• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak: D Keberhasilan perkembangan kota dapat ditelusuri dari komposisi penduduk dan unsur lain sebagai pelengkap

penduduk tersebut bermukim. Aktivitas penduduk yang beragam menghasilkan suatu karakteristik tersendiri dalam wilayah yang ditilik dari penggunaan tanahnya. Aktivitas penduduk perluasan wilayah kegiatan yang berdampak pada perluasan fisik kota tersebut. Sementara itu, keberadaan fasilitas kota menjadi suatu tolak ukur apakah komposisi penduduk tersebut sudah terlengkapi dalam pemenuhan kebutuhannya. Sehingga pergerakan beserta aktivitas penduduk tersebut hendaknya diikuti dengan keberadaan fasilitas kota yang mendukung, supaya tercipta keselerasan diantara dua unsur pembentuk kota ini. Nantinya, keselarasan tersebut akan terlihat pada seberapa efisien-kah suatu wilayah dalam perkembangannya untuk pemenuhan kebutuhan penduduknya.

Kawasan metropolitan merupakan kawasan yang menunjukan perkembangan kota.Salah satunya adalah Metropolitan MEBIDANG terdiri dari Kota Medan sebagai kota utama, sedangkan Kota Binjai dan sebagian besar Kabupaten Deli Serdang merupakan kota satelit. Pembangunan di daerah metropolitan MEBIDANG sejauh ini tidak merata terutama antara kota utama yaitu Medan dengan kota/kabupaten pinggiran yaitu Binjai dan Deli Serdang (Direktorat Perkotaan Metropolitan tahun 2003). Melalui perbandingan komposisi penduduk dan fasilitas kota ditemukan tingkat efisiensi wilayah yang menjadi identifikasi ketidakmerataan konsep pembangunan di kawasan metropolitan.

Kata Kunci : metropolitan MEBIDANG, perluasan wilayah terbangun, efisiensi, fasilitas kota. *) Staff Pusat Kajian Wilayah dan Perkotaan Universitas Indonesia (PUSWIKA UI)

LATARBELAKANG

Semakin bermunculannya wilayah baru dengan kategori kota sejalan dengan hasil penelitian oleh North Carolina State University dan University of Georgia bekerjasama dengan PBB. Hasilnya menunjukkan bahwa pada akhir Mei tahun 2007 jumlah penduduk perkotaan untuk pertama kalinya lebih banyak dibanding jumlah penduduk pedesaan di seluruh dunia. (ScienceDaily.com).

Tren global ini juga terjadi di Indonesia, menurut data departemen dalam negeri tahun 2007 Banyaknya wilayah yang berlabel kota yang di Indonesia berjumlah 483 buah. Belum termasuk di dalamnya wilayah metropolitan sebanyak 10 wilayah metropolitan. Dimana, berdasarkan data dari Departemen Perencanaan Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang terdapat kecenderungan pemusatan penduduk yang makin menguat di perkotaan, sehingga pada tahun 2018 diperkirakan sekitar 52 % penduduk akan tinggal di kawasan perkotaan atau sekitar 140 juta jiwa penduduk perkotaan dari sekitar 270 juta jiwa penduduk Indonesia.

Selain semakin bertambahnya jumlah penduduk alami dalam kota, perkembangan kota juga dipengaruhi oleh keterkaitan dengan wilayah sekitarnya dan mengakibatkan terjadi migrasi penduduk datang ke kota. Selanjutnya penduduk kota melaksanakan aktivitasnya yang biasanya ditandai dengan kehadiran permukiman, perkantoran, dan bangunan fasilitas lainnya. Perkembangan kenampakan fisik spasial kota secara horizontal ini berkembang dari kota utama dan semakin mengarah ke pinggiran (Nechyba dkk dalam Subianto, 2006)

Pada proses perluasan fisik inilah yang disebut dengan perluasan wilayah kota dengan mulai mengakuisisi tanah yang awalnya berfungsi untuk tanah pertanian ataupun tanah kosong yang belum dibudidayakan. Pertumbuhan kota-kota akan diikuti dengan tekanan-tekanan (urban development pressures) yang antara lain berupa: lahan yang terbatas dengan jumlah dan aktivitas penduduk yang bertambah, beralih fungsinya tanah non urban menjadi penggunaan tanah urban, menyebabkan resiko inefisiensi dalam pelayanan prasarana dan

IRENE SONDANG FITRINITIA EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN sarana perkotaan karena wilayah perkotaan

yang makin melebar ke segala arah (Kartasasmita, 1996). Perlu dicermati bahwa gejala invasi dimana pengambilalihan wilayah non urban oleh penggunaan tanah urban di wilayah pinggiran kota menjadi kendala apabila penggunaan tanah wilayah pinggiran digunakan secara tidak efisien dan merupakan indikasi urban sprawl(Northam, 1975). Pada akhirnya ketidakefisienan pada sebagian wilayah penggunaan tanah akan menimbulkan ketimpangan wilayah dalam perkembangan kota. Ketidakefisenan dalam wilayah yang dimaksud adalah proporsi jumlah penduduk dengan luas wilayah terbangun yang tidak seimbang juga tidak didukung dengan fasilitas yang memadai (Northam, 1975 & Thomas Bolioli dalam Penelitian Grow Smart Island, 2001), sementara itu efisiensi dicapai apabila proporsi jumlah penduduk degan luas wilayah terbangun seimbang dan didukung dengan fasilitas yang memadai.

Implementasi efisiensi dan tidak efisiensi juga dapat dilihat pada wajah metropolitan yang ada di Indonesia. Seperti pada kawasan metropolitan MEBIDANG (Medan- Binjai dan Deli Serdang), dimana perkembangan daerah metropolitan MEBIDANG menghadapi berbagai kendala salah satunya terjadinya pemusatan-pemusatan kegiatan atau pusat pertumbuhan di luar rencana pemerintah kota dan tidak diimbangi dengan pengadaan infrastruktur juga fasilitas perkotaan yang memadai. Selain itu, proses pengkotaan terjadi disertai dengan kepadatan penduduk yang rendah yaitu 21 jiwa/hektar (BPS, Sumatera Utara tahun 2003). Pembangunan di daerah metropolitan MEBIDANG sejauh ini tidak merata terutama dengan kota utama yaitu Medan dengan kota/kabupaten pinggiran yaitu Binjai dan Deli Serdang. (Direktorat Perkotaan Metropolitan tahun 2003).

MAKSUDDANTUJUAN

Studi ini bermaksud untuk melihat efisiensi perluasan wilayah kota di dalam kawasan metropolitan, melalui tiga variabel yaitu penggunaan tanah, kepadatan penduduk netto1 dan keberadaan fasilitas kota dengan

49

1 Kepadatan penduduk netto adalah kepadatan penduduk di

wilayah terbangun yaitu perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah terbangun (Jiwa/Ha) (Bappeda Sumatera Utara)

pendekatan berbagai teori perkembangan kota.

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah dengan mengidentifikasi efisiensi suatu wilayah maka dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan untuk mengurangi berbagai permasalahan terutama mengatasi ketimpangan dan menjaga keseimbangan pembangunan antar wilayah dalam suatu kawasan metropolitan.

METODOLOGI

Untuk mendapatkan seperti maksud dan tujuan di atas, maka digunakan metodologi sebagai berikut :

Pengumpulan Data

1. Pengumpulan data sekunder. Data yang digunakan bersifat deskriptif, statistik dan spasial berupa peta. Adapun data-data yang dimaksud adalah

• Peta penggunaan tanah skala 1:50.000 • Peta Jaringan jalan

• Data jumlah dan lokasi infrastruktur (rumah sakit, pasar tradisional, mall) kota tahun 2007

• Data demografi tahun 2007

2. Observasi Lapangan, membandingkan data yang tersedia dengan fakta yang ada di lapangan untuk mendukung optimalisasi analisis.

