• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh : JEFRI MONANG PANGIHUTAN PANDIANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh : JEFRI MONANG PANGIHUTAN PANDIANGAN"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh :

JEFRI MONANG PANGIHUTAN PANDIANGAN 177045035

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

JEFRI MONANG PANGIHUTAN PANDIANGAN 177045035

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

Universitas Sumatera Utara

(3)

i

Tesis ini berjudul Persepsi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara Tentang Enam Aktivitas Ujaran Kebencian Berkategori Pelanggaran Disiplin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi aparatur sipil negara (ASN) di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara tentang enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin yang diatur didalam rilis Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor 006/RILIS/BKN/V/2018 dan menganalisis latar belakang persepsi tersebut.

Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian adalah 9 (enam) informan yang terdiri dari 6 (enam) orang pejabat pembina kepegawaian, 2 (dua) orang staf kepegawaian dan hukum, 1 (satu) orang pakar komunikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penafsiran yang dilakukan PPK terhadap enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin, menghasilkan dua variasi persepsi; (1) persepsi yang menyatakan bahwa PPK mendukung diterapkannya ketentuan rilis BKN nomor 006/RILIS/BKN/V/2018 untuk diterapkan, (2) persepsi yang menyatakan bahwa PPK tidak setuju diterapkannya ketentuan rilis BKN nomor 006/RILIS/BKN/V/2018. Latarbelakang terbentuknya dua variasi persepsi PPK tersebut adalah; (1) pengalaman terdahulu, (2) nilai-nilai yang dianut, (3) berita- berita yang berkembang, (4) kebutuhan, (5) kepentingan, dan (6) perasaan/emosi.

Kata kunci : Rilis Badan Kepegawaian Negara, Pejabat Pembina Kepegawaian, persepsi Aparatur Sipil Negara, Latar belakang persepsi Aparatur Sipil Negara

Universitas Sumatera Utara

(4)

ii

This thesis is entitled Perception of the State Civil Apparatus (ASN) in the Central Statistics Agency (BPS) of North Sumatra Province About the Six Activities of Disciplined Hate Speech category. This study aims to determine the perception of the state civil service (ASN) in the Central Statistics Agency of North Sumatra Province about the six activities of hate speech categorized as disciplinary violations regulated in the release of the State Civil Service Agency (BKN) number 006 / RILIS / BKN / V / 2018 and analyze the background behind that perception. Researchers used qualitative methods with a phenomenological approach. Research subjects were 9 (six) informants consisting of 6 (six) staff development officers, 2 (two) staff and legal staff, 1 (one) communication expert.

The results of this study indicate that the KDP's interpretation of the six activities of hate speech categorized as disciplinary violations, results in two variations of perception. The first perception states that the PPK supports the implementation of the provisions for the release of BKN number 006 / RILIS / BKN / V / 2018 to be applied, while the second perception states that the PPK does not agree to apply the BKN release provisions number 006 / RILIS / BKN / V / 2018. The background of the formation of these two variations in PPK perception are; (1) previous experience, (2) values, (3) news that develops, (4) needs, (5) interests, and (6) feelings / emotions.

Keywords: Release of the State Civil Service Agency, Civil Servant Officials, Perception of State Civil Apparatus, Background of Perception of State Civil Apparatus

Universitas Sumatera Utara

(5)

iii

Nama Mahasiswa : Jefri Monang Pangihutan Pandiangan Nomor Pokok : 177045035

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si NIP. 19670405 199003 2 002 NIP. 19740930 200501 1 002

Tanggal Lulus: 13 Agustus 2019

Drs. Amir Purba, M.A., Ph.D NIP. 195102191987012001 Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si

NIP. 196609031990031004

Universitas Sumatera Utara

(6)

iv PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si Anggota : 1. Drs. Amir Purba, M.A., Ph.D

2. Drs. Syafruddin Pohan, SH, M.Si, Ph.D 3. Drs Hendra Harahap, MSi, PhD

Universitas Sumatera Utara

(7)

v

AKTIVITAS UJARAN KEBENCIAN BERKATEGORI PELANGGARAN DISIPLIN

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa:

1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri.

2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik, (sarjana, magister, dan doctor), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lainnya.

3. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan dari pihak lain kecuali arahan dari Komisi Pembimbing dan masukan dari Komisi Penguji.

4. Dalam karya tulisan ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan keseluruhan atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, 12 Agustus 2019 Penulis,

Jefri Monang Pangihutan Pandiangan

Universitas Sumatera Utara

(8)

vi

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Oleh karenanya banyak pihak yang telah berperan sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga buat Istri tercinta Meliyana Hevila Simanungkalit, SE yang memberikan motivasi dan semangat serta dukungan penuh atas keputusan penulis sejak merencanakan perkuliahan sampai dengan selesai. Youfiel Emily Winflow Pandiangan anakku tercinta yang selalu memberikan kebahagian dan motivasi untuk terus berkarya dan semangat bekerja.

Teristimewa juga kepada orangtua penulis Almarhum Joira Pandiangan dan Tiana Nadeak yang memberikan dukungan serta doa-doa yang selalu dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Terimakasih kepada mertua Saya, Esterlina Siregar yang selalu memberikan waktunya menemani cucunya dan doa-doanya untuk kami sekeluarga. Semoga Tuhan Yesus Kristus memberikan kebahagian dan karunia berlimpah untuk kita semua.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini peneliti dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Kementerian Komunikasi dan Informatika (KEMKOMINFO) Republik Indonesia di Jakarta yang telah memberikan dukungan pada Prodi Ilmu Komunikasi di Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

(9)

vii

Sumatera Utara yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dengan baik.

5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, SH, M.Si., Ph.D selaku Sekretaris Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus Komisi Pembanding atas saran dan masukan yang diberikan dalam penelitian ini.

6. Bapak Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Siselaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan peneliti sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

7. Bapak Drs. Amir Purba, MA., Ph.D selaku Pembimbing II atas bimbingan dan masukan yang baik dalam penelitian ini.

8. Bapak Drs.Hendra Harahap, MSi, PhD, selaku Komisi Pembanding atas saran dan masukan bermanfaat demi memperoleh hasil yang terbaik dalam penelitian ini.

9. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara yang telah mendukung pendidikan peneliti di Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

10. Staf Administrasi Magister Ilmu Komunikasi Muhammad Andrizal Siregar, S.Kom dan Ose Dean yang telah mengurus keperluan administrasi peneliti selama peneliti mengikuti perkuliahan di Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

11. Kepada seluruh teman-teman dari Magister Ilmu Komunikasi Angkatan VII, Ikatan Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi USU (IMAMIKOM), terkhusus Kelas KEMINFO USU Angkatan 2017. Semoga ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat dan ikatan silaturahmi tetap terjaga.

12. Semua pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan masukan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat waktu.

