• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identitas Narasumber 1 (Lintang)

Dalam dokumen DINAMIKA DUKUNGAN KELUARGA PADA PEMIMPIN (Halaman 79-91)

Hasil PenelitianBAB IV

C. Hasil Penelitian

1. Identitas Narasumber 1 (Lintang)

Lintang merupakan seorang perempuan yang saat ini beru-sia 35 tahun. Lintang lahir di Yogyakarta tepatnya pada tanggal 8 Juni 1982 dan berlatar belakang pendidikan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Saat ini Lintang men-jabat sebagai Lurah di Kelurahan Rejowinangun, Kotagede dan merupakan salah satu lurah termuda di Kota Yogyakarta. Lintang diangkat menjadi lurah sejak tanggal 3 Januari 2017. Lintang dan keluarga tinggal di daerah Jalan Imogiri Barat km. 8. Suami adalah seorang pilot di penerbangan sipil yang sebelumnya berangkat dari dunia militer. Narasumber telah memiliki 2 orang anak laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Sebagai istri dari seorang pilot, Lintang sering ditinggal suami pergi bertugas ke luar kota dan terkadang luar negeri. Sebelum berangkat ke kantor, tiap pagi Lintang juga harus menyiapkan segala keperluan anak-anak dan mengantarkan mereka ke sekolah.

Lintang yang saat ini merupakan pemimpin perempuan yakni seorang lurah, memiliki postur tubuh yang proporsional, tidak terlalu kurus dan tidak gemuk. Tinggi badan Lintang sekitar 156 cm dan mengenakan hijab. Lintang tidak memiliki

kecacatan tubuh yang tampak dari luar, wajah narasumber terlihat fresh dengan balutan make up yang rapi dan simpel. Lintang merupakan orang yang ramah terhadap orang lain termasuk dengan orang yang baru dikenal. Ini dapat terlihat dari bagaimana cara Lintang menyambut peneliti yang datang ke ruangannya. Lintang bahkan membukakan pintu dan me-nyambut peneliti di samping pintu sebelum peneliti masuk ke dalam ruangan, mengulurkan tangan untuk berjabat tangan sambil tersenyum dengan terlihat giginya, sembari mem-persilahkan peneliti untuk duduk. Bila dilihat secara langsung, Lintang terlihat lebih muda daripada yang tampak di foto dan terlihat cantik.

Selain itu, Lintang juga cenderung orang yang supel, terbuka dan apa adanya. Lintang menjawab setiap pertanyaan pe neliti dengan uraian yang panjang, nada bicaranya tegas dengan tempo yang cenderung cepat, diksi yang tepat serta tampak antusias. Dari cara bicaranya, Lintang juga orang yang sopan. Hal tersebut dapat terlihat ketika di tengah sesi wawan cara Lintang mendapatkan telefon dari seseorang yang kedengarannya adalah staf Lintang, yang berusia lebih tua. Lintang memberikan isyarat tangan kepada peneliti dan menga-takan, “Sebentar ya Mbak, saya mengangkat telfon dulu”, lalu menjawab dengan bahasa Jawa krama dengan diselingi bahasa Indonesia.

Ruangan Lintang terpisah dengan staf-staf yang lain. Rua-ngan Lintang berukuran sekitar 4 x 4 m dan terdapat jendela pada dua sisi temboknya, serta dilengkapi dengan 2 pintu kaca tebal. Di dalam ruangan terdapat meja berwarna coklat dan kursi kerja berwarna hitam, komputer, tumpukan dokumen, loker berwarna abu-abu yang menurut penuturan Lintang,

loker tersebut berisi peralatan mandi dan beberapa baju ganti miliknya dan anak-anak. Selain itu, ada sofa berwarna hijau tua beserta bantalnya berwarna krem kecoklatan dengan motif timbul pada keduanya. Karpet warna senada dengan meja kaca yang diatasnya terdapat air mineral gelas, tissue serta stoples kue kering dan terdapat cermin vertikal di samping pintu ruangan bagian dalam. Ruangan Lintang juga terasa sangat tenang dan sejuk karena di dalamnya dilengkapi pendingin ruangan (AC). Keharuman ruangan pun terjaga dengan adanya parfum dinding yang secara otomatis menyemprotkan isinya tiap beberapa menit sekali.

