• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dilema Perubahan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Kota Oleh:

Prof. Ir. Edy Darmawan, M.Eng

Abstrak: Pengembangan bangunan ruang publik yang berorientasi bisnis kian semakin banyak berebut lokasi strategis kota.

Sasaran utama lebih pada ruang ruang terbuka hijau atau non hijau. Dari pertimbangan nilai ekonomi akan lebih menguntungkan dari pada aspek sosial, sehingga diperlukan pertimbangan berbagai aspek bagi pengelola kota dan masyarakat penggunanya. Pemerintah kota akan berpikir setiap perubahan fungsi ruang terbuka hijau menjadi fungsi bangunan publik maupun private dengan Undang Undang Nomer 26 tahun 2007.Karena dalam pasal 29 mempersyaratkan bahwa 20% harus berupa ruang terbuka publik hijau, sementara dipihak lain dituntut pertumbuhan kota yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi kedepan. Faktor maintenance dalam asesori lansekap kota perlu diperhatikan untuk meningkatkan kwalitas lingkungan kota, disamping inovasi desain baru sehingga tidak tertinggal dengan setiap perkembangan teknologi terkini. Faktor tropis sangat berpengaruh terhadap model desain dan material software atau pemakaian hardware. Isu isu yang berkembang akhir akhir ini diperlukan pemikiran yang arif dan memberi keuntungan serta kenyamanan berbagai pihak. Sosialisasi program secara terbuka bagi masyarakat sangat diperlukan, agar tidak terjadi pertentangan yang berarti.

Kata kunci: perubahan fungsi , ruang terbuka hijau, sosialisasi

KUALITASRUANGKOTA

Kota yang padat akan bangunan fasilitas umum, dengan tampilan arsitektur serba modern yang menakjubkan belum dapat dikategorikan berkualitas. Hiruk pikuk kendaraan yang memadati prasarana jalan yang ada, dengan berbagai macam kegiatan bangunan fungsional kota , akan mengundang pelaku bisnis untuk merebut lokasi lokasi strategis sebagai tempat usahanya. Berbagai macam kepentingan usaha baik komersial perdagangan maupun jasa memadati lokasi pusat kota. Keadaan ini akan terus berlanjut dan pada suatu saat akan terjadi kepadatan yang luar biasa, masyarakat mulai enggan melakukan kegiatan transaksi bisnis , wisata belanja, sekedar jalan jalan (sight seeing). Hal tersebut akan terjadi pergeseran kearah menyebar dan melakukan relokasi ketempat lain yang dapat menjaring masyarakat daerah pinggiran kota (urban conurbation).

Sebelum kepadatan kota tersebut terjadi, ada baiknya diatur keseimbangannya dengan penataan yang berkualitas.Beberapa faktor yang diperhatikan antara lain

1. Aktivitas dan Fungsi Campuran

Masyarakat kota dalam melakukan aktivitasnya lebih memilih tempat yang fasilitasnya memiliki fungsi campuran. Sehingga hampir diberbagai kota

didunia mendesain kotanya dengan Mixed Use konsep. (Tibbalds, 1993). 2. Ruang Khusus.

Ruang publik dengan pengertian yang luas memiliki arti penting bagi masyarakat, sebagai area komunikasi, tempat kencan, tempat apresiasi dan rekreasi, area komersial, pedagang kaki lima, tempat demo mengemukakan pendapat dsb. Penyediaan ruang publik merupakan faktor penting untuk membuat ruang kota menjadi hidup (lifely) (Krier.R, 1979)

3. Keramahan Pedestrian.

Pedestrian area atau jalan pedestrian merupakan faktor penting untuk mengantisipasi pergerakan orang dari satu fasilitas publik ketempat lainnya. Fasilitas ini dulu diabaikan, sekarang sudah mulai di perhitungkan karena mengandung nilai kualitas lingkungan yang baik dan harus didesain sesuai citra kawasan (Rubeinstein.H, 1992) 4. Skala Manusia dan Kepadatan.

Suatu desain harus memikirkan skala manusia agar lebih manusiawi, keterlingkupan (enclosure) yang lebih erat, asesori kota (townscape) yang lebih menarik, utilitas kota yang berfungsi dengan baik. Intinya semua aspek dirancang lebih manusiawi dan aksesibel bagi penyandang cacat

DILEMA PERUBAHAN FUNGSI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA EDY DARMAWAN

sekalipun. Kepadatan merupakan kondisi yang tidak seimbang antara fasilitas yang tersedia dan masyarakat yang menggunakannya (Spreiregen.P.D, 1962; Cullen.G, 1996).

