• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan yang Bermakna

Dalam dokumen DINAMIKA DUKUNGAN KELUARGA PADA PEMIMPIN (Halaman 125-138)

Hasil PenelitianBAB IV

C. Hasil Penelitian

5) Dukungan yang Bermakna

Dari berbagai macam dukungan yang diberikan oleh keluarga terutama suami, terdapat satu bentuk dukungan yang menurut Lintang paling bermakna yaitu komunikasi yang intens sebagai wujud kehadiran suami. Lintang sadar bahwa suaminya sering bertugas ke luar kota/ luar negeri, sehingga hal tersebut membuat suami tidak bisa selalu ada disamping dirinya secara isik. Meskipun demikian, dengan adanya komunikasi yang intens membuat Lintang merasa bahwa suami akan selalu ada untuknya. Dalam me montum apapun bahkan Lintang selalu menelefon suami. Begitu pula dengan suami yang merasakan efek dari intensitas komunikasi tersebut walaupun kadang telfon hanya sekedar say hello dan menanyakan kondisi.

“Tapi e..hadirnya dia, adanya dia gitu, kan ada tuh orang yang memang secara isik ada nih, cuman emosional nya tuh nggak..nggak terikat gitu. Tapi kalau bagi saya, saat jauh seperti ini pun, bapak di Malaysia seperti ini setiap saya WA dia bales meskipun nggak tentang kerjaan, cuman sekedar nanyain anak­anak, hari ini ngapain, capek nggak, gitu­gitu bagi saya udah.. udah lebih dari cukup, gitu. Sekedar morning call atau malam gitu pamit mau tidur gitu bagi saya udah, udah cukup gitu.”(N1.L/W3.264-275)

d. Alasan Pemberian Dukungan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada Lintang maupun signiicant others, dapat diketahui bahwa adanya dukungan tidak terlepas dari alasan-alasan yang melatarbelakangi munculnya dukungan yang diberi-kan oleh keluarga terutama pasangan dan anak terhadap Lintang. Ada tiga alasan yang menjadi latar belakang adanya dukungan keluarga pada Lintang yaitu faktor komitmen, keyakinan dan persepsi.

Sejak awal menikah, Lintang dan suami sudah ber-komitmen mengenai pekerjaan masing-masing. Suami adalah seorang pilot yang bertugas di lapangan, sementara Lintang adalah seorang PNS yang memiliki jenjang karir terbuka, meski Lintang mengaku tidak mengenar karir. Menurut Lintang, sebagai PNS apabila sudah memasuki golongan tertentu diharapkan menempati sebuah jabatan. Hal ini disadari oleh keduanya bahwa suatu saat mau tidak mau Lintang harus memegang sebuah jabatan. Sebagai-mana saat ini Lintang menduduki jabatan lurah.

“Kalau suami dari awal kami menikah memang sudah berkomitmen ya kami masing­masing punya track sendiri­sendiri kalau dalam hal pekerjaan. Kebetulan suami ku kan karyawan swasta, jadi ee...apa namanya mungkin tidak mengejar karir tapi dia e memang lapangan tugasnya.” (N1.L/W1.198-204)

Selain karena komitmen, alasan lain yang menjadi latar belakang adanya dukungan suami kepada Lintang yakni adanya keyakinan dari suami bahwa dukungan dari ke luarga itu sangat penting. Suami menyadari bahwa peran yang dijalankan masing-masing antara Lintang dan suami

tidak akan berjalan jika keduanya tidak saling memberi dukungan. Jika keduanya tidak saling merestui dalam men jalankan peran masing-masing maka sesuatu tersebut menjadi tidak berkah.