Universitas Sumatera Utara

(10)

viii

Medan, 12 Agustus 2019 Penulis,

Jefri Monang Pangihutan Pandiangan

Universitas Sumatera Utara

(11)

ix

ABSTRAK ... I ABSTRACT ...II LEMBAR PENGESAHAN TESIS ... III LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ... IV PERNYATAAN ... V KATA PENGANTAR ... VI DAFTAR ISI ... IX DAFTAR GAMBAR ... XII DAFTAR TABEL ... XIII DAFTAR LAMPIRAN ... XIV

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. FOKUS PENELITIAN ... 7

1.3. TUJUAN PENELITIAN ... 7

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 8

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 PARADIGMA PENELITIAN ... 10

2.2 PENELITIAN SEJENIS TERDAHULU ... 11

2.3 URAIAN TEORETIS ... 18

2.3.1 Persepsi ... 18

2.3.2 Syarat Terjadinya Persepsi ... 22

2.3.3 Proses Persepsi ... 23

2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ... 29

2.3.5 Makna ... 35

2.3.6 Makna denotatif dan konotatif ... 37

2.3.7 Ujaran kebencian ... 38

Universitas Sumatera Utara

(12)

x

2.3.9 Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 Tentang Enam Aktivitas

Ujaran Kebencian Berkategori Pelanggaran Disiplin ASN ... 42

2.3.10 Hoax ... 43

2.3.11 Kajian hoax menurut ketentuan perundang-undangan (KUHP dan ITE) ... 44

2.3.12 Media Sosial ... 47

2.3.13 Aparatur Sipil Negara (ASN) ... 48

2.3.14 Tugas ASN ... 49

2.3.15 Disiplin ASN ... 49

2.4 Kerangka Pemikiran ... 50

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 51

3.1 METODE PENELITIAN... 51

3.2 ASPEK KAJIAN ... 52

3.3 SUBJEK PENELITIAN ... 52

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 54

1) Wawancara mendalam (depth interview)... 54

2) Observasi ... 55

3) Studi Kepustakaan (Library Research) ... 56

3.5 TEKNIK ANALISIS DATA ... 56

3.6 TEKNIK KEABSAHAN DATA ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 60

4.1 PROSES PENELITIAN ... 60

4.2 DESKRIPSI INFORMAN ... 62

4.3 PAPARAN DATA ... 67

4.3.1 Persepsi ASN BPS Provinsi Sumatera Utara terhadap 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN .. 70

Universitas Sumatera Utara

(13)

xi

Sumatera Utara Tentang 6 (Enam) Aktivitas Ujaran Kebencian

Berkategori Pelanggaran Disiplin ASN ... 98

4.4 TEMUAN PENELITIAN ... 106

BAB V. PEMBAHASAN ... 112

5.1. PERSEPSI ASNBPSPROVINSI SUMATERA UTARA TENTANG 6(ENAM) AKTIVITAS UJARAN KEBENCIAN BERKATEGORI PELANGGARAN DISIPLIN ASN... 112

5.2. LATARBELAKANG PEMBENTUK PERSEPSI ASNBPSPROVINSI SUMATERA UTARA TERHADAP 6(ENAM) AKTIVITAS UJARAN KEBENCIAN BERKATEGORI PELANGGARAN DISIPLIN ASN. ... 120

BAB VI.SIMPULAN DAN SARAN ... 128

6.1. SIMPULAN ... 128

6.2. SARAN ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 132

Universitas Sumatera Utara

(14)

xii

Gambar Hal

2.1. Proses Persepsi...22 2.2. Kerangka Berfikir...50

Universitas Sumatera Utara

(15)

xiii

Tabel Hal

3.1. Triangulasi Data...62

Universitas Sumatera Utara

(16)

xiv Lampiran

1. Pedoman Wawancara

2. Transkrip Wawancara Informan

3. Gambar Peneliti Bersama Informan Penelitian 4. Lembar Catatan Bimbingan Tesis

5. Daftar Riwayat Hidup

6. Surat Permohonan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

(17)

1 1.1. Latar Belakang

Fenomena hoax dan ujaran kebencian telah menyebar secara masif dan tidak dapat dikendalikan. Seiring berkembangnya arus informasi melalui media internet, masyarakat menjadi seperti desa global dan tidak terbatas antara satu dengan yang lain. Hal positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari setiap perkembangan informasi di masyarakat. Berkembangnya informasi melalui media internet membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat. Informasi begitu berkembang dan bagi sebagian orang memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang salah atau bohong (hoax).

Hoax atau berita bohong merupakan salah satu fenomena yang muncul bersamaan dengan berkembangnya media informasi. Menyebarkan berita bohong atau hoax juga dilengkapi dengan materi bermuatan ujaran kebencian untuk mendiskreditkan orang lain. Aktivitas menyebarkan berita bohong dengan muatan ujaran kebencian menggunakan saluran informasi salah satunya adalah media sosial. Media sosial adalah teknologi berbasis internet yang membantu manusia untuk berinteraksi dengan sesama penggunanya. Melalui media sosial, kita dapat saling berkomunikasi, bertukar, dan berjejaring satu dengan lainnya. Sebagian individu memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi yang salah atau bohong bahkan bermuatan ujaran kebencian.

Survey Masyarakat Telekomunikasi (MASTEL) telah melakukan survei kepada 1.116 responden dan memperoleh hasil bahwa 90,30 % (sembilan puluh

Universitas Sumatera Utara

(18)

berita bohong yang sengaja dibuat. Sebesar 91,80 %(sembilan puluh satu koma delapan puluh persen) responden menjawab berita hoax seputar pemilihan kepala daerah merupakan berita hoax yang sering mereka terima. Sebanyak 92,40%

(sembilan puluh dua koma empat puluh persen) penyebarannya dilakukan melalui sosial media dan diikuti aplikasi chating sebesar 62,80 % (enam puluh dua koma delapan puluh persen). Bentuk hoax yang paling sering diterima dalam bentuk tulisan sebanyak 62,10 % (enam puluh dua koma sepuluh persen). Jumlah frekuensi menerima berita hoax diperoleh sebanyak 44,30 % (empat puluh empat koma tiga puluh persen).

Survei MASTEL menyebutkan bahwa hoax sengaja dibuat untuk mempengaruhi publik dan kian marak lantaran faktor stimulan seperti isu Sosial Politik dan SARA, namun penerima hoax cukup kritis karena mereka telah terbiasa untuk memeriksa kebenaran berita. Ketua Umum MASTEL, Kristiono menyatakan bahwa hasil dari survei ini sudah bagus, namun perlu adanya peran aktif dari pemerintah, pemuka agama dan komunitas untuk membantu meningkatkan literasi masyarakat. Dalam hal ini dengan menyediakan akses terhadap fasilitas untuk memeriksa kebenaran hoax yang beredar.

(https://mastel.id/infografis-hasil-survey-mastel-tentang-wabah-hoax-nasional/, diakses 4 Desember 2018). Hasil survei MASTEL juga memperlihatkan fakta- fakta bahwa saat ini wabah hoax sudah tidak bisa ditangani dengan cara biasa, bahkan sudah selayaknya difikirkan penanganan secara extra ordinary (luar biasa)

Universitas Sumatera Utara

(19)

dan negara.

Aktivitas menyebarkan hoax dan ujaran kebencian dapat dilakukan oleh siapa saja, tak terkecuali Aparatur Sipil Negara selanjutnya disebut ASN. Badan Kepegawaian Negara selanjutnya disebut BKN menerima pengaduan dari masyarakat atas keterlibatan ASN dalam ragam aktivitas ujaran kebencian yang turut memperkeruh situasi bangsa. Kepala Biro Humas BKN, Mohammad Ridwan dalam siaran persnya menyebutkan bahwa terlapor pada aplikasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat Badan Kepegawaian Negara (LAPOR-BKN) hingga bulan Mei 2018 berjumlah 14 aduan dan terbanyak berprofesi sebagai dosen ASN, kemudian diikuti oleh PNS pemerintah pusat, PNS pemerintah daerah dan guru (https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180608142937-192- 304588/pns-dan-guru-dilaporkan-terbanyak-sebar-hoaks-di-medsos, diakses 17 Maret 2019).

Berdasarkan fakta tersebut, BKN mengeluarkan kebijakan dan menyatakan bahwa ASN yang terbukti menyebarluaskan ujaran kebencian dan berita palsu masuk dalam kategori pelanggaran disiplin. Pada tanggal 18 Mei 2018 Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN mengeluarkan Rilis BKN No.

