123)

Ridzky Santiyani Hadi1,Mulya Nurmansyah Ardisasmita2, Lulu Eva Rakhmilla2,Lynna Lidyana3

1Fakultas Kedokteran,2Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran

3Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Umum Dr. Hasan Sadikin,

Bandung

Penelitian

ABSTRAK

Pendahuluan: Prevalensi masalah kesehatan jiwa pada remaja semakin meningkat. Data UNICEF menyatakan bahwa 20% remaja kurang dari 14 tahun mengalami masalah kesehatan jiwa. Remaja laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi mengalami masalah kesehatan jiwa. Prevalensi depresi dan cemas berlebihan di Norwegia mencapai 24.5% sedangkan di Jatinangor, prevalensi depresi diantara siswi SMP mencapai 53.1%. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan proporsi masalah emosional pada remaja laki-laki dan perempuan SMP kelas 7 di Jatinangor.

Metode: Penelitian dilakukan secara analitik cross sectional pada bulan September hingga Oktober 2016. Subjek penelitian adalah remaja laki-laki dan perempuan kelas 3 SMP di Jatinangor yang diambil secara multistage random sampling usia 11-14 tahun. Variabel penelitian ini adalah karakteristik dan masalah kejiwaan yang terdiri dari masalah emosional, masalah perilaku, hiperaktifitas, masalah teman sebaya, dan prososial sesuai dengan kuesioner Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). Hasil dan Pembahasan: Subjek yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 181 orang. Dari jumlah ini sebanyak 56.9% berusia 12 tahun, 30.9% memiliki orangtua dengan pendidikan terakhir SMP, dan 66% memiiki orangtua berpenghasilan dibawah UMR. Masalah kejiwaan dengan prevalensi terbesar adalah masalah emosional (17.1%) dan masalah perilaku (14.4%). Setelah dilakukan analisis data, diperoleh hasil yang signifikanpada masalah emosional (p-value <0.05) dengan menggunakan uji Chi-Square sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan pada presentase remaja laki-laki (14.7%) dan perempuan (19.8%) dengan masalah emosional.

Kesimpulan: Terdapat perbedaan proporsi remaja laki-laki dan perempuan kelas 7 SMP di Jatinangor yang mengalami masalah kejiwaan. Masalah emosional merupakan masalah kejiwaan dengan prevalensi tertinggi.

Kata kunci: Masalah emosional, remaja, Jatinangor.

ABSTRACT

Introduction: Adolescence mental health problem is increasing in prevalence. UNICEF stated that 20% of adolescents below 14 years old experience mental health problems. Both male and female adolescents are at the same risk of developing mental health problems. A Norwegian study revealed that the prevalence for emotional problems including depression and anxiety reaches 24.5%, and another study conducted in Jatinangor, Indonesia reveals a prevalence of 53.1% for depression among female junior high school students. Therefore, this research aims to determine the proportional difference of emotional problem between male and female 7th graders in Jatinangor. Method: This study uses a cross-sectional analytical method. Subject are male and female adolescent, aged 11-14 years old, who came from three junior high schools in Jatinangor. Mental health problems assessed are emotional problems, conduct problem,

99 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

hyperactivity, peer relationship problems, and prosocial problems according to the Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ).

Results and Discussion: As many as 181 subjects fulfilled the inclusion criteria. Characteristic assessments showed that 56.9% subject are below 12 years old, 30.9% have parents whose last education was junior high school, and 66% come from households with income below the regional minimum wage. Most prominent mental health problems are emotional problems (17.1%) and conduct problems (14.4%). Chi-Square analysis showed a significant difference (p-value <0.05) between male (14.7%) and female (19.8%) adolescents with emotional problems.

Conclusions: There is a difference in proportion between grade 7th male and female adolescents in Jatinangor undergoing emotional probems. Emotional problem is the mental health problem with the highest rate.

Keywords: Emotional problem, adolescence, Jatinangor.