Interaksi Lintang dengan staf-staf di kelurahan juga terlihat baik dan diantara mereka saling menghormati. Hal itu terlihat ketika peneliti datang ke kelurahan dan bertemu dengan staf

front oice yang tampak lebih tua dari pada usia Lintang, pe-neliti mengungkapkan maksud dan tujuan pepe-neliti datang ke kelurahan. Kemudian, staf front oice meminta peneliti untuk menunggu sebentar karena beliau akan mengonirmasi dan melihat kondisi Lintang terlebih dahulu.

Interaksi yang akrab juga tampak ketika peneliti sedang menunggu Lintang yang baru saja mengambil air wudhu untuk sholat dan dari ruang tunggu terdengar Lintang mengobrol dengan para staf tentang peristiwa yang dialami oleh Lintang di hari kemarin. Obrolan tersebut diselingi tertawa yang ter-dengar cukup kencang. Selain itu, suasana kekeluargaan juga tampak diwujudkan oleh Lintang dengan adanya kegiatan senam bersama setiap hari Jum’at pagi. Sebagaimana yang ter-lihat oleh peneliti ketika menemui Lintang pada hari Jum’at siang, Lintang terlihat masih mengenakan baju dan celana training, jilbab warna pink, sandal jepit, serta wajah tanpa

polesan make­up. Ketika peneliti mengonirmasi tentang hal ter sebut, Lintang mengatakan bahwa paginya Lintang dan staf melakukan senam bersama.

Hubungan antara Lintang dan suami juga tampak harmo nis dan layaknya anak muda. Ini terlihat di pertemuan selanjutnya ketika peneliti hendak mewawancarai suami Lintang. Sebelumnya Lintang mengatakan kepada peneliti jika ingin mewawancarai suaminya harus segera karena suami akan bertugas ke luar negeri yakni ke Malaysia, sehingga peneliti bisa mewawancarai bersamaan saat suami menjemput Lintang di kantor. Suami tampak lebih banyak diam daripada Lintang yang terlihat memiliki kemampuan public speaking yang bagus. Pada saat itu, peneliti melihat Lintang mendapatkan dukungan instrumental dari suami yaitu Lintang dijemput oleh suami di kantor. Serta, dukungan emosional karena Lintang dan suami akan jalan-jalan selepas pulang dari kantor.

Selanjutnya, peneliti mengobservasi media sosial Lintang yaitu Instagram. Lintang terlihat cukup aktif memposting foto-foto dengan caption yang simpel, padat dan romantis. Sampai sejauh pengamatan peneliti terhadap akun Instagram Lintang, terdapat sejumlah 76 posts dengan inframe bersama keluarga sebanyak 15 foto. Sepuluh foto diantaranya adalah foto Lintang berdua dengan suami, sedangkan 5 lainnya yaitu foto keluarga yang terdiri dari narasumber, suami, dan kedua anak mereka.

Dalam foto-foto tersebut terlihat kebersamaan Lintang bersama suami saat mereka tampak berada di Bali, makan ber-sama, terlihat sedang jalan-jalan berdua, foto dengan berlatar helikopter dan suami memakai seragam pilot, foto yang per-nah diambil oleh peneliti saat wawancara dengan suami dan

Lintang di kantor, serta foto-foto yang menunjukkan keber-samaan Lintang dengan suami dan kedua anaknya. Berkeber-samaan dengan foto Lintang, peneliti juga menemukan caption bernada romantis sekaligus menunjukkan dukungan emosional pada Lintang. Caption­caption tersebut diantaranya berbunyi, “Never worried I’ve got you on my back”, yang tertulis di foto dengan pose Lintang sedang duduk di kursi kerja dan suami yang berdiri dibelakangnya. Di salah satu foto lain, Lintang me nulis kan caption, “Saat kau lihat sabit hari ini, akan ada purnama esok hari. Kamu, aku mencintaimu.” yang ditujukan Lintang kepada suaminya. Selain itu, komentar-komentar netizen terhadap postingan Lintang juga terlihat positif. 2. Identitas Narasumber 2 (Sofa)