“Support keluarga terutama orang­orang terdekat itu masih sangat penting. Ya nggak bisa dipisahkan dan berjalan sendiri­sendiri itu nggak bisa. Ya menurut saya itu bagus gitu kan e istilahnya apa ya e…menjalankan sesuatu itu kalau masih ada yang ganjel dan tidak ada yang merestui kan nggak ada berkahnya gitu kan.”(SO1.Y/W1.1020-1027)

Adapun alasan yang ketiga munculnya dukungan suami kepada Lintang adalah persepsi-persepsi. Pertama, adanya persepsi dari Lintang bahwa suami memahami sifat dan wataknya yang memang sejak SMA suka berkegiatan. Sehingga suami tidak melarang Lintang untuk berkarir, meski pun suami memiliki hak untuk melarang istrinya berkarir di luar rumah atau menjadi ibu rumah tangga. Suami menyadari bahwa Lintang nyaman saat memiliki banyak kegiatan di luar rumah, karena Lintang adalah orang yang cenderung mudah bosan ketika berada di rumah. Selan jutnya, fakta bahwa Lintang adalah lulusan STPDN yang basis pendidikannya mengedepankan kedisplinan dan memang lembaga tersebut bertujuan untuk mencetak kader-kader yang mengurusi pemerintahan dalam negeri, selain karena terdapat ikatan dinas setelah lulus.

“Dan yang kedua karena basic pendidikan dia kan dari STPDN yang memang istilahnya ada ikatan dinas yang mengharuskan dia untuk..untuk sebagai PNS.”

Berangkat dari alasan-alasan diatas, Lintang dapat menjalankan peran di luar rumah dengan nyaman karena suami dapat memahami dirinya. Selain itu, tidak adanya tuntu tan dari keluarga kepada Lintang untuk meraih karir setinggi-tingginya membuat Lintang tidak merasa tertekan.

“Ya apasih yang kita kejar Mbak toh dari keluarga juga tidak nuntut saya harus apa namanya meraih karir setinggi­tingginya..nggak. Jadi jalanin aja gitu.”(N1.L/ W1.1178-1182)

e. Dinamika Dukungan Keluarga

Adanya dukungan dari keluarga membuat Lintang merasa nyaman dalam menjalankan peran di luar rumah sebagai lurah. Kenyamanan tersebut membuat Lintang betah dalam menjalankan kerja-kerja kepemimpinannya. Tidak ada rasa berat bagi Lintang ketika harus pulang ke rumah pada malam hari atau berangkat pada sore hari.

“Nyaman. Kemudian menjalankan tugas itu happy gitu, nggak ada rasa berat ke kantor berat, e harus pulang malam berat gitu nggak. Jadi, nyaman aja, oh memang ada saatnya saya harus di kantor, ada saatnya saya harus pulang sore, ada saatnya saya harus berangkat malam gitu, enjoy aja.” (N1.L/W3.410-425)

Keadaan keluarga yang memahami peran Lintang serta dukungan dari suami membuat Lintang merasa bahwa nilai pribadi Lintang di mata masyarakat menjadi naik. Sebagaimana penuturan Lintang saat suami berkesempatan untuk mengantar Lintang pergi ke kegiatan masyarakat, hal tersebut menjadi bukti bahwa posisi Lintang mendapatkan

dukungan dari suami.

“Saya membawa beliau di saat acara­acara saya juga tahu bahwa ini nggak bakal turun dari mobil nih cuman saya hanya ingin menunjukkan bahwa e… suami saya itu ada, bahwa e saya disini itu di support, bahwa saya disini itu e…apa namanya e atas izin suami saya. Meskipun suami saya tidak ikut tampil bersama saya karena memang bukan sosok dia yang dibutuhkan disitu gitu. Dan itu memang sangat membantu dan memperbaiki image saya sebagai public igure gitu. Jadi sosok saya sebagai seorang lurah meskipun yaa public igure nya ecek­ecek lah ya, nggak seberapa berpengaruh tapi e dengan apa namanya hadirnya adanya dia, cuman ngantar ngedrop misalnya gitu atau nanti dijemput gitu tuh membuat nilai..nilai pribadi saya menjadi naik gitu. Karena masyarakat kita kan masih, kulturnya itu kan masih menomorsatukan keluarga. ”(N1.L/W3.917-937)

