BAB 7. ANALISIS DAN EVALUASI AGREGAT DI 6 WPPNRI
7.2 Evaluasi Agregat 6 WPPNRI
a. Sumber Daya Ikan
Domain SDI demersal menunjukkan status/kondisi antara “sedang-baik sekali”. Status “baik sekali” ditunjukkan oleh WPP 711, 715 dan 718. Sedangkan status “Baik” ditunjukkan oleh WPP 571 dan 712. Sedangkan untuk WPP 713, berada dalam status “sedang”.
Penilaian Domain SDI di WPP 571 pada tahun 2015 dan tahun 2016 menunjukkan trend yang sama yaitu berada dalam status “baik”. Pada WPP 711, mengalami perubahan dari “baik”
menjadi “baik sekali”. Demikian halnya pada WPP 712, performa indek komposit SDI pada tahun 2015 dalam status “sedang” semakin membaik di tahun 2016 menjadi “baik”. WPP 713 cenderung tidak ada perubahan dari tahun 2015 ke tahun 2016 yaitu statusnya “sedang”.
Demikian halnya dengan WPP 718 cenderung tetap yaitu dalam status “baik sekali”. Sedangkan pada WPP 715, cenderung semakin membaik yaitu berada dalam status “baik” di tahun 2015, berubah menjadi “baik sekali” di tahun 2016. Dari ke-enam indek komposit domain SDI, 3 (tiga) WPP cenderung menunjukkan pola yang semakin membaik (WPP 711, 712 dan 715) dan 3 (tiga) WPP (571, 713, 718) cenderung tetap.
Penilaian agregat SDI di tahun 2015 dilakukan pada semua jenis ikan, sedangkan di tahun 2016 berfokus kepada SDI demersal. Meski demikian, terdapat beberapa indikator pada tiap domain yang sejatinya berlaku umum untuk penilaian seluruh kelompok jenis ikan. Sehingga perbandingan ini dilakukan, meski tidak terlalu dapat diperbandingkan secara pasti karena input datanya bisa jadi berbeda.
Namun, nilai indek komposit ini sedikit memberikan konformasi bahwa ada perkembangan dan perubahan terhadap kondisi sumberdaya ikan demeral khususnya yang relatif semakin menunjukkan trend membaik yaitu di WPP 711, 712 dan 715. Kondisi sumberdaya ikan dalam suatu wilayah perairan salah satunya ditentukan oleh besar tidaknya tekanan atas sumberdaya yang dapat menyebabkan kerusakan dan kematian SDI tersebut. Salah satu penyebab dari
161
perubahan dan kondisi SDI tersebut adalah tekanan oleh alat penangkapan ikan yang ramah atau tidak ramah lingkungan. Semakin sedikit tekanan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan beredar di WPP tersebut, dimungkinkan peluang hidup dari SDI tersebut semakin besar.
Perubahan indek komposit SDI yang semakin membaik di ketiga WPP di atas, bisa jadi karena adanya kebijakan kementerian kelautan dan perikanan yaitu : 1) Permen KP No.56/2014 tentangPenghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia; 2) Permen KP No.02/2015 tentang Larangan Penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawl) dan Pukat Tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara RI; 3) Permen KP No. 4 / 2015 tentang larangan penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) NRI 714 yang meliputi Teluk Tolo dan Laut Banda.
Kebijakan Permen No.56/2014 ini diterbitkan sebagai upaya pengendalian atas maraknya penangkapan ikan secara illegal oleh kapal eks asing di perairan Indonesia. Cara yang dilakukan pemerintah melalui analisis dan evaluasi serta audit kepatuhan terhadap 187 pemilik kapal perikanan dan 1132 kapal yang dibangun di luar negeri. Audit dilakukan terhadap kapal penangkap dan kapal pengangkut eks asing di atas 30 GT. Audit dilakukan utuk mengetahui tingkat kepatuhan perusahaan kapal eks asing dalam dua tahun sebelum moratorium. Faktanya sebanyak 99,9 persen eks kapal asing tidak ada yang layak beroperasi di Indonesia karena tidak patuh peraturan. Kapal-kapal eks asing itu tidak comply (patuh-red) dari sisi mana pun peraturan di Indonesia. Kegiatan penangkapan ikan illegal ini menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO) pada tahu 2011 memperkirakan Indonesia kehilangan Rp 30 triliun per tahun dari sektor ini. Lembaga riset lain, Fisheries Resources Laboratory, mengungkapkan bahwa akibat pencurian ikan di Laut Arafura selama kurun waktu 2001-2013, Indonesia merugi Rp 520 triliun.
