• Tidak ada hasil yang ditemukan

L ATARBELAKANG P EMBENTUK P ERSEPSI ASN BPS P ROVINSI S UMATERA

BAB V. PEMBAHASAN

5.2. L ATARBELAKANG P EMBENTUK P ERSEPSI ASN BPS P ROVINSI S UMATERA

ASN.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diperoleh beberapa faktor-faktor pembentuk persepsi antara lain :

a. Pengalaman masa lalu

PPK memiliki pengalaman terhadap proses pelaksanan peraturan perundang-undangan, khususnya tentang hukuman disiplin PNS. Pengalaman tentang digugatnya surat keputusan penjatuhan hukuman disiplin oleh salah satu ASN, memberikan informasi bahwa sebelum menjatuhkan hukuman disiplin alangkah tepat merujuk pada peraturan-peraturan dan ketentuan yang berdasar dan tidak multi tafsir.

Ketentuan tentang hukuman disiplin seperti PP 53 Tahun 2010 tentang Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil dirasa cukup jelas mengatur perbuatan-perbuatan apa saja yang tergolong pelanggaran disiplin. PPK melaksanakan proses hukuman disiplin dengan merujuk pada Peraturan Kepala BKN No. 21 Tahun 2010 tentang petunjuk pelaksanaan PP 53 Tahun 2010. PPK berharap adanya petunjuk yang sama untuk ketentuan Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin. Potensi untuk disalah gunakannya ketentuan Rilis ini untuk meredam kritik yang dilakukan oleh ASN, atau kesewenangan dalam menerapkan ketentuan Rilis berakibat ‗kriminalisasi‘ terhadap ASN

Universitas Sumatera Utara

dan mengekang kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945.

b. Nilai-nilai yang dianut

Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan yang dianut mencakup kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Nilai bersifat normatif, pemberitahu suatu anggota budaya mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang harus diperjuangkan, dan lain sebagainya. Agama menjadi pegangan ketika ada perbuatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.

Persepsi PPK yang mendukung ketentuan rilis BKN dalam menanggapi maraknya ujaran kebencian dan hoax, dilatarbelakangi pemahaman bahwa hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai agama. Ujaran kebencian dan hoax tidak seharuslah dilakukan oleh siapapun karena agama melarang demikian.

Agama mengajarkan untuk tidak mencela, menggali informasi yang benar sebelum memutuskan menyebarkan kepada orang lain.

Faktor nilai-nilai ini dipertegas oleh Ibu Nurbani ketika peneliti mempertanyakan pengaruh faktor nilai-nilai tersebut, berikut penuturannya,

―Berpengaruh, teori tindakan beralasan, ketika orang melakukan A, ada dua hal yang mempengaruhi yaitu faktor dari dalam (nilai-nilai dari diri sendir) dan faktor orang lain (orang yang dia kagumi dan idolakan) itulah inti kita melakukan sesuatu. Tetapi apabila stimulus yang diberikan (peraturan) kalau sejalan dengan nilai-nilai pada dirinya, maka cepat terjadi sesuai dengan apa yang kita kehendaki (dijalankan peraturan tersebut). Kalau ada nilai-nilai pada diri kita, disatu sisi ada yang tidak kita setujui dari orang lain, inilah yang menyebabkan keraguan pada individu. Tetapi kalau sudah yakin (menyetujui stimulus) , saat itu berarti nilai-nilainya sesuai dengan stimulus tersebut. Tetapi kalau ada orang

Universitas Sumatera Utara

yang disegani biasanya dari luar komunitas atau kelompok, nilai-nilai yang ada walaupun tidak sesuai, individu tersebut akan memikirkan kembali untuk positif terhadap stimulus. Tetapi apabila tidak ada faktor dari luar, maka faktor dari dalam individu tersebutlah yang dominan.