5. Struktur, Kejelasan dan Identitas.

Sebelum kita memulai perencanaan secara integral, kita wajib mengenali struktur kawasan kota yang akan dirancang, axis mana yang perlu dikembangkan, ruang terbuka mana yang bisa dipakai sebagai rendevous point, bagaimana mengatur aksesbilitasnya. Hal ini untuk kejelasan manajemen transportasi kawasan terhadap kota. Identitas merupakan unsur penting yang dapat menarik perhatian dikawasan revitalisasi, karena orang akan mudah terkesan dan selalu ingat apa yang pernah dilihat (Lynch.K, 1962; Kohan.N, 1999)

6. Kerapian, Keamanan dan Kenyamanan.

Kerapian yang menyangkut infrastruktur, bangunan, utilitas dan asesori kota merupakan faktor penting yang sering diabaikan oleh pengelolaan kota, sehingga banyak keluhan masyarakat karena merasa tidak nyaman terganggu dan tidak aman (Shirvani.H, 1996)

7. Manajemen Kota

Manajemen suatu kota sering tidak jelas siapa yang harus bertanggung jawab, siapa pula yang berperan menggerakkan masyarakat menyadari akan partisipasi terhadap pengelolaan kota. Peran Stakeholder sangat penting dalam manajemen kota, karena beban ini tidak dapat sepenuhnya diberikan pada Pemerintah Kota karena berbagai keterbatasan (Huat.C.B & Edwards.N, 1992)

8. Ragam Visual

Beragam visual menarik yang ada dikawasan revitalisasi sangat diperlukan untuk menambah nilai pemandangan (vista) yang dapat meningkatkan daya tarik dan nilai estetika kawasan menjadi berkualitas (Cullen.G, 1996).

PERUBAHANFUNGSIRUANGTERBUKA

HIJAU

Akhir-akhir ini diberbagai kota terjadi pro dan kontra masalah pengalih fungsian

terhadap ruang publik terbuka hijau menjadi fungsi bangunan publik yang lebih komersial, seperti hotel, mall, atau perkantoran sewa. Hal tersebut akan terjadi perubahan paradigma, dari fungsi sosial menjadi lebih komersial, dari gratis atau beaya murah menjadi semakin mahal. Siapa yang diuntungkan dan siapa pula yang dirugikan tergantung dari mana kita menyikapinya.

Kalau dilihat dari aspek kebutuhan masyarakat dengan tingkat sosial yang dikatakan belum beruntung, maka dalam berkumunikasi antar sesama, tempat bermain bagi anak anak dan dewasa, olah raga yang tidak perlu membutuhkan biaya atau refreshing, ruang publik seperti itu sangat dibutuhkan mereka. Akan tetapi ruang publik terbuka seperti ini tidak selalu dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat bawah, kadang kadang justru yang rajin memanfaatkan ruang ini adalah masyarakat menengah keatas yang berkecukupan.

Dari aspek regulasi undang undang No 26 tahun 2007, pasal 29 menyebutkan bahwa 30% dari luas wilayah keseluruhan harus berupa Ruang publik, sedangkan pasal 28 lebih mengarah pada ruang publik terbuka hijau minimum 20%. Apakah kota kita masih memiliki ruang terbuka hijau seluas itu. Kalau luasnya masih melebihi ketentuan tersebut, apakah terletak didaerah pinggiran, memusat atau daerah antaranya. Lokasi tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kemahalan dan ketertarikan bagi penanam modal (investor) . Lokasi, bagi mereka merupakan faktor penting dalam pemasaran (marketing) oleh karena itu mereka berusaha mencari tempat yang strategis agar mengentungkan dimasa depan. Perlu disadari bahwa peranan investor sangatlah penting sebagai patner pembangunan bagi pemerintah kota, tanpa keterlibatan mereka akan mengalami kesulitan dalam pendanaan.

Kewenangan penataan pembangunan tentunya tetap berada pada pemerintah kota dengan legitimasi dan rekomendasi dari lembaga Legislatif. Sebelum melangkah dalam menentukan adanya perubahan fungsi, perlu dipikirkan untung ruginya dari berbagai aspek pertimbangan. Banyak jalan yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan masalah perubahan fungsi ruang hijau menjadi bangunan, misalnya dengan mengganti fungsi yang sama dilokasi lain yang lebih baik.