006/RILIS/BKN/V/2018 tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN. Hukuman disiplin ASN diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). BKN mengeluarkan Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 sebagai upaya untuk membantu pemerintah memberantas penyebaran berita palsu

Universitas Sumatera Utara

(20)

selanjutnya disebut SARA dan mengkategorikan 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian menjadi pelanggaran disiplin ASN.

Ketentuan rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 sudah berjalan lebih dari 1 (satu) tahun, akan tetapi belum menunjukkan gereget dalam pelaksanaannya.

Aktivitas menyebarkan hoax dan ujaran kebencian sudah menyebar dikalangan ASN tak terkecuali ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara. Sosialisasi yang telah dilakukan, bahkan tidak membuat sebagian pegawai jera untuk menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. Sebagai pelaksana hukuman disiplin ASN, Pejabat Pembina Kepegawaian selanjutnya disebut PPK memiliki peran sentral dalam melakukan pembinaan ASN. Proses hukuman disiplin bukan semata-mata untuk menghukum ASN, akan tetapi dapat menjadi kepastian hukum untuk mengatur perbuatan- perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan pelanggaran disiplin dan menjadi rujukan bagi PPK untuk melaksanakan pembinaan terhadap ASN.

Observasi awal yang dilakukan peneliti menemukan adanya aktivitas menyebarkan berita palsu (hoax) bermuatan ujaran kebencian yang dilakukan salah satu oknum ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara. Temuan tersebut diketahui ketika peneliti menanyakan tentang kasus penyebaran ujaran kebencian dan hoax yang pernah dilakukan oleh ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara.

Peneliti kemudian melakukan konfirmasi kepada beberapa ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara. Winny Saraswati, ASN di Sub Bagian Kepegawaian dan Hukum menyatakan mengetahui dan membenarkan bahwasanya ada oknum ASN menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. Informasi tersebut dikuatkan oleh

Universitas Sumatera Utara

(21)

yang diduga menyampaikan pendapat di media sosial bermuatan ujaran kebencian dan hoax. Peneliti mengkonfirmasi kepada kedua ASN tentang proses pembinaan yang dilakukan oleh PPK terkait pelanggaran dimaksud, dan kemudian Winny Saraswati dan Dyna Dara menyebutkan bahwa pimpinan (PPK) di BPS Provinsi Sumatera Utara hanya memberikan nasehat saja namun tidak melakukan proses pembinaan sesuai dengan PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Proses hukuman disiplin pegawai negeri sipil saat ini merujuk pada ketentuan PP 53 tahun 2010 tentang hukuman disiplin pegawai negeri sipil. Sejak dikeluarkannya rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 perbuatan menyebarkan hoax dan ujaran kebencian masuk dalam kategori pelanggaran disiplin. PPK dalam melaksanakan proses hukuman disiplin dihimbau oleh BKN untuk melaksanakan proses hukuman disiplin kepada ASN yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana ketentuan PP 53 tahun 2010 serta merujuk pada bentuk pelanggaran yakni 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian yang diatur di dalam Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018.

Dugaan aktivitas menyebarkan hoax dan ujaran kebencian oleh oknum ASN BPS Provinsi Sumatera Utara menunjukkan fakta bahwa aktivitas menyebarkan hoax dan ujaran kebencian tetap saja dilakukan oleh ASN. Proses penanganan yang dilakukan oleh pimpinan di BPS Provinsi Sumatera Utara menuai pro dan kontra karena dirasakan oleh sebagian orang tidak sesuai dengan proses pembinaan yang selama ini dilakukan di BPS Provinsi Sumatera Utara, yakni

Universitas Sumatera Utara

(22)

No. 006/RILIS/BKN/V/2018 tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian, seharusnya aktivitas menyebarkan berita bohong atau hoax dan ujaran kebencian menjadi rujukan bagi PPK untuk melaksanakan proses penegakan hukuman disiplin bagi ASN yang diduga melakukan aktivitas ujaran kebencian dan hoax.

PPK memiliki pandangan tentang aktivitas menyampaikan pendapat di media sosial. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari salah satu PPK yang berasal dari jabatan Struktural Eselon III, yaitu Ramlan, selaku Kepala Bagian Tata Usaha BPS Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa ketentuan Rilis BKN tersebut baik adanya. Ramlan menyampaikan pendapatnya ketika peneliti mengkonfirmasi penangan kasus menyebarkan hoax dan ujaran kebencian yang diduga dilakukan oleh oknum ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara. Beberapa orang PPK pernah menyampaikan pendapat kepada Ramlan tentang kekhawatiran mereka apabila ketentuan rilis BKN tersebut dilaksanakan. Ketentuan rilis BKN yang multitafsir serta belum adanya petunjuk pelaksanaan membuat beberapa PPK enggan untuk menggunakan ketentuan Rilis BKN tersebut dalam menjalankan proses hukuman disiplin pegawai khususnya perbuatan menyampaikan pendapat di media sosial bermuatan ujaran kebencian dan hoax.

Observasi awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap PPK di BPS Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa PPK mengetahui dan memahami ketentuan sebagaimana tertuang dalam Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018.

Pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki PPK serta latar belakang yang

Universitas Sumatera Utara

(23)

untuk dilakukan kajian penelitian.

Berdasarkan fakta-fakta diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ―Persepsi ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara tentang 6 (enam) Aktivitas Ujaran Kebencian Berkategori Pelanggaran Disiplin ASN‖.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka fokus penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Persepsi ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN?

b. Latarbelakang apa yang membentuk persepsi ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui persepsi ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN.

b. Menganalisis latarbelakang yang membentuk persepsi ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara Terhadap Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin.

Universitas Sumatera Utara

(24)

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoretis

Penelitian tentang persepsi ASN diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penelitian selanjutnya. Bangunan persepsi kognitif yang dimiliki masing-masing ASN serta latarbelakang yang membentuk persepsi terhadap enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin diharapkan dapat digunakan peneliti selanjutnya untuk melakukan kajian pada aspek afeksi dan konasi ASN.

b. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu, terutama ilmu komunikasi dalam kajian persepsi Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap suatu pesan komunikasi yakni Rilis BKN No.

006/RILIS/BKN/V/2018 tentang enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin. Perbedaan persepsi serta latarbelakang yang membentuk persepsi tersebut dapat menjadi rujukan penelitian selanjutnya khususnya dalam kajian komunikasi antarpribadi, komunikasi budaya, komunikasi organisasi.

c. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap Pemerintah khususnya Badan Kepegawaian Negara dalam melakukan sosialisasi kebijakan-kebijakan terkait aktivitas penyebaran berita palsu (hoax) yang bermuatan ujaran kebencian. Penelitian ini juga diharapkan

Universitas Sumatera Utara

(25)

(masyarakat luas, akademisi, peneliti serta pemerhati masalah aparatur sipil negara) yang membutuhkan informasi tambahan mengenai persepi ASN terhadap 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin serta latar belakang terbentuknya persepsi ASN terhadap 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin.

Universitas Sumatera Utara

(26)

10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai suatu analisis yang sistematis terhadap sociailly meaningfull action melalui pengamatan terhadap pelaku sosial yang bersangkutan dalam menciptakan, memelihara ataupun mengelola dunia sosial mereka. Realitas sosial bersifat cair dan mudah berubah karena interaksi manusia. Pandangan subjektif menekankan pada penciptaan makna, artinya individu melakukan pemaknaan terhadap peilaku yang terjadi.