Termasuk rasa takut, itu merupakan faktor dari luar, seperti takut dipecat, perasaan cemas. Tapi intinya nilai-nilai yang dia yakini benar itu sebenarnya yang mendorong seseorang melakukan sesuatu.‖

c. Berita-berita yang berkembang

Berita-berita tentang ujaran kebencian dan hoax yang tersebar di media sosial memiliki pengaruh yang signifikan ketika PPK memberikan persepi tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin. Persepsi yang mendukung diterapkannya ketentuan rilis BKN tersebut didasarkan pada keinginan agar ujaran kebencian dan hoax tidak menyebar bahkan sampai pada lingkungan ASN. ASN diharapkan dapat menjadi pemersatu bangsa. Kasus-kasus tentang ujaran kebencian dan hoax menimbulkan persepsi bahwa perlu penanganan yang serius, oleh karenanya PPK berpendapat agar ketentuan Rilis BKN No.

006/RILIS/BKN/V/2018 dilaksanakan.

Persepsi yang tidak mendukung diterapkannya ketentuan rilis BKN tersebut didasarkan pada isu-isu yang berkembang di media sosial yang memberikan efek antipati penegakan hukum yang dirasa tidak adil dan berat sebelah tentang penerapan peraturan peraturan perundangan terkait ujaran kebencian dan hoax oleh pemerintah. Ketentuan Rilis BKN yang dirasa multi tafsir, mengekang kebebasan berpendapat ASN sebagai

Universitas Sumatera Utara

pribadi, dan berat sebelah dirasakan akan sama dengan penerapan Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018. Berita-berita yang berkembang tentang ujaran kebencian dan hoax menjadi referensi bagi beberapa PPK yang berpendapat bahwa ketentuan Rilis BKN tersebut tidak serta merta dapat dijalankan di BPS Provinsi Sumatera Utara tanpa adanya petunjuk pelaksanaan atau penjelasan masing-masing perbuatan yang berkategori pelanggaran disiplin.

Adanya perbedaan pemaknaan atau penafsiran juga dipengaruhi oleh adanya kebutuhan. Pandaleke (2015: 33) berpendapat bahwa objek yang menjadi stimulus itu sama, tetapi kebutuhan yang berbeda-beda membuat orang memperhatikan aspek-aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain. Persepsi PPK yang mendukung diterapkannya ketentuan rilis BKN no. 006/RILIS/BKN/V/2018 didasarkan pada keinginan PPK agar adanya rasa aman dan damai ketika pelaku terhadap pelanggaran ditindak dan diberikan pembinaan. Proses tetap dilakukan, dengan meminta keterangan dan dipastikan bahwa penjatuhan hukuman ditentukan dari berat ringannya perbuatan yang dilakukan.

Persepsi PPK yang tidak setuju diterapkannya ketentuan Rilis BKN No.

006/RILIS/BKN/V/2018 dikarenakan kebutuhan adanya kejelasan terhadap setiap rinci kegiatan atau perbuatan menyebarkan berita di media sosial bermuatan ujaran kebencian yang dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin. Diharapkan pelaksana rilis BKN tidak sewenang-wenang dalam menerapkan pengkategorian suatu perbuatan sebagai pelanggaran disiplin.

Universitas Sumatera Utara

Kepentingan masing-masing PPK juga melatarbelakangi perbedaan persepsi dalam merespon ketentuan rilis BKN nomor 006/RILIS/BKN/V/2018. Pandaleke (2015: 34) menyatakan bahwa kepentingan merupakan kecenderungan untuk mengembangkan hidup sendiri dan menghindarkan atau menentang semua yang menghambat perkembangan itu. Ditinjau dari aspek individu pelaku persepsi, kecenderungan ini langsung dipengaruhi persepsi orang, mempengaruhi cara mereka terhadap situasi, kejadian, orang atau benda dan sering menghasilkan distorsi (pemutar balikkan). Orang menjadi berpihak atau bersikap berat mengaburkan persepsi, penafsiran atau evaluasi ketika dihadapkan pada kepentingan perseorangan ataupun kelompoknya.