EDY DARMAWAN DILEMA PERUBAHAN FUNGSI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA

Sebagai pengelola kota mengemban visi misi merupakan tanggung jawab yang cukup berat, seperti kota Semarang dengan visi Menciptakan Kota yang Religius berbasis pada Perdagangan dan Jasa.Bagaimana merealisasikannya? Hal ini dibutuhkan pemikiran pemikiran yang dapat meningkatkan pendapatan sendiri kota, tanpa mengesampingkan aspek aspek yang merugikan masyarakat banyak. Fasilitas fasilitas pelayanan umum kota yang telah dibangun termasuk infrastruktur dan asesori kota (townscapes) seyogyanya tetap dijaga perawatannya dan perlu inovasi baru agar tetap menarik perhatian. Kesadaran masyarakat ikut menjaga dan merawat kota sendiri sangatlah penting, sehingga perlu sosialisasi secara terus menerus dilakukan dilingkungan masyarakat.

PARTISIPASIMASYARAKAT

Partisipasi masyarakat dalam setiap perubahan pembangunan sangat diperlukan agar tidak terjadi konflik sosial yang dapat mengakibatkan terhambatnya proses teknis kedepan.Keterlibatan masyarakat baik individu maupun berkelompok dalam berpartisipasi dapat menggunakan berbagai cara, secara internal maupun external, orasi atau visual, face to face atau melalui suatu pertemuan, investigasi terhadap masalah fisik dilapangan atau kegiatan masyarakat penggunanya diobyek yang direncanaan. Menurut Cliff Moughtin dalam bukunya Urban Design Street And Square(1992) ada beberapa teknik partisipasi dalam perencanaan perancangan kota yakni :

Administrasi Masyarakat (Community

Administration)

Kerapian administrasi masyarakat merupakan faktor penting yang sering diabaikan, apakah tentang kependudukan, legalisasi status kependudukan, inventarisasi fasilitas fisik yang dimiliki masyarakat maupun pemerintah, sehingga banyak yang mengalami kesulitan menyajikan serial data yang akurat.

Bahkan sering dijumpai data-data dengan berbagai versi yang sangat membingungkan bagi keperluan penelitian maupun penyusunan program perencanaan dan perancangan kota dimasa mendatang maupun program-program lain. Hal demikian bisa mengakibatkan ketidakpercayaan menggunakan data bagi bangsa lain didunia yang berminat menjalin

kerjasama. Pada tingkat paling bawah hingga atas, dari tingakt RT hingga Pemerintah Pusat seharusnya memiliki catatan administrasi yang tertib dan obyektif.

Data-data yang disampaikan secara jujur dan lugas akan memberi masukan yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan analisa disegala bidang, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, politik pertahanan maupun keamanan. Sehingga faktor administrasi masyarakat merupakan bentuk teknik partisipasi dalam perencanaan dan perancangan kota.

Membangun Sendiri (Self Build)

Bentuk partisipasi masyarakat dalam Perancangan Kota (urban design) adalah membangun sendiri swadaya masyarakat, apakah berupa rumah tinggalnya sendiri yang merupakan bagian terkecil dari elemen perancangan kota, bangunan publik untuk kepentingan bersama seperti gedung pertemuan, olah raga dan kesenian, taman lingkungan dan jalan lingkungan yang dibangun dengan cara gotong royong merupakan bentuk swadaya yang diharapkan dalam Undang-undang Perancangan Kota No. 22 tahun 1999.

Perencaan dan Perancangan Masyarakat (Community Planning and Design)

Kelembagaan dalam pembangunan perlu dibentuk secara sistematis dari kelompok-kelompok kerja terkecil hingga pada forum-forum yang lebih luas. Kelompok-kelompok kerjan tersebut dikoordinasikan secara horizontal maupun vertikal. Sehingga dalam mekanisme kerjanya lebih dapat terkendalikan secara integral, tanpa mengurangi peranan masyarakat dari tingkat bawah hingga atas. Aspirasi-aspirasi masyarakat harus diakomodir secara baik, persuasif sepanjang tidak menyimpang dari parameter yang ada dalam kaidah perancangan kota. Disamping itu perlu disusun jadwal yang harus disepakati bersama antara aktor-aktor yang terlibat