Hasil pemaknaan ini merupakan hasil konstruksi pandangan manusia terhadap dunia sekitar (Kriyantono, 2006:55).

Paradigma konstruktivis bersifat membangun realitas yang sudah disaring berdasarkan kategorisasi konseptual yang dimiliki setiap individu. Persamaan perbedaan yang menjadi sistem konseptual pemikiran individu tidak terjadi secara ilmiah, ditentukan oleh pengetahuan (kognitif) yang semula didapatkan dari kelompok-kelompok dalam masyarakat. Creswell (2010: 11) mengatakan konstruktivis memperkuat asumsi bahwa individu akan memaknai dunia tempat mereka hidup dan bekerja dengan mengembangkan makna yang subjektif atas pengalaman mereka dan dari hasil interaksi mereka dengan manusia lainnya.

Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis pada penelitian ini karena penelitian ini mengkaji sudut pandang/persepsi individu ASN tentang enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin yang diatur dalam rilis

Universitas Sumatera Utara

(27)

BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018. Peneliti membantu informan dalam mengkonstruksi pengetahuannya dengan menyediakan stimulus berupa peraturan yaitu rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018, menggali pengalaman-pengalaman ASN. Peneliti mengkonstruksi pengetahuan yang harus diinterpretasikan sendiri oleh ASN tersebut dengan menggali pengetahuan awal informan terhadap aktivitas ujaran kebencian serta latar belakang yang membentuk persepsi informan tersebut. Persepsi ASN terhadap enam aktivitas ujaran kebencian difokuskan pada penjelasan dan jawaban permasalahan penelitian. Jawaban dan penjelasan tersebut murni berasal dari ASN yang mempersepsi enam aktivitas ujaran kebencian tersebut. Tujuan akhir dari proses konstruksi pengetahuan informan tersebut adalah pemecahan terhadap masalah penelitian yang dikaji oleh peneliti yaitu mengetahui persepsi ASN dan menganalisis latarbelakang yang membentuk persepsi ASN tersebut.

2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Zerlina dkk (2017) tentang Persepsi Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil terhadap kewajiban penggunaan e-filing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Subjek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil di Rektorat serta Fakultas Ekonomi UNDIKSHA Singaraja karena menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) Singaraja. Persepsi pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil digali melalui wawancara mendalam. Hasil Penelitian ini

Universitas Sumatera Utara

(28)

menunjukkan adanya persepsi positif, baik dari pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil terhadap kewajiban penggunaan e-filing. Pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil merasakan manfaat dari penggunaan e-filing dan menilai bahwa aplikasi e-filing mudah untuk digunakan karena bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ulfa dkk (2018) yaitu Persepsi Masyarakat Surabaya Tentang Iklan ―Manfaat Pajak‖ Di Televisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh persepsi negatif. Hal ini dapat diketahui dari beberapa wawancara yang ditanyakan kepada informan, sebagian besar informan menyatakan tidak setuju. Namun masih ada sebagian kecil yang mempunyai persepsi positif terhadap iklan ―manfaat pajak‖ di televisi, karena iklan dianggap untuk mendapatkan dukungan dalam proses pengumpulan pajak di masyarakat.

Ketiga, penelitian yang dilakukan Fajar (2015) tentang Persepsi Anak Terhadap Orangtua Yang Bekerja Penuh Waktu Di Luar Rumah: Studi Kualitatif dengan Pendekatan Fenomenologi. Penelitian ini bermaksud untuk menilik persepsi subjek terhadap kedua orangtua yang bekerja di luar rumah terkait dengan kehidupan sehari-hari yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah memahami persepsi anak secara kognisi, afeksi, dan psikomotor kepada orangtua mereka yang bekerja penuh waktu di luar rumah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini, khususnya IPA (Interpretative Phenomenological Analysis).

Universitas Sumatera Utara

(29)

Subjek yang terlibat pada penelitian ini berjumlah tiga orang yang terdiri dari dua wanita dan satu pria yang berasal dari kota Semarang dan sekitarnya. Berdasarkan riset yang telah dilakukan, peneliti menemukan pemaknaan persepsi anak terhadap orangtua yang keduanya bekerja menghasilkan: (1) pemaknaan secara kognisi pada kedua orangtua; (2) penerimaan secara afeksi pada kedua orangtua;

(3) bentuk perilaku pada kedua orangtua. Bentuk-bentuk dari hasil persepsi terhadap orangtua yang bekerja membentuk perasaan dan harapan pada anak agar dapat berkumpul bersama kedua orangtua serta mempengaruhi kedekatan serta kelekatan anak dengan orangtuanya dan menjadikan anak mengetahui gambaran tentang dirinya dan kedua orangtuanya, dengan demikian anak dapat memahami memposisikan dirinya diantara kedua orangtua.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Matahari (2012) tentang Studi Kualitatif Mengenai Persepsi Dan Perilaku Seksual Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Dalam Upaya Pencegahan IMS Di Kota Semarang Tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam (indepth interview).

Subjek penelitian adalah 6 (enam) PSK yang mengalami Infeksi Menular Seksual (IMS) dan mewawancarai dua kelompok diskusi Focus Group Discussion (FGD), seorang mucikari, dan seorang petugas lapangan (PL) sebagai triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengetahuan PSK dan persepsi PSK terhadap IMS juga sudah baik, tetapi perilaku PSK dalamupaya mencegah penularan IMS masih belum bisa dikatakan baik karena penggunaan kondom diantara pekerja seks komersial pada saat melakukan hubungan seksual dengan pelanggannya

Universitas Sumatera Utara

(30)

masih rendah. Tidak adanya dukungan dari mucikari dalam meningkatkan perilaku pencegahan IMS. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap kesehatan diri sendiri masih rendah. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa Perilaku pencegahan PSK terhadap penularan IMS belum baik.

Kelima, penelitian yang dilakukan Cahyaningtyas (2017) tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Keterbukaan Informasi Publik Di Kota Semarang, Studi Kasus: Masyarakat Pengguna Pusat Informasi Publik (PIP) Tahun 2017.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan studi literatur.

Analisis data dilakukan dengan fase reduksi data, penyajian data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Subjek penelitian ini adalah masyarakat kota Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pengetahuan kota Semarang tentang keberadaan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) belum sepenuhnya mengacu pada UU KIP, 2) kurangnya pemahaman masyarakat tentang penerapan KIP, 3) penilaian masyarakat terhadap KIP umumnya cenderung hanya membutuhkan hasil yang memuaskan tetapi tidak mengubah perilaku mereka untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Keenam, penelitan yang dilakukan Makarno dkk (2017) tentang Persepsi Pegawai Negeri Sipil Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Aparatur Sipil Negara Di Kantor Kelurahan Temindung Permai Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda). Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dimana pada penelitian bersifat

Universitas Sumatera Utara

(31)

memberikan gambaran tentang keadaan yang sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Temuan dari hasil penelitian ini bahwa persepsi pegawai negeri sipil sangat setuju diterapkan sehingga memberikan peningkatan kualitas disiplin, produktivitas, kemampuan, kinerja pegawai dan berdampak baik bagi pegawai yang berdasarkan kompetensi, kualitas dan prestasi kerja pegawai.

Ketujuh, penelitian yang dilakukan Harjeni (2016) tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Eksistensi Pak Ogah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan Pak Ogah di kota Makassar tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian sosial budaya. Jenis Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan cara penentuan sampel melalui teknik Purposive Sampling dengan memilih beberapa informan yang memiliki kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yakni yang mengetahui tentang aktivitas Pak Ogah di kota Makassar tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap keberadaan Pak Ogah dalam setiap kalangan memiliki pandangan masing-masing, namun apabila kita mengutamakan keamanan dan kenyamanan di jalan maka polisi lalu lintaslah yang berhak mengatur kendaraan karena itu merupakan tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya selaku lembaga resmi, dan selain daripada polisi maka tidak memiliki wewenang di jalan dan bersifat ilegal seperti aktivitas Pak Ogah tersebut.

