• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Faktor-faktor yang Memengaruhi Remaja Pacaran

Menurut seksolog Ronosulistyo dalam Hadi (2008), remaja merupakan kelompok rentan terhadap rangsangan seksual. Pada fase ini, kelompok ini sedang berada dalam suatu masa pancaroba hormon yang berbuntut pada tinggi-tingginya gairah seksual. Faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah yaitu :

2.8.1 Umur

Remaja merupakan masa krisis, dimana pada masa itu remaja sedang mencari identitas diri. Dalam hal ini remaja tidak lagi dianggap sebagai anak-anak, tetapi belum juga dianggap sebagai orang dewasa. Pertimbangan baik buruk pada usia remaja sangat tergantung bagaimana peranan orang tua, kelompok sepermainan dan lingkungan sekitarnya. Usia remaja merupakan saat yang menentukan kehidupan mendatang. Gairah dan ketertarikan pada lawan jenis, ketidaktahuan akan sebab akibat. Ditambah informasi yang berkembang pesat, seringkali membuat remaja terjebak pada masalah-masalah yang sebenarnya dapat dihindari.

Dalam hal ini, awal masa remaja pada wanita tidaklah sama. Pada wanita umur 10-15 tahun di tandai dengan munculnya tanda-tanda seksual sekunder, seperti pembesaran payudara, tumbuhnya bulu, dan bulu ketiak, penimbunan jaringan lemak pada pinggul dan paha, sehingga tampak feminim dan menarik, kemudian datangnya haid. Sebaliknya, pada pria antara 12-16 tahun, dengan di tandai bertambah besarnya penis dan testis, bulu dan bulu ketiak serta suara mulai berat dan mengalami mimpi basah.

Remaja menengah dan remaja remaja akhir, cenderung lebih memiliki sifat permisif dibandingkan dengan remaja awal, dimana pengaruh orang tua masih cukup besar mempengaruhi sikap mereka, tetapi perilaku seksual pranikah akan mulai terjadi jika seseorang sudah berusia 16 tahun atau seseorang yang mengalami masa pubertas lebih cepat. Selain itu seksolog tersebut juga mengungkapkan adanya suatu

kecenderungan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka tingkat perilaku seks pranikah semakin meningkat.

2.8.2 Agama

Sekuat-kuatnya mental seseorang remaja agar tidak tergoda dengan pola hidup seks bebas jika remaja terus mengalami godaan dalam kondisi yang bebas dan tidak terkontrol, tentu saja suatu saat akan tergoda pula untuk melakukannya. Godaan semacam ini akan lebih berat lagi bagi remaja yang memang benteng mental agamanya atau sistem religius yang tidak kuat dalam diri individu. Clayton dan Bokermier (2009), menemukan bahwa sikap tidak permisif terhadap hubungan seksual pranikah dapat dilihat dari aktifitas keagaaman dan religiusitas.

2.8.3 Pengalaman Pacaran ( Hubungan Afeksi)

Individu yang pernah menjalin hubungan afeksi atau berpacaran dari umur yang lebih dini, cenderung permisif terhadap perilaku seks pranikah. Begitu juga dengan halnya dengan individu yang telah banyak berpacaran dengan individu yang berusia sebaya dengannya.

Staples dan Faturochman (2010), menyebutkan bahwa pengalaman berpacaran dapat menyebabkan seseorang permisif terhadap perilaku seks pranikah. Selanjutnya dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa pengalaman pacaran sangat besar pengaruhnya dalam berperilaku hubungan seks pranikah.

2.8.4 Pengetahuan Seks

Notoadmodjo (2007), menyatakan pengetahuan merupakan hasil dan tahu, setelah orang melakukan penginderaan terhadap satu objek tertentu. Sebagian besar

pengetahuan manusia didapatkan melalui pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan merupakan hal yang dominan yang sangat efektif untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menemukan masa percaya diri mapun dorongan sikap dan perilaku setiap hari.

