• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Bencana Alam Sebagai Unsur Dalam Perencanaan Kawasan Wisata Pantai Parangtritis

Oleh:

Triyono

*)

Abstrak: Perkiraan dampak dan persepsi menjadi salah satu dari unsur integral perencanaan pembangunan strategis.

Memperkirakan dampak bencana alam merupakan suatu bagian dalam mempertimbangkan suatu tindakan apakah akan menjadi efektif atau tidak efektif, sehingga kesalaman-kesalahan di masa lalu tidak akan terulang lagi. Persepsi resiko bencana diteliti untuk mengungkap salah satu unsur resiko tsunami di Parangtritis. Data dikumpulkan dari penduduk Mancingan di Parangtritis dimana kawasan tersebut sangat terbuka terhadap bencana tsunami.

Persepsi resiko bencana tsunami masyarakat Parangtritis diteliti pada bulan Maret hingga Mei 2008. Keseluruhan kuisioner yang diajukan ke penduduk adalah 220 kuisioner. Disamping itu, kami juga melakukan pengukuran topografi Parangtritis dengan teknik Total Station untuk mendelineasi kawasan rentan bencana.

Penelitian ini membuktikan bahwa persepsi masyarakat terhadap resiko bencana sejalan dengan apa yang diperkirakan sebelumnya. Secara umum, persepsi sebagian besar penduduk Mancingan adalah rentan terhadap resiko bencana tsunami. Dari hasil penelitian jelas bahwa pendidikan mengenai bencana tetap dibutuhkan untuk memperbaiki pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan diri untuk menghadapi kejadian darurat tsunami di masa datang.

Kata Kunci : persepsi resiko, tsunami, perencanaan pembangunan, Mancingan, Parangtritis

*) Peneliti di Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan DKP

PENDAHULUAN

Bahaya merupakan fenomena alam dari suatu kejadian dan intensitas serta dapat disusun herarkinya serta dipetakan dengan berbagai tingkat, seiring meningkatnya intensitas fenomena tersebut beserta kemungkinan yang harus dipertimbangkan dari sisi dua karakteristik utamanya, kejadian dan intensitas fenomena yang menjadi pertimbangan (Dauphiné, 2003).

Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul berusaha menata kawasan wisata Parangtritis agar menjadi kawasan wisata yang tertata, rapi, dan bersih. Upaya penataan ini pada awalnya mendapat tentangan dari warga meski saat ini (2008) proyek penataan masih terus berjalan. Hal ini menarik perhatian untuk mengkaji salah satu aspek pembangunan, yaitu persepsi masyarakat terhadap daerah yang ditinggalinya khususnya terhadap potensi kerawanan rencana tsunami. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana mengurangi dampak tsunami

dimana di kawasan ini masyarakat berkurang kewaspadaannya dan bagaimana cara menghindari bencana sebagaimana yang terjadi di Aceh dan Pangandaran. Untuk itu, semua aktor pengelolaan pesisir Parangtritis harus memahami kerentanan wilayah tersebut dan mempelajari cara-cara melindungi dari bencana tersebut.

Parangtritis merupakan desa di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul DIY yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Salah satu bagian berpenghuni yang paling padat dan paling beresiko terhadap ancaman bencana tsunami adalah Dusun Mancingan. Dusun ini terdiri dari 8 Rukun Tetangga (RT). Parangtritis dan dusun Mancingan menarik untuk dipelajari karena adanya kompleksitas kehidupan yang mencampurkan antara kepercayaan penduduk, kebudayaan, dan kepentingan ekonomi mereka atas Parangtritis.

TRIYONO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM

SEBAGAI UNSUR DALAM PERENCANAAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS

Gambar 1. Lokasi penelitian dan kondisi demografi, Dusun Mancingan, Parangtritis

a. Kerentanan Terhadap Tsunami

Kerentanan kawasan Parangtritis terhadap tsunami disebabkan posisi lempeng benua di selatan Jawa yang sangat kompleks karena terdiri dari subduksi, kolisi, dinamika busur kepulauan. Kondisi ini terutama karena pertemuan lempeng Eurasia dan Indo Australia. Kompleksitas ini didukung oleh aktivitas tektonik yang tergambarkan dalam suatu aktivitas seismik dan vulkanik tinggi (Rynn J., 2002). Sejumlah pusat-pusat seismik selatan Jawa pada kedalaman kurang dari

70 meter dengan intensitas kuat. Menurut Katalog Tsunami Gusiakov (2002) dan data dari NGDC 2007, setidaknya terdapat 10 tsunami (1859, 1861, 1875, 1883, 1917, 1921, 1957) yang terjadi di selatan Jawa selama periode 1801 hingga 2007.