Kedelapan, penelitian yang dilakukan Indirwan (2016) tentang Persepsi Mahasiswa terhadap Kualitas Pelayanan Akademik Pasca Sarjana UIN Alauddin

Universitas Sumatera Utara

(32)

Makassar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa terhadap kualitas pelayanan akademik Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar tidak sesuai dengan harapan atau negatif. Kendala yang dihadapi dalam pelayanan akademik seperti masih lambatnya proses pelayanan, sarana dan prasarana yang belum memadai, SDM yang belum mumpuni, dan kurangnya kedisiplinan pegawai.

Kesembilan, penelitian yang dilakukan Ningrum (2018) tentang Kajian Ujaran Kebencian di Media Sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi. Data berupa tutur netizen pada kolom komentar facebook yang mengandung ujaran kebencian dan tindak tutur ilokusi, asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. Hasil penelitian menunjukkan bentuk ujaran kebencian yang ditemukan antara lain;

bentuk penghinaan, menghasut, provokasi politik, pencemaran nama baik, penistaan agama, dan menyebarkan berita bohong (hoax).

Kesepuluh, penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2018) tentang Konstruksi Ujaran Kebencian Melalui Status Media Sosial. Penelitian dengan pendekatan studi kasus bertujuan untuk mengeksplorasi pergolakan bermedia sosial dan janjinya di dunia siber yang memberikan kebebasan berpendapat atau juga batasan dari praktik tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah adanya pergolakan bermedia sosial karena hadirnya UU ITE (terutama pasal 27 ayat 3) membatasi kebebasan berpendapat dalam bermedia sosial untuk melayangkan kritiknya sebagai audiens yang sekaligus sebagai produsen aktif menyampaikan pendapatnya. Media sosial bukan hanya sebagai ruang bebas untuk berpendapat,

Universitas Sumatera Utara

(33)

melainkan bisa menjadi ruang yang membuat seseorang dipenjara. Dalam bermedia sosial, privasi menjadi memudar dan perwujudan di dunia siber tidak hanya sebagai representasi penggunanya, tetapi juga mengintervensi dan mengikat pada relasi individu, budaya, dan teknologi.

Peneliti memilih mengembangkan penelitian yang dilakukan Makarno dkk (2017) tentang Persepsi Pegawai Negeri Sipil Terhadap Penerapan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Aparatur Sipil Negara Di Kantor Kelurahan Temindung Permai Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda). Permasalahan yang difokuskan dalam penelitian Makarno untuk mengetahui persepsi ASN tentang keberadaan UU ASN No.

Tahun 2014 dan penerapannya. Undang-Undang ASN merupakan ketentuan yang bersifat umum mengatur banyak aspek tentang ASN antara lain: mengatur tentang hak ASN, kewajiban ASN, pengembangan karir ASN, kepangkatan ASN, pensiun ASN, sampai dengan hukuman disiplin ASN. Makarno dkk (2017) dalam penelitiannya tentang persepsi ASN terhadap UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak mengambil satu fokus kajian dari berbagai aspek dari ASN yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Peneliti mengangkat aspek hukuman disiplin yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Secara khusus peneliti mengangkatnya dari kondisi sosial yang sangat mengkhawatirkan terkait dengan ujaran kebencian dan hoax yang melibatkan oknum ASN yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian.

Peneliti berusaha mengungkapkan fokus penelitian terkait dengan persepsi PPK tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin

Universitas Sumatera Utara

(34)

sebagaimana diatur dalam rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018. Rilis yang dikeluarkan BKN sejak bulan Mei tahun 2018 menimbulkan pro dan kontra.

Ketentuan tentang larangan terhadap perbuatan-perbuatan yang berkategori hukuman disiplin ASN pada Rilis BKN merupakan peraturan yang berdiri sendiri dan terpisah dari PP 53 Tahun 2010 tentang Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Perbedaan persepsi dalam memaknai ketentuan rilis BKN juga memunculkan pro dan kontra terhadap substansi yang diatur yaitu 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin. Salah satu perhatian PPK tentang pernyataan mendukung pendapat di media sosial seperti kegiatan berkomentar (comment), suka (like), berkomentar kembali di twitter (retweet) dipahami telah melanggar hak azasi sebagai pribadi dan melanggar UUD 1945 karena menyampaikan pendapat dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran di kalangan ASN maupun Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sebagai pelaksana rilis BKN di instansi pemerintah.

2.3 Uraian Teoretis 2.3.1 Persepsi

Rakhmat (2004: 51) menjelaskan bahwa persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Ada kegiatan memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Rakhmat mengemukakan dua istilah persepsi berdasarkan objeknya. Istilah persepsi interpersonal digunakan

Universitas Sumatera Utara

(35)

untuk menggarisbawahi manusia (dan bukan benda) sebagai objek persepsi.

Persepsi objek digunakan untuk persepsi pada objek selain manusia. Dalam penelitian ini peneliti memilih objek persepsi selain manusia atau disebut persepsi objek. Penelitian ini menggunakan objek persepsi yakni Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 tanggal 18 Mei 2018 tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin.

Rakhmat (2004: 81-82) mengemukakan bahwa persepsi terhadap objek lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan persepsi terhadap manusia atau dikenal dengan istilah persepsi interpersonal. Beberapa ciri yang dapat diketahui ketika kita melakukan persepsi terhadap objek, antara lain:

a. Pada persepsi objek selain manusia, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur, dan sebagainya.

b. Apabila menanggapi objek selain manusia, kita hanya menanggapi sifat- sifat luar objek itu. Ketika kita melihat papan tulis, kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati.

c. Ketika mempersepsi objek selain manusia, objek tidak bereaksi kepada kita dan kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya.

d. Sifat suatu objek selain manusia relatif tetap, sedangkan manusia berubah- ubah. Papan tulis yang kita lihat minggu yang lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita lihat hari ini. Mungkin tulisannya saja yang berubah, atau fisik yang cacat dan sebagainya, tapi secara keseluruhan papan tulis itu tidak berubah.

Universitas Sumatera Utara

(36)

Persepsi sering kita dengar dari pembicaraan antar dua individu atau lebih dalam komunikasi sehari-hari. Persepsi merupakan aspek penting dalam berkomunikasi, karena aspek penafsiran yang memungkinkan orang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Nurdin, dkk (2013: 15) mengatakan bahwa penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi.

Sugihartono (2007: 8) menyampaikan bahwa persepsi merupakan kemampuan otak untuk menterjemahkan stimulus yang diperoleh dari luar dan diproses oleh indera manusia, sehingga perbedaan persepsi tentang sesuatu dikatakan baik atau tidak yang akan mempengaruhi tindakan manusia dalam dunia nyata.

Lubis (2016: 62) menyatakan bahwa persepsi dalam pengertian sederhana adalah dimana setiap individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan (stimuli) yang berasal dari dunia luar. Persepsi adalah proses dimana kita mempertahankan hubungan dengan dunia di lingkungan kita, karena kita biasanya mampu mendengar, melihat, mencium, menyentuh dan merasa. Kita mampu merasakan lingkungan, menyadari apa yang terjadi diluar diri kita. Apa yang kita lakukan adalah proses menciptakan citra secara fisik dan objek sosial serta peristiwa yang kita temukan dalam lingkungan.