Pengolahan Data

1. Sistem Informasi Geografi

• Klasifikasi wilayah kecamatan di metropolitan MEBIDANG menjadi inti kota, perluasan wilayah kota dan desa berdasarkan penggunaan tanah

• Perbandingan klasifikasi wilayah dengan dua varibel lainnya yaitu kepadatan penduduk netto dan fasilitas kota

2. Statistik deskriptif melalui perhitungan yang disampaikan dengan penjelasan deskriptif idiografik.

Analisis

Pembahasan mengenai identifikasi efisiensi perluasan wilayah kota di Metropolitan MEBIDANG yaitu melihat perbandingan kelas kecamatan dan keterkaitan dengan posisi geografis di metropolitan MEBIDANG

EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA IRENE SONDANG FITRINITIA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN

PENDEKATANPENGGUNAANTANAH

PERKOTAAN

Penggunaan tanah adalah segala campur tangan manusia, secara permanen atau tidak terhadap tanah, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang meliputi kebutuhan kebendaan, spiritual ataupun keduanya.

Penggunaan tanah juga merupakan hasil berbagai aktifitas manusia pada kondisi fisik maupun non fisik tanahnya (Handayani,1999). Kemudian timbullah wilayah-wilayah penggunaan tanah yang berbeda-beda. Menurut Sandy (lihat Nurasman,1998; 13) ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah secara umum, yaitu :

1. Faktor lingkungan fisik sebagai faktor pembatas manusia dalam menggunakan tanah, ada dua unsur kunci yang dapat mempengaruhi penggunaan tanah di suatu wilayah yaitu ketinggian dan lereng. 2. Faktor lokasi dan aksesibilitas juga

merupakan faktor pembatas penggunaan tanah suatu wilayah yang mempengaruhi nilai strategis suatu tempat, sehingga mempengaruhi penduduk untuk menetap dan melakukan kegiatan ekonomi. Semakin jauh suatu tempat dari pusat usaha, semakin berkurang penggunaan tanah bukan pertanian.

3. Faktor manusia adalah faktor terpenting yang mempengaruhi penggunaan tanah suatu wilayah karena manusia adalah penyebabnya. Dalam hal ini yang berpengaruh adalah aspek jumlah, kepadatan, pertambahan dan penyebarannya. Semakin tinggi jumlah, kepadatan dan pertambahan penduduk di suatu wilayah menyebabkan semakin tinggi pula ragam intensitas penggunaan tanahnya.

Dari tiga faktor tersebut maka diperoleh bahwa penggunaan tanah yang terdapat di perkotaan merupakan cerminan dari kegiatan dan aktivitas penduduk kota. Mengingat penggunaan tanah perkotaan yang terbatas untuk menampung segala aktivitas warga, maka di masing-masing wilayah, penggunaan tanah harus dikembangolahkan dengan kaidah efisiensi. Hal ini dilaksanakan dengan harapan agar terjadi keselarasan dan kesinambungan antar penggunaan tanah di suatu wilayah ataupun antar penggunaan tanah di waktu mendatang.

Selanjutnya, sebagai gambaran terdapat klasifikasi wilayah fungsional yang disusun oleh Statewide Planning,USA dalam penelitian The Populations Dynamics Behind Sub Urban Sprawl dengan ketentuan sebagai berikut :

Inti Kota

Kepadatan penduduk : 2,500 or more jiwa/mi2

Penggunaan tanah : Lebih dari 50% dari total wilayah adalah wilayah terbangun.

Suburban

Kepadatan penduduk : 500 – 2,499 jiwa/mi2

Penggunaan tanah : Lebih dari 25% total wilayah adalah wilayah terbangun.

Desa

Kepadatan penduduk : kurang dari 500 jiwa/mi2

Penggunaan Tanah: Kurang dari 25% total wilayah adalah wilayah terbangun.