Berdasarkan data sejarah tsunami dari Gusiakov dan NGDC, penelitian ini menyusun sebuah skenario tinggi muka air laut estimasi jika terjadi tsunami.

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM TRIYONO

SEBAGAI UNSUR DALAM PERENCANAAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS

Gambar 2. Kawasan yang Dilanda Genangan Air Menurut Tinggi Gelombang Tsunami Skenario

b. Metodologi Penelitian

Analisis berikut ini terkait dengan kuisioner survei yang dilakukan di Mancingan antara bulan Maret hingga Mei 2008. survei ini ditujukan untuk mengetahui persepsi penduduk tentang resiko bencana tsunami di Parangtritis. analisis dibatasi pada data Mancingan yang terdiri dari delapan RT. Sebanyak 220 responden yang disurvei terdistribusi di tiap sektor. pemilihan responden yang dilakukan menggambarkan sebaran kepadatan penduduk dari masing-masing RT. Namun demikian, penelitian ini secara eksklusif berhubungan dengan statistik diskriptif. Kuisioner survei juga dilengkapi dengan wawancara dengan tokoh masyarakat dan agen pemerintah (dinas dan instansi) yang bertujuan untuk mengetahui peran pemerintah dalam penanggulangan bencana dan untuk memperoleh pertimbangan format dan substansi kuisioner yang akan didistribusikan ke masyarakat.

Kuisioner yang diajukan ke responden terdiri dari lima kelompok pertanyaan :

- Persepsi mengenai tsunami dan bahaya alam,

- Persepsi mengenai pengelolaan pan-tai,

- Kuisioner mengenai kehidupan di Parangtritis,

- Kondisi umum responden.

Sebanyak 41 pertanyaan didisain dengan tujuan:

1. Mengetahui persepsi penduduk mengenai ancaman utama bencana alam di daerahnya.

2. Mengetahui persepsi penduduk mengenai kondisi daerahnya, dilihat dari sisi budaya dan kepercayaan. 3. Memperkirakan kepentingan ekonomi,

sosial dan budaya terkait dengan ancaman tsunami dan potensi wisata Secara umum, standarisasi dilakukan dengan menggunakan metode aritmatika sederhana. Indeks diklasifikasikan dalam

TRIYONO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM

SEBAGAI UNSUR DALAM PERENCANAAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS

nilai-nilai relatif pada suatu skala (skor dari 1 hingga 5). Skor 1 mewakili tingkat “lemah” sedangkan 5 untuk tingkat “paling kuat”. Sebagai contoh, persepsi memiliki 8 indeks nilai keseluruhan indeks

merupakan nilai rata-rata dari kedelapan

indeks tersebut :

((B3+B4+B5+B6+B7+B8+B9+B10)/8).

Tabel 1. Metode Perhitungan

Skor Evaluasi Jumlah

jawaban

% jumlah

jawaban Nilai indeks

1 17 8 2 125 57 3 15 7 4 58 26 5 lemah 1-2-3-4-5 kuat 4 2 Total 219 100

HASILSTUDI

a. Dusun Mancingan : kepercayaan dan praktek-prakteknya

Semua penduduk Parangtritis adalah orang jawa. Budaya Jawa merupakan percampuran pengaruh hindu, Budha, dan Islam. Budaya-budaya tersebut mengakar dalam budaya jawa dimana penguasa-penguasa kerajaan indo-jawa berlangsung hingga abad ke-15, masa dimana islam mulai dikenalkan. Pengaruh ini masih terasa hingga saat ini, meskipun telah ada ekspansi agama islam (Bertrand, 2001). Kepercayaan orang Jawa terhadap kekuatan gaib Laut Selatan (Samodera Hindia) tersurat dalam kitab Babad Tanah Jawi. Menurut Kitab Babad Tanah Jawi, Panembahan Senopati (raja pertama Mataram) tinggal di kerajaan gaib Laut Selatan selama tiga hari. Ratu Kidul siap membantu Panembahan Senopati kapanpun juga. Diakhir pembelajarannya, Panembahan Senopati berjalan di pantai Parangtritis (W.L. Olthof, 1949:98). Berawal dari legenda ini, Parangtritis dipercaya oleh masyarakat Jawa sebagai tempat suci sejak era kerajaan Mataram 1532.

