BAB 5. HASIL PENILAIAN STATUS EAFM SDI DEMERSAL
5.2 Hasil Penilaian EAFM WPPNRI 711
5.2.2 Keragaan Domain Habitat dan Ekosistem
Ekologi perairan laut Kalimantan Barat kondisinya masih sangat baik hal ini dapat dilihat dari tingkat kerusakan hutan mangrove yang masih rendah dimana luas hutan mangrove mencapai 482.386.6 Ha. Didukung pula oleh kondisi terumbu karang di Kalimantan Barat juga masih baik, dengan luasan area terumbu karang mencapai 1.975,8 Km2.(Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat, 2015). Ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Kalimantan Barat rata-rata tumbuh hingga batas kedalaman 10 – 13 meter. Kondisi ini diduga erat kaitannya dengan kondisi perairan yang memiliki kekeruhan yang sangat tinggi. Akibat kekeruhan perairan, rata-rata visibilitas hanya mencapai 5 - 7 meter (Gatot Sudiono 2008). Hasil Penelitian LIPI
73
(1997) menunjukan bahwa terdapat 10 jenis lamun di sekitar perairan Laut China Selatan, yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule pinifoha, Hd. Uninervis, Halophila ovalis, H. spinulosa, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii dan Thalassodendron ciliatum.
Sementara itu berdasarkan hasil FGD penilaian Indikator EAFM di Provinsi Kalimantan Barat, khususnya terkait domain habitat dan ekosistem nilai agregatnya mencapai 2,13, artinya kondisi habitat dan ekosistem yang mendukung keberadaan ikan-ikan demsersal relatif sedang. Semua indikator yang ada di dalam domain habitat dan ekosistem perlu ditingkatkan, terutama indikator status ekosistem lamun, mangrove, terumbu karang dan habitat unik. Secara rinci hasil penilaian domain habitat dan ekosistem di WPPNRI 711 dapat dilihat pada Tabel 5.15 dan 5.16.
Tabel 5.15 Hasil Penilaian Domain Habitat dan Ekosistem Di WPPNRI 711
Indikator Kriteria Data isian Skor
1. Kualitas perairan 1= tercemar; Berdasarkan hasil pengamatan lapangan (2016) secara umum tidak terdapat pencemaran di sekitar perairan Kalimantan Barat
3 2=tercemar sedang;
3= tidak tercemar
1= > Melebihi baku mutu sesuai
KepMen LH 51/2004; Berdasarkan pengamatan dilapangan tingkat kecerahan secara umum masih sesuai dengan baku mutu, kecuali dibeberapa muara sungai
2 2= Sama dengan baku mutu
sesuai KepMen LH 51/2004;
3= Dibawah baku mutu sesuai KepMen LH 51/2004
1= konsentrasi klorofil a < 2 µg/l; Tingkat keragaman terumbu karang tinggi, memungkinkan fotosintesis berjalan dengan baik. Hal ini dimungkinkan konsentrasi klorofil a tinggi
2 2= konsentrasi klorofil a 2-5 µg/l;
3= konsentrasi klorofil a > 5 µg/l
2. Status
ekosistem lamun 1=tutupan rendah, ≤30%; Tutupan lamun di Pulau Subi (Kep.
Natuna) sebesar 11,25 %
Hasil FGD menunjukan bahwa ada penilaian tutupan lamun di seluruh WPP 711 mencapai 70 %
2 2=tutupan sedang, ≥30 - <60%;
3=tutupan tinggi, ≥60%
1=keanekaragaman rendah (H' <
3,2 atau H' < 1), jumlah spesies <
3
Hasil Penelitian LIPI (1997) menunjukan bahwa terdapat 10 jenis lamun di sekitar perairan Laut China Selatan, yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule pinifoha, Hd.
Uninervis, Halophila ovalis, H.
spinulosa, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii dan
Thalassodendron ciliatum
3
2 = kanekaragaman sedang (3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3), jumlah spesies 3 - 5
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3), jumlah spesies > 5
3. Status ekosistem mangrove
1=tutupan rendah, < 50%; Kalimantan Barat mempunyai kawasan Hutan Mangrove terluas di Indonesia sekitar 119.327 ha.