Sebagai pakar dalam bidang psikologi komunikasi di Fakultas Ilmu Komunikasi dan Politik Universitas Sumatera Utara, Ibu Nurbani menguatkan pendapat diatas tentang kepentingan yang mendasari ASN dalam memberikan persepsinya. Berikut penuturannya,

―Jangan lupa, semua ASN punya kepentingan. Dan itu tadi, dia bisa nggak melihat antara kepentingannya secara individu dia utamakan atau kepentingan kelompok. Ada orang yang lebih mementingkan kepentingan individu, ada juga orang yang lebih mementingkan kepentingan orang banyak. Tipe-tipe individu seperti itu masih dalam kategori yang sederhana.‖

Persepsi PPK yang mendukung ketentuan rilis BKN tersebut dapat dilihat dari ungkapan PPK yang mengedepankan pentingnya peraturan dilaksanakan sebagai upaya kepastian hukum karena fenomena hoax merupakan tragedi luar biasa, sehingga sangat penting dilakukan upaya luar biasa dan tanggap untuk mengantisipasi setiap efek yang ditimbulkan oleh aktivitas ujaran kebencian dan hoax tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Persepsi PPK yang tidak setuju diterapkannya ketentuan rilis BKN tersebut, menganggap bahwa penting adanya kepastian hukum terhadap setiap tafsiran enam aktivitas ujaran kebencian. Perlu diperjelas setiap poin dalam enam aktivitas ujaran kebencian berikut petunjuk pelaksanaan ketentuan rilis BKN tersebut.

Pemerintah diduga melaksanakan ketentuan peraturan dengan tebang pilih, yakni peraturan tidak diterapkan kepada pelaku penyebaran ujaran kebencian dan hoax yang mendukung pemerintah akan tetapi tajam kepada pelaku yang mengkritik atau tidak mendukung pemerintah saat ini. Dugaan adanya upaya pemerintah untuk mengekang hak berpendapat ASN menjadi dasar bahwa PPK yang tidak setuju diterapkannya ketentuan rilis BKN tersebut berkepentingan untuk lepas dari kekangan tersebut. Ketentuan atau peraturan yang sifatnya mengekang kebebasan berpendapat dianggap sebagai sesuatu yang bertentangan dengan pengetahuan dan persepsinya walaupun sebenarnya peraturan itu penting untuk diadakan. Kondisi demikian menjelaskan bahwa pentingnya suatu peraturan untuk mengatur tentang larangan menyebarkan berita di media sosial bermuatan ujaran kebencian dan hoax dikesampingkan oleh kepentingan PPK itu sendiri. Alasan bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak azasi setiap warga negara indonesia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar menjadi pembenaran dalam menyampaikan kritik dan pendapat yang pada kenyataannya banyak menyerempet pada pendapat yang bermuatan ujaran kebencian dan hoax.

Kepentingan yang membentuk persepsi seorang PPK mendapat perhatian dari Ibu Nurbani, berikut penuturannya,

―Kita tahu bahwa hubungan dengan manusia itu subjektivitas sangat kental.

Untuk memilih orang-orang yang diduduk disekitarnya itu dia melihat orang

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan, misalnya like dan dislike, bukan berdasarkan kemampuan. Setia tidak setia, menjilat atau tidak menjilat. Itulah subjektivitas, tidak objektif melihatnya. Misalnya dia (pemimpinan) memiliki dua orang calon (dalam kontestasi), orang yang satu merupakan keponakan, dan orang yang satu lagi bukan dari keluarga. Padahal dari penilaian, yang berkompeten adalah orang yang bukan dari keluarganya, tetapi siapa yang dipilih, tetap keponakannya.

Manusia itu tidak bisa terlepas dari subjektivitas.‖

Dalam menyampaikan suatu persepsi sangat dipengaruhi oleh emosi individu pemersepsi. PPK diberikan wewenang untuk melaksanakan proses hukuman disiplin memiliki emosi yang berbeda ketika akan menerapkan suatu peraturan.