Berbicara mengenai pengetahuan tentang seks, sampai saat ini remaja cenderung tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas. Ronosulistyo dalam Hadi (2010), menyatakan bahwa :

Dorongan seksual, sebagai akibat salah informasi dan kurangnya pengetahuan mental, moral dan etika dapat menyebabkan remaja untuk eksperimen seksual aktif sebelum mereka benar-benar matang. Peer group dan informasi media memainkan peran penting dalam memberikan informasi,

yang dapat menyebabkan remaja mengalami hubungan seksual.

Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa perilaku seksual, timbul sebagai hasil dari kurangnya informasi serta tidak adanya kesiapan mental, moral dan etika. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa pengetahuan mengenai seksual yang salah mampu mendorong remaja untuk aktif bereksperimen seksual sebelum mereka benar –benar mencapai kematangan. Teman sebaya dan media informasi berperan penting untuk memberikan informasi mengenai seksual yang belum tentu benar, hal ini dapat menjadikan remaja melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

Dalam hal ini, perlu sekali bagi remaja untuk memperoleh informasi serta pengetahuan mengenai kesehatan seksual. Isu–isu kesehatan seksual remaja, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman (sebagaimana didefinisikan WHO), penyakit menular melalui hubungan seksual dan HIV/AIDS,

dalam hal ini sebaiknya dilakukan pendekatan melalui promosi perilaku seksual yang bertanggung jawab serta reproduksi yang sehat, termasuk disiplin pribadi yang mandiri serta dukungan pelayanan yang layak dan konseling yang sesuai secara spesifik untuk umur mereka. Penekanan kehamilan remaja secara umum juga diharapkan. Pernyataan tersebut merupakan isi dari dokumen kairo mengenai masalah kesehatan seksual dan reproduksi remaja yang tertulis sebagai berikut :

"Isu-isu kesehatan seksual dan reproduksi remaja, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi yang tidak aman (seperti yang didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia), dan PMS dan HIV / AIDS, semua ditangani melalui promosi perilaku reproduksi dan seksual yang bertanggung jawab dan sehat, termasuk pantang sukarela, dan penyediaan layanan yang sesuai dan konseling secara khusus cocok untuk kelompok usia tersebut. Penurunan substancia di seluruh kehamilan remaja juga mendesau ".

2.8.5 Jenis Kelamin

Perkembangan seksualitas pada masa remaja di tandai dengan matangnya organ reproduksi. Setelah seorang gadis mengalami menstruasi yang pertama dan mimpi basah pada laki–laki, maka sejak saat itu fungsi reproduksinya bekerja dengan segala konsekuensinya. Peristiwa yang merupakan pengalaman baru bagi remaja laki–laki adalah terjadinya nocturnal ejaculation yaitu keluarnya sperma ketika tidur, yang biasanya didahului oleh mimpi erotic (mimpi basah). Nocturnal ejaculation biasanya terjadi bersama–sama dengan nocturnal orgasm (orgasme : puncak reaksi seksual yang menimbulkan sensasi erotik yang menyenangkan). Sedangkan pada remaja perempuan, frekuensi nocturnal orgasm (orgasme : puncak reaksi seksual yang menimbulkan sensasi erotik yang menyenangkan) lebih jarang. Tetapi frekuensi

menjadi lebih sering pada remaja perempuan yang sebelumnya pernah mengalami orgasme, misalnya melalui masturbasi atau hubungan seksual.

Secara psikis, perubahan yang terjadi pada remaja ialah munculnya dorongan seksual, perasaan cinta dan tertarik kepada lawan jenisnya. Perasaan–perasaan ini juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh hormon testosteron yang berpengaruh besar pada seksualitas manusia. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan remaja wanita, remaja pria lebih cenderung lebih banyak memberikan respons terhadap stimulus seksual. Selain itu, perilaku seksual remaja dan pengetahuan remaja tentang seksual tampak berbeda antara remaja pria dan wanita. Tak bisa dipungkiri perbedaan itu berasal dari adanya norma seksual berlaku standar ganda dalam masyarakat. Standar ganda dalam masyarakat menyebabkan remaja pria lebih bebas dalam mengekspresikan diri dan bebas mengkomunikasikan masalah seksual kepada lingkungan sekitar. Remaja pria biasanya lebih mudah tertarik terhadap masalah seksual, lebih mudah terangsang, dan lebih besar kebutuhan seksualnya dibandingkan dengan remaja wanita sehingga remaja pria dianggap lebih mempunyai pengetahuan dalam masalah seksual, dibandingkan dengan remaja wanita. (Hadi, 2010).