Penduduk Dusun Mancingan percaya bahwa terdapat kehidupan lain di Samudera Hin-dia yang mirip dengan apa yang mereka jalani sebagai manusia biasa. Namun demikian, mereka percaya bahwa ke-hidupan dunia lain di Samudera Hindia dipimpin oleh Ratu Kidul yang juga akan melindungi penduduk Mancingan dari ben-cana laut.

Sebagaimana kehidupan orang jawa di ler-eng Gunung Merapi yang percaya bahwa kawasan tersebut dilindungi oleh yang ”baurekso” (Dove, 2008) dan harus mem-bersihkan tempat tinggal dan lingkun-gannya di setiap bulan Sura (bulan pertama dalam kalender Islam) (Triyoga, 1991), penduduk Parangtritis khususnya Mancingan juga meyakini hal yang sama. Masyarakat Parangtritis melakukan upacara Labuhan setiap awal bulan Sura sebagai tanda pen-ghormatan mereka kepada penguasa Laut Selatan dengan keterlibatan langsung pihak Kraton Yogyakarta.

b. Persepsi Masyarakat terhadap Resiko Persepsi resiko secara konseptual penting dalam menilai pemahaman masyarakat terhadap ancaman dan perlindungannya (Ronald W. Perry , Michael K. Lindell, 1990). Mengkaji dari sisi kerentanan dan bahaya, resiko dapat diterjemahkan sebagai ‘kemungkinan terjadinya kerusakan akibat adanya interaksi antara proses fisik yang merusak (bahaya) dan faktor kependudukan (kerentanan)’ (Ercole RD dan P. Pigeon, 1999). Di lingkungan pesisir, kita dapat mensintesakan kawasan yang beresiko sebagai kawasan darat pesisir yang rawan kerusakan akibat proses-proses di pesisir. Jika kawasan pesisir padat penghuni, maka kerentanan kerusakan dan hilangnya nyawa serta kerugian harta benda dan hilang atau berkurangnya aktivitas ekonomi semakin besar. Persepsi yang diukur adalah persepsi masyarakat terhadap persepsi terhadap kawasan Parangtritis dan ancaman bencana.

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM TRIYONO

SEBAGAI UNSUR DALAM PERENCANAAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS Tabel 2. Hasil Statitistik Persepsi Masyarakat

Terhadap Bencana Di Kawasan Parangtritis

No Jenis Bencana Persentase Jawaban

1 Tsunami dan gelombang tinggi 50

2 Gempa bumi 24

3 Badai 9

4 Banjir dari sungai 8

5 Pengendapan pasir 6

6 Erosi pantai 4

100

Dari hasil kuisioner yang diajukan ke penduduk Mancingan, diperoleh hasil bahwa :

ƒ 90% penduduk Parangtritis tidak pernah tinggal di kawasan pantai diluar Parangtritis. Mereka menjadi kurang peka terhadap bahaya tsunami yang pernah terjadi di daerah lain di Indonesia

ƒ Penduduk parangtritis yakin akan keberadaan penguasa gaib Laut Selatan dengan persepsi peran Pengausa Laut selatan sebagai berikut:

a. 46,1% yakin bahwa Ratu Kidul memberikan ketenangan dalam hidup

b. 37,7% yakin bahwa Ratu Kidul tidak memberikan apapun,

c. 10,4% yakin bahwa Ratu Kidul akan melindungi mereka terhadap bencana,

d. 5,8% yakin bahwa Ratu Kidul membimbing dalam kehidupan ekonomi yang lebih baik.

ƒ Penduduk juga meyakini bahwa Kraton Yogyakarta memiliki kekuatan supranatural dan mampu melindungi mereka dari bencana (41,3%) dan memberikan mereka ketenangan hidup (17%).

Gambar 3. Grafik Skor dan Persentasi Faktor-Faktor Persepsi Masyarakat terhadap Resiko Bencana Tsunami

Selain mengumpulkan informasi persepsi masyarakat, kuisioner yang diajukan juga berusaha mengungkap tindakan yang diinginkan oleh masyarakat untuk mengurangi resiko tsunami. Beberapa pendapat dan usulan masyarakat yang dapat dikumpulkan antara lain:

ƒ 45% responden tetap berharap tinggal di Parangtritis pada kawasan yang rentan tsunami, tetapi dengan jaminan tidak akan ada lagi bangunan baru yang akan dibangun dan mereka tidak akan mengijinkan penduduk lain bertempat tinggal di kawasan tersebut.