Berdasarkan pembacaan peneliti di naskah ringkasan di-sertasi, dapat diketahui bahwa Sofa merupakan perempuan yang berusia 39 tahun. Sofa lahir di Yogyakarta, 15 Januari 1978. Latar belakang pendidikan Sofa adalah Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora, Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Saat ini Sofa menjabat sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) di Universitas X di Yogyakarta, Pemimpin Redaksi Suara ‘Aisyiyah dan sekretaris 2 Badan Pengelola Harian Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (BPH PUTM). Sofa menjabat sebagai Kaprodi sejak tahun 2015, sedangkan diangkat menjadi Pimred Suara ‘Aisyiyah pada tahun 2016. Di tahun yang sama pula Sofa diminta untuk menjadi BPH PUTM, selepas Sofa menye lesaikan program doktor dan berangkat haji. Sofa dan keluarga tinggal di daerah Jalan Kaliurang Km. 12. Suami adalah seorang dosen di UGM serta Konsultan BI di Jakarta. Sofa dan suami memiliki 2 orang anak. Anak pertama masih

duduk di bangku kelas 3 SMP, sedangkan anak kedua masih kelas 3 SD. Sebagai istri dari seorang dosen dan konsultan, Sofa dan kedua anaknya sering ditinggal pergi ke luar kota oleh suami. Ditambah dengan peran-peran transisi yang harus dijalan kan Sofa, sehingga membuatnya dihadapkan dengan banyak pilihan antara kepentingan keluarga, organisasi atau kampus.

Sofa yang saat ini merupakan pemimpin perempuan yakni seorang Ketua Prodi (Kaprodi) sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Suara ‘Aisyiyah memiliki postur tubuh yang kecil dan cenderung berisi. Tinggi badan Sofa sekitar 153 cm serta tidak memiliki kecacatan isik yang tampak. Wajah Sofa terlihat fresh dan natural dengan mengenakan make up yang pas. Sofa tampak sering mengenakan hijab pashmina dengan warna-warna yang lembut. Sofa merupakan orang yang ramah dan lembut terhadap orang lain. Hal ini terlihat dari pertama kali peneliti chat dengan Sofa melalui What’s App. Pada saat itu Sofa merespon dengan segera dan mengatakan sangat boleh jika peneliti hendak mewawancarainya. Pada jam yang telah disepakati, tiba-tiba Sofa ada agenda mendadak lalu Sofa mem batalkan pertemuan tersebut. Kemudian Sofa meminta maaf kepada peneliti dengan kata maaf yang panjang. Selain itu, sifat kalem dan lembut Sofa juga tampak dari caranya menjawab pertanyaan peneliti. Sofa selalu menjawab dengan intonasi yang santai dan nada rendah. Sesekali diselingi tawa atas jawaban-jawaban yang dilontarkannya sendiri. Sofa juga tidak segan-segan untuk menuliskan hal-hal yang dijelaskan kepada peneliti supaya peneliti lebih paham.

Sebagaimana terlihat saat Sofa menjelaskan tentang kunci keluarga sakinah yang dipegang oleh Sofa dan keluarga yakni

“Guci Lengo Kayu Gapuk”, Sofa menuliskan istilah tersebut di sepotong kertas kecil. Sofa menulis sambil menjelaskan maksudnya kepada peneliti. Selain itu, keramahan dan kebaikan Sofa juga terlihat saat Sofa menawari peneliti untuk ikut di ke-giatan rapat rutin mingguan majalah Suara ‘Aisyiyah. Ketika itu, Sofa terlihat datang bersama dengan anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki. Sofa tampak sehabis menjemput anaknya, karena anak Sofa masih mengenakan seragam Hizbul Wathon (HW) dan membawa tas. Saat hendak memulai rapat, peneliti masuk ke dalam ruangan dan menyalami Sofa. Sofa tampak tersenyum saat melihat peneliti benar-benar datang. Setelah rapat dibuka, Sofa menyapa peserta rapat satu-persatu termasuk menyapa peneliti dan menyebutkan nama peneliti di hadapan forum.