Peredaran kapal eks asing ini selama ini diperkirakan beroperasi di beberapa WPP diantaranya 714, 715, 718 dan 711. Sehingga ketika kebijakan ini dikeluarkan secara otomatis sejak tahun 2015-2016, WPP yang selama ini menjadi arena operasi penangkapan kapal-kapal eks asing cenderung berkurang aktivitas penangkapannya. Sehingga sumberdaya ikan sedikit banyak mengalami pemulihan dan banyak yang tidak tertangkap.
Sedangkan bagi Permen 02/2015 yang melarang penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawl) dan Pukat Tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan negara RI, sedikit banyak mempengaruhi kegiatan penangkapan di WPP 712 yang merupakan pusat peredaran armada dengan alat penangkapan ikan Cantrang, Dogol, Arad dan Lampara dasar. Pengguna cantrang di Jawa Tengah saja sekitar 1.248 unit (tahun 2015). Belum lagi jumlah Dogol, payang, arad maupun Lampara dasar yang juga termasuk alat tangkap yang dilarang. Sehingga keluarnya kebijakan ini menjadikan sumberdaya ikan di WPP 712 mempunyai ruang untuk pulih. Meskipun penggunaan cantrang dan sejeninya ini diberikan toleransi sampai 31 Desember 2016. Namun setidaknya, terjadi pengurangan tekanan penangkapan atas sumberdaya ikan demersal.
Mengingat Permen KP 02/2015 ini fokusnya menyasar kepada alat penangkapan ikan dengan sasaran utama ikan-ikan demersal. Sehingga bisa jadi perubahan indek komposit domain SDI di
162
WPP 712, terjadi perbaikan dari status “sedang” menjadi “baik”. Berikut estimasi potensi dan tingkat pemanfaatan ikan demersal di 6 WPPNRI.
Tabel 7.3 Estimasi Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Demersal di 6 WPP
WPP Estimasi Potensi (ton/th) Tingkat Pemanfaatan
Kepmen 45/2011 Kepmen 46/2016 Kepmen 45/2011 Kepmen 46/2016 571 82.400 102.751 Fully-exploited 1.05 (Over-exploited) 711 334.800 400.517 Fully-exploited 0.98 (Fully-exploited) 712 375.200 320.432 Fully-exploited 0.83 (Fully-exploited)
713 87.200 77.238 Over-exploited 1.04 (Over-exploited)
715 88.800 114.005 Moderate 0.51 (Fully-exploited)
718 284.700 586.277 Over-exploited 1.14 (Over-exploited)
b. Habitat dan Ekosistem
Penilaian indeks komposit agregat domain habitat dan ekosistem di ke-enam WPP tidak banyak menunjukkan perubahan yang signifikan. Pada WPP 571 menunjukkan pola penurunan status dari “sedang” pada tahun 2015 menjadi “kurang” pada tahun 2016. Trend perubahan yang positif ditunjukkan oleh WPP 713 yaitu dari status “sedang” pada tahun 2015 menjadi “baik” di tahun 2016. Selebihnya (WPP 711, tetap dalam status “sedang”, WPP 712 tetap dalam status “sedang”, WPP 715 tetap dalam status “baik” dan WPP 718 tetap dalam status “baik”).
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah rupanya tidak terlalu banyak mempengaruhi kondisi ekosistem pesisir seperti mangrove, lamun dan terumbu karang. Terlihat hanya di WPP 571, trend domain habitat dan ekosistem, cenderung menurun. Hal ini bisa jadi disebabkan karena tingginya intensitas kerusakan ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Kerusakan ketiga ekosistem di atas disebabkan oleh adanya bencana alam atau aktivitas manusia itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat, misalnya, di daerah Aceh dimana kerusakan ekosistem mangrove atau terumbu karang, selain disebabkan oleh pasca tsunami, tetapi juga adanya aktivitas manusia.
Sedangkan untuk WPP yang mengalami perbaikan yaitu di WPP 713 dari status “sedang”
menjadi “baik”. Perbaikan disebabkan karena intensifnya kegiatan rehabilitasi mangrove dan terumbu karang dari tahun 2015 menjadi lebih baik di tahun 2016. Di samping itu, karena daerah WPP 713 dikenal sebagai wilayah yang mempunyai banyak pulau-pulau kecil dan teluk yang merupakan habitat terumbu karang, lamun dan mangrove. Kegiatan-kegiatan pemerintah seperti Coremap maupun program penguatan kawasan konservasi perairan berkontribusi besar dalam menjamin kelestarian ketiga ekosistem penting pesisir tersebut.