Hadirnya suami sebagai pendamping yang mengan-tarkan Lintang ke kegiatan masyarakat, membuat image

Lintang sebagai public igure menjadi lebih baik. Nilai pribadi Lintang meningkat karena kultur yang masih berlaku di masyarakat Indonesia yakni menomorsatukan keluarga. Ketika masyarakat melihat dengan pengalaman mereka sendiri bahwa suami mengantarkan Lintang sebagai wujud nyata dukungan dari suami, maka menandakan terjalinnya hubungan yang harmonis dan saling mendukung antara Lintang dan suami dalam keluarga. Sehingga masyarakat semakin yakin bahwa Lintang dapat memimpin mereka dengan baik karena keluarganya sendiri juga harmonis. Namun demikian, jika keadaan tidak memungkinkan suami untuk mengantar, Lintang berangkat sendiri dengan

tanpa merasa kehilangan dukungan dari suami.

Kesibukan Lintang sebagai seorang Lurah membuatnya semakin sadar bahwa waktu berkumpul bersama keluarga menjadi lebih sulit didapatkan, sehingga Lintang kini bisa lebih menghargai waktu. Selain itu, menjadi lurah dalam perspektif Lintang adalah sebuah kebanggaan. Jiwa Lintang terpanggil untuk melakukan kerja-kerja yang dekat dengan masyarakat, serta menjadi lurah adalah sebuah prestasi tersendiri bagi dirinya.

“Tercapai hak saya hingga saat ini meskipun ini hanya sekedar tampuk pemerintahan yang paling kecil, itu bagi saya merupakan suatu prestasi.” (N1.L/W1.581) Selain itu, Lintang juga berkomitmen untuk tidak ingin menjadi lurah yang arogan. Sebagai pemimpin perem puan, Lintang berusaha untuk menjalankan ke-pemim pinan sesuai dengan pembawaan atau ciri khasnya.

“Saya dari awal sudah berkomitmen dengan diri saya pribadi bahwa e saya tidak mau menjadi lurah yang arrogant.” (N1.L/W1.1373-1376)

f. Permasalahan yang Dihadapi

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa Lintang menghadapi permasalahan/ tan-ta ngan yang terbagi menjadi tiga ranah, yakni internal rumah tangga, eksternal terkait dengan peran sebagai lurah, serta permasalahan afeksi yang dirasakan oleh Lintang. Permasalahan afeksi yang dialami yaitu Lintang merasa lelah dengan banyaknya aktivitas dalam menjalankan peran sebagai lurah.

“Capek. Saya baru 7 bulan disini, 6 bulan 7 bulan aja rasanya e udah capek memang karena kegiatannya banyak.”(N1.L/W1.1134-1137)

Permasalahan afeksi yang lainnya yaitu Lintang merasa perih hatinya ketika anak-anak meminta ditemani tetapi terbentur dengan peran publik Lintang, seperti rapat.

“Kadang ada juga sih Mbak rasa­rasa kecewa, rasa­rasa kalau pas anak­anak pingin apa terus saya nggak bisa penuhin gitu perih juga disini tuh rasanya tuh. Kadang mereka pingin e pingin main kesana ditemenin sama Bunda gitu, saya nggak bisa karena ada rapat.”(N1.L/ W1.983-988)

Lintang juga seringkali terlambat menjemput anak yang bersekolah di SD Syuhada. Lintang merasa menangis di dalam hati karena hal tersebut. Namun demikian, Lin-tang masih merasa agak tenang karena kedua anaknya manut untuk tidak ikut pulang dengan siapapun kecuali dijemput olehnya atau orang yang memang diminta untuk menjemput mereka. Suatu ketika anak Lintang pernah dijemput oleh salah satu staf kelurahan karena saat itu narasumber sedang rapat dengan walikota. Namun, sang anak benar-benar tidak mau ikut, tetapi setelah Lintang telefon dan mengatakan jika staf tersebut memang diminta untuk menejemput, anak-anak baru bersedia ikut.

