• Tidak ada hasil yang ditemukan

T UJUAN P ENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN

1.3. T UJUAN P ENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui persepsi ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin ASN.

b. Menganalisis latarbelakang yang membentuk persepsi ASN di BPS Provinsi Sumatera Utara Terhadap Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin.

Universitas Sumatera Utara

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoretis

Penelitian tentang persepsi ASN diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi penelitian selanjutnya. Bangunan persepsi kognitif yang dimiliki masing-masing ASN serta latarbelakang yang membentuk persepsi terhadap enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin diharapkan dapat digunakan peneliti selanjutnya untuk melakukan kajian pada aspek afeksi dan konasi ASN.

b. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu, terutama ilmu komunikasi dalam kajian persepsi Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap suatu pesan komunikasi yakni Rilis BKN No.

006/RILIS/BKN/V/2018 tentang enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin. Perbedaan persepsi serta latarbelakang yang membentuk persepsi tersebut dapat menjadi rujukan penelitian selanjutnya khususnya dalam kajian komunikasi antarpribadi, komunikasi budaya, komunikasi organisasi.

c. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap Pemerintah khususnya Badan Kepegawaian Negara dalam melakukan sosialisasi kebijakan-kebijakan terkait aktivitas penyebaran berita palsu (hoax) yang bermuatan ujaran kebencian. Penelitian ini juga diharapkan

Universitas Sumatera Utara

(masyarakat luas, akademisi, peneliti serta pemerhati masalah aparatur sipil negara) yang membutuhkan informasi tambahan mengenai persepi ASN terhadap 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin serta latar belakang terbentuknya persepsi ASN terhadap 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin.

Universitas Sumatera Utara

10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai suatu analisis yang sistematis terhadap sociailly meaningfull action melalui pengamatan terhadap pelaku sosial yang bersangkutan dalam menciptakan, memelihara ataupun mengelola dunia sosial mereka. Realitas sosial bersifat cair dan mudah berubah karena interaksi manusia. Pandangan subjektif menekankan pada penciptaan makna, artinya individu melakukan pemaknaan terhadap peilaku yang terjadi.

Hasil pemaknaan ini merupakan hasil konstruksi pandangan manusia terhadap dunia sekitar (Kriyantono, 2006:55).

Paradigma konstruktivis bersifat membangun realitas yang sudah disaring berdasarkan kategorisasi konseptual yang dimiliki setiap individu. Persamaan perbedaan yang menjadi sistem konseptual pemikiran individu tidak terjadi secara ilmiah, ditentukan oleh pengetahuan (kognitif) yang semula didapatkan dari kelompok-kelompok dalam masyarakat. Creswell (2010: 11) mengatakan konstruktivis memperkuat asumsi bahwa individu akan memaknai dunia tempat mereka hidup dan bekerja dengan mengembangkan makna yang subjektif atas pengalaman mereka dan dari hasil interaksi mereka dengan manusia lainnya.

Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis pada penelitian ini karena penelitian ini mengkaji sudut pandang/persepsi individu ASN tentang enam aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin yang diatur dalam rilis

Universitas Sumatera Utara

BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018. Peneliti membantu informan dalam mengkonstruksi pengetahuannya dengan menyediakan stimulus berupa peraturan yaitu rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018, menggali pengalaman-pengalaman ASN. Peneliti mengkonstruksi pengetahuan yang harus diinterpretasikan sendiri oleh ASN tersebut dengan menggali pengetahuan awal informan terhadap aktivitas ujaran kebencian serta latar belakang yang membentuk persepsi informan tersebut. Persepsi ASN terhadap enam aktivitas ujaran kebencian difokuskan pada penjelasan dan jawaban permasalahan penelitian. Jawaban dan penjelasan tersebut murni berasal dari ASN yang mempersepsi enam aktivitas ujaran kebencian tersebut. Tujuan akhir dari proses konstruksi pengetahuan informan tersebut adalah pemecahan terhadap masalah penelitian yang dikaji oleh peneliti yaitu mengetahui persepsi ASN dan menganalisis latarbelakang yang membentuk persepsi ASN tersebut.