Mulyana (2002) dalam Lubis (2016: 61) mengungkapkan bahwa persepsi itu muncul karena setiap penilaian dan pemilihan seseorang terhadap orang

Universitas Sumatera Utara

(37)

lain diukur berdasarkan penyertaan budaya sendiri. Peserta komunikasi memilih apa yang diterima atau menolaknya. Persepsi yang sama akan memudahkan peserta komunikasi mencapai kualitas hasil komunikasi yang diharapkan.

Samovar (2010) dalam Lubis (2016: 62) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu cara untuk membuat dunia fisik dan sosial kita menjadi masuk akal. Persepsi kita mengartikan pengaruh eksternal dengan mengijinkan kita dengan menginterpretasi, mengelompokkan dan mengatur stimulus yang kita pilih untuk dimonitor.

Yusuf (1991: 108-109) menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses

‗pemaknaan hasil pengamatan‘ terhadap lingkungan yang menyeluruh, lingkungan dimana individu berada dan dibesarkan dan kondisi merupakan stimuli untuk suatu persepsi. Setelah mendapat stimuli, tahap selanjutnya adalah andanya upaya seleksi yang berinteraksi dengan interpretasi, begitu juga berinteraksi dengan closure (pelengkap). Proses interaksi membentuk respon berupa permanent memory yang disebut dengan mental representation.

Interpretasi bergantung pada pengalaman terdahulu, agama, nilai, norma, adat, tradisi, dan lain-lain. Seluruh proses ini termasuk kedalam pembentukan persepsi.

Universitas Sumatera Utara

(38)

Berikut bagan untuk memahami terbentuknya proses persepsi.

Gambar 2.1 : Proses Persepsi (sumber: Yusuf, 1991: 108-109)

Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan penginderaan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati.

Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi atau peristiwa.

2.3.2 Syarat Terjadinya Persepsi

Sunaryo (2004: 98) menjelaskan bahwa terdapat syarat terjadinya persepsi yaitu :

a. Objek yang dipersepsi

Bergantung pada pengalaman (Past Experience)

Agama, norma, nilai, tradisi, dll

= PERMANENT MEMORY atau MENTAL REPRESENTATION

PERSEPSI

Selection

Interpretation

Closure (Pelengkap) STIMULI

Universitas Sumatera Utara

(39)

b. Perhatian (Attention) yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi

c. Indera/ Reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon

2.3.3 Proses Persepsi

Devito (2011: 80-82) mengungkapkan bahwa persepsi bersifat kompleks. Kita dapat mengilustrasikan bagaimana persepsi bekerja dengan menjelaskan tiga langkah yang terlibat dalam proses ini.

a. Tahap terjadinya stimulasi alat indra (Sensory Stimulation)

Pada tahap ini alat-alat indra distimulasi (dirangsang), seperti mendengar musik, melihat seseorang, mencium parfum orang, mencicipi sepotong kue, merasakan telapak tangan yang berkeringat. Meskipun kita memiliki kemampuan untuk merasakan stimulus (rangsangan), kita tidak selalu menggunakannya. Contoh ketika melamun di kelas, kita tidak mendengar pelajaran yang disampaikan oleh guru. Kita baru sadar, setelah guru memanggil nama kita. Kita tahu bahwa kita mendengar nama kita dipanggil, tetapi tidak tahu sebabnya. Ini contoh yang jelas bahwa kita akan menangkap apa saja yang bermakna bagi kita dan tidak menangkap yang kelihatannya tidak bermakna.

Universitas Sumatera Utara

(40)

b. Stimulasi terhadap Alat Indra Diatur

Pada tahap ini rangsangan terhadap alat indra diatur menurut berbagai prinsip, seperti prinsip proksimitas atau kemiripan.

Seperti kita mempersepsikan pesan yang datang segera setelah pesan yang lain sebagai satu unit atau mengganggap keduanya saling berkaitan. Kita menyimpulkan bahwa kedua pesan tersebut berkaitan menurut pola tertentu. Prinsip yang lain, adalah kelengkapan (closure) yaitu kita sering mempersepsikan suatu gambar atau pesan yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap. Contoh kita mempersepsikan gambar potongan lingkaran sebagai lingkaran penuh, meskipun sebagian dari gambar itu tidak ada. Kita akan melengkapi pesan yang kita dengar dengan bagian-bagian yang tampaknya logis untuk melengkapi pesan itu. Masih ada beberapa prinsip lagi terkait dengan pengaturan indra. Perlu diingat bahwa apa yang kita persepsikan, juga kita tata ke dalam suatu pola yang bermakna bagi kita. Pola ini belum tentu benar atau logis dari suatu segi objektif tertentu.

c. Stimulasi Alat Indra Ditafsirkan-Dievaluasi

Pada tahap ini, kita menggabungkan istilah penafsiran-evaluasi.

Proses subjektif melibatkan evaluasi pihak penerima. Penafsiran- evaluasi kita tidak hanya didasarkan pada rangsangan luar, melainkan sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu,

Universitas Sumatera Utara

(41)

kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan tentang yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat itu dan sebagainya yang ada pada kita. Cara masing-masing individu dalam menafsiran dan mengevaluasi tidaklah sama. Penafsiran-evaluasi juga akan berbeda bagi satu orang yang sama dari waktu ke waktu.

Ketiga tahap ini tidak terpisah, melainkan bersifat kontinu, bercampur baru dan bertumpang tindih satu sama lain.

Liliweri (2017: 169-174) menjelaskan proses persepsi individu yaitu : (1) seleksi, (2) organisasi, (3) interpretasi, dan (4) respon. Devito (2009) dalam Liliweri menyebutkan : (1) stimulus, (2) organisasi, (3) interpretasi, (4) memori, (5) recall.

a. Stimulus

Merupakan rangsangan yang ditangkap oleh indra, kontak antara indra dengan stimulus inilah yang kita sebut respon, di saat inilah terjadi proses stimulasi. Stimulus melibatkan perhatian selektif (memilih informasi yang paling disukai dalam sebuah percakapan dan mengabaikan informasi yang lain) dan terpaan selektif (tentang uangkapan perasaan puas terhadap suatu informasi).

b. Respons

Persepsi individu umumnya dipengaruhi latar belakang seseorang seperti keyakinan, asumsi, nilai-nilai, dan kondisi tertentu.

Persepsi kita terhadap realitas terkadang tidak objektif karena

Universitas Sumatera Utara

(42)

tergantung dari seberapa besar keyakinan, asumsi, dan nilai serta kondisi tertentu yang diimplementasikan melalui prilaku.