1. PENDAHULUAN

Anak anak dan remaja yang mengalami gangguan jiwa menurut WHO dan UNICEF sebanyak 10-20% di dunia.[1] Prevalensi masalah kesehatan jiwa pada remaja terus meningkat selama 20-30 tahun ke belakang.[1]Di Indonesia, gangguan mental emosional di atas 15 tahun menurut Riskesdas 2013 adalah 6% atau 37.728 orang. Angka kejadian di Jawa Barat menduduki peringkat kedua yaitu 9.3%.[2]

Remaja mengalami fase kehidupan yaitu fase pubertas. Pada fase ini organ seksual seseorang sudah matang dan siap untuk bereproduksi. Keadaan ini menyebabkan remaja mengalami perubahan baik secara fisiologis atau secara hormonal.[3] Secara psikologis, remaja membutuhkan jiwa yang sehat untuk pembentukan emosional dan perkembangan jiwa yang normal untuk mengembangkan potensi dirinya, berhubungan dengan teman sebaya dan keluarga, serta untuk masa depannya.[4] Pada fase pubertas perempuan atau laki-laki memiliki risiko yang sama terhadap masalah kesehatan jiwa. Hasil penelitian pada remaja di Australia menunjukan bahwa masalah kesehatan jiwa remaja laki-laki lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan, sedangkan hasil penelitian di Nepal menunjukan bahwa remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan remaja laki-laki. [5, 6] Penelitian yang dilakukan oleh Jase di Jakarta, menghasilkan kesimpulan bahwa perubahan fisik pada

pubertas akan menyebabkan remaja berbeda cara menerima perubahan tersebut, sehingga mengakibatkan masalah emosional. [7]

Salah satu masalah emosional adalah gangguan depresi mayor.[5] Melalui penelitian sebelumnya di kecamatan Jatinangor diketahui bahwa depresi memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yaitu 53.1%.[8] Masalah yang biasanya timbul pada remaja yaitu masalah emosional. Siswa kelas 7 yang berumur 11-14 tahun merupakan masa yang rentan dan krisis terhadap perubahan yang terjadi.[9] Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk membandingkan proporsi masalah emosional pada laki-laki dan perempuan kelas 7 SMP di Kecamatan Jatinangor. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan penyuluhan mengenai masalah mental emosional pada remaja. Data ini juga dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai masalah mental emosional. 2. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah siswa dan siswi yang berada di kelas 7 SMP di Kecamatan Jatinangor. Berdasarkan rumus penelitian analisis cross sectional kategorik tidak berpasangan, sampel minimum penelitian ini masing masing kategori adalah 81 responden, sehingga jumlah minimum adalah 162 responden.

100 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakuan dengan menggunakan

multistage random sampling, yaitu

berupa cluster sampling, dengan memilih secara acak tiga SMP dari enam SMP yang ada di Kecamatan Jatinangor. Setelah itu dilanjutkan dengan simple random sampling untuk memilih responden dari masing masing sekolah. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 22 September – 6 Oktober 2016.

Sekolah yang terpilih adalah SMPN 1 Jatinangor, SMP Darul Fatwa, dan SMPN 2 Jatinangor. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah remaja perempuan dan laki-laki yang bersekolah di SMP di Kecamatan Jatinangor, berada di kelas 7 SMP, berusia 11-14 tahun, serta bersedia mengisi kuesioner. Kriteria eksklusi adalah remaja yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Sebanyak 216 responden terdiri dari 108 laki-laki dan 108 perempuan yang bersedia untuk mengkuti penelitian. Namun terdapat 15 orang laki-laki dan 20 orang perempuan yang tidak mengisi kuesioner secara lengkap. Total dari keseluruhan responden yang sesuai adalah 181 responden.

Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik (jenis kelamin, usia, pendidikan orang tua, penghasilan orang tua berdasarkan upah minimum regional (UMR) Kabupaten Sumedang Rp.2.275.715), masalah mental emosional yang terdiri dari 5 kategori yaitu : masalah emosional, masalah perilaku, hiperaktifitas, masalah teman sebaya, dan prososial

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner kekuatan dan kesulitan pada anak usia 11-17 tahun (The Strengths and Difficulties

Questionnaire / SDQ) yang terdiri dari

25 pertanyaan. Aspek yang dibagi menjadi 5 bagian yaitu : masalah emosional, masalah perilaku, hiperaktifitas, masalah hubungan antar sesama, dan prososial, yang masing masing terdiri dari 5 poin pertanyaan. Pada kuesioner ini koefisien Cronbach’s alpha adalah 0.644, dengan sensitivitas 63.3% dan spesifisitas 94.6%. Selain

kuesioner, responden akan diberikan lembar informed consent.