Tidak hanya itu saja, Sofa juga berusaha memperkenalkan anaknya kepada peneliti dengan berkata ke anak, “Dek itu Mbak Fiya mau wawancara kamu.” Kemudian peneliti me-nyambut stimulus Sofa dan mengatakan “Iya..” sambil berkenalan dengan anak Sofa. Hingga akhirnya peneliti bisa ber canda, mengonrol, dan memfoto sang anak, meskipun setelah dihapus olehnya. Kesempatan selanjutnya, Sofa juga menawari peneliti apakah peneliti ingin wawancara dengan anak pertama atau tidak. Jika peneliti hendak mewawancarai anak pertamanya, peneliti ditawari untuk menginap di rumah yang kemudian langsung disambut dengan penuh antu sias oleh peneliti. Meskipun Sofa bersikap lembut dan penyabar, namun Sofa tetap tegas dalam urusan-urusannya. Sebagai-mana yang terlihat saat Sofa memimpin rapat kemudian pem-bahasan menjadi melebar, Sofa langsung angkat bicara dan mengembalikan pembahasan ke poin inti.

Sofa dan keluarga tinggal di daerah Jalan Kaliurang Km. 12. Rumah Sofa tergolong besar dengan ukuran kurang lebih 11 x 15 m2 ditambah dengan taman di sisi depan dan belakang rumah. Disana terdapat bangunan berupa rumah utama, garasi yang berisi 2 mobil dan 1 motor, mushola yang terlihat seperti saung, serta kamar belakang yang ditempati orang yang bantu pekerjaan di rumah. Di bagian depan rumah terdapat halaman yang cukup luas dengan rumput-rumput hijau yang tampak terawat, tanaman bunga di pot-pot serta pohon buah. Begitu pula di sisi belakang rumah, terdapat taman yang terasa asri, nyaman, dan bersih. Ada rumput-rumput hijau yang terawat, tanaman bunga di pot-pot, pohon buah, kolam ikan, lampu taman, tempat genset, serta ayunan berwarna putih yang terletak di tengah taman menghadap serong arah barat daya.

Tidak hanya itu saja, letak dapur di rumah Sofa juga ter-buka dengan langsung menghadap ke taman belakang begitu juga dengan meja makan yang terbuka dan menghadap ke taman. Meja makan tersebut juga berfungsi sebagai tempat belajar dan les privat anak narasumber. Hal ini terlihat dari ada nya papan tulis berukuran cukup besar yang bisa pindahkan dengan cara di dorong sekaligus ada penghapusnya. Sementara itu, interior rumah Sofa juga memberikan kesan ketenangan dan kehangatan keluarga. Hal ini terlihat dari adanya foto-foto keluarga yang terpampang di dinding, kursi sofa dan permadani di ruang tv beserta aneka camilan di mejanya. Ada satu foto keluarga berukuran sekitar 50 x 30 cm yang bernuansa pink tertempel di dinding, di atas tv. Di ruang tengah juga terdapat ruang lesehan keluarga yang disampingnya terdapat kolam dengan dinding timbul berwarna hitam dan atap terbuka. Di rumah Sofa tampak pintu kaca memanjang dengan gorden

berwarna krem, sehingga dari dalam rumah bisa langsung me-lihat ke halaman belakang.

Di dalam rumah utama, terdapat empat kamar tidur, perpustakaan pribadi, ruang keluarga, ruang tamu, kolam, dan kamar mandi. Suasana di rumah Sofa terasa tenang, terlebih pada malam hari, sehingga sangat nyaman untuk belajar atau membaca. Ini terasa saat peneliti melihat anak pertama Sofa sedang mengerjakan tugas di dalam perpustakaan pribadi lalu peneliti ikut masuk ke dalam untuk melihat kondisinya. Perpustakaan pribadi di rumah Sofa terlihat rapi, bersih dengan rak buku berwarna putih yang menjulur sampai langit-langit, dan semuanya penuh berisi buku. Ditengahnya terdapat meja baca dan lampu berbentuk bulat menggantung yang terlihat cantik dan indah. Peneliti mengamati aktivitas anak pertama Sofa yakni sedang menyalin cerpen yang ditulisnya. Tak hanya di rumah Sofa yang tampak nyaman dengan berbagai interior yang homey, di ruang kerja Sofa juga mendapatkan sentuhan serupa. Sebagaimana yang terlihat oleh peneliti saat pertama kali masuk ke kantor Sofa. Tepat disebelah kiri pintu masuk adalah ruang tamu yaitu sofa berwarna hitam beserta bantal-bantal bermotif bulan bintang warna kuning, serta meja kaca yang juga terdapat taplak meja di tengah-tengah dengan motif yang serupa, sehingga kantor terkesan homey.