ƒ 20% responden menyatakan bahwa kemungkinan terjadi tsunami di Parangtritis kecil. Meskipun, 66% diantaranya menyatakan bahwa sangat penting membangun perlindungan terhadap tsunami. Terlebih, 49% responden mengharapkan partisipasi progresif dari pemerintah daerah; 25,1% mendukung dengan adanya bantuan dari pemerintah provinsi DIY.

ƒ 47,5% responden manyatakan siap menghadapi tsunami.

TRIYONO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM

SEBAGAI UNSUR DALAM PERENCANAAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS

ƒ 42,9% berpendapat bahwa sebaiknya kepala desa yang mengorganisasikan perlindungan tersebut.

Terhadap proyek-proyek perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, masyarakat memperoleh informasinya dari berbagai sumber, antara lain:

- Radio/TV/Surat Kabar, 40% - Pemerintah, 30%

- Informasi antar penduduk, 15% - Universitas, 1%

- Kraton/Juru Kunci, 1%

- Lembaga Swadaya Masyarakat, 5% - Lainnya, 7%

PEMBAHASANDANKESIMPULAN

a. Pembahasan

Bagi masyarakat Parangtritis, tsunami merupakan ancaman bencana paling besar yang dapat melanda kawasan tersebut. Penduduk yakin bahwa tsunami dapat saja datang setiap waktu, namun mereka juga percaya bahwa keberadaan mereka di Parangtritis dilindungi oleh kekuatan gaib, meskipun 37,7% diantaranya mengatakan bahwa penguasa gaib Laut Selatan tidak memberikan apapun dalam kehidupan mereka. Adanya bencana tsunami di Pangandaran pada 17 Juli 2006 dampaknya berupa kenaikan muka air laut secara tiba-tiba di Parangtritis dan merusak beberapa aset penduduk di kawasan pantai merupakan titik balik kesadaran penduduk bahwa tsunami merupakan proses alam yang bisa datang kapanpun juga. Dampak tsunami ini kemungkinan merupakan penyebab rendahnya kepercayaan penduduk akan peran penguasa gaib Laut Selatan dalam melindungi mereka dari bencana alam, meskipun 46,1% menyakini memperoleh ketenangan hidup berkat kepercayaan atas keberadaan penguasa Laut Selatan, yang terutama terkait dengan peran Kraton Yogyakarta di kawasan tersebut.

Kraton Yogyakarta mengamanatkan tugas kepada para juru kunci untuk merawat peninggalan budaya dan petilasan Kraton. Juru kunci yang terpilih untuk menjalani tugas tersebut merupakan anggota masyarakat setempat yang sangat dihormati dan didengar amanatnya, yang sebagian besar dilakukan secara

turun-temurun. Peranan juru kunci dalam kehidupan kepercayaan masyarakat adalah cukup besar dengan memiliki skor 3 (dari skor tertinggi 5).

Hal yang cukup menjadi perhatian akan resiko bencana tsunami adalah persepsi masyarakat terhadap bencana tsunami itu sendiri. Karena sebagian besar dari penduduk Parangtritis belum pernah merasakan tinggal di pantai lain yang beresiko terhadap tsunami, maka kepekaan masyarakat akan ancaman dan resiko bencana tersebut menjadi rendah. Tingkat kepercayaan akan datangnya tsunami memiliki skor 2,5 (sedang) dengan pengetahuan mengenai tsunami sebesar 2,4. Hal ini mengisyaratkan perlunya dilakukan perbaikan pemahaman terhadap resiko bencana untuk meningkatkan kepekaan terhadap ancaman bencana dan self-efficacy. Mereka tidak hanya disadarkan atas tanggung jawab terhadap pemahaman mengenai bencana dan evakuasinya, tetapi juga harus dilibatkan dalam proses kegiatan perencanaan evakuasi.

Informasi mengenai bencana, program penanggulangan dan perencanaan evakuasi yang dilakukan oleh pemerintah justru diterima oleh penduduk terbesar melalui media massa (40%) dan peran pemerintah dalam menginformasikan kegiatan mereka hanya 30%. Kenyataan ini mengisyaratkan perlunya peningkatan peran pemerintah dalam mendistribusikan informasi mengenai program perencanaan pembangunan. Kenyataan lain yang cukup menjadi perhatian adalah peran lembaga pendidikan (universitas) dalam meningkatkan pemahaman penduduk terhadap resiko bencana masih kurang. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan mereka antara lain dengan memanfaatkan pertemuan antar warga, sekolah, penyuluhan oleh pemerintah, dan wakil masyarakat peduli bencana serta kalangan ilmuwan.

