• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 58-65)

BAB II PERKEMBANGAN DAN ANALISIS EKONOMI REGIONAL

C. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN MAKROEKONOMI DAN PEMBANGUNAN REGIONAL

Efektivitas kebijakan makroekonomi dan pembangunan Provinsi Papua Barat dapat diketahui dengan melihat kinerja dari setiap indikator yang ada dengan membandingkan antara target dan pencapaian dari setiap indikator yang ditetapkan oleh pemerintah

daerah dalam dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Selain itu, efektivitas kebijakan makroekonomi juga dapat diketahui dengan melihat pengaruh dari sebuah indikator makroekonomi dan pembangunan terhadap indikator lainnya.

C.1 Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan

Kinerja perekonomian daerah tercermin dari pencapaian target indikator makroekonomi dan pembangunan sebagaimana yang telah

ditetapkan pada dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dokumen RPJMD merupakan rencana pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah. Untuk Provinsi Papua Barat, dokumen RPJMD disusun untuk periode tahun 2017 – 2021. Sebagai penjabaran RPJMD tahun ketiga, Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat menetapkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019 yang memuat target indikator-indikator makro

dan kesejahteraan sebagai ukuran

keberhasilan selama satu tahun. Beberapa indikator makroekonomi dan pembangunan dalam RKPD yang menjadi target pemerintah daerah Provinsi Papua Barat pada tahun 2019 yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 7,0 persen, laju inflasi pada level 3,66 persen, gini ratio sebesar 0,42, tingkat kemiskinan sebesar 23,29 persen, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 63,64 dan tingkat pengangguran sebesar 6,42 persen.

Tabel 2.2

Kinerja Indikator Makroekonomi dan Pembangunan Provinsi Papua Barat Tahun 2019

Indikator Target RKPD Kinerja

Pertumbuhan Ekonomi (persen) 7,0 2,66

Inflasi (persen) 3,66 1,93

Tingkat Kemiskinan (persen) 23,29 21,51 Tingkat Pengangguran (persen) 6,42 6,24

Gini Ratio 0,42 0,381

IPM 63,64 63,74

Sumber: RPJMD, RKPD Provinsi Papua Barat dan BPS Provinsi Papua Barat (data diolah)

Indikator makroekonomi dan pembangunan Provinsi Papua Barat tahun 2019 yang mampu mencapai target yang ditetapkan pada dokumen RKPD diantaranya: tingkat inflasi yang berhasil dikendalikan sebesar 1,93, tingkat kemiskinan juga berhasil ditekan sebesar 21,51 persen. Demikian pula dengan IPM yang berhasil meningkat dan melebihi target pada angka 63.74. Selain itu, nilai gini ratio tercatat juga mampu mencapai target pada angka 0.381. Sementara indikator lainnya belum mencapai target yang ditetapkan seperti tingkat pengangguran yang mencapai 6,24 persen. Sama halnya dengan capaian tingkat pertumbuhan yang belum memenuhi target yang hendak dicapai dengan nilai indikator tersebut berada pada angka 2,66 persen.

35

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional C.2 Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Kemiskinan : Pendekatan Model Panel Data

C.2.1 Landasan Teori

Salah satu masalah perekonomian yang cukup rumit dan hampir terjadi di setiap negara yaitu tingginya angka kemiskinan. Terdapat tiga

penyebab utama timbulnya masalah

kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan ataupun keahlian. Kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif. Ketiga, penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan, 1983).

Sebagaimana dikatakan Nurkse, daerah yang terbelakang pada umumnya terjerat ke dalam lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty).

Menurut Nurkse, lingkaran kemiskinan

disebakan oleh rendahnya tingkat pendapatan sehingga menyebabkan tingkat permintaan rendah. Dengan tingkat permintaan yang rendah, mengakibatkan tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang rendah kembali

menyebabkan modal kurang dan produktifitas rendah. dan begitu seterusnya hingga membentuk sebuah lingkaran sebab akibat dari kemiskinan (Jhingan, 1983).

Dari berbagai teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh banyak ekonomi seperti Teori Harold Domar, Teori Solow, Teori Dorongan Kuat (Big Push Theory), dan Teori Rostow maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu: akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Investasi melalui penyerapan tenaga kerja baik oleh

swasta maupun oleh pemerintah,

perkembangan teknologi yang semakin inovatif dan produktif dan pertumbuhan penduduk melalui peningkatan modal manusia (human capital) diharapkan mampu mengurangi jumlah kemiskinan yang ada. Sehingga ketika terjadi pertumbuhan ekonomi yang berarti

terjadi pertumbuhan pendapatan atau

pertumbuhan produksi dari barang-barang yang dihasilkan maka diharapkan akan menurunkan kemiskinan dengan memutus mata rantai lingkaran kemiskinan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan produktifitas yang ada, sehingga

dengan kenaikan produktifitas maka

pendapatan per kapita juga akan naik yang pada akhirnya membawa pada penurunan tingkat kemisikinan.