memiliki 75% jenis mangrove yang 2 2=tutupan sedang, ≥ 50 - <75%;
3=tutupan tinggi, ≥75 %
74
Indikator Kriteria Data isian Skor
hidup di Indonesia. Kawasan Hutan Mangrove di Kalbar Meliputi wilayah Kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Kubu Raya,
Mempawan,Singkawang dan Kabupaten Sambas. Tutupan ekosistem mangrove relatif sedang 1=kerapatan rendah (<1000
pohon/ha); Kerapatan mangrove di empat
pulau (Pulau Kembang, Desa Sebakung, Sungai Pering dan Penagi, dan Desa Binjai) menunjukan rata-rata 1500-1700 pohon/ha (hasil FGD 2016)
2 2 = kerapatan sedang (1000-1500
pohon/ha);
3 = kerapatan tinggi (> 1500 pohon/ha)
4. Status ekosistem terumbu karang
1=tutupan rendah, <25%; Studi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat (2013) di Pulau Lemukutan menunjukan bahwa ttupan karang mencapai 99 persen. Sementara diwilayah lainnya relatif rusak.
Sehingga secara umum kondisi tutupan terumbu karang relatif sedang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui kondisi tutupan karang di Pulau Natuna berkisar antara 4,3% - 40,73%
Secara umum, kondisi terumbu karang di Natuna masuk dalam kategori sedang, dilihat dari rata-rata jumlah tutupan karang.
(Desytha Dwiutami, 2016)
2 2=tutupan sedang, ≥25 - < 50%;
3=tutupan tinggi, ≥50%
1=keanekaragaman rendah (H' <
3,2 atau H' < 1); Hasil FGD menunjukan tingkat Keanekaragaman rata-rata dari ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Kalimantan Barat berkisar antara 3,3 – 5
(keanekaragaman sedang)
2 2 = kanekaragaman sedang
(3,20<H’<9,97 atau 1<H’<3);
3 = keanekaragaman tinggi (H’>9,97 atau H’>3) 5. Habitat
unik/khusus 1=tidak diketahui adanya habitat
unik/khusus; Berdasarkan hasil wawancara
dengan nelayan sering kali ditemukan biota langkah seperti penyu hijau dan dugong sehingga diperkirakan habitatnya di sekitar perairan Kalimantan Barat, tetapi pengelolaanya belum mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat
2 2=diketahui adanya habitat
unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik;
3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik
6. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan
> State of knowledge level : USAID pernah melakukan kajian untuk mengatasi dampak perubahan iklim terhadap
2 1= belum adanya kajian tentang
dampak perubahan iklim;
75
Indikator Kriteria Data isian Skor
habitat 2= diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi;
ekosistem disekitar Kalimantan Barat
3 = diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi
> state of impact (key indikator
menggunakan terumbu karang): Pada tahun 2010 terjadi bleaching karang di Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, tetapi masih terjadi dalam skala kecil (< 5%) (COREMAP 2016)
Pemutihan karang juga terjadi di di Kepulauan Tambelan dan Serasan, Laut Natuna bagian selatan (Jurnal Biospecies, Vol. 5 No.1, 2012)
3 1= habitat terkena dampak
perubahan iklim (e.g coral bleaching >25%);
2= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching 5-25%);
3= habitat terkena dampak perubahan iklim (e.g coral bleaching <5%)
Tabel 5.16 Nilai Agregat Domain Habitat dan Ekosistem di WPPNRI 711
Indikator Nilai
1. Kualitas perairan 2.3
2. Status ekosistem lamun 2.0
3. Status ekosistem mangrove 2.0
4. Status ekosistem terumbu karang 2.0
5. Habitat unik/khusus 2.0
6. Perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat 2.5
Aggregat 2.138888889
Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa kondisi habitat dan ekosistem di wilayah perairan Kalimantan Barat dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk memperbaikinya. Misalnya luasan hutan mangrove di wilayah Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2015 mengalami kerusakan sampai 25 persen dari total luasan mangrove yang ada di kabupaten tersebut. Luas hutan mangrove di Kabupaten Sambas mencapai 7.720,5 Ha dengan 1.931,2 Ha diantaranya mengalami kerusakan. Secara rinci luasan dan kerusakan hutan mangrove di wilayah Kabupaten Sambas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel X8. Luas Hutan Mangrove di Kabupaten Sambas
No Lokasi Luas (Ha) Kerusakan
(Ha)
1 Selakau 102,5 41
2 Muara Sungai Selakau 80 32
3 Sungai Sebangkau dan Tanjung Bila 152 76
4 Penjajab 10 10
76
No Lokasi Luas (Ha) Kerusakan
(Ha)
5 S. Sentebang-Prt. Tumpak Urat 186 130
6 Pampang-Simpang Empat 60 36
7 Muara Sungai Paloh 660 264
8 HL. Sungai Bemban 6.430 1.326
9 Tj. Kalang Bau 40 16
Sumber : Profil Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas Tahun 2016