PENDEKATANTEORIPERKEMBANGAN

KOTA

Menurut Hadi Sabari Yunus dalam ”Megapolitan”, daya tarik kota yang begitu besar mengakibatkan terjadi dua proses sekaligus yang berdampak pada perluasan spasial kota itu sendiri. Proses yang pertama ada proses sentripetal perkotaan, dimana orang yang bukan dari kota berlomba-lomba masuk ke wilayah administarasi kota untuk mencicipi kehidupan yang menurutnya lebih maju. Kemudian, keberadaan orang-orang baru ini menyesaki kota yang pada akhirnya memaksa kota itu melakukan proses selanjutnya yaitu pembangunan fisik secara sentrifugal atau ke arah luar pinggiran kota tersebut, berbatasan dengan wilayah desa.

Konsep sistem kota mengacu kepada suatu kumpulan kota-kota yang terhubung oleh banyak unsur, dimana nantinya akan terjadi perubahan di penggunaan tanah, populasi penduduk, kegiatan ekonomi, ketenagakerjaan, dan fasilitas pelayanan, dimana hal ini akan saling terkait satu sama lain antara core area dan hinterlands-nya.

Salah satu faktor pembentuk berkembangnya suatu kota adalah jumlah penduduk yang tumbuh dan keluar masuk pada kota tersebut.Penduduk dan aktivitasnya mengakibatkan fisik kota mengalami perubahan dan pertambahan baik secara

IRENE SONDANG FITRINITIA EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN vertikal maupun horizontal, disinilah proses

perkembangan kota dimulai. Jumlah penduduk semakin bertambah secara selaras diikuti dengan pertambahan luas wilayah terbangun. Pertambahan luas wilayah terbangun yang adalah perluasan kota secara pasti mencaplok wilayah kosong sekitar yang biasanya masih bersifat kedesaan. Pada proses pengkotaan yang berasaskan pembangunan, seringkali muncul ketidakseimbangan antara jumlah penduduk

dengan wilayah terbangun. Perbandingan antara jumlah penduduk dan wilayah terbangun disebut dengan kepadatan penduduk netto.Hal ini nantinya untuk melihat keseimbangan daya tampung suatu kecamatan. Adapun ukuran suatu wilayah dikatakan seimbang dengan menggunakan standar WHO (World Health Organization), yaitu kepadatan penduduk netto (urban density) yang ideal dalam suatu wilayah adalah 96 jiwa/Ha.(www.who.org).

Dalam suatu kawasan metropolitan, terdapat kecamatan dengan kepadatan tinggi namun terdapat juga kepadatan rendah dimana letaknya pun melompat-lompat antar kecamatan. Ketidakseimbangan semakin nyata dengan pengadaan fasilitas kota yang tidak merata di setiap kecamatan. Sehingga terdapat anggapan bahwa setiap kecamatan yang mengalami perluasan wilayah kota sangat rentan mengalami ketidakefisienan. Sedangkan ketidakefisienan perluasan wilayah terbangun sangat kental hubungannya dengan proses urban sprawl, yaitu dalam Grow Smart Rhode Island (2000) mengatakan bahwa urban sprawl adalah pola perkembangan suatu daerah yang tidak efisien (inefficient). Atau perluasan wilayah perkotaan yang menggambarkan pola dan mempunyai kecenderungan perkembangan yang memboroskan baik dari segi infrastruktur, investasi modal (capital investment) maupun perencanaan.

Pola penggunaan tanah yang ada di perkotaan juga dibentuk oleh jalur-jalur transportasi dan fasilitas kota yang sudah ada sejak awal pertumbuhan komunitas. Bentuk keterkaitan antara penggunaan tanah dan fasilitas kota yaitu berbagai kegiatan usaha memiliki lokasi di sepanjang jalur-jalur lalu lintas primer. Dalam beberapa hal, fasilitas kota mempengaruhi atau menentukan penggunaan tanah, oleh karenanya jaringan

infrakstruktur dapat dipergunakan untuk mengendalikan pertumbuhan, menentukan arah pembangunan dan mengatur konsentrasi orang, bangunan, serta kegiatan pada tempat-tempat sehingga tidak akan melebihi kapasitas infrastruktur yang ada.