Hal tersebut dapat dibaca dari ungkapan PPK yang mengungkapkan bahwa ketentuan Rilis BKN No. 006/BKN/RILIS/V/2018 seharusnya dilaksanakan dengan segera, mengingat bahwa ujaran kebencian tersebut merupakan aktivitas mencela, dan tidak seharusnya individu ASN mencela siapapun, bahkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhineka Tunggal IKA, Pemerintah, Suku, Agama, Ras dan Antargolongan.

Latarbelakang kebutuhan, kepentingan yang dilanggar oleh rilis BKN, sikap pemerintah yang tidak mendukung terhadap kebutuhan, kepentingan kelompoknya membentuk evaluasi negatif PPK terhadap pemerintah. PPK yang berpersepsi tidak setuju diterapkannya ketentuan rilis BKN menyatakan tidak setuju diterapkannya ketentuan rilis BKN tersebut dikarenakan tidak simpatik kepada sikap pemerintah yang dievaluasi melakukan perbuatan semena-mena.

PPK secara emosional juga menanggapi apatis ketentuan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sikap pemerintah yang cenderung berat sebelah dalam penerapan hukum, tidak memproses pelanggar hukum yang dilakukan oleh pendukungnya tetapi bersikap

Universitas Sumatera Utara

tajam dan tegas terhadap pengkritiknya. Perasaan dan emosi PPK yang dijelaskan diatas membentuk persepsi tidak setuju diterapkannya ketentuan rilis BKN nomor 006/RILIS/BKN/05/2018 di BPS Provinsi Sumatera Utara.

Ungkapan-ungkapan PPK diatas dijelaskan oleh J. Webb dalam Pandaleke (2015: 36) bahwa perasaan PPK ketika menerima suatu peraturan atau ketentuan yakni rilis BKN No. 006/BKN/RILIS/V/2018 selalu ikut membentuk evaluasi terhadap peraturan tersebut. Apabila kita menjumpai orang lain yang bersikap simpatik, dan kita suka dengan sikapnya, kita akan cenderung untuk menilai positif seluruh kepribadiannya.

Ibu Nurbani setuju bahwa perasaan dan emosi juga melatarbelakangi persepsi PPK dalam memaknai suatu stimulus, berikut penjelasannya,

―Itu tadi, kepentingan diri sendiri. Karena dia melihat ke dirinya, bukan orang lain. Tapi ada juga tipe orang yang menyeimbangkan, terlalu care sama orang lain melupakan diri sendiri dan ini sangat jarang.‖

Ibu Nurbani kemudian menambahkan bahwa penting bagi pimpinan di instansi BPS Provinsi Sumatera Utara menggali latarbelakang persepsi PPK yang tidak setuju diterapkannya ketentuan rilis BKN agar dapat diarahkan menjadi persepsi yang mendukung diterapkannya ketentuan rilis BKN tentang enam aktivitas ujara kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN, sebagai berikut,

―Dari kognisi, afeksi, salah satu ada niatnya. Banyak hal yang mempengaruhi itu, belum tentu. Difikiran kita, misalnya banyak hal-hal menurut kita itu heroik, tetapi kita lihat ke realitasnya, mungkin gak ini kulakukan, lumrahkan? Dalam proses selanjutnya menuju afeksi dan konasi nya tidak jadi dilakukan (tidak patuh pada peraturan), misalnya karena takut, kan dipendam. Tetapi dalam hati ASN tersebut siapa yang tahu? Bisa jadi persepsi ini muncul kembali ketika tidak terpuaskan, terlihat dari sikap dan prilaku yang dia tampilkan, ini masih tetap ada. Tetapi ketika pada akhirnya dia bisa menerima, mungkin dalam dirinya sudah merasakan kedamaian nilai-nilai tersebut.‖

Universitas Sumatera Utara

128