Interaksi antara Sofa dengan kedua anak di rumah terlihat sangat dekat, sosok Ibu yang penyabar, tidak suka marah/ me-ngomel kepada anak tapi masih tetap terlihat tegas, serta bisa menjalankan berbagai peran terkait urusan teknis. Ini tampak saat anak pertama Sofa sedang belajar di ruang makan yang disitu sedang ada peneliti, kemudian anak kedua diminta untuk mengerjakan PR di dalam kamar, tetapi anak kedua ngeyel dan

enggan, Sofa tetap membiarkan anak sampai selesai apa yang ingin dia lakukan terlebih dahulu sebelum belajar. Ketegasan Sofa ditunjukkan saat anak pertama sedang menyalin cerpen yang akan dikirim untuk lomba. Sang anak cukup kritis saat diberi masukan sehingga Sofa menasehati dengan memberitahu cara menuliskan dengan benar tanpa ada stypo di kertas, jika masih ada stypo sebaiknya diulangi lagi karena hal tersebut akan berpengaruh ke penilaian dewan juri. Meskipun Sofa menasehati, pada akhirnya narasumber menyampaikan bahwa semua keputusan ada di tangan sang anak, Sofa hanya memberi tahu yang benar. Saat peneliti datang ke rumah, keadaan sore itu gelap karena ternyata sedang ada pemadaman oleh PLN, sehingga Sofa harus mencari penerangan alternatif. Sembari peneliti berbincang dengan anak pertama, Sofa tampak ber-jalan ke arah taman belakang untuk menyalakan genset dan beberapa kali terdengar genset sudah mulai menyala tetapi kembali mati. Kemudian peneliti melihat anak Sofa beranjak dari tempat duduk dan ikut menyusul ke lokasi genset.

Oleh karena peneliti juga penasaran, akhirnya peneliti mengikuti semua orang di rumah tersebut ke tempat genset. Disitu peneliti melihat bahwa Sofa mendapatkan dukungan instru mental dari anak dan mahasiswa yang membantu di rumah. Setelah genset berhasil menyala, Sofa kemudian berkata ke pada peneliti bahwasannya sebagai perempuan harus bisa melakukan apa saja, apalagi saat suami sedang tidak berada di rumah. Ketika itu, suami Sofa sedang di Pontianak. Tak lama kemu dian Sofa tampak menyalakan wastafel di dapur, tetapi ternyata air PDAM juga mati sehingga Sofa kembali mencari alternatif yaitu memutar kran air sumur. Oleh karena peneliti merasa tergerak hati untuk membantu akhirnya peneliti

mengikuti Sofa ke belakang untuk memutar kran sumur. Kran yang terlalu keras untuk diputar membuat Sofa kehabisan tenaga, akhirnya kran bisa diputar oleh peneliti. Setelah itu Sofa berkata kepada peneliti bahwa suami telah mendesain bangu nan rumah yang siap di saat kondisi mendesak dengan tanpa ada suami di rumah.

Selanjutnya, kepada anak-anak, Sofa menerapkan nilai-nilai religius serta turun tangan secara langsung dalam mene-mani mereka belajar. Sebagaimana yang terlihat oleh peneliti bahwa saat maghrib berkumandang, Sofa terdengar mengajak anak-anaknya untuk segera mengambil air wudhu dan men-dirikan sholat berjama’ah. Sofa bertindak sebagai imam dan anak kedua mengumandangkan iqomah. Sesaat sebelum sholat, anak kedua meminta Sofa untuk mengangkatkan kursi karena ternyata anak kedua sedang sakit lek sehingga lututnya sakit untuk melakukan sujud. Selesai sholat anak-anak terlihat sudah hafal dan fashih membaca do’a dan dzikir sesudah sholat. Di sisi yang lain, Sofa juga tampak turun tangan secara langsung dalam membimbing anak saat belajar. Ini terlihat ketika peneliti baru datang ke rumah kemudian melihat Sofa menjelaskan materi yang ditanyakan oleh anak. Begitu pula saat malam hari, Sofa tampak menemani anak kedua belajar di dalam kamar pun menidurkannya.