GAMBARANWILAYAH

MEBIDANG yang merupakan akronim dari Medan, Binjai dan Deli Serdang adalah kawasan metropolitan yang berada di pulau Sumatera dengan legitimasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 tahun 1997 mengenai rencana tata ruang wilayah nasional. (cari lagi ketentuan hukumnya). Daerah metropolitan MEBIDANG terdiri dari Kota Medan sebagai kota utama, sedangkan Kota Binjai dan sebagian besar Kabupaten Deli Serdang merupakan kota satelit hasil perkembangan dari Kota Medan. Daerah ini mempunyai luas lebih kurang 150 hektar dengan jumlah penduduk 3,3 juta jiwa pada tahun 2001 (Bapeda Sumatera Utara). Menurut RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) Sumatera Utara tahun 2003-2018 bahwa MEBIDANG merupakan salah satu daerah tertentu dalam lingkup nasional yang penataan ruangnya diprioritaskan dan termasuk juga dalam kawasan segitiga pertumbuhan Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-GT).

Gambar 1. Perkembangan Kota

= wilayah ping-giran =pergerakan penduduk = perluasan wilayah terban-gun Kota Inti 2 3 1 4

EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA IRENE SONDANG FITRINITIA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN

Metropolitan MEBIDANG terdiri atas 40 kecamatan yang tersebar di tiga kota/kabupaten, yaitu 21 kecamatan yang berada di Kota Medan, 5 kecamatan berada di Kota Binjai dan 14 kecamatan di Kabupaten Deli Serdang. Letak Kota Medan berbatasan langsung sekaligus dikelilingi oleh kecamatan-kecamatan daerah Deli Serdang. Sementara Kota Binjai berjarak kurang lebih 20 km dari arah barat Kota Medan, dipisahkan oleh salah satu kecamatan Deli Serdang.

HASILDANPEMBAHASAN

• Klasifikasi Wilayah

Klasifikasi yang digunakan menurut penelitian Fitrinitia (2007) pada metropolitan MEBIDANG dibagi menjadi tiga wilayah fungsional berdasarkan penggunaan tanah. Pembagian wilayah fungsional tersebut hampir sama dengan klasifikasi yang digunakan oleh Statewide Planning. Adapun pembagian wilayah fungsional tersebut adalah :

− Inti Kota terdiri atas 12 kecamatan yaitu Binjai Kota, Lubuk Pakam, Medan Kota, Medan Area, Medan Denai, Medan Barat, Medan Polonia, Medan Timur, Medan Petisah, Medan Baru, Medan Maimun, Medan Helvetia

− Perluasan Wilayah Kota terdiri atas 15 kecamatan yaitu Sunggal, Deli Tua, Binjai Barat, Binjai Utara, Binjai Timur, Medan Deli, Medan Marelan, Medan Tuntungan, Medan Selayang, Medan Johor, Medan Sunggal, Medan Amplas,

IRENE SONDANG FITRINITIA EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN Medan Belawan, Medan Tembung, Medan

Perjuangan.

− Desa terdiri atas 13 kecamatan yaitu Binjai Selatan, Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Tanjung Morawa, Pagar Merbau, Beringin, Pantai Labu, Patumbak, Namorambe, Pancur Batu, Medan Labuhan.

• Kepadatan Penduduk Netto

Analisis kajian diihat pada studi kasus di wilayah fungsional metropolitan MEBIDANG dengan kategori perluasan wilayah kota yang berjumlah 15 kecamatan di Metropolitan MEBIDANG. Dua kecamatan di hinterland bagian timur atau Kabupaten Deli Serdang, tiga kecamatan berada di hinterland bagian barat atau Kota Binjai, dan sisanya sebanyak sepuluh kecamatan berada di kota utama yaitu Kota Medan. Kepadatan penduduk netto setiap kecamatan di kawasan metropolitan ini cukup bervariasi, sehingga berdasarkan sebaran data diperoleh tiga kelas yaitu kurang dari 70 jiwa/ha, 70-150 jiwa/ha, dan lebih dari 150 jiwa/ha. Dimana kelas yang seimbang adalah 70-150 jiwa/ha,sedangkan tidak seimbang adalah kurang dari 70 jiwa/ha atau lebih dari 150 jiwa/ha.