Stimulus-respon merupakan hubungan sebab akibat, ketika kita menyalam rekan kita (stimulus) kemudian rekan kita membalas salam kita (respon) sangat tergantung dari bagaimana kita memandang/menilai peranan suatu peristiwa yang memicu prilaku kita.

c. Seleksi

Persepsi selektif adalah proses dimana individu memilih konten pesan yang dia inginkan lalu mengabaikan konten dari sudut pandang pengirim. Persepsi ini bermanfaat untuk mengidentifikasi perilaku individu yang cenderung melihat satu atau beberapa hal berdasarkan frame tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seleksi (respon), yaitu: faktor eksternal seperti, faktor alami (alam, lokasi, ukuran), kontras, gerakan, perulangan, dan kemiripan dan faktor internal yang datang dari diri sendiri seperti, faktor pembelajaran, kebutuhan, usia, dan kepentingan.

d. Pengorganisasian

Mullet, K & Sano, D (1995) dalam Liliweri (2016: 172) menjelaskan tentang ‗organisasi‘ sebagai tahapan pembentukan persepsi tidak dapat dipisahkan dari teori Gestalt yang disumbangkan oleh psikolog jerman seperti Johann Woflgang, Christian von Ehrenfels, Max Wertheimer, dan lain lain. Gestalt

Universitas Sumatera Utara

(43)

yang dalam bahasa Jerman berarti membentuk sesuatu menjadi utuh ‘whole‘. Teori Gestalt mengatakan, bahwa setiap individu selalu menerima stimulus (informasi) yang tampil dalam bentuk potongan-potongan. Persepsi lebih mudah terbentuk apabila stimulus yang diterima ditata berdasarkan skema dan skrip (tindakan berpola), menggolongkan mana yang sejenis (mirip), contoh objek berdasarkan ukuran (besar kecil). Kemampuan ini dikembangkan melalui pengalaman aktual yang ditemukan sehari- hari dan juga dari pergaulan maupun media massa. (Devito, 2011) e. Memori

Tahap selanjutnya adalah memori. Russell (1976) dalam Liliweri (2016: 172) mengatakan bahwa memori membuat orang menyimpan stimulus yang telah diorganisir kemudian dievaluasi dan diinterpretasi. Stimulus bisa cepat atau lambat tersimpan dalam otak, terkadang ada informasi tertentu yang hilang seketika dan kita kesulitan untuk mengingat kembali apa yang tersimpan dalam otak. Peran memori ibarat penyangga terhadap rangsangan yang diterima melalui panca indera, agar stimuli tetap hadir dan akurat. Beberapa memori yang dikenal seperti; (1) memori ikonik yaitu memori sensoris untuk rangsangan visual, (2) memori haptic yaitu memori untuk menyimpan rangsangan aural yaitu kemampuan untuk menirukan bunyi, atau menyimpan sentuhan, (3) ‗actally dan olfactory’ adalah memori untuk menyimpan bau.

Universitas Sumatera Utara

(44)

Setiap individu memiliki dua jenis memori yakni (1) Long Term Memory (LTM) atau memori jangka panjang dan (2) Short Term Memory (STM) atau memori jangka pendek.

f. Recall

Memori yang tersimpan tersebut dapat dipanggil kembali (recall) ketika individu mengingat informasi tertentu. Recall berkaitan dengan erat bagaimana individu merekonstruksi apa yang dilihat, didengar, rasakan, yang menurut individu berarti atau bermakna.

Devito (2009) dalam Liliweri (2016, 173) menyatakan bahwa individu akan mengingat kembali informasi yang tersimpan dalam memori secara konsisten melalui skema. Empat jenis recall yaitu:

(1) Perception recall yakni kemampuan mengakses apa yang harus dipersepsikan berdasarkan ingatan, (2) Free recall yaitu mengingat kembali suatu peristiwa namun mempunyai efek kebaruan pada saat sekarang, (3) Cued recall kegiatan merangsang daya ingat kemudian diuji dengan bantuan satu isyarat atau kata tertentu, (4) Serial recall adalah kemampuan untuk mengingat urutan item kejadian suatu peristiwa, kemampuan ini diuji dengan mengingat kembali hal-hal penting melalui penggunaan bahasa.

g. Interpretasi

Pada tahap interpretasi-evaluasi, individu akan memberikan interpretasi dan memberikan makna terhadap semua respons.

Universitas Sumatera Utara

(45)

2.3.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Rakhmat (2004: 52-58) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :

a. Perhatian (Attention)

Kenneth E. Andersen (1972) dalam Rakmat (2004: 52) menyebutkan bahwa perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol alam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi apabila konsentrasi terhadap salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui indera yang lain. Faktor Attention dibedakan menjadi dua yaitu faktor eksternal penarik perhatian dan faktor internal penaruh perhatian. Faktor eksternal penarik perhatian ditentukan oleh faktor situasional yakni gerakan, intensitas stimuli, kebaruan (novelty), perulangan yang juga mengandung unsur sugesti: mempengaruhi alam sadar kita. Faktor Internal Penarik Perhatian menggambarkan adanya proses selektif.

Ada kencederungan kita melihat apa yang ingin kita lihat, kita mendengar apa yang ingin kita dengar.

b. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut faktor-faktor personal. Persepsi bukan ditentukan dari jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli

Universitas Sumatera Utara

(46)

tersebut. Faktor-faktor fungsional sering disebut kerangka rujukan (frame of reference). Kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya.

c. Faktor-faktor struktural yang menentukan persepsi

Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Beberapa ahli merumuskan teori Gestalt yaitu mempersepsikan sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kohler dalam Rakhmat (2004: 58) mengatakan bahwa untuk memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta- fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan.

Kasali (2006:23) menyebutkan beberapa faktor yang menentukan persepsi seseorang, sebagai berikut:

a. Latar belakang budaya

Persepsi itu terkait oleh budaya. Bagaimana kita memaknai suatu pesan, objek atau lingkungan bergantung pada sistem nilai yang kita anut. Semakin besar perbedaan budaya antara dua orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap realitas.

b. Pengalaman masa lalu

Audience atau khalayak, umumnya pernah memiliki suatu pengalaman tertentu atas objek yang dibicarakan. Makin intensif hubungan antara objek tersebut dengan audiens, maka semakin

Universitas Sumatera Utara

(47)

banyak pengalaman yang dimiliki oleh audiens. Selama audiens menjalin hubungan dengan objek, ia akan melakukan penilaian.

Pengalaman masa lalu ini biasanya diperkuat oleh informasi lain, seperti berita dan kejadian yang melanda objek (Kasali, 2006:21) c. Nilai-nilai yang dianut

Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan yang dianut mencakup kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Nilai bersifat normatif, pemberitahu suatu anggota budaya mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang harus diperjuangkan, dan lain sebagainya.

d. Berita-berita yang berkembang

Berita-berita yang berkembang adalah berita-berita seputar produk baik melalui media massa maupun informasi dari orang lain yang dapat berpengaruh terhadap persepsi seseorang. Berita yang berkembang merupakan salah satu bentuk rangsangan yang menarik perhatian khalayak. Melalui berita yang berkembang di masyarakat dapat mempengaruhi terbentuknya persepsi pada benak khalayak.

Pandaleke (2015: 31) memaparkan faktor-faktor yang berpengaruh atas persepi antara lain:

a. Faktor-faktor fisik biologis dan struktural

Persepsi yang salah dapat disebabkan oleh cacat pendengaran atau penglihatan. Persepsi merupakan akar dari pengetahuan. Apabila

Universitas Sumatera Utara

(48)

seseorang memiliki cacat pendengaran atau penglihatan maka dengan sendirinya pengetahuan kita menjadi salah juga.

Kelemahan dan kekurangan panca indra menyebabkan banyaknya salah paham dan perselisihan.

b. Faktor-faktor sosial psikologis/pengaruh fungsional Faktor-faktor fungsional antara lain, yaitu :

1. Kebutuhan: objek persepsi tidak menyebabkan perbedaan dalam persepsi seseorang. Objek yang menjadi stimulus itu sama, tetapi kebutuhan yang berbeda-beda membuat orang memperhatikan ataupun mengabaikan hal-hal disekitarnya (Pandaleke, 2015: 33)

2. Kepentingan

3. Sikap orientasi dasar diri orang

Sikap dasar seseorang dibentuk dalam keluarga orientasi dan kelompok-kelompok primer lainnya. (Cooley, 18611-1929) dalam Pandaleke (2015: 35). Pengalaman hidup dari masa muda di tengah keluarga mempengaruhi seseorang melakukan persepsi.