Hal positif mengenai persepsi resiko bencana tsunami adalah, masyarakat sadar akan pentingnya praktek kewaspadaan dan latihan menghadapi tsunami (skor 2,9 kuat). Mereka mengharapkan peran pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap resiko tsunami, antara lain membangun tempat perlindungan atau evakuasi (66%). Kelekatan terhadap

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM TRIYONO

SEBAGAI UNSUR DALAM PERENCANAAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS daerah tinggalnya menyebabkan sebagian

besar penduduk berharap tetap bisa tinggal di Parangtritis meskipun terdapat ancaman bencana tsunami. Ada jaminan dari penduduk atas keberlangsungan proyek penataan kawasan Parangtritis tetap dapat berjalan lancar, yaitu 45% penduduk yang disurvei menjamin tidak akan ada penambahan bangunan baru meskipun 47,5% menyatakan siap menghadapi resiko bencana tsunami.

b. Kesimpulan

Topografi Parangtritis dan sebaran permukiman penduduknya merupakan salah faktor fisik yang menyebabkan sangat rentan terhadap tsunami, selain dari kondisi geologi dan sejarah tsunami. Jika terjadi tsunami pada tinggi gelombang 10 meter, hampir 85% kawasan hunian terkena dampaknya.

Hampir seluruh penduduk parangtritis (90%) telah tinggal di Parangtritis sejak lama dan belum pernah merasakan hidup di daerah pantai selain Parangtritis. Kepercayaan mereka terhadap kekuatan gaib di Laut Selatan menyebabkan penduduk rentan terhadap resiko tsunami, dari sisi persepsi. Peningkatan peran pemerintah, akademisi, dan tokoh masyarakat sangat diharapkan mampu meningkatkan pemahaman mereka mengenai bencana dan cara penanggulangannya atau evakuasinya. Penduduk Parangtritis perlu dilibatkan dalam proses kegiatan perencanaan pembangunan terutama berkaitan dengan perlindungan terhadap bencana laut/tsunami. Penduduk sadar akan pentingnya praktek kewaspadaan dan latihan menghadapi tsunami (skor 2,9 kuat) dan 66% diantaranya berharap adanya lokasi evakuasi yang memadai jika terjadi bencana.

PENUTUP

Parangtritis merupakan kawasan yang sangat terbuka terhadap resiko bencana tsunami. Factor topografi dan sebaran bangunan permukiman memungkinan terjadinya kerugian yang cukup besar dari penduduk akibat bencana langsung dari laut. Secara historis, kawasan Parangtritis pernah mengalamai dampak tsunami yang terjadi di pantai selatan Pulau Jawa.

Persepsi penduduk terhadap bencana alam yang mengancam wilayahnya sangat dipengaruhi oleh kelekatan dengan tempat tinggal dan pengalaman hidup di tempat lain. Kepercayaan penduduk Parangtritis atas keberadaan penguasa gaib Laut selatan menurunkan tingkat kepekaan mereka atas encaman bencana, selain disebabkan oleh kuranginya informasi mengenai bencana dan perencanaan evakuasinya. Dilihat dari sisi persepsi, penduduk Parangtritis rentan terhadap resiko bencana tsunami.

Pemahamanan penduduk mengenai bencana dan resiko bencana serta keterlibatan mereka dalam perencanaan pembangunan, khususnya terkait perlindungan terhadap tsunami sangat diperlukan. Dalam hal ini, pemerintah dan pihak akademis diharapkan lebih berperan aktif.

DAFTARPUSTAKA

Bappeda Bantul, 2008, Data Pokok Kabupaten Bantul (Base de donnés de Bantul), Pemerintah Kabupaten Bantul (Le gouvernement Local de Bantul)

Barberi, F, Davis, M.S., Isaia, Nave,R, Ricci, T, 2008, Volcanic risk perception in the Vesuvius population, Journal of Volcanology and Geothermal Research 172 (2008) 244–258

Dauphiné A, 2003, Risque et Catastrophe : observer, spatialiser, comprendre, gérer, Armand Collin, p288

Dove, Michael R., Perception of volcanic eruption as agent of change on Merapi volcano, Central Java, Journal of Vol-canology and Geothermal Research 172 (2008) 329–337

Gaillard, Jean-Christophe (2008), Alternative paradigms of volcanic risk perception: The case of Mt. Pinatubo in the Phil-ippines, Journal of Volcanology and Geothermal Research 172 (2008) 315– 328