Kecamatan-kecamatan dengan kategori seimbang kebanyakan terdapat di selatan Kota Medan dan mendekati inti kota. Hal ini dikarenakan kecamatan-kecamatan tersebut merupakan wilayah hunian sudah sejak lama dan teratur. Dengan ruang yang layak dan menarik untuk berinvestasi, banyak pengembang swasta maupun pihak

pemerintah mengambil lahan untuk dijadikan kompleks perumahan, yang kebanyakan penghuninya dalah golongan menegah ke atas. Terjadi pelompatan wilayah kecamatan yang kepadatan nettonya seimbang yaitu Medan Belawan di ujung utara, karena wilayah ini merupakan wilayah pelabuhan, kampung nelayan pun sudah cukup ditata dengan baik, walaupun ada kantung-kantung di kecamatan tersebut yang masih terlihat kumuh. Selanjutnya di sebelah timur Kecamatan Binjai Timur yang dikatakan seimbang karena berbatasan langsung dengan inti Kota Binjai.

Namun gejala yang sama tidak terlihat pada arah utara ataupun arah barat Kota Medan menuju Kota Binjai. Di sebelah utara yang berbatasan langsung dengan inti Kota Medan, terdapat dua kecamatan ydengan kepadatan netto yang tinggi. Jumlah penduduk melebihi daya tampung wilayah terbangun sehingga menjadi padat dan tidak seimbang. Di dalamnya terdapat permukiman teratur dan tida teratur bahkan terdapat slum dan squatter area, namun semakin ke arah utara terdapat kawasan industri juga pergudangan bongkar muat barang menuju pelabuhan sehingga wilayah terbangunnya tidak berpenghuni tetap. Hal ini menyebabkan luas wilayah terbangun lebih besar dengan jumlah penghuni tetapnya. Sama halnya ke arah barat Kota Medan menuju Kota Binjai, perluasan kota yang terjadi disertai dengan kepadatan penduduk netto yang tidak efisien, dikarenakan yang terdapat adalah kebanyakan pabrik-pabrik dan bukan permukiman penduduk.

Tabel 1. Kepadatan Penduduk Netto di Perluasan Wilayah Terbangun Metropolitan MEBIDANG

Kabupaten Kecamatan Penduduk Jumlah (Jiwa) Luas Wilayah Terbangun (Ha) Kepadatan Netto (Jiwa/Ha) Kelas

Sunggal 203758 3031.45 67.21 Tidak Seimbang

Deli Serdang

Deli Tua 52989 434.70 121.90 Seimbang

Binjai Barat 38349 984.11 38.97 Tidak Seimbang

Binjai Utara 67201 1372.06 48.98 Tidak Seimbang

Binjai

Binjai Timur 49494 661.86 74.78 Seimbang

Medan Deli 141787 2350.05 60.33 Tidak Seimbang

Medan Marelan 112463 1803.29 62.37 Tidak Seimbang

Medan

Tuntungan 66438 1049.77 63.29 Tidak Seimbang

Medan

EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA IRENE SONDANG FITRINITIA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN

Medan Johor 108911 1400.80 77.75 Seimbang

Medan Sunggal 106759 1339.13 79.72 Seimbang

Medan Amplas 104455 1129.92 92.44 Seimbang

Medan Belawan 93356 804.88 115.99 Seimbang

Medan Tembung 135188 388.89 347.62 Tidak Seimbang

Medan

Perjuangan 99580 213.72 465.94 Tidak Seimbang

• Keberadaan Fasilitas Kota

Beragamnya kepadatan penduduk yang ada di setiap wilayah kecamatan juga mengakibatkan perbedaaan kuantitas kebutuhan terhadap fasilitas umum. Banyaknya ketersediaan fasilitas kota ini harus diimbangi dengan jumlah penduduk dan luas wilayah cakupan yang memenuhi. Pasar, rumah sakit dan mall merupakan fasilitas umum pada perkotaan yang cukup mewakili kebutuhan manusia. Pasar dan rumah sakit dianggap menjadi berhubungan dengan kebutuhan sandang dan kesehatan yang merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Sedangkan, mall merupakan representasi dari kehidupan perkotaan dimana konsep mall tidak dimiliki di pedesaaan.

