BAB II. KAJIAN PUSTAKA
2.3 U RAIAN T EORETIS
2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Rakhmat (2004: 52-58) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
a. Perhatian (Attention)
Kenneth E. Andersen (1972) dalam Rakmat (2004: 52) menyebutkan bahwa perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol alam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi apabila konsentrasi terhadap salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui indera yang lain. Faktor Attention dibedakan menjadi dua yaitu faktor eksternal penarik perhatian dan faktor internal penaruh perhatian. Faktor eksternal penarik perhatian ditentukan oleh faktor situasional yakni gerakan, intensitas stimuli, kebaruan (novelty), perulangan yang juga mengandung unsur sugesti: mempengaruhi alam sadar kita. Faktor Internal Penarik Perhatian menggambarkan adanya proses selektif.
Ada kencederungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, kita mendengar apa yang ingin kita dengar.
b. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut faktor-faktor personal. Persepsi bukan ditentukan dari jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Faktor-faktor fungsional sering disebut kerangka rujukan (frame of reference). Kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya.
c. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi
Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Beberapa ahli merumuskan teori Gestalt yaitu mempersepsikan sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kohler dalam Rakhmat (2004: 58) mengatakan bahwa untuk memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan.
Kasali (2006:23) menyebutkan beberapa faktor yang menentukan persepsi seseorang, sebagai berikut:
a. Latar belakang budaya
Persepsi itu terkait oleh budaya. Bagaimana kita memaknai suatu pesan, objek atau lingkungan bergantung pada sistem nilai yang kita anut. Semakin besar perbedaan budaya antara dua orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap realitas.
b. Pengalaman masa lalu
Audience atau khalayak, umumnya pernah memiliki suatu pengalaman tertentu atas objek yang dibicarakan. Makin intensif hubungan antara objek tersebut dengan audiens, maka semakin
Universitas Sumatera Utara
banyak pengalaman yang dimiliki oleh audiens. Selama audiens menjalin hubungan dengan objek, ia akan melakukan penilaian.
Pengalaman masa lalu ini biasanya diperkuat oleh informasi lain, seperti berita dan kejadian yang melanda objek (Kasali, 2006:21) c. Nilai-nilai yang dianut
Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan yang dianut mencakup kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Nilai bersifat normatif, pemberitahu suatu anggota budaya mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang harus diperjuangkan, dan lain sebagainya.
d. Berita-berita yang berkembang
Berita-berita yang berkembang adalah berita-berita seputar produk baik melalui media massa maupun informasi dari orang lain yang dapat berpengaruh terhadap persepsi seseorang. Berita yang berkembang merupakan salah satu bentuk rangsangan yang menarik perhatian khalayak. Melalui berita yang berkembang di masyarakat dapat mempengaruhi terbentuknya persepsi pada benak khalayak.
Pandaleke (2015: 31) memaparkan faktor-faktor yang berpengaruh atas persepi antara lain:
a. Faktor-faktor fisik biologis dan struktural
Persepsi yang salah dapat disebabkan oleh cacat pendengaran atau penglihatan. Persepsi merupakan akar dari pengetahuan. Apabila
Universitas Sumatera Utara
seseorang memiliki cacat pendengaran atau penglihatan maka dengan sendirinya pengetahuan kita menjadi salah juga.
Kelemahan dan kekurangan panca indra menyebabkan banyaknya salah paham dan perselisihan.
b. Faktor-faktor sosial psikologis/pengaruh fungsional Faktor-faktor fungsional antara lain, yaitu :
1. Kebutuhan: objek persepsi tidak menyebabkan perbedaan dalam persepsi seseorang. Objek yang menjadi stimulus itu sama, tetapi kebutuhan yang berbeda-beda membuat orang memperhatikan ataupun mengabaikan hal-hal disekitarnya (Pandaleke, 2015: 33)
2. Kepentingan
3. Sikap orientasi dasar diri orang
Sikap dasar seseorang dibentuk dalam keluarga orientasi dan kelompok-kelompok primer lainnya. (Cooley, 18611-1929) dalam Pandaleke (2015: 35). Pengalaman hidup dari masa muda di tengah keluarga mempengaruhi seseorang melakukan persepsi.
4. Perasaan / emosi
Perasaan memainkan peranan besar dalam persepsi. J. Webb dalam Pandaleke (2015: 36) berpendapat bahwa perasaan selalu ikut membentuk evaluasi kita.
Universitas Sumatera Utara
c. Faktor-faktor sosio budaya
Kebudayaan memegang peranan penting, dengan kebudayaan individu mampu untuk mengelola kesan-kesannya. Persepsi manusia selalu selektif karena individu mengelola kesan-kesannya.
Individu ―memakai‖ gambaran-gambaran budaya dalam kepalanya sebagai sarana untuk mengartikan dan menafsirkan dunia.
Pandaleke (2015: 52).
d. Frame of Reference dan Cognitive Dissonance 1. Kerangka acuan (frame of reference)
Kerangka acuan (frame of reference) adalah persepsi dan pengetahuan dipengaruhi faktor fungsional maupun budaya.
Kata ‗kerangka‘ menunjukkan pada keterjalinan dan kesatuan.
Frame of reference mempengaruhi manusia dalam menentukan sesuatu bernilai baik atau rendah, apakah sesuatu pantas diusahakan atau sebaliknya. Frame reference tidak hanya mengarahkan pengalaman empiris kita, melainkan juga orientasi spiritual dan moral kita. Frame reference membantu orang untuk mencapai tujuan baik dengan mengadaptasi hidupnya dengan lingkungannya, atau dalam memberikan makna, motivasi, dan orientasi pada hidupnya (Pandalekke, 2015: 54-55).
2. Disonansi kognitif (Cognitive Dissonance)
Universitas Sumatera Utara
Setiap orang dalam hidupnya selalu dikonfrontasikan dengan fakta atau isu yang kontradiktoris dengan kepentingan dan nilai-nilai budaya. Fakta atau isu yang dialami tidak cocok dengan citra diri yang ada di dalam kepalanya. Ketidakcocokan ini dialami sebagai disonansi yang mengganggu keselarasan pribadinya. Leon Festinger mengembangkan teori ―cognitive dissonance‖ untuk menanggulangi permasalahan ketidakcocokan tadi. Agar konflik dalam bantin reda, maka perlu perserasian satu sama lain untuk mengurangi ketegangan batin. Festinger memberikan saran dalam menyelesaikan disonansi dengan cara:
a. Individu yang mengalami kondisi tersebut, menyerah kepada fakta yang menyebabkan disonansi, dan dengan demikian berakhirlah konflik batin.
b. Individu menutup mata (diri) supaya tidak melihat kenyataan-kenyataan yang tidak cocok dengan frame of referencenya. Persepsi menjadi selektif, ia tidak mau mendengar, membaca, atau melihat informasi yang bertentangan dengan dia.
c. Kemungkinan ketiga adalah informasi yang berlawanan atau kenyataan yang menyebabkan disonansi, diputar-balikkan (distorsi) (Pandaleke, 2015:58-59).
Universitas Sumatera Utara