Pernyataan Politik (Political Manifesto)

Komitmen politik merupakan hal penting diera reformasi ini, karena suatu perancangan kota tanpa legitimasi atau pernyataan yang mendukung program akan dapat berakibat fatal. Sosialisasi dan dialog interaktif antara pihak perancang, eksekutif dan legislatif sebagai wakil rakyat sangat diperlukan

DILEMA PERUBAHAN FUNGSI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA EDY DARMAWAN

sebagai bentuk teknik partisipasi yang seharusnya dilakukan dalam perancangan kota. Pernyataan-pernyataan dari para elit politik sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program perancangan kota baik jangka pendek maupun panjang. Karena masyarakat kita boleh dikatakan masih paternalistis, sehingga pernyataan-pernyataan politik merupakan bentuk teknik partisipasi yang efektif.

Pertemuan Dengan Publik ( Public

Meeting)

Sebagai langkah sosialisasi suatu perancangan kota, perlu dilakukan tatap muka dengan masyarakat secara berkala dengan harapan dapat menyerap keingingan dan aspirasi masyarakat sebagai pengguna fasilitas kota secara maksimal. Dalam forum ini diharapkan akan memperoleh kesepakatan-kesepakatan desain yang efektif dan efisien. Pengalaman pada era-era yang lalu banyak program pembangunan yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena tidak sesuai dengan keinginan dan aspirasi masyarakat setempat.

Penyelidikan Keadaan Rakyat (Public

Enquiries)

Disamping data-data sekunder, suatu perancangan kota memerlukan data-data primer dilapangan, baik data fisik sarana prasarana atau data sosial ekonomi budaya masyarakat. Perlu adanya penyelidikan langsung terhadap keadaan masyarakat yang nyata, obyektif dan langsung dilapangan, agar tidak terpengaruh oleh kemungkinan tekanan tekanan dari sekitarnya.

Lontaran Perencanaan (Planning

Appeal)

Gagasan-gagasan ide perencanaan dari para pakar yang dipublikasikan lewat media cetak maupun elektronik atau publikasi dalam bentuk buku merupakan bentuk teknik partisipasi yang dinilai cukup efektif. Ide yang dimuat dimedia tersebut biasanya banyak memperoleh tanggapan dari masyarakat yang tertarik dibidang kota, baik tanggapan yang pro maupun yang kontra. Disamping itu dapat pula disampaikan dalam forum-forum Seminar, diskusi, lokakarya atau bentuk forum yang lain. Paling tidak masalah atau ide tersebut dapat tersosialisasikan secara efektif dan efisien.

Jumpa Pers (Press Release)

Bentuk teknik partisipasi yang lain adalah penyelenggaraan pameran. Pameran yang dimaksud dapat berbentuk program, desain fisik atau non fisik yang dapat disajikan dalam bentuk miniatur, atau presentasi multi media yang dapat menarik pengunjung, dimengerti secara mudah dan sederhana, dan dapat dipahami dengan cepat. Dalam pameran ini diperlukan banyak ilustrasi gambar, sketsa, kartun, foto dan lain-lain yang menarik publik.

Pameran ( Exhibition)

Partisipasi Perancangan Kota dapat melalui jumpa pers (Press Release) dalam mensosialisasikan suatu program pembangunan fisik atau perancangan kota yang efektif salah satunya adalah melalui jumpa pres. Dalam jumpa pers ini suatu program dapat dijelaskan secara rinci dan akurat kepada pihak pers. Karena informasi yang disampaikan langsung sumbernya tidak akan simpang siur, atau dikurang lebihkan oleh berbagai pihak yang sebetulnya tidak begitu kompeten dalam persoalan tersebut. Dengan pers suatu program bisa langsung diketahui oleh publik kota, yang kadang-kadang bisa lebih sensasional.

Survey Perencanaan dan Perancangan

(Planning and Design Survey)

Untuk menentukan apa yang akan kita rencanakan atau kita rancang, diperlukan survey pendahuluan. Hal ini agar tidak terjadi suatu perencanaan dan perancangan yang sebetulnya tidak dikehendaki atau bukan suatu persoalan yang dirasa mendesak, sehingga kehadirannya menjadi sesuatu produk yang tidak bermanfaat (unusage). Ini merupakan bentuk teknik partisipasi dalam perancangan kota yang seharusnya dilakukan paling awal.