Fasilitas kota dengan kelas tinggi terdapat di wilayah inti kota di Kota Medan. Sementara itu fasilitas kota dengan kelas sedang juga mendominasi di wilayah perluasan kota. Hal ini menjadi sangat lumrah mengingat Kota Medan menjadi pusat penyedia barang dan jasa untuk wilayah sekitar. Selaras dengan semakin jauhnya jarak dengan kecamatan-kecamatan pusat kota, maka jumlah fasilitas yang tersedia pun semakin sedikit. Hal ini menimbulkan ketergantungan yang sangat kuat terhadap inti kota ang ada di Kota Medan, ukan saja untuk wilayah cakupan Kota Medan melainkan untuk cakupan hinterlandnya seperti dari Binjai dan Deli Serdang.

IRENE SONDANG FITRINITIA EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN

• Efisiensi Perluasan Kota

Selanjutnya adalah melihat hubungan antara kepadatan penduduk netto juga fasilitas kota yang tersedia. Keseimbangan kepadatan penduduk juga sebaiknya disesuaikan dengan pengadaan fasilitas

kota yang cukup, tidak kurang atau lebih. Tidak semata-mata dengan kepadatan penduduk yang seimbang dikatakan wilayah tersebut efisien mengingat penduduk dalam kota juga membutuhkan pelayanan umum untuk kebutuhan sehari-hari.

TIDAK EFISIEN EFISIEN Garis Seimbang: 96 jiwa/ha (WHO) X = Fasilitas Kota Y = Kepadatan penduduk SEIMBANG TIDAK SEIMBANG

RENDAH SEDANG TINGGI Gambar 2. Diagaram Fasilitas Kota

EFISIENSI PERLUASAN WILAYAH KOTA IRENE SONDANG FITRINITIA DI DALAM KAWASAN METROPOLITAN

Apabila fasilitas kota tidak mencukupi atau bahkan berlebih untuk melayani kebutuhan penduduk, maka jumlah penduduk yang seimbang dengan luas wilayah yang terbangun dianggap tidak efisien. Sebaliknya, apabila keberadaan fasilitas kota cukup namun kepadatan penduduknya tidak seimbang maka wilayah tersebut juga dikatakan tidak efisien. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari diagram klasifikasi di atas

Berdasarkan data yang tersedia maka secara umum diperoleh kajian bahwa kecamatan dengan kategori efisien lebih banyak mendekati inti kota di kota utama (Kota Medan), sementara itu kecamatan dengan kategori tidak efisien berada berjarak lebih jauh dengan dengan inti Kota Medan namun lebih dekat ke inti kota di Kota Binjai yang adalah hinterland di kawasan metropolitan MEBIDANG.

Adapun pembagian wilayah menurut letak geografis di masing-masing kecamatan untuk melihat tingkat efisiensinya adalah :

• Arah Utara inti Kota Medan (kecamatan Medan Tembung, Medan Timur, Medan Deli, Medan Marelan, dan Medan Belawan), setiap kecamatan tersebut adalah tidak efisien kecuali Medan Belawan. Ketidakefisienan didukung oleh kepadatan netto rendah dan ketersediaan fasilitas yang rendah. Sehingga masih saja penduduk di kecamatan ini bergantung pada kecamatan-kecamatan di inti kota yang menyediakan lebih banyak pilihan fasilitas kota. Kecamatan Medan Belawan adalah wilayah perluasan kota efisien yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dari penduduk yang seimbang dengan fasilitas kota yang sedang. Keberadaan Kecamatan Medan Belawan yang efisien menjadi daya tarik sendiri karena dapat menampung penduduk sekaligus dapat menyediakan kebutuhan sehari-hari untuk penduduk dalam kecamatan maupun dari luar kecamatan melalui fasilitas kotanya. Hal inilah yang sekiranya juga dapat dijalankan oleh kecamatan lain di zona perluasan wilayah kota.

• Arah Selatan inti Kota Medan