“Entah main apa, tidur bahkan sampai tidur di bangku di depan sekolah itu pernah sampai setengah 6 coba itu gimana, karena waktu itu rapat dengan walikota nggak bisa saya tinggal, e saya nggak bisa berdiri kemudian keluar. Nah itu akhirnya mereka sampai setengah 6 di sekolah. Wuaah itu kalau dalam hati itu rasanya nangis

itu Mbak, di jalan udah waau udah ngebut udah nggak karuan.” (N1.L/W1.1036-1044)

Belum lagi jarak antara kantor kelurahan dengan se-kolah anak yang cukup jauh dan juga melewati jalan-jalan yang rawan crowded ketika sore hari menambah kepanikan Lintang. Jarak dari kantor ke sekolah ditempuh selama kurang lebih 20 menit, dan jarak dari sekolah ke rumah Lintang bisa ditempuh selama kurang lebih 30 menit. Sedangkan jarak dari rumah ke kantor ditempuh dalam waktu kurang lebih 20 menit. Lintang melakukannya setiap hari.

Permasalahan selanjutnya yang dihadapi oleh Lintang adalah permasalahan internal keluarga yaitu Lintang seringkali harus mendahulukan kepentingan kantor dari-pada pulang ke rumah. Dalam hal ini Lintang berusaha untuk memberikan pengertian kepada kedua anaknya me ngenai perannya sekarang sebagai lurah. Bahwa karena Lintang tidak bisa menemani anak-anak secara penuh, Lintang memberikan pondasi-pondasi tanggung jawab kepada anak-anaknya. Oleh sebab itu, anak-anak sering di bawa ke kantor.

“Dan saya berusaha memberikan pengertian pada anak­ anak bahwa bundanya ini sekarang tugasnya tuh begini.. begini..begini. Kadang­kadang harus e apa namanya harus mendahulukan kepentingan kantor daripada pulang dulu ke rumah, aah dengan bahasa anak­anak tentunya.”(N1.L/W1.949-956)

Sebagai public igure, Lintang seringkali harus pergi ke kegiatan masyarakat. Hampir setiap hari Lintang keluar sore, berangkat malam, sehingga Lintang sering kepikiran

urusan rumah. Lintang tidak selalu bisa menemani anak-anak dalam belajar, namun Lintang sudah mengarahkan kepada mereka mengenai hal-hal apa saja yang harus dikerjakan selama ditinggal Lintang pergi. Namun demi-kian, ketika tugas tersebut didelegasikan kepada suami, suami belum bisa dipasarahi sehingga saat Lintang pulang situasi belum berubah. Anak-anak tidak melakukan arahan Lintang dan rumah pun menjadi tidak tertata.

Saat apa kegiatan kantor sangat banyak, setiap hari saya harus keluar sore, harus berangkat malam, itu ada saat­saat tertentu, rumah gimana ini karena suami dan anak­anak itu memang belum bisa dipasrahi. Kalau saya tinggal kan pasti rapi, bersih, nggak rapi­rapi banget sih paling tidak sudah tertata, oh ini harus begini harus begini harus begini, e abang sama adek harus nanti bunda pulang harus jadwal udah harus ditata, udah harus makan, udah harus mandi, udah harus ganti baju dan segala macam. Nah, kalau saya tinggal sama suami malah nggak jalan itu, malah udah dibiarin aja. Nanti pulang­pulang jam 10 malem gitu, eh anak­anak udah ngerjain PR belum ?, nggak tahu tuh ada PR atau nggak (ketawa) tata jadwal nggak tadi habis main bobok.”

(N1.L/W3.431-449)

Selain itu, permasalahan internal keluarga yang di-hadapi oleh Lintang adalah suami yang sering pergi ke luar kota/ luar negeri karena tuntutan pekerjaan. Sehingga dalam menjalankan peran Lintang seringkali melakukannya sendiri. Sebagaimana yang terlihat di media sosial, Lintang sering memposting foto-foto seli dengan caption bertema kesen dirian atau caption yang menggambarkan Lintang hanya sedang bertiga saja bersama kedua anaknya.

“Selain itu, ada foto­foto narasumber bersama dengan kedua anaknya atau narasumber seli. Di foto yang tampak narasumber bersama dengan kedua anaknya tertulis caption, “masih bertiga aja (emot senyum).” Pada foto lain yang hanya inframe narasumber tertulis caption, “Ritual sabtu pagi, one of cofe…one book of romantic story, some pieces of malkist, and a bunch of feeling that I would scream that I miss you…Kamu… aku mencintaimu. #ngopi_sendiri #lebay_padahal_ cuma_nunggu_cuci_mobil.”. Pada postingan terakhir foto nampak caption yang berbunyi, “Nemenin kamu… iyaaa, kamu #yang_ditemenin_entah_kemana (emot terbelalak).” Pada foto lain yang terlihat narasumber selie di dalam mobil tertulis caption, “Nungguin kamu…iya, kamu.”(N1.L/OB-4.44-64).

Lintang juga menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan peran sebagai lurah atau permasalahan eks-ternal. Lintang mengatakan bahwa ia tidak bisa pamit dari undangan kegiatan di masyarakat saat hari libur yaitu hari sabtu atau minggu. Padahal pada hari libur Lintang mengalokasikan waktunya untuk quality time

dengan keluarga. Oleh sebab itu, Lintang menekankan ke pada masyarakat supaya tidak membuat acara di hari libur, karena Lintang sebagai sosok yang diharapkan hadir ketika ada undangan kegiatan di hari libur mau tidak mau narasumber harus memenuhi undangan tersebut. Lintang tidak bisa pamit sebagaimana warga lainnya, sehingga tetap menghadiri meskipun pamit lebih awal karena terbentur dengan acara yang lain. Terkadang Lintang menggunakan alasan adanya agenda lain padahal nyatanya pulang ke rumah.

Itu edukasi juga kepada masyarakat, saya senjatanya gitu. Kita semua butuh quality time dengan keluarga gitu. Mereka kan bisa, mereka bisa pamit karena yang diundang kan banyak. Satu dua orang pamit mereka mau ada acara dengan keluarga bisa. Nah saya ?, saya kan nggak bisa karena saya sekali lagi adalah sosok yang memang diharapkan hadir. Nanti saya kan nggak bisa pamit kalau kayak gitu kan.” (N1.L/W1.1098-1104)

“Ya itu resiko Mbak, saya kalau memang saya diharap­ kan hadir sebisa mungkin ya saya, tapi ya itu tadi tidak bisa sampai selesai. Karena saya juga harus di tempat lain. Kadang saya jadikan alasan juga sih, ada acara di tempat lain padahal pulang. Ya nakal­nakalnya lurah cuma bisa begitu aja.”(N1.L/W1.1121-1127)

Disisi lain, Lintang juga harus bisa menempatkan diri. Sebagai public igure narasumber 1 dituntut untuk bertemu dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang dan pemikiran yang berbeda-beda. Lintang harus bisa menahan emosi dan apa-apa yang dirasakan saat sedang ber hadapan dengan masyarakat, meskipun ketika itu sedang merasa lelah, Lintang tetap harus tersenyum dan ter lihat oke. Oleh karena itu, Lintang benar-benar harus bisa mengendalikan diri, berdamai dengan diri sendiri atau memanajemen emosi supaya tidak menjadi pemimpin yang arrogant, seperti yang dicita-citakannya.

Selain itu, sebagai lurah berusia relatif muda dengan isik yang masih tampak cantik, membuat Lintang me-miliki penggemar di masyarakat. Lintang merasa tidak nyaman dengan gaya bahasa penggemar yang menurutnya tidak sopan. Meskipun Lintang merasa tidak nyaman, namun Lintang juga tidak bisa menghilangkannya begitu

saja. Lintang mengatakan jika dirinya membutuhkan tenaga ekstra untuk menghadapi gangguan dari orang lain yang sekaligus juga tidak bisa dihindari.

“Jadi e dari gaya bahasanya itu sudah tidak sopan, tapi saya tidak bisa menghindar dari seperti itu. Saya sendiri merasa tidak nyaman, tapi saat saya emm…nggak bisa diilangi gitu, jadi tidak bisa, tidak bisa semata­mata saya kemudian nggak suka terus saya blokir,saya ini, tidak bisa.”(N1.L/W3.606-613)

Tantangan lain yang dihadapi oleh Lintang sela-njutnya terkait dengan faktor usia Lintang yang masih muda dibandingkan dengan staf-staf lainnya di kelurahan. Menurut Lintang, faktor usia muda memang tidak meng-ganggu tetapi mengganjal bagi sebagian rekan di kantor. Dalam pandangan Lintang yang mencontohkan bahasa rekan kerjanya, Lintang dianggap masih anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Lintang mengakui bahwa dari segi pengalaman memang rekan-rekan kantor sudah jauh lebih berpengalaman darinya. Sehingga Lintang merasa bahwa penerimaan rekan-rekan kantor dengan memanggil dirinya menggunakan sebutan “Bu” saja sudah cukup membuat Lintang merasa diterima.

g. Dampak Dukungan keluarga terhadap Kepemimpinan Lintang

Dengan adanya dukungan yang diberikan oleh ke-luarga serta rekan kerja dan masyarakat berdampak terhadap kesejahteraan psikologis yang dirasakan oleh Lintang. Duku ngan secara penuh yang diberikan oleh suami mem-buat Lintang merasa nyaman dalam menjalankan peran

sebagai lurah. Lintang merasa bahagia menjalankan se-rang kaian aktivitas di kantor, tidak merasa berat ketika harus pulang di malam hari. Ada saatnya Lintang harus di kantor, berangkat sore, pulang malam, dan seterusnya. Keluarga pun sudah bisa memahami tugas Lintang sebagai

public igure.

“Ya nyaman berarti kan…nyaman. Kemudian men­ jalankan tugas itu happy gitu, nggak ada rasa berat ke kantor berat, e harus pulang malam berat gitu nggak. Jadi, nyaman aja, oh memang ada saatnya saya harus di kantor, ada saatnya saya harus pulang sore, ada saatnya saya harus berangkat malam gitu, enjoy aja karena semuanya udah berjalan, udah bisa nerima lah masing­masing, oh memang tugasnya bunda tuh seperti itu, anak­anak juga seperti itu, oh nanti kapan­kapan kalau misalnya saya tawarkan ikut, mau ikut mereka ikut, kalau tidak ya tidak. Ada komunikasi­komunikasi seperti itu. Nyaman pokoknya kenyamanan.”(N1.L/ W3.410-425)

Sementara itu, sosok Lintang juga dikenal sebagai pe mimpin yang bisa leksibel sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Dalam persepsi staf, Lintang bisa memimpin dengan serius dan staf tidak merasa takut, namun mereka tetap segan padanya.

“Ya gimana ya jadi memang rodo santai tapi serius dalam artian kita nggak, nggak merasa takut, tapi kita juga segan gitu lho. Jadi ya beliaunya bisa menempatkan diri dan kita juga hormat, istilahnya tidak takut, tapi ya kita bisa guyon juga gitu. Jadi enak lah, apa ya istilahnya santai kaitannya dengan itu tapi waktunya mereka koordinasi ya koordinasi.”(SO2.H/W1.16-23)

5. Dinamika Dukungan Keluarga pada Sofa

Dalam dokumen DINAMIKA DUKUNGAN KELUARGA PADA PEMIMPIN (Halaman 125-138)