2.2 Penelitian Sejenis Terdahulu

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Zerlina dkk (2017) tentang Persepsi Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil terhadap kewajiban penggunaan e-filing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Subjek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil di Rektorat serta Fakultas Ekonomi UNDIKSHA Singaraja karena menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) Singaraja. Persepsi pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil digali melalui wawancara mendalam. Hasil Penelitian ini

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan adanya persepsi positif, baik dari pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil terhadap kewajiban penggunaan e-filing. Pegawai negeri sipil dan calon pegawai negeri sipil merasakan manfaat dari penggunaan e-filing dan menilai bahwa aplikasi e-filing mudah untuk digunakan karena bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ulfa dkk (2018) yaitu Persepsi Masyarakat Surabaya Tentang Iklan ―Manfaat Pajak‖ Di Televisi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh persepsi negatif. Hal ini dapat diketahui dari beberapa wawancara yang ditanyakan kepada informan, sebagian besar informan menyatakan tidak setuju. Namun masih ada sebagian kecil yang mempunyai persepsi positif terhadap iklan ―manfaat pajak‖ di televisi, karena iklan dianggap untuk mendapatkan dukungan dalam proses pengumpulan pajak di masyarakat.

Ketiga, penelitian yang dilakukan Fajar (2015) tentang Persepsi Anak Terhadap Orangtua Yang Bekerja Penuh Waktu Di Luar Rumah: Studi Kualitatif dengan Pendekatan Fenomenologi. Penelitian ini bermaksud untuk menilik persepsi subjek terhadap kedua orangtua yang bekerja di luar rumah terkait dengan kehidupan sehari-hari yang terjadi. Tujuan penelitian ini adalah memahami persepsi anak secara kognisi, afeksi, dan psikomotor kepada orangtua mereka yang bekerja penuh waktu di luar rumah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini, khususnya IPA (Interpretative Phenomenological Analysis).

Universitas Sumatera Utara

Subjek yang terlibat pada penelitian ini berjumlah tiga orang yang terdiri dari dua wanita dan satu pria yang berasal dari kota Semarang dan sekitarnya. Berdasarkan riset yang telah dilakukan, peneliti menemukan pemaknaan persepsi anak terhadap orangtua yang keduanya bekerja menghasilkan: (1) pemaknaan secara kognisi pada kedua orangtua; (2) penerimaan secara afeksi pada kedua orangtua;

(3) bentuk perilaku pada kedua orangtua. Bentuk-bentuk dari hasil persepsi terhadap orangtua yang bekerja membentuk perasaan dan harapan pada anak agar dapat berkumpul bersama kedua orangtua serta mempengaruhi kedekatan serta kelekatan anak dengan orangtuanya dan menjadikan anak mengetahui gambaran tentang dirinya dan kedua orangtuanya, dengan demikian anak dapat memahami memposisikan dirinya diantara kedua orangtua.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Matahari (2012) tentang Studi Kualitatif Mengenai Persepsi Dan Perilaku Seksual Wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) Dalam Upaya Pencegahan IMS Di Kota Semarang Tahun 2012.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam (indepth interview).

Subjek penelitian adalah 6 (enam) PSK yang mengalami Infeksi Menular Seksual (IMS) dan mewawancarai dua kelompok diskusi Focus Group Discussion (FGD), seorang mucikari, dan seorang petugas lapangan (PL) sebagai triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengetahuan PSK dan persepsi PSK terhadap IMS juga sudah baik, tetapi perilaku PSK dalamupaya mencegah penularan IMS masih belum bisa dikatakan baik karena penggunaan kondom diantara pekerja seks komersial pada saat melakukan hubungan seksual dengan pelanggannya

Universitas Sumatera Utara

masih rendah. Tidak adanya dukungan dari mucikari dalam meningkatkan perilaku pencegahan IMS. Hal ini menunjukkan bahwa kepedulian terhadap kesehatan diri sendiri masih rendah. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa Perilaku pencegahan PSK terhadap penularan IMS belum baik.