C.2.2 Metode dan Hasil Estimasi

Untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua Barat menggunakan model sebagai berikut:

Tingkat Kemiskinan = f (Pertumbuhan Ekonomi)

Gambar 2.3 Lingkaran Kemiskinan Nurkse

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

36

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional Dari model di atas, dituangkan dalam model

persamaan ekonometrika sebagai berikut:

Log(Poverty) = β0 + β1Log(Growth) + ε

dimana:

Poverty = Tingkat Kemiskinan (persen)

Growth = Pertumbuhan Ekonomi (persen)

β n = Parameter atau koefisien regresi

ε = Variabel ganggguan

Penggunaan log model pada persamaan di atas bertujuan untuk mengetahui elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di mana koefisien β1, β2, dan β3 menunjukan persentase perubahan tingkat kemiskinan akibat persentase perubahan pengeluaran pemerintah (Gujarati, 2009). Adapun data yang digunakan berupa data panel yang merupakan gabungan antara data lintas waktu (time series) dari tahun 2015 – 2019 dan data lintas individu (cross section) seluruh kabupaten/ kota di Provinsi Papua Barat. Baltagi dalam Gujarati (2004) menyatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan dalam penggunaan data panel, yaitu :

1. Dengan mengkombinasikan time series dan cross section, data panel akan memberikan data yang lebih informatif, lebih variatif, dan mengurangi kolinearitas antar variabel, derajat kebebasan yang lebih banyak, dan efisiensi yang lebih besar.

2. Dengan mempelajari bentuk cross section berulang-ulang dari observasi, data panel lebih baik dalam rangka mempelajari dinamika perubahan.

3. Data panel dapat berinteraksi lebih baik dan mengukur efek-efek yang tidak dapat diobservasi dalam cross section murni maupun data time series murni.

4. Data panel memungkinkan kita untuk mempelajari model perilaku yang lebih

rumit.

5. Dengan membuat data tersedia dalam jumlah lebih banyak, data panel dapat meminimumkan bias yang dapat terjadi bila kita mengagregatkan individu ke dalam agregrat yang luas.

6. Secara garis besar data panel dapat memperkaya analisis empiris dengan berbagai cara yang mungkin tidak terjadi jika hanya menggunakan cross section atau data time series.

Metode yang digunakan untuk mengestimasi model di atas yaitu metode regresi data panel melalui program komputer Eviews 10. Ada beberapa teknik yang digunakan diantaranya metode ordinary least square, fixed effect dan random effect. Untuk menentukan teknik mana yang terbaik maka digunakan Uji Hausman. Ringkasan hasil Uji Hausman dapat dilihat pada tabel berikut (hasil lengkap Uji Hausman terdapat pada bagian Lampiran).

Tabel 2.3

Ringkasan Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.011090 1 0.9161

Sumber: Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan Uji Hausman di atas diperoleh nilai probabilitas Chi-Square di atas 5 persen yang menunjukan bahwa metode random effect merupakan pilihan terbaik untuk mengestimasi model yang ada. Selanjutnya, ringkasan hasil regresi dengan menggunakan teknik random effect adalah sebagai berikut (hasil lengkap estimasi terdapat pada bagian Lampiran).

37

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional Tabel 2.4

Ringkasan Hasil Regresi Data Panel

Sumber: Hasil Olah Data Program Eviews 10

Berdasarkan hasil regresi di atas, maka model persamaan untuk mengukur pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan di Provinsi Papua Barat adalah:

Log(Poverty) = 32,19 - 0,808 Log(Growth) + ε Selanjutnya hasil regresi dan persamaan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai

R-Squared (R2) yang didapat sebesar 7,9

persen. Artinya bahwa variasi perubahan yang terjadi pada variabel pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur adalah sebesar 7,9 persen dapat menjelaskan variasi perubahan variabel tingkat kemiskinan, sedangkan sisanya sebesar 92,1 persen dijelaskan di luar model.

2. Pada tingkat kepercayaan 5 persen (α = 0,05), peningkatan yang terjadi pada pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Hal ini disebabkan memiliki nilai t-statistik (probabilitas) lebih besar dari α (0,1434 > 0,05).

3. Koefisien (-0,808) menunjukan bahwa elastisitas dari pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan sebesar 0,808

(inelastis). Artinya, jika pertumbuhan

ekonomi naik 1 persen, maka tingkat kemiskinan hanya turun 0,808 persen.