Study Pengguna ( User Study )

Seperti halnya diatas, mengkaji apakah suatu program dibutuhkan benar oleh masyarakatnya atau tidak. Meskipun program yang akan kita rancang sangat canggih sekalipun, akan tetapi tanpa dukungan masyarakat pengguna, akan menjadi sia-sia dan tidak tepat sasaran. Oleh karena itu bentuk teknik partisipasi dengan melakukan studi terhadap pengguna sangatlah penting. Perlu diadakan jajak pendapat, wawancara, quetionairs dan metoda yang lain untuk

EDY DARMAWAN DILEMA PERUBAHAN FUNGSI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA

menjajagi sampai sejauh mana kebutuhan atau keinginan mereka dalam pengembangan kota dimasa mendatang.

Study tentang Antropologi

(Anthropological Study)

Bentuk teknik partisipasi tentang antropologi sangat penting bagi perancangan kota. Untuk menentukan bentuk fasilitas fisik maupun kegiatan yang akan mendukung diperlukan penelitian tentang perilaku manusia baik dari segi sosial, ekonomi maupun budaya. Dengan demikian apa yang akan didesain sesuai dengan sikap perilaku atau kebiasaan penghuni kota tersebut. Sehingga kehadiran fasilitas baik bentuk konfigurasi, ornamen/ragam, tata warna ketinggian, dan lain-lain akan dapat diakrab oleh masyarakat penghuni kota tersebut.

Kedua belas teknik partisipasi diatas dapat digunakan untuk mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Metode tersebut dapat dipraktekkan satu persatu atau secara simultan. Partisipasi masyarakat ini sangatlah penting agar kedepan tidak menimbulkan protes terhadap pembangunan yang dilaksanaakan.

KESIMPULAN

Perubahan fungsi ruang terbuka hijau kota bisa terjadi asal memenuhi berbagai aspek yang positif dan memperoleh legitimasi masyarakat serta disetujui Pemerintah Kota dengan komitmen investor yang saling menguntungkan. Peran partisipasi masyarakat sangat diharapkan untuk memperoleh masukan-masukan secara teknis dan nonteknis sesuai dengan visi misi untuk mencapai tujuan dimasa depan.

DAFTARPUSTAKA

Broadbent,G dkk, 1980, Meaning and Behaviour in The Built Environment, John Wiley & Sons Ltd., Chichester. Budihardjo,E 1997, Arsitektur Pembangunan

dan Konservasi, Djambatan, Jakarta. Ching,F DK, 1979, Arsitektur : Bentuk,Ruang

dan Susunannya, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Cullen.G, 1986, The Concise Townscape, Butterworth-Heinemaan, Oxford. Cohan,N, 1999, Urban Concervation, The MIT

Press, Cambridge, Massachusetts. Darmawan,E, 2003, Teori dan Implementasi

Perancangan Kota, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Darmawan,E, 2004, Teori dan Kajian Ruang Publik Kota, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Darmawan,E, 2004, Problematik Permukiman dan Ruang Kota, Badan Penerbit Undip,Semarang.

Darmawan,E, 2005, Analisis Ruang Publik Arsitektur Kota, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Darmawan,E & Ratnatami,A, 2006, Bentuk Makna Ekspresi Arsitektur Kota Dalam Suatu Kajian Penelitian, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.

Frey, Hidlebrand, 1999, Designing The City, Towards a more Sustainable Urban Form, E & FN SPON

Krier.R, 1979, Urban Space, Academi Edition 42 Leinster Gardens, London

Lynch, K, 1962, The Image of The City, The MIT Press Massachusette

Rapoport,A, 1969, House Form and Culture, Prentice-Hall Inc.Englewood Cliffs, N.J.

Rapoport,A, 1982, The Meaning of The Built Environment, Sage Publications, London.

Rubeinstein, Harvey M, 1992, Pedestrian Malls, Streetscapes, and Urban Spaces, John Wiley & Sons Inc, Canada

Shirvani,H, 1985, The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York

Spereiregen.P.D, 1965, Urban Design, The Architecture of Towns And Cities, Mc. Graw-Hill Book Company, New York, San Francisco, Toronto, London, Sydney.

Efisiensi Perluasan Wilayah Kota di dalam Kawasan Metropolitan