Kelima, penelitian yang dilakukan Cahyaningtyas (2017) tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Keterbukaan Informasi Publik Di Kota Semarang, Studi Kasus: Masyarakat Pengguna Pusat Informasi Publik (PIP) Tahun 2017.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan studi literatur.

Analisis data dilakukan dengan fase reduksi data, penyajian data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Subjek penelitian ini adalah masyarakat kota Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pengetahuan kota Semarang tentang keberadaan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) belum sepenuhnya mengacu pada UU KIP, 2) kurangnya pemahaman masyarakat tentang penerapan KIP, 3) penilaian masyarakat terhadap KIP umumnya cenderung hanya membutuhkan hasil yang memuaskan tetapi tidak mengubah perilaku mereka untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Keenam, penelitan yang dilakukan Makarno dkk (2017) tentang Persepsi Pegawai Negeri Sipil Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Aparatur Sipil Negara Di Kantor Kelurahan Temindung Permai Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda). Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dimana pada penelitian bersifat

Universitas Sumatera Utara

memberikan gambaran tentang keadaan yang sebenarnya yang terjadi di lapangan.

Temuan dari hasil penelitian ini bahwa persepsi pegawai negeri sipil sangat setuju diterapkan sehingga memberikan peningkatan kualitas disiplin, produktivitas, kemampuan, kinerja pegawai dan berdampak baik bagi pegawai yang berdasarkan kompetensi, kualitas dan prestasi kerja pegawai.

Ketujuh, penelitian yang dilakukan Harjeni (2016) tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Eksistensi Pak Ogah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan Pak Ogah di kota Makassar tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian sosial budaya. Jenis Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan cara penentuan sampel melalui teknik Purposive Sampling dengan memilih beberapa informan yang memiliki kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti yakni yang mengetahui tentang aktivitas Pak Ogah di kota Makassar tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap keberadaan Pak Ogah dalam setiap kalangan memiliki pandangan masing-masing, namun apabila kita mengutamakan keamanan dan kenyamanan di jalan maka polisi lalu lintaslah yang berhak mengatur kendaraan karena itu merupakan tugas dan tanggung jawab serta wewenangnya selaku lembaga resmi, dan selain daripada polisi maka tidak memiliki wewenang di jalan dan bersifat ilegal seperti aktivitas Pak Ogah tersebut.

Kedelapan, penelitian yang dilakukan Indirwan (2016) tentang Persepsi Mahasiswa terhadap Kualitas Pelayanan Akademik Pasca Sarjana UIN Alauddin

Universitas Sumatera Utara

Makassar. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa terhadap kualitas pelayanan akademik Pasca Sarjana UIN Alauddin Makassar tidak sesuai dengan harapan atau negatif. Kendala yang dihadapi dalam pelayanan akademik seperti masih lambatnya proses pelayanan, sarana dan prasarana yang belum memadai, SDM yang belum mumpuni, dan kurangnya kedisiplinan pegawai.

Kesembilan, penelitian yang dilakukan Ningrum (2018) tentang Kajian Ujaran Kebencian di Media Sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi. Data berupa tutur netizen pada kolom komentar facebook yang mengandung ujaran kebencian dan tindak tutur ilokusi, asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif. Hasil penelitian menunjukkan bentuk ujaran kebencian yang ditemukan antara lain;

bentuk penghinaan, menghasut, provokasi politik, pencemaran nama baik, penistaan agama, dan menyebarkan berita bohong (hoax).

Kesepuluh, penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2018) tentang Konstruksi Ujaran Kebencian Melalui Status Media Sosial. Penelitian dengan pendekatan studi kasus bertujuan untuk mengeksplorasi pergolakan bermedia sosial dan janjinya di dunia siber yang memberikan kebebasan berpendapat atau juga batasan dari praktik tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah adanya pergolakan bermedia sosial karena hadirnya UU ITE (terutama pasal 27 ayat 3) membatasi kebebasan berpendapat dalam bermedia sosial untuk melayangkan kritiknya sebagai audiens yang sekaligus sebagai produsen aktif menyampaikan pendapatnya. Media sosial bukan hanya sebagai ruang bebas untuk berpendapat,

Universitas Sumatera Utara

melainkan bisa menjadi ruang yang membuat seseorang dipenjara. Dalam bermedia sosial, privasi menjadi memudar dan perwujudan di dunia siber tidak hanya sebagai representasi penggunanya, tetapi juga mengintervensi dan mengikat pada relasi individu, budaya, dan teknologi.

Peneliti memilih mengembangkan penelitian yang dilakukan Makarno dkk (2017) tentang Persepsi Pegawai Negeri Sipil Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (Studi Kasus Aparatur Sipil Negara Di Kantor Kelurahan Temindung Permai Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda). Permasalahan yang difokuskan dalam penelitian Makarno untuk mengetahui persepsi ASN tentang keberadaan UU ASN No.

Tahun 2014 dan penerapannya. Undang-Undang ASN merupakan ketentuan yang bersifat umum mengatur banyak aspek tentang ASN antara lain: mengatur tentang hak ASN, kewajiban ASN, pengembangan karir ASN, kepangkatan ASN, pensiun ASN, sampai dengan hukuman disiplin ASN. Makarno dkk (2017) dalam penelitiannya tentang persepsi ASN terhadap UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak mengambil satu fokus kajian dari berbagai aspek dari ASN yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Peneliti mengangkat aspek hukuman disiplin yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Secara khusus peneliti mengangkatnya dari kondisi sosial yang sangat mengkhawatirkan terkait dengan ujaran kebencian dan hoax yang melibatkan oknum ASN yang telah dijelaskan pada latar belakang penelitian.

Peneliti berusaha mengungkapkan fokus penelitian terkait dengan persepsi PPK tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin

Universitas Sumatera Utara

sebagaimana diatur dalam rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018. Rilis yang dikeluarkan BKN sejak bulan Mei tahun 2018 menimbulkan pro dan kontra.

Ketentuan tentang larangan terhadap perbuatan-perbuatan yang berkategori hukuman disiplin ASN pada Rilis BKN merupakan peraturan yang berdiri sendiri dan terpisah dari PP 53 Tahun 2010 tentang Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Perbedaan persepsi dalam memaknai ketentuan rilis BKN juga memunculkan pro dan kontra terhadap substansi yang diatur yaitu 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin. Salah satu perhatian PPK tentang pernyataan mendukung pendapat di media sosial seperti kegiatan berkomentar (comment), suka (like), berkomentar kembali di twitter (retweet) dipahami telah melanggar hak azasi sebagai pribadi dan melanggar UUD 1945 karena menyampaikan pendapat dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran di kalangan ASN maupun Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sebagai pelaksana rilis BKN di instansi pemerintah.

2.3 Uraian Teoretis 2.3.1 Persepsi

Rakhmat (2004: 51) menjelaskan bahwa persepsi adalah pengamatan tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Ada kegiatan memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Rakhmat mengemukakan dua istilah persepsi berdasarkan objeknya. Istilah persepsi interpersonal digunakan

Universitas Sumatera Utara

untuk menggarisbawahi manusia (dan bukan benda) sebagai objek persepsi.

Persepsi objek digunakan untuk persepsi pada objek selain manusia. Dalam penelitian ini peneliti memilih objek persepsi selain manusia atau disebut persepsi objek. Penelitian ini menggunakan objek persepsi yakni Rilis BKN No. 006/RILIS/BKN/V/2018 tanggal 18 Mei 2018 tentang 6 (enam) aktivitas ujaran kebencian berkategori pelanggaran disiplin.

Rakhmat (2004: 81-82) mengemukakan bahwa persepsi terhadap objek lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan persepsi terhadap manusia atau dikenal dengan istilah persepsi interpersonal. Beberapa ciri yang dapat diketahui ketika kita melakukan persepsi terhadap objek, antara lain:

a. Pada persepsi objek selain manusia, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur, dan sebagainya.

b. Apabila menanggapi objek selain manusia, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu. Ketika kita melihat papan tulis, kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati.

c. Ketika mempersepsi objek selain manusia, objek tidak bereaksi kepada kita dan kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya.

d. Sifat suatu objek selain manusia relatif tetap, sedangkan manusia berubah-ubah. Papan tulis yang kita lihat minggu yang lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita lihat hari ini. Mungkin tulisannya saja yang berubah, atau fisik yang cacat dan sebagainya, tapi secara keseluruhan papan tulis itu tidak berubah.

Universitas Sumatera Utara

Persepsi sering kita dengar dari pembicaraan antar dua individu atau lebih dalam komunikasi sehari-hari. Persepsi merupakan aspek penting dalam berkomunikasi, karena aspek penafsiran yang memungkinkan orang dapat berkomunikasi dengan orang lain. Nurdin, dkk (2013: 15) mengatakan bahwa penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi.

Sugihartono (2007: 8) menyampaikan bahwa persepsi merupakan kemampuan otak untuk menterjemahkan stimulus yang diperoleh dari luar dan diproses oleh indera manusia, sehingga perbedaan persepsi tentang sesuatu dikatakan baik atau tidak yang akan mempengaruhi tindakan manusia dalam dunia nyata.

Lubis (2016: 62) menyatakan bahwa persepsi dalam pengertian sederhana adalah dimana setiap individu memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan (stimuli) yang berasal dari dunia luar. Persepsi adalah proses dimana kita mempertahankan hubungan dengan dunia di lingkungan kita, karena kita biasanya mampu mendengar, melihat, mencium, menyentuh dan merasa. Kita mampu merasakan lingkungan, menyadari apa yang terjadi diluar diri kita. Apa yang kita lakukan adalah proses menciptakan citra secara fisik dan objek sosial serta peristiwa yang kita temukan dalam lingkungan.

Mulyana (2002) dalam Lubis (2016: 61) mengungkapkan bahwa persepsi itu muncul karena setiap penilaian dan pemilihan seseorang terhadap orang

Universitas Sumatera Utara

lain diukur berdasarkan penyertaan budaya sendiri. Peserta komunikasi memilih apa yang diterima atau menolaknya. Persepsi yang sama akan memudahkan peserta komunikasi mencapai kualitas hasil komunikasi yang diharapkan.

Samovar (2010) dalam Lubis (2016: 62) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu cara untuk membuat dunia fisik dan sosial kita menjadi masuk akal. Persepsi kita mengartikan pengaruh eksternal dengan mengijinkan kita dengan menginterpretasi, mengelompokkan dan mengatur stimulus yang kita pilih untuk dimonitor.

Yusuf (1991: 108-109) menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses

‗pemaknaan hasil pengamatan‘ terhadap lingkungan yang menyeluruh, lingkungan dimana individu berada dan dibesarkan dan kondisi merupakan stimuli untuk suatu persepsi. Setelah mendapat stimuli, tahap selanjutnya adalah andanya upaya seleksi yang berinteraksi dengan interpretasi, begitu juga berinteraksi dengan closure (pelengkap). Proses interaksi membentuk respon berupa permanent memory yang disebut dengan mental representation.

Interpretasi bergantung pada pengalaman terdahulu, agama, nilai, norma, adat, tradisi, dan lain-lain. Seluruh proses ini termasuk kedalam pembentukan persepsi.

Universitas Sumatera Utara

Berikut bagan untuk memahami terbentuknya proses persepsi.