C.2.3 Implikasi Kebijakan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat memiliki tingkat sensitifitas yang rendah terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas seluruh pengeluaran tersebut di bawah satu persen atau bersifat inelastis. Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen, maka penurunan tingkat kemiskinan di bawah satu persen. Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat

tidak berpengaruh signifikan terhadap

penurunan tingkat kemiskinan. Hal ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh David Dollar dan Aart Kraay (2000) berjudul Growth is Good for The Poor

dimana pertumbuhan ekonomi mampu

mengakselerasi penurunan kemiskinan secara signifikan. Pengaruh yang tidak signifikan tersebut disebabkan belum meratanya hasil dari pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkonfirmasi juga dari gini ratio Provinsi Papua Barat yang mengalami peningkatan, yang berarti bahwa distribusi pendapatan semakin tidak merata. Selama ini kue pertumbuhan ekonomi kurang menjangkau penduduk miskin. Berbagai sektor

yang memiliki andil besar terhadap

pertumbuhan ekonomi sebagian besarnya tercurah ke daerah perkotaan sehingga manfaatnya hanya dinikmati oleh penduduk di perkotaan saja walaupun sebagian kecilnya dirasakan juga oleh penduduk pedesaan. Padahal 90 persen jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di daerah pedesaan (kampung). Hal inilah yang menyebabkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat tidak memiliki dampak yang besar terhadap penurunan tingkat kemiskinan.

Variabel Hasil Regresi

C growth

Koefisien 32,19 - 0,808

t-statistik (prob) 0,0000 0,1434

f-statistik (prob) 0,401

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional

38

Kajian Fiskal Regional Tahun 2019 Provinsi Papua Barat

Perkembangan dan Analisis Ekonomi Regional Dari hasil di atas, kebijakan yang dapat diambil

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

melalui pertumbuhan ekonomi dalam

mengurangi tingkat kemiskinan yaitu:

1. Sebagai salah satu komponen

pertumbuhan ekonomi, pengeluaran

pemerintah di Provinsi Papua Barat harus lebih fokus ke daerah pedesaan (kampung) dan remote area yang sulit terjangkau oleh sarana transportasi yang memadai. Hal ini didasarkan fakta bahwa 90 persen jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

sebagian besar berada di daerah

pedesaan, pegunungan dan pedalaman.

2. Meningkatkan kualitas pertumbuhan

ekonomi melalui penyediaan sarana infrastruktur yang layak dan memadai di daerah pedesaan dan remote area terutama sarana pendidikan, kesehatan dan transportasi beserta tenaga pendidikan dan kesehatan yang handal di bidangnya. 3. Mengoptimalisasi anggaran dana desa

melalui program padat karya tunai (cash for work) untuk kegiatan pembangunan desa seperti (a) pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana desa; (b) peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan sosial dasar; dan (c) pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana usaha ekonomi desa.

4. Melaksanakan program perlindungan sosial bagi penduduk miskin. Diantara program yang direkomendasikan yaitu memberi bantuan tunai secara bersyarat (conditional cash transfer) yang mewajibkan bagi penerima bantuan seperti anak usia sekolah, balita, ibu hamil dan ibu menyusui untuk berpartisipasi aktif pada fasilitas

pendidikan dan kesehatan. Pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat dapat mengadopsi program conditional cash transfer Bolsa Familia di Brazil atau program yang saat ini sedang digalakkan pemerintah pusat yaitu Program Keluarga Harapan (PKH).

5. Meningkatkan kualitas belanja (quality of

spending) pemerintah dengan cara

memfokuskan alokasi anggaran pada belanja prioritas terutama untuk daerah pedesaan.

PERKEMBANGAN

APBN

BELANJA

PEMERINTAH PUSAT

TRANSFER KE DAERAH

& DANA DESA

7.89 T

23.83 T

PAJAK PNBP

2,19 T 0,29 T

TAX

TAX

RATIO

RATIO 3.09%3.09%

>> >>

#DJPbKawalAPBN

39

Perkembangan dan Analisis APBN

nggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menggambarkan kondisi keuangan pemerintah yang berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi belanja pemerintah untuk satu periode tahun anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

A. APBN TINGKAT PROVINSI

APBN tingkat provinsi menggambarkan potret kondisi keuangan APBN di Provinsi Papua Barat yang disajikan dalam bentuk I-account disajikan dalam tabel 3.1. Pada tabel tersebut target pendapatan negara tahun 2019 di Provinsi Papua Barat mengalami penurunan

sebesar 11,6 persen dibandingkan target tahun 2018, yaitu dari Rp3.032,05 miliar menjadi Rp2.680,42 miliar. Penurunan target tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kondisi perekonomian pada tahun 2019 masih dalam tahap ketidakpastian global. Tantangan dan dinamika yang cukup berat mengingat volatilitas harga komoditas internasional seperti minyak dan gas bumi turut mempengaruhi target penerimaan pajak di Papua Barat. Sementara itu, dari aspek belanja negara terdapat kenaikan pagu tahun 2019 sebesar 42,7 persen dibandingkan pagu tahun 2018,

yaitu dari Rp24.231,17 miliar menjadi

Rp34.577,11 miliar. Alokasi belanja APBN 2019

A

Dalam dokumen KAJIAN FISKAL REGIONAL (Halaman 58-65)