Proses pengambilan data dilakukan di tiga sekolah dengan waktu yang berbeda. Responden yang telah terpilih secara acak akan mendapatkan lembar informed consent dan apabila responden bersedia, akan diberikan lembar kuesioner. Setelah itu responden mengisi kuesioner yang diberikan dan mengumpulkan kuesioner setelah selesai.

Penelitian ini telah disetujui sebelumnya oleh pihak Komisi Izin Etik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan sudah melakukan permohonan izin kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang dan diteruskan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Sumedang serta kepada kepala sekolah dari masing-masing sekolah.

Data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner, selanjutnya diproses dengan menggunakan

Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) versi 20. Data

dianalisis dan diuji secara statistik dengan menggunakan uji Chi Square. Uji Chi Square bisa digunakan jika terdapat nilai harapan dari sel kurang dari 5 harus kurang dari 1/5 jumlah sel. Maka pada tabel 2x3 bisa digunakan uji

chi square jika terdapat kurang dari 2 sel

nilai harapan dari sel kurang dari 5. Jika ditemukan nilai harapan dari sel pada tabel ada yang kurang dari 5, maka dilakukan uji alternatif yaitu uji Fisher

Exact. Data yang diperoleh disajikan

dalam bentuk tabel frekuensi, presentase, grafik dan perbandingan masing masing kategori.

3. HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel yang didapatkan dari 3 SMP di Kecamatan Jatinangor sebanyak laki-laki 108 orang dan perempuan 108 orang. Sebanyak 15 laki-laki dan 20 perempuan dieksklusi karena tidak mengisi kuesioner dengan lengkap. Jumlah sampel yang dapat diolah pada penelitian ini adalah sebesar 181 sampel dari sampel minimal sebanyak 162 sampel.

101 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Tabel 1. Karakteristik Responden

Karakteristik n % Jeniskelamin Laki-laki 93 51 .4 Perempuan 88 48 .6 Usia (tahun) 11 5 2. 8 12 103 56 .9 13 65 35 .9 14 8 4. 4 Pendidikan Orang Tua Tidak Sekolah 2 1. 0 SD 48 25 .2 SMP 59 30 .9 SMA 52 27 .2 Sarjana 16 8. 4 Pascasarjana 1 0. 5 Tidak Ada Data 3 1. 6 Penghasilan Orang Tua <UMR >UMR Tidak Ada Data 126 45 10 66 .0 23 .6 5. 2 Tabel 1 menunjukan karakteristik dari subjek penelitian. Pada data tersebut di dapatkan hasil berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan orang tua, dan penghasilan orang tua berdasarkan UMR Kabupaten Sumedang. Proporsi jumlah murid laki-laki dan perempuan kelas 7 di Kecamatan Jatinangor hampir sama, dan lebih dari 50% berusia 12 tahun. Sedangkan pendidikan orang tua paling banyak sampai Sekolah Menengah Pertama dan lebih dari setengah penghasilan orang tua subjek penelitian dibawah UMR Kabupaten Sumedang.

Tabel 2. Karakteristik masalah pada subjek penelitian berdasarkan SDQ Masalah Mental Emosional Normal (%) Borderline (%) Abnormal (%)

Masalah Emosional 125 (69.1) 25 (13.8) 31 (17.1) Masalah Perilaku 122 (67.4) 33 (18.2) 26 (14.4)

Hiperaktifitas 169 (93.4) 5 (2.8) 7 (3.9)

Masalah Teman Sebaya 131 (72.4) 39 (21.5) 11 (6.1)

Prososial 159 (87.8) 13 (7.2) 9 (5.0)

Total Kesulitan 119 (65.7) 41 (22.7) 21 (11.6)

Data pada tabel 2 menunjukan dari setiap domain masalah yang ada berdasarkan dengan kuesioner SDQ. Masalah terbesar yang ditemukan adalah masalah emosional (17.1%) diikuti dengan masalah perilaku (14.4%). Gambar 1 menunjukan grafik tentang kategori masalah emosional.

Berdasarkan uji statistik Chi Square, nilai p=0.036 menunjukan p-value< 0.05 sehingga secara statistik H0 ditolak. Masalah emosional pada remaja perempuan (19.8%) lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki (17.7%)

102 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

Tabel 3 menunjukan perbandingan antara jenis kelamin dengan kategori pada kuesioner SDQ kecuali masalah emosional. Pada remaja perempuan didapatkan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan remaja laki-laki pada kategori masalah emosional (19.8%), masalah perilaku (20.5%), hiperaktifitas (5.7%), dan prososial (8.0%). Sedangkan pada masalah dengan teman sebaya laki-laki (6.5%) lebih tinggi dari pada perempuan.

Total dari seluruh kategori ini pada perempuan (22.7%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (7.5%) yang mengalami masalah mental emosional.

Tabel 3. Hasil SDQ berdasarkan jenis kelamin

SDQ Karakteristik Jenis Kelamin P value

Laki laki Perempuan Masalah Perilaku Normal Borderline Abnormal 65 (69.9%) 20 (21.5%) 8 (8.6%) 57 (64.8%) 13 (14.8%) 18 (20.5%) 0.057** Hiperaktifitas Normal Borderline Abnormal 89 (95.7%) 2 (2.2%) 2 (2.2%) 80 (90.9%) 3 (3.4%) 5 (5.7%) 0.395***

Masalah Teman Sebaya

Normal Borderline Abnormal 76 (81.7%) 11 (11.8%) 6 (6.5%) 55 (62.5%) 28 (31.8%) 5 (5.7%) 0.005* Prososial Normal Borderline 87 (93.5%) 4 (4.3%) 72 (81.8%) 9 (10.2%) 0.060*** Gambar 1. Perbedaan masalah emosional dan jenis kelamin

103 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

SDQ Karakteristik Jenis Kelamin P value

Abnormal 2 (2.2%) 7 (8.0%) Total Kesulitan Normal Borderline Abnormal 68 (73.1%) 18 (19.4%) 7 (7.5%) 51 (58.0%) 23 (26.1%) 41 (22.7%) 0.073** *p-value < 0.05, significant.

** menggunakan uji Chi Square. *** menggunakan uji Fisher Exact

4. PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian ini proporsi laki-laki hampir sama dengan perempuan. Lebih dari setengah subjek penelitian berusia 12 tahun. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masalah emosional menduduki tingkat paling tinggi diantara 5 kategori berdasarkan kuesioner SDQ. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan di Nepal tahun 2013.[6] Selain penelitian tersebut lebih dari 50% hasil penelitian hasilnya memiliki masalah emosional. Sehingga masalah emosional menjadi paling tinggi diantara kategori lain pada penelitian di London tahun 2000.[10]

Jumlah total dari masalah emosional, masalah perilaku, hiperaktifitas, dan masalah teman sebaya menjadi masalah mental emosional. Penelitian di Jatinangor ini menunjukan bahwa kategori abnormal masalah mental emosional berdasarkan dengan kuesioner SDQ memiliki proporsi sebesar 11.6% hampir sama dengan penelitian di Nepal, di mana total skor abnormal adalah 10.5%.[6] Sementara itu, penelitian di Iran memiliki proporsi yang lebih besar yaitu 26%. Perbedaan proporsi ini bisa disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh lingkungan, tempat, dan tingkat pendidikan orang tua subjek.[11] Pada usia remaja awal, anak mengalami krisis perkembangan dimana terdapat perubahan hormonal dan juga perubahan sikap lingkungan sehingga lebih memicu terjadinya masalah emosi bagi remaja[12]

Hasil penelitian ini diketahui bahwa p-value<0.05 pada kategori masalah emosional dan masalah teman

sebaya. Data ini menunjukan signifikan secara statistik yang berarti terdapat perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan. Masalah emosional yang terdiri dari depresi dan cemas merupakan masalah yang banyak terjadi pada masyarakat, dan memiliki perbedaan yang signifikan antar jenis kelamin.[13] Remaja merupakan fase untuk mengenal hal yang baru termasuk teman. Remaja lebih cenderung mencari teman yang memiliki kesamaan tingkah laku baik pada laki-laki atau perempuan, namun karena kesamaan ini bisa memicu suatu masalah, ini salah satu faktor terdapat perbedaan pada kategori masalah teman sebaya.

Kategori masalah perilaku memiliki p=0.057, hasil ini bisa menjadi signifikan jika populasi penelitian di tambahkan. Kategori hiperaktifitas, prososial dan total masalah mental emosional memiliki p-value >0.05 yang berarti pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pada penelitian di Nepal kategori hiperaktifitas memiliki beda yang signifikan, sedangkan kategori prososial tidak signifikan.[6] Perbedaan dengan penelitian ini bisa terjadi karena perbedaan perilaku dan lingkungan di Jatinangor.

Pada penelitian ini dalam kategori masalah emosional diketahui bahwa hasil perhitungan statistik diperoleh hasil yang signifikan (p=0,036) artinya terdapat perbedaan proporsi masalah emosional antara remaja laki-laki dan perempuan kelas 7 SMP di Jatinangor. Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan di Nigeria tahun 2015, yaitu terdapat perbedaan yang siginifikan antara jenis kelamin

104 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

dengan kategori yang ada pada kuesioner SDQ.[14] Berdasarkan perhitungan, perempuan yang mengalami masalah emosional (19.8%) lebih tinggi dari pada laki-laki (17.7%). Hasil ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan di Jatinangor, prevalensi depresi pada siswi perempuan SMP yaitu 53.1%[8] karena depresi dan cemas adalah bagian dari masalah emosional.[12] Penelitian di Nigeria tahun 2015 didapatkan masalah emosional sebesar 24.5%. Penelitian ini dan penelitian pada remaja SMP di Finlandia menunjukan perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. [14]

Berdasarkan hasil penelitian Robichaud tahun 2003, perempuan dikatakan lebih mudah khawatir terhadap sesuatu dibandingkan dengan laki-laki. Respon stress berbeda antara perempuan dan laki laki. Perempuan memiliki respon terhadap stress yang lebih tinggi, sehingga menjadi lebih mudah sensitif dan mengalami masalah emosional.[15] Hal ini disebabkan karena remaja perempuan pada rentang umur 11-14 tahun sedang memasuki masa pubertas yang mengalami terjadi perubahan fisik dan terdapat perubahan hormon dari

Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) Axis terutama pengaturan hormon Adrenocorticotropic

Hormone (ACTH) dan level kortisol serta

sistem saraf simpatis yang berkaitan dengan denyut jantung dan tekanan darah. Respon HPA Axis dan autonomik ditemukan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini mempengaruhi performance

seseorang dalam menghadapi stresor psikososial.[16] Selain itu, hormon seks pada perempuan akan menurunkan respon HPA dan sympathoadrenal yang menyebabkan penurunan feedback

negatif kortisol ke otak sehingga menyebabkan mudah terjadi perubahan mood yang mengakibatkan anak remaja perempuan lebih banyak menginternalisasikan masalahnya.[17, 18]

Penelitian di RSCM Jakarta menunjukan masalah emosional lebih tinggi pada laki laki.[12] Hal ini bisa disebabkan karena ada perbedaan dalam pengisian kuesioner. Kuesioner pada penelitian tersebut di isi oleh orang tua, sehingga orang tua lebih melihat perilaku dari anak dan tidak bisa melihat

bagaiamana keadaan emosional anak. Selain itu disebabkan juga karena adanya perbedaan usia subjek yang belum mengalami fase pubertas[12]

Kategori yang kedua tertinggi setelah masalah emosional adalah masalah perilaku. Hal ini didukung oleh penelitian di RSCM Jakarta, masalah perilaku berada di urutan atas masalah mental emosional yaitu sebesar 38.5%[12] dan penelitian di Iran sebesar 34.7%.[11] Hasil penelitian ini tidak setinggi dengan penelitian yang sebelumnya, karena subjek yang berbeda usia. Penelitian sebelumnya lebih banyak pada usia <12 tahun dan dilakukan di rumah sakit, subjek dibawa oleh orang tuanya untuk konsultasi masalah perilaku sebelum usia remaja awal. Masalah perilaku pada penelitian ini menunjukan lebih tinggi pada remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang ada di Norwegia yang menunjukan laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam pola asuh didalam keluarga dan juga lingkungannya.[19] Masalah perilaku tidak hanya bisa muncul pada remaja laki laki, namun bisa juga muncul pada remaja perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya regulasi yang tidak seimbang pada

Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis

pada remaja tersebut sehingga memiliki perilaku yang bermasalah dan antisosial[20]