4. Perasaan / emosi

Perasaan memainkan peranan besar dalam persepsi. J. Webb dalam Pandaleke (2015: 36) berpendapat bahwa perasaan selalu ikut membentuk evaluasi kita.

Universitas Sumatera Utara

(49)

c. Faktor-faktor sosio budaya

Kebudayaan memegang peranan penting, dengan kebudayaan individu mampu untuk mengelola kesan-kesannya. Persepsi manusia selalu selektif karena individu mengelola kesan-kesannya.

Individu ―memakai‖ gambaran-gambaran budaya dalam kepalanya sebagai sarana untuk mengartikan dan menafsirkan dunia.

Pandaleke (2015: 52).

d. Frame of Reference dan Cognitive Dissonance 1. Kerangka acuan (frame of reference)

Kerangka acuan (frame of reference) adalah persepsi dan pengetahuan dipengaruhi faktor fungsional maupun budaya.

Kata ‗kerangka‘ menunjukkan pada keterjalinan dan kesatuan.

Frame of reference mempengaruhi manusia dalam menentukan sesuatu bernilai baik atau rendah, apakah sesuatu pantas diusahakan atau sebaliknya. Frame reference tidak hanya mengarahkan pengalaman empiris kita, melainkan juga orientasi spiritual dan moral kita. Frame reference membantu orang untuk mencapai tujuan baik dengan mengadaptasi hidupnya dengan lingkungannya, atau dalam memberikan makna, motivasi, dan orientasi pada hidupnya (Pandalekke, 2015: 54-55).

2. Disonansi kognitif (Cognitive Dissonance)

Universitas Sumatera Utara

(50)

Setiap orang dalam hidupnya selalu dikonfrontasikan dengan fakta atau isu yang kontradiktoris dengan kepentingan dan nilai-nilai budaya. Fakta atau isu yang dialami tidak cocok dengan citra diri yang ada di dalam kepalanya. Ketidakcocokan ini dialami sebagai disonansi yang mengganggu keselarasan pribadinya. Leon Festinger mengembangkan teori ―cognitive dissonance‖ untuk menanggulangi permasalahan ketidakcocokan tadi. Agar konflik dalam bantin reda, maka perlu perserasian satu sama lain untuk mengurangi ketegangan batin. Festinger memberikan saran dalam menyelesaikan disonansi dengan cara:

a. Individu yang mengalami kondisi tersebut, menyerah kepada fakta yang menyebabkan disonansi, dan dengan demikian berakhirlah konflik batin.

b. Individu menutup mata (diri) supaya tidak melihat kenyataan-kenyataan yang tidak cocok dengan frame of referencenya. Persepsi menjadi selektif, ia tidak mau mendengar, membaca, atau melihat informasi yang bertentangan dengan dia.

c. Kemungkinan ketiga adalah informasi yang berlawanan atau kenyataan yang menyebabkan disonansi, diputar- balikkan (distorsi) (Pandaleke, 2015:58-59).

Universitas Sumatera Utara

(51)

2.3.5 Makna

Makna adalah bagian yang tidak terlepas dari semantik dan selalu melekat dari apa yang kita tuturkan. Suatu ungkapan kalimat tidak selalu dapat ditafsirkan. Lul (1998) dalam Sobur (2003: 246-247) mengatakan bahwa makna tidak pernah terjadi begitu saja, melainkan aktivitas yang membutuhkan waktu, inilah yang disebut sebagai ―aktivitas simbolik yang dibutuhkan‖. Simbol-simbol dapat memiliki arti berbeda kepada masing- masing orang, bahkan dapat mempunyai arti yang berbeda pada orang yang sama, pada waktu berbeda atau keadaan yang berbeda sekalipun. Pateda (2001) dalam Sobur (2003: 247) menjelaskan bahwa setiap kali terjadi perubahan bentuk pada suatu kata maka akan terjadi perubahan makna.

Aminuddin (1997) dalam Sobur (2003: 248) mengatakan bahwa kata adalah satuan bentuk kebahasaan yang telah mengandung makna tertentu.

Beberapa jenis kata tersebut adalah: (1) Autosemantis, kata yang telah mengandung makna, dapat membentuk persepsi dari individu yang menanggapi contoh: pergi, tidur, malam (2) Sinsemantis adalah kata tugas antara lain kata sambung, tidak mengandung makna secara mandiri, mengandung makna apabila melekat dengan kata lain dan dapat membentuk satuan persepsi pada individu yang menanggapi, contoh: di, serta, dan sebagainya.

Sumaryono (1993) dalam Sobur (2003: 251) menyebutkan bahwa makna dibentuk dari tradisi atau budaya setempat. Wittgenstein (1983) dalam

Universitas Sumatera Utara

(52)

Sobur (2003: 251) menegaskan bahwa ―arti atau makna suatu kata tergantung pada penggunaannya dalam kalimat, sedangkan arti suatu kalimat tergantung pada penggunaannya dalam bahasa‖. Sobur (2003: 251) menambahkan bahwa pendapat Witthgenstein tersebut dapat dipahami bahwa kita dapat masuk dalam jebakan dalam kerancuan bahasa, ketika kita berusaha menjelaskan pengertian suatu kata dengan memisahkannya dari situasi yang melingkupinya. Oleh karenanya sebelum kita berusaha menjelaskan arti suatu kata atau istilah, terlebih dahulu harus kita periksa dalam situasi bagaimana kata tersebut dipergunakan.

Sobur (2003: 252) menjelaskan bahwa ketidakpastian atau kekaburan makna suatu kata dapat dikurangi dengan melihat cara pemakaian kata itu.

Setiap orang memberi makna yang berbeda pada suatu kata. Perbedaan budaya mempengaruhi persepsi individu untuk memahami kata maupun kalimat. Perbedaan arti atau makna terhadap suatu kata karena perbedaan budaya dapat menyebabkan kesalahpahaman. Oleh karenanya harus memastikan kembali kepada lawan bicara apa yang dimaksudkan dan tidak mengartikan sendiri kata-kata yang digunakan pembicara. Seorang ahli Nuklir yakni Bridgeman dalam Sobur (2003: 254) mengatakan bahwa makna dari suatu kata hanya dapat ditemukan dengan meneliti apa yang dilakukan seseorang dengannya, bukan apa yang dikatakan dengan kata itu.

Universitas Sumatera Utara

Referensi

Dokumen terkait

The results of hypothesis testing indicate that attitudes, subjective norms, perceptions of behavioral control, and ease of the system and the procedure has

Variabel yang diamati meliputi kadar air dengan metode pengeringan (AOAC, 2007), kadar abu dengan metode pengabuan langsung (AOAC, 2007), kadar lemak dengan metode Soxhlet (AOAC,

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa (1) kesulitan siswa kelas VIII asrama SMP Aloysius Turi pada materi peluang, yaitu (a) pemahaman bahasa matematika yang

Kami dari kelompok Hi_Mush menyusun suatu konsep budidaya jamur tiram dengan penerapan GAP yaitu panduan umum dalam melaksanakan budidaya jamur tiram secara

Oleh karena itu, pada penelitian ini dapat diperoleh fraksi alkaloid daun dan fraksi antosianin umbi ubi jalar ungu sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.. Bagian daun

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalium berpengaruh nyata terhadap bobot kering umbi per sampel, sedangkan perlakuan jarak tanam berpengaruh tidak

permasalahan perkara yang di hadapi seperti dalam putusan nomor 94- K/PM.II-09/AD/V/2016 yang memerlukan seorang ahli dalam memeriksa keadaan terdakwa yang mengalami

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di kota Magelang tahun 1990-2010 yang dilakukan putro dan setiawan (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang