• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak: Aksesibilitas selalu terkait dengan jaringan jalan. Informasi spasial jaringan jalan membutuhkan ketersediaan data

spasial yang rinci dan akurat. Teknologi penginderaan jauh satelit dan Sistem Informasi Geografis mampu menyediakan informasi spasial jaringan jalan dan sekaligus proses analisisnya.

Dalam penelitian ini tingkat aksesibilitas kawasan perumahan tipe terencana dan swadaya dikaji berdasarkan indikator kerapatan jaringan jalan (indeks α) dan konektivitas jaringan jalan (indeks β).

Hasil penelitian menunjukkan, kawasan perumahan terencan, rata rata indeks α :27,828 dan indeks β :1,598. sedangkan kawasan perumahan swadaya rata rata indeks α : 4,104 dan indeks β : 0,951. Berdasarkan indikator kedua indeks tersebut mengindikasikan bahwa kawasan perumahan terencana pada umumnya mempunyai tingkat aksesibilitas yang lebih baik dibandingkan kawasan perumahan swadaya. Kawasan perumahan swadaya khususnya di daerah terpencil perlu peningkatan indeks aksesibilitas untuk memacu ketertinggalannya.

Kata Kunci : aksesibilitas, kerapatan jaringan jalan, konektivitas jaringan jalan. *) Peneliti, Pusat Data Penginderaan jauh LAPAN

PENDAHULUAN

Aksesibilitas selalu terkait dengan jaringan jalan sebagai salah satu infrastrukturnya. Informasi spasial jaringan jalan yang lengkap dan rinci pada suatu wilayah dapat dimanfaatkan untuk mengkaji tingkat aksesibilitas suatu wilayah atau terhadap wilayah lainnya. Tingkat aksesibilitas suatu wilayah dapat diidentifikasi dengan mengetahui tingkat kerapatan dan konektivitas jaringan jalan satu dengan lainnya. Semakin lengkap, semakin rapat dan semakin banyak konektivitas antar jaringan jalan mengindikasikan bahwa tingkat aksesibilitas wilayah tersebut semakin baik atau semakin tinggi.

Untuk mengetahui informasi tingkat kerapatan dan konektivitas jaringan jalan dibutuhkan ketersediaan data spasial jaringan jalan yang rinci dan akurat. Teknologi penginderaan jauh khususnya data resolusi sangat tinggi dan Sistem Informasi Geografis mampu untuk menyediakan informasi spasial jaringan jalan dan sekaligus proses analisisnya..

Dalam penelitian ini dikaji tingkat aksesibilitas kawasan perumahan dalam berbagai tipe yaitu tipe terencana dan swadaya berbasis indikator indikator spasial yang bersifat kuantitatif yang diturunkan dari

data penginderaan jauh resolusi sangat tinggi. Kawasan perumahan tipe terencana dan kawasan perumahan swadaya. Kawasan perumahan terencana (formal housing) adalah kawasan perumahan yang dibangun secara terencana dan secara umum mempunyai keseragaman dari aspek bentuk, ukuran, kualitas dan tata letak bangunan serta terintegrasi dengan pembangunan prasarana dan sarana perumahan. Kawasan ini pembangunannya dilakukan oleh pengembang swasta atau pemerintah dan bersifat komersial. Sedangkan kawasan perumahan swadaya (informal housing) adalah perumahan yang dibangun oleh perorangan secara swadaya di perkampungan dan tidak mempunyai keseragaman dari aspek bentuk, ukuran, kualitas dan tata letak bangunan serta tidak adanya master plan yang jelas dalam penyediaan prasarana dan sarana perumahan.

Metode analisis spasial kuantitatif dalam penelitian ini adalah penilaian indikator tingkat aksesibilitas berdasarkan variabel kerapatan jaringan jalan (indeks α) dan konektivitas jaringan jalan (indeks β). Konsep analisis ini masih jarang digunakan dalam aplikasi perencaan dan kajian transportasi kewilayahan. Waluapun demikian pendekatan spasial kuantitatif mempunyai beberapa keuntungan dalam kajian tingkat aksesibilitas

KAJIAN TINGKAT AKSESIBILITAS KAWASAN PERUMAHAN TERENCANA DWI NOWO MARTONO DAN SWADAYA BERBASIS ANALISIS SPASIAL KUANTITATIF

wilayah antara lain dapat diidentifikasi secara spasial pola kerapatan jaringan jalan disuatu wilayah termasuk kontivitas satu jaringan dengan jaringan jalan lainnya. Selain dari pada itu keuntungan yang penting setelah dilakukan analisis adalah dapat diketahuinya gradasi tingkat aksesibilitas suatu wilayah dalam bentuk indeks aksesibilitas, semakin tinggi indeks aksesibiltas mengindikasikan semakin tinggi tingkat aksesibilitas suatu wilayah. Gradasi tingkat aksesibilitas tidak dimungkinkan dilakukan secara visual.

Oleh karena itu diharapkan penelitian ini dapat mendorong untuk lebih memperluas pemanfaatan penginderaan jauh resolusi sangat tinggi dalam berbagai bidang, khususnya yang berkaitan dengan kajian analisis spasial kuantitatif dan tentunya hasil penelitian ini akan melengkapi perbendaharaan dan memperkaya aplikasi aspek spasial khususnya pendekatan

kuantitatif yang saat ini masih langka penerapannya.

TINJAUANPUSTAKA

Jaringan dapat diartikan sebagai suatu sistem garis yang menghubungkan himpunan titik-titik, titik dan garis serta garis dengan garis. Struktur suatu jaringan dapat dijelaskan dengan menggunakan teori graf (graph theory). Tinker (1982) menyatakan bahwa teori graf merupakan cabang dari matematika di mana suatu jaringan dapat dilihat dari segi topologinya, yaitu dengan mempelajari suatu jaringan sebagai suatu sistem titik (nodes,atau vertices) dan mata rantai (links atau edge). Pada topologi terdapat beberapa unsur seperti titik, mata-rantai dan wilayah (regions) Gambar 1 menunjukkan ketiga unsur tersebut.

Gambar 1. Unsur-Unsur Dalam Topologi Suatu Graf •t

•t •t •t

a. titik, tempat (t) b. mata rantai (m) berupa garis c. wilayah ( w ) berupa bidang Dalam topologi, selain terdapat pengertian

unsur, terdapat pula pengertian dimensi se-perti dimensi-0 (himpunan beberapa titik), dimensi 1 (berupa garis atau mata-rantai) dan dimensi 2 (berupa permukaan.atau wilayah). Dalam topologi terdapat hubungan antara titik (t), mata rantai (m ) dan wilayah (w) yang dapat ditunjukkan dengan rumus : m + 2 = t + w ...persamaan (1) dimana : m = mata rantai, t = titik atau tempat dan w = wilayah

Lebih lanjut Tinkler (1982) menyatakan bahwa dalam menggunakan persamaan (1), harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) dalam sistem jaringan tersebut harus terda-pat tiga titik atau lebih yaitu untuk jaringan yang lengkap, dan (b) wilayah yang paling luar yaitu wilayah yang terbesar harus juga diperhitungkan sebagai suatu wilayah. Pada kasus belum ada hubungan antar jaringan dise-but graf kosong (null graph). Pada kasus semua jaringan telah terhubung secara lengkap disebut graf lengkap (complete universal graph).

Si-tuasi atau keadaan di antara kedua keadaan di-sebut grap tersambung (connected graph).

Tingkat kerapatan suatu graf adalah dera-jad saling kait mengait antara titik titik oleh mata rantai dalam satu graf atau jargan. Tinkler (1982) menyatakan bahwa in-deks alpha dapat digunakan untuk meng-gambarkan tingkat kerapatan jaringan suatu graf. Indeks alpha dalam penggunaannya di kelompokkan menjadi dua yaitu indeks al-pha untuk graf yang terdapat perpotongan garis (non-planar graph) dan indeks alpha ti-dak terdapat perpotongan garis (planar graph).

1. Indeks alpha untuk graf non-planar

) 1 ( 2 / ) 1 ( Indeks − − − + + = t t t s t m α ...persamaan (2)

dimana : m = mata-rantai; t = titik atau tempat dan s = sub-graph

Semakin nilai Alpha mendekati satu, semakin banyak mata-rantai terdapat

DWI NOWO MARTONO KAJIAN TINGKAT AKSESIBILITAS KAWASAN PERUMAHAN TERENCANA DAN SWADAYA BERBASIS ANALISIS SPASIAL KUANTITATIF pada suatu jaringan. Hal ini dapat

digunakan untuk membandingkan antara kerapatan suatu sistem jaringan dengan sistem jaringan yang lain mengenai banyaknya mata-rantai.

2. Indeks Alpha Untuk Graf Planar.

Graf yang tidak terdapat perpotongan garis (planar graph) digunakan rumus, :

5 2 − + − = t s t m Indeks

α

...persamaan (3) dimana : m = mata-rantai, t = titik atau tempat dan s = sub-graph

Lebih lanjut Tinkler menganjurkan untuk mengalikan indeks alpha dengan angka 100 sehingga diperoleh julat (range) antara 0 hingga 100 dan bukan antara 0 hingga 1. Sehubungan dengan hal ini maka persamaan (3). tersebut dapat ditulis menjadi : 100 5 2 × − + − = t s t m Indeks

α

...persamaan (4) persamaan (4) menunjukkan bahwa semakin banyak mata-rantai pada suatu jaringan semakin tinggi nilai alpha. Semakin banyak mata-rantai pada sesuatu graf semakin tinggi pula nilai alphanya. Derajad konektivitas dalam suatu jaringan atau graf dapat dinyatakan dengan menggunakan indeks Bheta. Menghitung Indeks Bheta hanya diperlukan dua elemen yaitu titik (t) dan mata-rantai (m). Besarnya indeks Bheta dinyatakan Kansky (1963) dengan rumus :

Indeks β = m / t

...persamaan (5)

dimana : t = jumlah titik; m = jumlah mata-rantai

METODOLOGI

Proses pengolahan data dan perhitungannya dapat dibagi menjadi dua

bagian yaitu pengolahan data penginderaan jauh resolusi sangat tinggi Ikonos dan analisis spasial berdasarkan hasil olahan data penginderaan jauh berupa vektor jaringan jalan di kawasan perumahan terencana dan swadaya. Proses pengolahan data, interpretasi dan deliniasi dilakukan secara manual menggunakan perangkat lunak ER-Mapper versi 6.4 dan ArcMap-GIS Versi 8.3. Pengelompokkan kawasan perumahan terencana dan swadaya dilakukan berdasarkan analisis cluster dan analisis diskriminan menggunakan perangkat lunak SPSS Versi 13.0.

Tingkat kerapatan jaringan jalan dan banyaknya ruas jalan secara kuantitatif dihitung berdasarkan indeks alpha. Semakin tinggi nilai indekx alpha. semakin banyak mata-rantai sehingga semakin rapat jaringan jalannya. Apabila nilai indeks alpha adalah 0 (nol) berarti jaringan jalan membentuk garis atau poligon terbuka, sedangkan apabila nilainya 1 (satu) jaringan jalan membentuk suatu jaringan satu rangkaian keliling (circuit). Apabila nilainya lebih besar satu, menunjukkan bahwa suatu jaringan jalan semakin lengkap dan membentuk lebih dari satu rangkaian keliling. Selain tingkat kerapatan jaringan jalan juga dihitung secara kuantitatif tingkat konektivitas jaringan jalan menggunakan indeks bheta. Semakin tinggi nilai indeks bheta semakin banyak ruas jalan terkoneksi antara satu ruas dengan ruas jalan lainnya. Kombinasi nilai kuatitatif indeks alpha dan indeks bheta digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat aksesibilitas pada tipe kawasan perumahan terencana dan kawasan perumahan swadaya.

HASILDANPEMBAHASAN

Hasil Pengolahan Data

Hasil perhitungan nilai indeks α ( kerapa-tan jaringan jalan) dan indeks β (konektivitas jaringan jalan) seperti disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2, menunjukkan bahwa kawasan perumahan terencana mempunyai tingkat ke-rapatan dan konektivitas jaringan jalan lebih baik dibanding kawasan perumahan swadaya.

KAJIAN TINGKAT AKSESIBILITAS KAWASAN PERUMAHAN TERENCANA DWI NOWO MARTONO DAN SWADAYA BERBASIS ANALISIS SPASIAL KUANTITATIF

Tabel 1. Nilai indeks alpha berbagai kawasan perumahan Tipe Kawasan

Perumahan Minimum (meter) Index Alpha Maximum (meter) index Alpha

Index Alpha rata-rata (meter) Standart deviasi Kawasan Terencana 14,815 34,343 27,828 4,365 Tipe Mewah 27,907 34,343 30,781 2,660 Tipe Sederhana 14,815 29,482 24,899 4,345 Tipe Menengah 16,981 29,091 23,912 3,355 Kawasan Swadaya 0,000 27,907 4,104 7,737 Tipe Swadaya-2 10,256 27,907 15,688 7,682 Tipe Swadaya-1 0,000 5,405 2,703 3,822 Tipe Swadaya-3 0,000 0,000 0,000 0,000 Tabel 2. Nilai indeks beta berbagai kawasan perumahan

Tipe Kawasan Perumahan Index Beta Minimum (meter) index Beta Maximum (meter) Index Beta rata-rata (meter) Standar t deviasi Kawasan Terencana 1,188 1,635 1,598 0,101 Tipe Mewah 1,474 1,635 1,559 0,068 Tipe Sederhana 1,188 1,572 1,459 0,117 Tipe Menengah 1,276 1,500 1,430 0,068 Kawasan Swadaya 0,667 1,542 0,951 0,206 Tipe Swadaya-2 1,136 1,542 1,274 0,195 Tipe Swadaya-1 0,978 1,048 1,013 0,049 Tipe Swadaya-3 0,667 0,900 0,825 0,106

Nilai indeks α di kawasan perumahan terencana rata-rata 27,828, artinya jaringan jalan telah membentuk poligon tertutup dengan kerapatan tinggi yang mengindikasikan tingkat konektifitas jalan cukup banyak (ditunjukkan dari nilai indeks β rata-rata 1.598). Sebaliknya kawasan perumahan swadaya nilai indeks α rata-rata 4,104, tetapi sebagian besar bernilai 0, artinya jaringan jalan sebagian besar berbentuk poligon terbuka dengan tingkat konektivitas ruas jalan rendah (ditunjukkan dari nilai indeks β rata-rata 0.951). Rendahnya tingkat aksesibilitas pada kawasan perumahan swadaya menjadikan mobilitas penghuni terbatas.

Kerapatan jaringan jalan kawasan perumahan menengah dan sederhana relatif hampir sama (indeks α masing-masing 23,912 dan 24,889), sedangkan kawasan perumahan mewah kerapatan jaringan jalan lebih tinggi (indeks α: 30,781). Ini berarti jaringan jalan kawasan perumahan mewah lebih rapat

dibanding kawasan perumahan menengah dan sederhana. Demikian juga konektifitas jaringan jalan tipe mewah lebih tinggi dibanding tipe lainnya. Pada kawasan perumahan swadaya 2, kerapatan dan konektifitas jaringan jalan lebih baik dibanding dengan kawasan perumahan swadaya 1 dan swadaya 3.

Secara visual tingkat kerapatan dan konektifitas jaringan jalan kawasan perumahan terencana dan swadaya disajikan pada Gambar 2 sampai dengan Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut, kerapatan dan konektivitas jaringan jalan kawasan perumahan terencana telah membentuk poligon tertutup lebih dari satu sirkuit (beberapa poligon tertutup saling terkoneksi), sedangkan kawasan perumahan swadaya, kerapatan dan konektifitas jaringan jalan masih rendah dilihat dari indikator dari besar jaringan jalan yang sebagaian besar berupa poligon terbuka.

DWI NOWO MARTONO KAJIAN TINGKAT AKSESIBILITAS KAWASAN PERUMAHAN TERENCANA DAN SWADAYA BERBASIS ANALISIS SPASIAL KUANTITATIF

Gambar 2, Kawasan perumahan mewah, indeks α :

30,570, indeks β : 1,586 Gambar 3, Kawasan perumahan menengah, indeks α : 23,313, indeks β : 1,440

Gambar 4, Kawasan perumahan sederhana, indeks

α: 20,636, indeks β:1,400 Gambar 5. Kawasan perumahan Swadaya 2, indeks α : 18.457, indeks β :1,219

Gambar 6. Kawasan perumahan Swadaya 1, indeks α : 4,348, indeks β: 0,978

Gambar 7, Kawasan perumahan Swadaya 3, indeks α : 0,000, indeks β: 0,833

Kenampakan visual kerapatan dan konektifitas jaringan jalan dari berbagai kawasan perumahan, juga menunjukkan

bahwa semakin tinggi tingkat kerapatan jaringan jalan umunya diikuti dengan tingkat konektifitas jalan yang semakin baik pula.

KAJIAN TINGKAT AKSESIBILITAS KAWASAN PERUMAHAN TERENCANA DWI NOWO MARTONO DAN SWADAYA BERBASIS ANALISIS SPASIAL KUANTITATIF

Pada kawasan terencana tingkat kerapatan dan konektifitas jaringan jalan nilainya relatif homogen, sedangkan kawasan perumahan swadaya nilainya bervariasi.

Hasil pengukuran lebar jalan lingkungan dan lingkungan utama di daerah penelitian seperti ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4, menunjukkan jalan lingkungan dan lingkungan utama di kawasan perumahan terencana memungkinkan dilewati semua jenis kendaraan. Sebaliknya di kawasan perumahan swadaya sebagian besar jalan lingkungan hanya dapat dilewati oleh jenis kendaraan tertentu yang ukurannya lebih kecil. Pada

kawasan perumahan sederhana dan menengah mempunyai lebar jalan lingkungan 4 - 6 meter, sedangkan tipe mewah berkisar 8 – 9 meter. Jalan lingkungan utama tipe sederhana dan menengah 6 – 12 meter dan tipe mewah 25 meter dalam bentuk dua jalur jalan. Hal ini mengindikasikan bahwa kawasan perumahan mewah lebar jalan lingkungan dan lingkungan utama lebih lebar dibanding tipe menengah dan sederhana. Ini berarti pada kawasan perumahan mewah, jaringan jalan lingkungan dapat dilewati oleh berbagai jenis kendaraan yang berarti tingkat keterjangkauan sangat baik.

Tabel 3. Lebar Jalan Lingkungan Pada Berbagai Kawasan perumahan Tipe Kawasan

Pe-rumahan Lebar minimum (meter) Lebar maxi-mum (meter) Lebar rata-rata (meter) Standart devi-asi Kawasan Terencana 3,000 9,000 5,750 1,824 Tipe Mewah 8,000 9,000 8,750 0,500 Tipe Sederhana 3,000 6,000 4,227 0,932 Tipe Menengah 4,000 6,000 5,000 0,866 Kawasan Swadaya 2,000 8,000 2,299 1,015 Tipe Swadaya-1 2,000 2,000 2,000 0,000 Tipe Swadaya-2 2,000 8,000 3,500 1,325 Tipe Swadaya-3 2,000 2,000 2,000 0,000

