• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Penataan Bangunan Secara Ekologis di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng

Oleh:

Maryono

*)

Abstrak: Kawasan Dieng merupakan salah satu kawasan di Jawa Tengah yang memiliki karakteristik unik. Di kawasan

tersebut terdapat situs purbakala peninggalan budaya Hindu, disamping potensi alam seperti Danau/Telaga, air terjun, kawah dengan gas panas serta perbukitan hutan alam sebagai habitat satwa liar (elang jawa). Secara keseluruhan Kawasan Dieng yang berada pada ketinggian di atas 2000 m dpl tidak dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya karena kawasan ini merupakan kawasan lindung dan kawasan penyangga. Namun demikian kawasan Dieng berkembang tidak hanya sebagai kawasan lindung dan kawasan penyangga semata tetapi juga berkembang sebagai kawasan perkotaan di dataran tinggi. Untuk mempertahankan fungsi kawasan sebagai kawasan lindung, diperlukan upaya penataan bangunan. Penataan bangunan diharapkan mampu mengontrol KDB dan KLB sehingga dapat mempertahankan fungsi lindung kawasan, disamping fungsi pelayanan dan wisata.

kata Kunci : Penataan Bangunan dan Lingkungan, Ekologis, Kawasan Wisata Dieng

*) Staff Pengajar Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang

PENDAHULUAN

Kawasan Dieng merupakan salah satu kawasan di Jawa Tengah yang memiliki karakteristik unik. Di kawasan tersebut terdapat situs purbakala peninggalan budaya Hindu, disamping potensi alam seperti Danau/Telaga, air terjun, kawah dengan gas panas serta perbukitan hutan alam sebagai habitat satwa liar (elang jawa). Potensi kawasan tersebut menjadikan Kawasan Dieng berpotensi untuk cepat berkembang dan memiliki potensi besar sebagai Daerah Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW).

Sebagai suatu wilayah, Kawasan Dataran Tinggi Dieng juga memiliki peran sebagai pusat pelayanan bagi wilayah di sekitarnya. Di pusat kawasan terdapat fasilitas perekonomian seperti pertokoan, pasar. Fasilatas lain yang tersedia diantaranya adalahfasilitas peng inapan, danpelayanan kesehatan. Keberadaan fasilitas ekonomi, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, menjadikan kawasan ini memiliki peran sebagai pusat pelayanan bagi wilayah di sekitarnya.

Dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah nomor 14 tahun 2004 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Propinsi Jawa Tengah, dalam pengembangan perwilayahan pariwiasata kawasan Dieng merupakan bagian dari pengembangan perwilayahan berdasarkan

koridor dan prioritas. Kawasan Dieng merupakan bagian dari koridor Semarang – Ambarawa – Wonosobo dengan pusat pengembangan di Semarang. Sedangkan dalam pengembangan perwilayahan berdasarkan prioritas, Dieng merupakan salah satu kawasan andalan pariwasata Propinsi Jawa Tengah.

Di sisi lain, perkembangan jumlah aktivitas penduduk yang terus meningkat dalam mengeksploitasi lahan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan daya tarik wisata terhadap kawasan Dieng. Hal tersebut tercermin dari jumlah wisatawan yang datang ke Kawasan Dieng. Kondisi tersebut jika tidak diantisipasi akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan secara khusus akan berdampak pada penurunan nilai ekonomis kawasan. Penurunan daya tarik wisata kawasan Dieng, a.l., dapat dilihat pada penurunan jumlah kunjungan wisatawasan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 1990 jumlah wisatawan berkunjung mencapai 130.000 orang, tahun 2001 jumlah tersebut menyusut hingga 50% (sebesar 64.796 orang) dan tahun 2002 hanya mencapai kurang dari 50.000 wisatawan.

Arahan terhadap penataan bangunan secara ekologis di kawasan wisata dataran tinggi dieng dimaksudkan untuk memberikan rumusan dasar upaya pengembangan kawasan

KAJIAN PENATAAN BANGUNAN SECARA EKOLOGIS MARYONO DI KAWASAN WISATA DATARAN TINGGI DIENG

sedemikian sehingga fungsi kawasan sebagai fungsi lindung, fungsi pusat pelayanan dan fungsi wisata dapat berjalan secara sinergis. Telaah kajian penataan bangunan pada dasarnya akan terkait dengan rumusan rencana teknis kawasan yang bersifat operasional.

Rumusan penataan bangunan di Kawasan Dieng diarahkan sebagai perangkat yang mampu mengakomodir kepentingan berbagai pihak menjadi dalam satu rumusan kerangka penegmbangan dan sekaligus pengelolaan kawasan yang dapat dipedomani oleh semua stakeholders. Rumusan penataan bangunan ini menjadi penting untuk dikaji mengingat pentingnya rencana tata ruang yang bersifat spasial yang dapat mengekspresikan citra/image Kawasan Dieng sebagai salah satu ODTW yang berbasis pada potensi lokal. Disamping itu, rumusan penataan bangunan diharapkan dapat digunakan untuk mengendalikan perwujudan tertib bangunan, terjaminnya aspek keselamatan bangunan, lingkungan dan manusia, baik pada saat pembangunan maupun pemanfaatannya.

TELAAH PEMIKIRAN PENATAAN

BANGUNANSECARAEKOLOGIS

Mengacu ke KepMen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002, dijelaskan tentang Rencana Teknik Ruang Kawasan (Perkotaan) merupakan rencana pengembangan kawasan yang bersifat detil, operasional, dan bersifat tiga dimensional. Pendekatan urban design kiranya lebih tepat untuk menyusun tata ruang yang operasional dan bersifat tiga dimensional tersebut. Dalam urban design dikenal adanya urban design guidelines yang juga diistilahkan sebagai Panduan Rancang Kota, yang pada dasarnya dibuat untuk menjembatani kebijakan-kebijakan (tata ruang) dan tatanan fisik suatu kawasan atau area (Shirvani, 1987; Lang, 1996).

Urban Design (seterusnya diistilahkan sebagai Perancangan Kota) adalah bagian dari suatu proses perencanaan yang secara khusus terkait dengan kualitas fisik dari suatu lingkungan (Shirvani, 1987). Dengan kata lain, Perancangan Kota terkait erat dengan rancangan fisik dan spasial suatu lingkungan.

Berangkat dari jargon yang pernah dilontarkan oleh Barnett “designing cities without designing buildings”, maka Shirvani (1987) menegaskan bahwa domain dari

perancangan kota adalah ruang – ruang antar bangunan.

Dalam Urban Design Compendium (2000: 14) diuraikan 7 aspek penentu pada perancangan kota yaitu :

1. Menciptakan tempat yang disukai dan dapat digunakan oleh semua orang. Tempat tersebut sebaiknya aman dan nyaman, selain juga menarik untuk dikunjungi. Tempat-tempat yang khas, menawarkan banyak pilihan untuk berkegiatan (bertemu orang lain, melihat perubahan waktu, dll).

2. Memperkaya kondisi eksisting dengan merawat dan meningkatkan kualitas tempat melalui pengolahan potensi lokal. 3. Kemudahan akses, dimana suatu tempat

atau suatu kawasan sebaiknya mudah dijangkau dan di integrasikan secara fisik maupun visual dengan lingkungannya. Perlu dipertimbangkan keragaman moda angkutan sebagai alat jangkau.

4. Menghargai potensi-potensi lansekap yang ada untuk memaksimalkan kenyamanan maupun sebagai upaya penghematan energi.

5. Fungsi/kegiatan dan bangunan. Penanganan yang tepat terhadap keragaman dan perbedaan pengguna maupun kegiatan memungkinkan terciptanya tempat yang aman dan nyaman. Tatanan kegiatan yang baik akan dipertegas dengan tatanan fisik yang tepat pula.

6. Pengelolaan investasi. Rancangan yang akan dibangun sebaiknya layak secara ekonomi, mudah dikelola, dan mudah dirawat dengan melibatkan komitmen komunitas dalam jangka panjang.

7. Memperhitungkan kemungkinan terjadinya perubahan. Hal ini mencakup efisiensi energi, tatanan fisik yang fleksibel untuk berbagai penggunaan, penyediaan ruang-ruang publik yang memadai, pengelolaan transportasi dan perparkiran.

Dalam perspektif yang lebih sederhana dan sempit, penataan bangunan diarahkan untuk mengelolan Koefisien Dasar Bangunan atau disingkat KDB dan KLB. KDB merupakan angka perbandingan (prosentase) luas lantai dasar bangunan terhadap luas lahan dimana bangunan tersebut direncanakan. Dalam pengertian yang lebih mudah adalah batasan

MARYONO KAJIAN PENATAAN BANGUNAN SECARA EKOLOGIS DI KAWASAN WISATA DATARAN TINGGI DIENG luas lahan yang diperbolehkan untuk

dibangun. Sedangkan Koefisian Lantai Bangunan (KLB) adalah prosentase jumlah luas lantai bertingkat terhadap luas lantai dasar. Angka angka KDB dan KLB inilah yang akan dilakukan penelaahan sehingga tidak menimbulkan imbuhan debit banjir secara berlebihan termasuk dampak negatif lingkungan lainnya (ekologis).

Tujuan ditentukan KDB supaya dalam lahan terbangun tetap terjaga bidang alami. Tidak terjaganya bidang alami akan menjadikan berbagai permasalahan lingkungan seperti suhu panas, erosi, kualitas air menurun dan sumpek.

Pelanggaran KDB juga memberikan kontribusi adanya banjir. semisal ada 1.000 unit rumah telah menambah luas 18 m2 untuk Ruang tidur dan dapur maka luas bidang alami yang hilang adalah 18.000m2 (1,8 ha). Dengan dasar perhitungan Q=CIA, maka akan ada imbulan debit dari semula. Disini berarti terhadap debit limpasan air yang tidak meresap ketanah tetapi kemudian mengalir begitu saja.

Penataan bangunan di kawasan dataran tinggi Dieng tidak sekedar dituntut untuk mempertahankan nilai KDB dan KLB, tetapi juga lebih pada bagaimana upaya penataan

kawasan tersebut mampu menumbukembangkan potensi wisata alaminya yang semakin hari semakin mengalami penurunan. Penurunan jumlah wisatawan belakangan menunjukkan keprihatinan yang perlu ditelaah solusi penyelesaiannnya.

Mengacu ke Cooper (1993) kepariwisataan, pada dasarnya, terkait dengan pergerakan temporer ke suatu tujuan. Secara esensial kepariwisataan atau kegiatan wisata akan menyangkut beberapa hal berikut ini :

ƒ Membangkitkan pergerakan manusia ke satu tempat tujuan atau beberapa tempat tujuan sekaligus dan dimungkinkan pula mereka akan tinggal di tempat tujuan tersebut.

ƒ Mencakup dua elemen utama yaitu perjalanan menuju ke tempat tujuan dan tinggal sementara di tempat tujuan tersebut.

ƒ Kedua elemen di atas berlangsung di luar tempat tinggal dan tempat bekerja sehari-hari. Karenanya kegiatan tersebut akan mendorong muncul kegiatan-kegiatan lain.

ƒ Pergerakan ke tempat tujuan bersifat temporer dan berlangsung dalam jangka waktu yang pendek.

Santai merupakan kata kunci bagi kegiatan wisata atau kepariwisataan. Santai yang dimaksud adalah keberadaan satu situasi yang bebas dari beban pekerjaan. Tidak ada tuntutan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu. Oleh Cooper, kegiatan bersantai atau rekreasi dikelompokkan sebagai berikut : 1. Home-based-recreation, yang dapat

dilakukan di rumah seperti membaca, berkebun, nonton teve, dll.

2. Daily leisure seperti menonton film, jalan-jalan ke mal, arisan, dll.

3. Day trips seperti berekreasi, ekskursi, dll. 4. Tourism yaitu pergerakan ke suatu tempat

tujuan yang berada di luar lingkungan hunian dan bekerja.

Pelaku wisata atau turis dapat diklasifikasi berdasarkan :

1. Asal turis yang kemudian dikategorikan sebagai turis domestik dan turis internasional atau manca negara.

2. Tujuan kegiatan perjalanan/pergerakan : ƒ Santai dan rekreasi.

ƒ Bagian dari kegiatan belajar. ƒ Bisnis

Kegiatan kepariwasataan bersifat terbuka terhadap kegiatan-kegiatan lain. Karenanya pergerakan ke tempat tujuan untuk bersantai atau brekreasi potensial mendorong kegiatan-kegiatan pendukung untuk memenuhi kebutu-han pelaku wisata sehari-hari selama berada di luar rumah atau tempat tinggalnya sehari-hari.

Beberapa komponen inti yang sebaiknya dikembangkan di setiap daerah tujuan wisata, khususnya kawasan wisata Dieng, mengacu pada telaah dari Cooper diistilahkan sebagai 4-A :

1. Attractions. Secara umum suatu obyek atau atraksi yang akan dijual kepada wisa-tawan harus memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut:

ƒ Sesuatu yang dapat dan layak dilihat. ƒ Sesuatu yang dapat dilakukan. ƒ Sesuatu yang dapat dibeli.

KAJIAN PENATAAN BANGUNAN SECARA EKOLOGIS MARYONO DI KAWASAN WISATA DATARAN TINGGI DIENG

Atraksi yang dapat dikembangkan dikawa-san wisata Dieng sesuai dengan potensi alamnya dapat terdiri dari potensi alam, potensi budaya. Potensi alam terkait den-gan keberadaan telaga warna, suasana pegunungan, hujan es. Potensi budaya ter-kait dengan keberadaan dan kumpulan candi, kebiasaan dan tradisi rambut gim-bal. Sejauh mana eksplorasi potensi alam, potensi budaya diharapkan dapat terwujud dalam perspektif penataan bangunan dan fasilitas yang melingkupinya.

2. Access. Kemudahan akses akan erat terkait dengan kemudahan bergerak atau berpin-dah dari satu tempat ke tempat lainnya atau dinamai sebagai transferabilitas. Fak-tor–faktor yang mempengaruhi tingkat trasferabilitas adalah koneksitas antar tempat dan kendala fisik maupun sosial. Dilihat dari sudut pandang ini, kawasan Di-eng terdiri dari Koridor Utama dan Koridor penghubung. Pada prinsipnya akses antara koridor utama dan koridor penghubung ini menjadi kunci pengembangan wisata dan fungsi pelayanan dataran tinggi dieng, mengingat sebaran fasilitas dan obyek wisata berada pada kawasan koridor utama dan koridor penghubung ini.

3. Amenities yang akan terkait dengan ke-beradaan fasilitas pelayanan pendukung kegiatan wisata seperti fasilitas akomo-dasi, tempat makan. Merujuk pada ke-beradaan fasilitas pelayanan pendukung ini, keberadaan fasilitas eksisting perlu terus dikembangkan seiring dengan perkembangan kawasan. Keberadaan wa-rung, toko, outlet, pasar, hotel/tempat penginapan, fasilitas kesehatan menjadi potensi yang perlu dikembangkan sehingga mampu memberikan kenyamanan bagi wisatawan.

4. Ancillary services termasuk didalamnya adalah upaya promosi obyek-obyek wisata; ketersediaan pemandu wisata yang terkel-ola dengan baik. Perspektif ini dapat di-maknai dalam pemberian informasi dan penyebarluasan informasi mengenai po-tensi wisata Dieng. Disamping itu upaya untuk memperkenalkan Dieng melalui promosi media cetak, elektronik menjadi suatu kebutuhan yang perlu direalisasikan.

Berdasarkan telaah penataan bangunan se-cara ekologis dalam mendukung fungsi kawa-san dataran tinggi Dieng di atas dapat disim-pulkan beberapa rumusan dasar yang poten-sial menjadi dasar pemikiran atau kerangka konsepsual bagi arahan penataan bangunan di Kawasan Wisata dataran tinggi Dieng.

ƒ Penggunaan pendekatan urban design dalam merumuskan arahan penataan ban-gunan secara ekologis dapat menjadi satu pertimbangan penelaahan teknis rumusan penataan bangunan. Hal ini mengingat bahwa rumusan arahan penataan bangunan Kawasan Dieng dimaksudkan sebagai ara-han pengembangan dan perancangan ka-wasan yang detil, operasional, serta bersi-fat tiga dimensional.

ƒ Arahan penataan bangunan bagi kawasan perlu ditelaah selayaknya penyusunan ur-ban design guidelines. Hal ini dimaksudkan bahwa urban design guidelines yang ter-susun dapat bersifat prescriptive (mengi-kat) dan performance (cenderung tidak mengikat). Dalam hal demikian arahan penataan bangunan bagi kawasan bersifat sebagai wacana dan atau sebagai suatu konsepsi.

ƒ Secara spasial, kawasan wisata datara tinggi Dieng perlu ditemukenali dalam lingkup makro dan lingkup mikro. Lingkup makro mencakup kawasan obyek perenca-naan (unit analisis lebih dari satu desa). Sedangkan lingkup mikro merupakan lo-kasi-lokasi tertentu yang dinilai signifikan bagi tumbuh-kembangnya kawasan Dieng seperti koridor-koridor jalan penghubung antar lokasi yang potensial menjadi gen-erator kehidupan kawasan, kawasan obyek-obyek wisata, dll.

ƒ Elemen-elemen pembentuk wujud fisik kota versi Shirvani sebagai elemen kajian lebih lengkap dibanding persyaratan dalam KepMen Kimpraswil 327/KPTS/M/2002. ƒ Setiap tempat memiliki ke-khasan-nya

sendiri (Lynch, 1981; Garnham, 1987) karenanya upaya penataan bangunan, ter-masuk didalamnya komponen-komponen pembentuk karakter/identitas tempat

MARYONO KAJIAN PENATAAN BANGUNAN SECARA EKOLOGIS DI KAWASAN WISATA DATARAN TINGGI DIENG

SEGMEN 6 Ke Kec. BATUR Kab. Banjarne-gara Ke WONOSOB O Jojogan DIENG KULON DIENG WETAN Candi Dworo-wati SEGMEN 1

PEMBAGIAN SEGMEN/KORIDOR KAWASAN WISATA DIENG Sumber : Bakosurtanal, 2001; SEGMEN 2 SEGMEN 1 Tuk Bimo Lukar Candi Arjuna SEGMEN 6 SEGMEN 3 SEGMEN 3 Candi Gatut-kaca Balekambang SEGMEN 5 SEGMEN 5 Komplek Te-laga Warna Candi Bimo Kawah Siki-dang SEGMEN 4 D P T SEGMEN 4

Permasalahan penataan bangunan di Kawasan Wisata dataran tinggi Dieng dikaji dalam lingkup makro dan lingkup mikro. Lingkup makro mencakup kawasan dengan unit analisis lebih dari satu desa. Sedang-kan lingkup mikro merupaSedang-kan lokasi-lokasi tertentu yang dinilai signifiSedang-kan bagi tumbuh-kembangnya kawasan Dieng seperti koridor-koridor jalan penghubung antar lokasi yang potensial menjadi generator kehidupan kawasan, kawasan obyek-obyek wisata

KAJIAN PENATAAN BANGUNAN SECARA EKOLOGIS MARYONO DI KAWASAN WISATA DATARAN TINGGI DIENG

beserta aspek-aspek penentunya menjadi penting untuk diperhatikan dan ditelaah kemungkinan penataannya.

ƒ Prinsip kepariwasataan dipertimbangkan sebagai bagian perumusan penataan ban-gunan Kawasan Dieng, terutama yang ter-kait dengan komponen –komponen inti yang perlu dikembangkan di wilayah per-encanaan sebagai daerah tujuan wisata. ƒ Perlu dipertimbangkan bahwa keberadaan

dan keterlibatan kegiatan lokal beserta pelakunya merupakan salah satu elemen yang cukup signifikan sebagai pembentuk karakter atau ke-khasan tempat. Oleh karenanya rumusan penataan bangunan ti-dak semata mempertahankan besaran KDB dan KLB, tetapi juga bagaimana meru-muskan penataan bangunan sehingga mampu mengembalikan fungsi fungsi ka-wasan yang mengalami pergesaran.

PEMIKIRAN ARAHAN PENATAAN

BANGUNANSECARAEKOLOGIS

Secara keseluruhan Kawasan Dieng yang berada pada ketinggian di atas 2000 m dpl. Kerangka konseptual dari penataan bangunan di kawasan ini adalah pada kawasan ini tidak dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya karena kawasan ini merupakan kawasan lindung dan kawasan penyangga. Namun demikian pada saat ini merupaka kawasan Dieng berkembang tidak hanya sebagai kawasan lindung dan kawasan penyangga semata tetapi juga berkembang sebagai kawasan perkotaan. Rumusan penataan penggunaan bangunan kawasan perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut ini :

a. Bangunan perumahan dan permukiman serta fasilitas/utilitas yang sudah ada dipertahankan dengan tidak menambah bangunan baru dan tidak menambah area terbangun kecuali untuk kepentingan umum yang bangunannya diselesaikan secara khusus.

b. Kawasan lindung yang terdapat di kawasan tetap dipertahankan, dan untuk area lindung yang telah beralih fungsi dikembalikan sebagaimana mestinya. Seperti halnya lahan pertanian sejauh mungkin diusahakan untuk dikembalikan sebagai fungsi lindung, bukan budidaya. Hal ini mengingat tingkat erosi di wilayah kajian telah mencapai angka 10,7

mm/tahun dengan asumsi berat jenis tanah adalah 1,5 atau dengan total erosi rata-rata 161 ton/ha/tahun. Adapun batas maksimum erosi adalah 10 ton/ha/tahun. Dengan demikian tingkat erosi di wilayah kajian telah melampaui ambang atas yang diijinkan.

c. Kepadatan bangunan pada area terbangun diarahkan pada tingkat yang sangat rendah ( < 5% ) dan tingkat rendah ( 5 % - 20 %). Ketinggian bangunan diarahkan ke tingkat ketinggian sangat rendah (maks 12 m) dan tingkat ketinggian rendah ( 12m – 20 m). rumusan mengenai garis sempadan bangunan (GSB), garis sempadan sisi bangunan (GSSB), dan garis sempadan belakang bangunan (GSBB) perlu memperhatikan peraturan terkait.

d. Pengaturan Garis Sempadan mengacu pada Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 11 tahun 2004 tentang Garis Sempadan. Pengaturan garis sempadan untuk kawasan dieng meliputi:

• Garis sempadan saluran tidak bertanggul =15 m

• Garis sempadan mata air = 200 m di sekitar mata air

• Garis sempadan telaga = 50 meter dari titik pasang tertinggi ke darat

• Garis sempadan jalan kolektor primer = 15 meter dari as jalan

• Garis sempadan jalan lokal primer = 10 meter dari as jalan

Dalam perspektif lingkup mikro, pendekatan yang digunakan dalam menentukan arahan penataan mengacu pada pembagian sekmen, sesuai dengan karakteristik wilayah kajian sebagai berikut: A. Segmen 1: Koridor Penerima–Tuk

Bimolu-kar

Sepanjang sisi kiri – kanan koridor sampai dengan menjelang Tuk Bimo Lukar tidak diperkenankan adanya pendirian bangunan. Pada lokasi Tuk Bimo Lukar dan sekitarnya akan dikembangkan sebagai salah satu obyek wisata dilengkapi dengan fasilitas yang dibu-tuhkan. Beberapa arahan untuk penataan obyek wisata Tuk Bimo Lukar adalah sebagai berikut :

ƒ Bangunan gedung : km/wc; pancuran air; gazebo

MARYONO KAJIAN PENATAAN BANGUNAN SECARA EKOLOGIS DI KAWASAN WISATA DATARAN TINGGI DIENG ƒ Ketinggian bangunan : 1 lantai

ƒ Peil bangunan lebih rendah dari peil jalan. ƒ Orientasi bangunan km/wc dan pancuran

diarahkan ke dalam, sedangkan gazebo diorientasikan ke dalam dan ke luar tapak ƒ Bentuk dasar bangunan segi empat dengan

tampilan arsitetur tropis

ƒ Orientasi dan bentuk bangunan gazebo yang terlihat dari luar tapak dapat menjadi salah satu penanda tempat bagi obyek wisata TBL

B. Segmen 2 : Koridor Utama Kawasan Poros Sepanjang sisi Selatan koridor tidak diperk-enankan adanya pendirian bangunan baru. Secara prinsip, sisi Utara koridor tidak diperk-enankan adanya area terbangun baru. Indikasi adanya kebutuhan bangunan baru adalah penataan ulang sub-terminal yang sebaiknya dipadukan dengan kios oleh-oleh, pangkalan ojek, pusat informasi.

ƒ Bangunan gedung : sub-terminal ter-padu

ƒ Ketinggian bangunan : 2 lantai

ƒ Peil bangunan : lantai dasar = peil jalan

ƒ Bentuk dasar bangunan bersifat atraktif dan fungsional a.l. segi empat, lingkaran atau perpaduan keduanya dengan tampilan bangunan memperhatikan pengaruh iklim. ƒ Kebutuhan terhadap bangunan baru

lainnya, terkait dengan kepentingan umum, adalah bangunan halte di sekitar pertigaan Dieng Kulon ke arah candi Gatutkaca.

ƒ Bangunan halte merupakan bangunan 1 lantai dengan bentuk dasar segi empat.

ƒ Peil halte disesuaikan dengan ketinggian mikrobus (=lebih tinggi dari peil jalan), terpadu dengan jalur pedestrian.

ƒ Bangunan halte mudah dikenali dan diakses dari jalur pedestrian.

ƒ Bentuk bangunan fungsional dan atraktif agar dapat menjadi penanda tempat.

C. Segmen 3 : Koridor Penghubung Ke Telaga Warna

Sepanjang koridor tidak diperkenankan adanya pendirian bangunan baru dan penambahan area terbangun. Apabila memang diperlukan penambahan luasan bangunan yang ada, maka harus dilakukan intesifikasi lahan dengan membuat bangunan vertikal. Beberapa rincian arahan tatanan bangunan adalah sebagai berikut :

D. Segmen 4 : Telaga Warna – Dieng Plateau Theatre

Sepanjang koridor tidak diperkenankan adanya pendirian bangunan gedung baru, kecuali untuk kepentingan publik dengan pen-yelesaian bangunan khusus. Apabila memang diperlukan penambahan luasan bangunan yang ada, maka harus dilakukan intesifikasi lahan dengan membuat pengembangan vertikal. Beberapa rincian arahan tatanan bangunan adalah sebagai berikut :

ƒ Dimungkinkan penataan ulang ban-gunan, bila diperlukan penambahan luasan area terbangun diarahkan se-cara vertikal sese-cara terbatas.

ƒ Ketinggian bangunan yang diijinkan maks. 2 lantai.

ƒ Dimungkinkan orientasi bangunan bersifat internal.

ƒ Tampilan bangunan tidak diharuskan mengikuti langgam arsitektur tertentu namun memenuhi prinsip-prinsip perancangan bangunan tropis

ƒ Bangunan gedung : pintu gerbang & loket; kios pedagang; lavatori; tempat istirahat.

ƒ Pintu gerbang & loket

o Bentuk bangunan fungsional dan atraktif, mudah dikenali dan mu-dah diakses oleh semua pengguna o Ketinggian bangunan maks. 2

lan-tai

o Bangunan tidak terletak langsung di pingir jalan, ditarik mundur (set-back) 2 – 4 m untuk pen-yediaan pelataran penerima. ƒ Bangunan pendukung

o Bentuk bangunan fungsional, mu-dah dikenali dan mumu-dah diakses oleh semua pengguna

o Tipe bangunan panggung lebih diu-tamakan

o Ketinggian bangunan maks. 1 lan-tai

KAJIAN PENATAAN BANGUNAN SECARA EKOLOGIS MARYONO DI KAWASAN WISATA DATARAN TINGGI DIENG

E. Segmen 5 : Candi Bima – Candi Gatutkaca Sepanjang koridor tidak diperkenankan