163
c. Teknik Penangkapan Ikan
Penilaian indeks komposit agregat domain teknik penangkapan ikan (TPI) di ke-enam WPP tidak banyak menunjukkan perubahan yang signifikan. Mayoritas WPP indek kompositnya cenderung tetap dan hanya sebagian yang trendnya semakin membaik. Pola perbaikan terlihat di WPP 713 dari status “kurang” (tahun 2015) menjadi “baik” (2016) dan WPP 715 dari “sedang” (2015) menjadi “baik” (2016). Sedangkan yang lain, WPP 571 cenderung tetap dengan status “sedang”, WPP 711 dengan status “sedang” pada tahun 2015 dan tahun 2016, WPP dengan status
“kurang” pada tahun 2015 dan tahun 2016, dan WPP 718 dengan status “baik”.
Trend perubahan membaik dalam indeks kompositnya ditunjukkan oleh WPP 713 dan 715. Hal tersebut karena adanya perbaikan seperti berkurangnya penangkapan ikan yang destruktif, modifikasi alat penangkapan ikan yang makin berkurang serta tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dari fully exploited menjadi moderate. Demikian halnya dengan WPP 713, terlihat trendnya semakin membaik dari status “kurang” di tahun 2015 menjadi “sedang” di tahun 2016.
d. Sosial
Penurunan status indeks komposit agregat domain Sosial ditunjukkan hanya di WPP 571 yaitu dari status “baik sekali” (2015) menjadi “baik” (2016). Sedangkan trend perbaikan terlihat di WPP 715 dari status “sedang” (2015) menjadi “baik sekali” (2016) dan WPP 718 dari status “baik”
(2015) menjadi status “baik sekali” (2016). Sedangkan selebihnya, yaitu WPP 711 cenderung tetap (baik), WPP 712 (sedang) dan 713 (tetap).
Penurunan yang terjadi di WPP 571 karena masih adanya konflik perikanan antar nelayan.
Sedangkan yang terjadi di WPP 715 dan 718, perbaikan status indek komposit agregatnya dikarenakan semakin minimnya konflik perikanan yang kerap kali terjadi. Disamping itu, kearifan lokal diduga masih dipraktekkan dengan baik. Seperti di WPP 715 dan WPP 718, kearifan lokal seperti Sasi terlihat cukup efektif dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pesisir dan laut.
M.eskipun Sasi ini lebih banyak dijalankan untuk perikanan pantai yang sasaran tangkapnya adalah ikan-ikan pelagic. Dalam domain sosial, cenderung berfungsi secara umum dalam mengatur pola tindak dan sikap dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut.
e. Ekonomi
Untuk domain Ekonomi, banyak WPP yang cenderung menunjukkan perbaikan dari penilaian tahun 2015. Perbaikan ditunjukkan oleh WPP 713 dari status “sedang” (2015) menjadi “baik”
(2016), WPP 715 dari status “sedang” menjadi “baik” dan WPP 718 dari “sedang” menajdi “baik”
pada tahun 2016. Sedangkan ketiga WPP lainnya yaitu WPP 571, 711, 712 relatif tetap yaitu dalam status “sedang”.
Perbaikan WPP seperti pada WPP 713, 715 dan 718, mungkin disebabkan seiring dengan berkurangnya kapal-kapal asing yang selama ini menjadi kendala dan pemicu konflik antar nelayan, menyebabkan kegiatan penangkapan semakin berkurang di wilayah-wilayah tersebut.
Akibatnya produksi penangkapan relatif mengalami peningkatan dan pada gilirannya pendapatan dan tingkat kepemilikan aset nelayan makin meningkat.
164
f. Kelembagaan
Untuk domain Kelembagaan, banyak WPP yang cenderung menunjukkan perbaikan dari penilaian tahun 2015. Perbaikan ditunjukkan oleh WPP 711 dari status “sedang” (2015) menjadi
“baik” (2016), WPP 715 dari status “kurang” menjadi “baik” dan WPP 718 dari “sedang” menajdi
“baik” pada tahun 2016. Sedangkan ketiga WPP lainnya yaitu WPP 571, 712, 713 relatif tetap yaitu dalam status “sedang”.
Perbaikan WPP seperti pada WPP 711, 715 dan 718, mungkin disebabkan karena adanya peningkatan terhadap tingkat kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perikanan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perikanan yang telah ditetapkan baik secara formal maupun non-formal, sinergi kebijakan dan kelembagaan pengelolaan perikanan berjalan dengan baik. Tingkat kepatuhan seiring dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah terkait dengan larangan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, serta kebijakan moratorium perizinan usaha perikanan tangkap serta kebijakan-kebijakan lainnya. Kebijakan-kebijakan tersebut mendapatkan respon yang variatif baik yang pro maupun kontra. Respon positif atas kebijakan tersebut karena manfaat dari kebijakan-kebijakan tersebut terbukti mampu menjamin keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan. Efeknya adalanya adanya peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan nelayan.
165