Selain itu, peneliti juga melakukan pengamatan di media sosial Sofa terutama facebook, karena Sofa lebih aktif di facebook

daripada media sosial yang lainnya. Antara Sofa dan suami tampak saling menge-tag foto dan status. Begitu pula dengan anak pertama Sofa yang sudah memiliki akun facebook. Dilihat dari status-status yang di tulis oleh Sofa, suami dan anak, menampakkan bahwa komunikasi antara anggota keluarga

berjalan dengan baik.

Sofa tampak mendapatkan dukungan emosional dari suami dan anaknya terkait dengan peran-peran yang dijalankan oleh Sofa. Ini dapat terlihat dari status yang pernah ditulis oleh suami dengan judul “Sang Pembelajar”. Status tersebut tertulis sebagai berikut: “Tidak mudah mengelola banyak peran. Dan hari ini, engkau membuktikan bahwa menjadi pem-belajar tidak dihalangi oleh peran-peran itu. Di saat-saat sulit, terutama saat anak-anak yang masih tumbuh dan belum akhil baligh, membutuhkan perhatian lebih, engkau bisa mengelola waktumu untuk terus belajar. Tidak mudah, tentu saja, menjadi mahasiswa S3 ketika perhatian harus bercabang. Sebagian dari yang menempuh jenjang itu, dan memerankan banyak peran, ada yang gagal, kesehatan menjadi tidak prima, atau mungkin keluarganya menjadi korban. Dan sejauh ini engkau bisa mengelolanya dengan baik. Selamat, hari ini engkau dikukuhkan menjadi doktor di bidang ilologi. Bidang ilmu yang sejauh ini saya tidak memahaminya. Dan mungkin, atau lebih tepat, karena itu, keluarga kita bisa memiliki pandangan yang beragam akan banyak hal. Semoga engkau semakin tawadhu dan kokoh. Semoga Allah memberi jalan terang dan kemudahan. Selamat (menge-tag akun narasumber), mitra dan sang belahan jiwa.”

Selain suami yang menulis status tentang Sofa dan

menge-tag akun facebooknya, Sofa juga melakukan hal yang serupa. Ini membuktikan bahwa relasi antara Sofa dan suami berjalan dengan harmonis. Sofa pernah menulis status dan mengunggah foto ke dalam album yang berjudul “Happy Family”. Dalam status tersebut Sofa mengungkapkan jika Sofa merasa ber-syukur memiliki suami yang telah menjadi partner lahir dan

batin Sofa. Status yang dimaksud berbunyi, “15 tahun sudah (15/10/2001-15/10/2016). Semakin cepat kita menikah, semakin banyak kebaikan yang bisa kita kolaborasikan dan kita raih bersama-sama (nama suami, 2001). Alhamdulillah sejauh ini kata-katanya terbukti dan cintanya teruji. Bersyukur ia telah menjadi partner lahir-batin terindah dalam kefanaan hidupku, dalam kebakaan kebahagiaanku.”

Selain antara Sofa dan suami, dukungan emosional juga ditunjukkan oleh anak pertama narasumber melalui puisi yang ia tulis dan diunggah ke akun facebooknya. Status tersebut berisi ucapan terimakasih dan dukungan sang anak dengan berharap semoga Sofa dapat menghadapi masalah dengan lancar (N2.S/ OB-4.23-27). Puisi tersebut berbunyi, “22 Desember, Hari Ibu. Aku memanggil ibuku dengan sebutan “mama”. Mama, Ma, selamat hari ibu. Semoga mama diberi kelancaran dalam menghadapi berbagai masalah. Ma, betapa banyak kebaikan yang telah mama lakukan kepadaku. Mama melahirkanku dengan kekuatan yang luar biasa. Bahkan mungkin laki-laki tidak bisa melakukannya. Ma, nasihatmu terkadang membuat

Dalam dokumen DINAMIKA DUKUNGAN KELUARGA PADA PEMIMPIN (Halaman 79-91)