Gambar 2.1 : Proses Persepsi (sumber: Yusuf, 1991: 108-109)

Pembentukan persepsi sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan penginderaan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati.

Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi atau peristiwa.

2.3.2 Syarat Terjadinya Persepsi

Sunaryo (2004: 98) menjelaskan bahwa terdapat syarat terjadinya persepsi yaitu :

a. Objek yang dipersepsi

Bergantung pada pengalaman (Past Experience)

Agama, norma, nilai, tradisi, dll

= PERMANENT MEMORY atau MENTAL REPRESENTATION

PERSEPSI

Selection

Interpretation

Closure (Pelengkap) STIMULI

Universitas Sumatera Utara

b. Perhatian (Attention) yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi

c. Indera/ Reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus

d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon

2.3.3 Proses Persepsi

Devito (2011: 80-82) mengungkapkan bahwa persepsi bersifat kompleks. Kita dapat mengilustrasikan bagaimana persepsi bekerja dengan menjelaskan tiga langkah yang terlibat dalam proses ini.

a. Tahap terjadinya stimulasi alat indra (Sensory Stimulation)

Pada tahap ini alat-alat indra distimulasi (dirangsang), seperti mendengar musik, melihat seseorang, mencium parfum orang, mencicipi sepotong kue, merasakan telapak tangan yang berkeringat. Meskipun kita memiliki kemampuan untuk merasakan stimulus (rangsangan), kita tidak selalu menggunakannya. Contoh ketika melamun di kelas, kita tidak mendengar pelajaran yang disampaikan oleh guru. Kita baru sadar, setelah guru memanggil nama kita. Kita tahu bahwa kita mendengar nama kita dipanggil, tetapi tidak tahu sebabnya. Ini contoh yang jelas bahwa kita akan menangkap apa saja yang bermakna bagi kita dan tidak menangkap yang kelihatannya tidak bermakna.

Universitas Sumatera Utara

b. Stimulasi terhadap Alat Indra Diatur

Pada tahap ini rangsangan terhadap alat indra diatur menurut berbagai prinsip, seperti prinsip proksimitas atau kemiripan.

Seperti kita mempersepsikan pesan yang datang segera setelah pesan yang lain sebagai satu unit atau mengganggap keduanya saling berkaitan. Kita menyimpulkan bahwa kedua pesan tersebut berkaitan menurut pola tertentu. Prinsip yang lain, adalah kelengkapan (closure) yaitu kita sering mempersepsikan suatu gambar atau pesan yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap. Contoh kita mempersepsikan gambar potongan lingkaran sebagai lingkaran penuh, meskipun sebagian dari gambar itu tidak ada. Kita akan melengkapi pesan yang kita dengar dengan bagian-bagian yang tampaknya logis untuk melengkapi pesan itu. Masih ada beberapa prinsip lagi terkait dengan pengaturan indra. Perlu diingat bahwa apa yang kita persepsikan, juga kita tata ke dalam suatu pola yang bermakna bagi kita. Pola ini belum tentu benar atau logis dari suatu segi objektif tertentu.

c. Stimulasi Alat Indra Ditafsirkan-Dievaluasi

Pada tahap ini, kita menggabungkan istilah penafsiran-evaluasi.

Proses subjektif melibatkan evaluasi pihak penerima. Penafsiran-evaluasi kita tidak hanya didasarkan pada rangsangan luar, melainkan sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu,

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan tentang yang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat itu dan sebagainya yang ada pada kita. Cara masing-masing individu dalam menafsiran dan mengevaluasi tidaklah sama. Penafsiran-evaluasi juga akan berbeda bagi satu orang yang sama dari waktu ke waktu.

Ketiga tahap ini tidak terpisah, melainkan bersifat kontinu, bercampur baru dan bertumpang tindih satu sama lain.

Liliweri (2017: 169-174) menjelaskan proses persepsi individu yaitu :

Liliweri (2017: 169-174) menjelaskan proses persepsi individu yaitu :