Tabel 4. Lebar Jalan Lingkungan Utama Pada Berbagai Kawasan perumahan Tipe Kawasan Perumahan Lebar minimum (meter) Lebar maximum (meter) Lebar rata-rata

(meter) Standart deviasi

KawasanTerencana 4,000 25,000 10,545 6,239 Tipe Mewah 9,000 25,000 21,000 8,000 Tipe Sederhana 4,000 12,000 7,091 2,663 Tipe Menengah 6,000 10,000 7,778 1,302 Kawasan Swadaya 4,000 9,000 4,224 0,951 Tipe Swadaya-1 4,000 4,000 4,000 0,000 Tipe Swadaya-2 4,000 9,000 5,500 2,121 Tipe Swadaya-3 4,000 4,000 4,000 0,000

Perubahan Aspek Spasial

Tingkat kerapatan dan konektivitas jaringan jalan merupakan salah satu indikator yang mencerminkan tingkat perekonomian dan kualitas lingkungan fisik perumahan di suatu kawasan perumahan. Semakin tinggi nilai aksesibiltas suatu kawasan menunjukkan semakin tinggi pula aksesibilitas penduduk untuk melakukan kegiatan dan penghidupannya dan semakin mudah berinteraksi dengan kawasan lainnya seperti pusat perdagangan, perkantoran, rekreasi dan lain sebagainya, Demikian juga dari aspek lingkungan seperti pengelolaan sampah, sanitasi

dan draenasi mudah direncanakan dan dimonitor sehingga kualitas lingkungan fisik perumahan dan kualitas kehidupan penduduk semakin meningkat

Pada kawasan perumahan terencana tingkat aksesibilitasnya cukup baik karena kawasan perumahan ini sebelum dibangun telah dirancang terlebih dahulu jaringan jalan sehingga tingkat aksesibilitasnya tinggi. Sebaliknya pada kawasan perumahan swadaya, jaringan jalan lingkungan tidak berkembang bahkan dijumpai hanya ada satu rute jalan lingkungan khususnya di kawasan pedesaan. Hal ini merupakan salah satu faktor

DWI NOWO MARTONO KAJIAN TINGKAT AKSESIBILITAS KAWASAN PERUMAHAN TERENCANA DAN SWADAYA BERBASIS ANALISIS SPASIAL KUANTITATIF yang menyebabkan aksesibilitas serta

prasarana dan sarana perumahan swadaya umumya masih rendah. Tingkat aksebilitas suatu wilayah juga berkaitan dengan keteraturan bangunan rumah suatu kawasan, pada umumnya dari pengamatan secara visual, semakin tinggi tingkat aksesibiltas mengindikasikan semakin teratur tata letak bangunan rumah di kawasan perumahan.

Pembangunan rumah baru di kawasan perumahan swadaya, umumnya tidak memperhatikan tata letak dan kelayakan ruang untuk aksesibiltas. Pembangunan rumah baru swadaya hanya memperhatikan bentuk persil tanpa memperhatikan posisi dengan rumah tetangganya dan jaringan jalan lingkungan yang telah ada. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa penduduk mengindikasikan bahwa memaximumkan luas bangunan rumah sesuai luas persil tanah yang dimilikinya menjadi pertimbangan utama penduduk membangun rumah. Sementara itu hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa umumnya luas persil tanah di kawasan perumahan tipe swadaya tidak seragam dan posisi atau arah hadap bangunan rumah terhadap bangunan lainnya tidak teratur.

KESIMPULAN

1. Data penginderaan jauh satelit khususnya yang mempunyai resolusi tinggi mampu dan layak digunakan untuk mengidentifikasi secara spasial infromasi jaringan jalan secara rinci sampai pada jalan lingkungan. 2. Kawasan perumahan terencana mempunyai

tingkat aksesibiltas yang lebih baik dibanding kawasan perumahan swadaya. Hal ini dilihat berdasarkan indikator karapatan dan konektivitas jaringan jalan yaitu dari nilai indeks α dan indeks β. Selain itu lebar jalan rata rata menunjukkan bahwa kawasan perumahan terencana mempunyai lebar jalan rata rata lebih lebar dibanding dengan tipe perumahan swadaya.