Gupta, Avijit (ed.), 2007, The Physical Geog-raphy of South East Asia, Oxford Re-gional Environments

Gupta Avijit (ed .), 2007, The Physical Geog-raphy of South East Asia, Oxford Re-gional Environnements Gupta Avijit (ed .), 2007,

TRIYONO PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM

SEBAGAI UNSUR DALAM PERENCANAAN KAWASAN WISATA PANTAI PARANGTRITIS

Gusiakov, V.K., 2002. Historical Tsunami Da-tabase for the Pacific, 47 B.C – 2000 A.D. Tsunami Laboratory, ICMMG SD RAS, Novosibirsk, Russia.

Kantor Statistik, 2006, Kecamatan Kretek dalam angka (Sous-district de Kretek en chiffre), Pemerintah daerah Kabupaten Bantul

Lavigne, F., C. Gomez, M. Gifo, P. Wassmer, C. Hoebreck, D. Mardiatno, J. Pri-yono, and R. Paris (2007), Field Ob-servations of the 17 July 2006 Tsu-nami in Java, Natural Hazard and Earth System Science, 7(1), 177 - 183 Meur-Ferec C, 2006, De la Dynamique

Naturelle à La Gestion Intégrée de L’espace Littoral : Un Itinéraire de Géographe ; Volume 1 – Essai Inédit, Document présenté en vue de l’habitation à diriger des recherches, université de Nantes

Ministère de l'Aménagement du Territoire et de l'Environnement, Ministère de l'Equipement des Transports et du Logement, 1997, Plans de prévention des risques naturels prévisibles (PPR), guide général, La documentation Française, Paris, 76p

Olthof, 1941, Puniko Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegi ing Tahun 1647 (C’est le livre de Chro-nique du Java, de l’époque de la Pro-phète Adam à l’année de 1647), Lei-den, Netherland (se traduit par: Su-marsono, 10 September 2007)

Pemda Bantul, 2004, Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata daerah Ka-bupaten Bantul (réglementation N° 03/2004 sur Schéma directeur de Tourisme de Bantul), Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul

Perry, R.W., Lindell, M.K., 1990b. Public per-ception of volcano hazard at Mt. St. Helens. International Workshop on the Prediction and Perception of Natural Hazards, United Nations, National Science Foundation, Gruppo

Nazion-ale per la Difesa dalle Catastrofi Idro-geologiche, Water Resource Research and Documentation Centre, Disaster Research Center, Geneva Ricerche, 22-26 October 1990, Perugia, Italy. Perry, R.W., Lindell, M.K., 2008, Volcanic risk

perception and adjustment in a multi-hazard environment, Journal of Vol-canology and Geothermal Research 172 (2008) 170–178

Pinot J.P., 1998, La gestion du Littoral, tomes 1 et 2:Littoraux tempérés. Institut Océanographie, Paris, 400 et 360p. Rynn J, 2002, A Preliminary Assessment Of

Tsunami Hazard And Risk In The Indo-nesian Region, Centre for Earthquake Research in Australia

Sudaryono, Purbadi .J, Hardiyanto, Srisulist-yani, Triyono, Arif A., 2002 – 2004, Karakter Ruang Lokal Sebagai Main-stream Perencanaan Pembangunan Lokal:Upaya Menyumbang Pendekatan dan Substansi Teori Lokal untuk Pem-bangunan Lokal, Riset Unggulan Bidang Kemasyarakatan dan Kemanu-siaan RUKK III, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi

Sutikno, Dibyosaputro S., 1983, Coastal Geo-morphology of Parangtritis, Yogya-karta

Triyoga, L.S., 1991. Manusia Jawa dan Gunung Merapi: Persepsi dan Sistem Keper-cayaanya (The Javanese People and Merapi Volcano: Perceptions and Sys-tem of Belief). Gadjah Mada Univer-sity Press, Yogyakarta, Indonesia. Triyono, 2008, Thesis Master2: Evaluation de

la vulnérabilité au Tsunami dans la région de Bantul, secteur de Parang-tritis en Indonésie ; Une approche d'aménagement de la zone touris-tique, Université de Bretagne Oc-cicental, France

Yalçiner A.C., Pelinovsky E.N., Okal E, Synolakis C.E., (ed), 2001, Submarine Landslide and Tsunamis, NATO Sci-ence Series, Earth and Environmental sciences, p.328.

ECO-URBAN DESIGN