Hasil lain yang ditemukan pada penelitian ini yaitu masalah teman sebaya. Kategori masalah teman sebaya diketahui bahwa p=0.005 yang berarti signifikan secara statistik, terdapat perbedaan proporsi masalah teman sebaya. Masalah teman sebaya merupakan masalah ketiga tertinggi pada penelitian ini yaitu 6.1%. Masalah teman sebaya lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan, sesuai dengan penelitian di RSCM Jakarta bahwa laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.[12] Perkembangan normal seorang remaja awal adalah mulai memiliki keinginan untuk mencari teman, mulai tertarik dengan lawan jenis, ingin mengembangkan pikiran-pikiran baru. Hal ini menyebabkan munculnya

105 JIMKI Volume 5 No.1 | Januari – Agustus 2017

permasalahan dalam diri seorang remaja dengan teban sebayanya. Semakin bertambah besar masalah yang dihadapi, sikap seorang remaja laki laki lebih mengeksternalisasikan dalam bentuk masalah perilaku terhadap teman sebayanya, berbeda dengan remaja perempuan yang lebih banyak menginternalisasikan masalahnya, sehingga muncul masalah teman sebaya yang lebih tinggi pada laki-laki.[21]

Keterbatasan pada penelitian ini yaitu kuesioner yang digunakan bersifat subjektif dan tergantung kepada pemahaman masing-masing subjek. Kedua, penelitian ini dirasa masih kurang pengawasan pada saat anak anak mengisi kuesioner, karena masih banyak anak anak yang mengisi secara asal dan juga mencontek pada saat mengerjakan. Selain itu faktor yang mempengaruhi adalah ruangan yang tidak kondusif karena banyaknya siswa siswi yang lain berlalu-lalang melewati kelas sehingga mengganggu konsentrasi dari subjek.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan proporsi masalah emosional pada remaja laki-laki dan perempuan kelas 7 SMP di Jatinangor. Perempuan mengalami masalah emosional lebih tinggi dibandingkan dengan laki laki. Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa masalah perilaku dan masalah teman sebaya cukup tinggi pada remaja kelas 7 SMP di Jatinangor. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi tenaga kesehatan dan sekolah untuk meningkatkan cara pendekatan dengan anak usia remaja awal agar bisa mencegah terjadinya masalah emosional, masalah perilaku dan masalah teman sebaya.

Pada penelitian ini tidak mencari apa saja faktor risiko yang bisa menyebabkan terjadinya masalah mental emosional terutama masalah emosional dan masalah perilaku. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu mencari faktor risiko apa saja yang bisa mempengaruhi masalah mental emosional pada remaja awal. Selain itu perlu dilakukan konfirmasi dari orang tua dan guru responden terkait masalah

mental emosional pada remaja agar bisa lebih membantu anak dalam tindakan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF. The State of The World's Children 2011 Adolescence An Age of Opportunity New York 2011. p. 27. 2. Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar In: Kesehatan BPdP, editor. Jakarta 2013.

3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan &

Sadock's Synopsis Of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10 ed: Lippincott 2007.

4. Raheel H." Depression and associated factors among adolescent females in Riyadh, Kingdom of Saudi Arabia,

a cross-sectional study". International

Journal of Preventive Medicine.

6:(2015):90.

5. Lawrence D, Johnson S, Hafekost J, Haan KBd, Sawyer M, Ainley J, et al. The Mental Health of Children and Adolescents. In: Health Do, editor. Canberra 2015.

6. Rimal H, Pokharel A." Assessment of Mental Health Problems of School Children Aged 11-17 Years Using Self Report Strength and Difficulty Questionnaire (SDQ)". J Nepal Paediatr

Soc. 33:3 (2013):172-6.

7. Batubara JR." Adolescent Development (Perkembangan Remaja)". Sari Pediatri. 12:1 (2010):21-9.

8. Lutpiah D, Eva L, Lidyana L." Depresi Pra-Menstruasi Pada Siswa SMP ".

JIMKI 4:1 (2015 ):10 - 6.

9. Yuliastuti L, Hariyanto, Yogi E." Perilaku Siswa Kelas VII Tentang Pubertas Di SLTPN I Nguntoronadi Magetan tahun 2012". Delima Harapan 2:(2014):51-6.

10. Goodman R, Renfrew D, Mullick M." Predicting type of psychiatric disorder from Strengths and Diffculties Questionnaire (SDQ) scores in child mental health clinics in London and

Dalam dokumen JIMKI 5.1 (Halaman 114-123)