3. Hasil penelitian ini memberi informasi bahwa kawasan perumahan swadaya khususnya di daerah terpencil perlu mendapat perhatian lebih dalam pembangunan sarana dan prasarana jalan. Hal ini penting karena peningkatan nilai aksesibilitas kawasan perumahan dengan kawasan lainnya akan memacu pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan hidupnya.

DAFTARPUSTAKA

Anderson, E.R. 1995. Multivariate Data Analy-sis. Fourth Edition. Prentice Hal Englewood. New Jersey.

Bintarto. 1978. A Quantitative Expression Of The Pattern Of Urban Settlements In The Province Of Yogyakarta. The In-donesian Journal of Geography. Gad-jah Mada University. Indonesia. Bintarto dan Surastopo. 1983. Metode Analisis

Geografi. LP3ES. Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNPP) No

494/PRT/MM/2005. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Persyaratan Kesehatan Perumahan. Cetakan ke II. Direktorat Jenderal P2M & PL. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan. 1992. Pembangunan dan Perumahan dengan lingkungan hunian berimbang. Departemen Pekerjaan Umum.Jakarta Dijkgraaf, C. 1987. The Urban Planet. ITC Journal. No. 3. Enschede.

Direktorat Jenderal Cipta Karya. 1979. Pedoman Perencanaan Lingkungan Perumahan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta

Haining. 2000. Spatial Data Analysis in The Social and Environmental Sciences. Cambidge University Press. United Kingdom.

Haggett, P. 1983. Geography. A Modern Syn-thesis. Harper and Row. Publisher. New York.

Horton, F.E.1974. Remote Sensing Techniques and Urban Data Acquisition: Selected Examples. In: Remote Sensing Tech-niques for Environmental Analysis. John E. Estes and Leslie W. Sen-ger: Eds.. Hamilton PuBlishing Com-pany. Santa Barbara.

KAJIAN TINGKAT AKSESIBILITAS KAWASAN PERUMAHAN TERENCANA DWI NOWO MARTONO DAN SWADAYA BERBASIS ANALISIS SPASIAL KUANTITATIF

Japan Association on Remote Sensing. 1993. Remote Sensing Note. University. Of Tokyo. Japan.

Mukerji, C. 1974. Road Transportation Net-work Structure and Levels of Urbani-sation in Rajasthan. The National Geographical Journal of India.

Nurmandi. 1999. Manajemen Perkotaan. Ling-karan Bangsa. Yogyakarta.

Northam, R.M. 1979. Urban Geography. John Wiley and Sons. New York.

Polle, V.F.L. and Hofstee. 1986. Urban Kam-pung Improvement and the Use of Ae-rialPhotography for Data Collection. In: The Indonesian City. Peter J.M Nased. Foris Publications. Dordrecht Suparno dan Endy. 2005. Perencanaan dan

Pen-gembangan Perumahan. Andi Offset.

Yogyakarta.

Rustiadi.1998. Analysis of Land Use Changes in City Suburbs : Acase Study on Some Subdistricts of the Bekasi Area of West Java, Indonesia. Jurnal Analisis Data Spasial. Vol 17. No.1. page 20 – 29.

Tinker, K.J. 1978. An Introduction To Graph Theoretical Methods In Geography. Brock University. Ontario. Canada. Welch, R.1982. Spasial Requirements for

Urban Studies. International Journal of Remote Sensing. Vol.3. No.2. Tay-lor & Francis Ltd.. London.

Yue Li.1999. Space Between Buildings in Bei-jing’s New Housing. School of Archi-tecture. McGill University Montreal. Canada. 146 Pages.

Dilema Perubahan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Kota