Roche (2010), dalam penelitiannya menemukan bahwa pria cenderung lebih permisif terhadap perilaku seksual pranikah dibandingkan wanita, selain itu pria lebih mementingkan keintiman fisik tanpa memperhatikan keterlibatan emosional dalam hubungan heteroseksual. Sedangkan wanita lebih mementingkan kualitas hubungan

sehingga pada wanita keterlibatan emosional mempengaruhi tingkat penerimaan keintiman fisik yang dilakukan pasangannya.

2.8.6 Pengaruh Teman Sebaya (Peer Group)

Pengaruh lingkungan pada tahap yang pertama diawali oleh pergaulan dengan teman. Pada usia 9-15 tahun hubungan pertemanan merupakan hubungan yang akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan yang sama dan saling membagi perasaan, saling tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama. Pada usia ini mereka juga bisa mendengar pendapat pihak ketiga. Pada usia yang agak lebih tinggi, dua belas tahun keatas, ikatan emosi bertambah kuat dan mereka akan saling membutuhkan. Akan tetapi, mereka juga saling memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya masing–masing hal tersebut merupakan pendapat Selman yang dikutip oleh Sarwono (2007).

Hadi (2010), menyatakan bahwa bagi remaja, teman sebaya mendapat perhatian dan prioritas utama lebih dari perhatian dan prioritas bagi keluarga. Hal tersebut dapat terjadi karena, remaja menganggap teman–teman mereka lebih memberikan pengertian, dukungan dan penampungan. Dengan teman, remaja dapat lebih mudah untuk membagi perasaan ataupun kesulitan–kesulitannya. Teman selalu siap menampung masalah karena merasa senasib. Dalam hal ini remaja juga sering mendapat persetujuan (approval) dan penerimaan (acceptance) dari teman sebayanya. Itulah sebabnya banyak remaja yang lebih terbuka pada teman sebaya.

Dalam hal ini teman sebaya berfungsi sebagai suatu sumber informasi yang paling disukai oleh para remaja. Dengan hubungan yang erat seperti ini, dalam

berperilaku remaja cenderung mengamati perilaku kelompok, mencari bantuan yang potensial kemudian juga saling menukar informasi untuk memperkecil persepsi. Teman sebaya merupakan bagian terkecil dalam kehidupan remaja yang sangat penting peranannya bagi mereka. Informasi mengenai hubungan seksual banyak diminati atau dibicarakan oleh remaja yaitu diantaranya ialah mengenai cara berhubungan seks, akibat berhubungan seksual, perkembangan alat reproduksi serta perilaku seks pranikah.

Mengenai pengaruh kelompok sebaya terhadap masa remaja, Hurlock (2003), mengutip pernyataan Horrocks Benimof mengenai pengaruh kelompok sebaya pada masa remaja yaitu sebagai berikut :

“Kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan panggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Di dalam kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya; disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan tidak dapat memaksakan sanksi – sanksi dunia dewasa yang justru ingin di hindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana di mana nilai – nilai yang berlaku.” Keterikatan pada teman sebaya seringkali menjerumuskan para remaja ke hal negatif. Demi alasan solidaritas, sebuah “geng” sering kali memberikan tantangan atau tekanan–tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks dan sebagainya. Saifuddin (2008), berpendapat bahwa konsep pacaran, ciuman bibir secara intens, disertai/tidak meraba/menempelkan alat vital merupakan standar peer group, yang kemudian bervariasi secara individual.

2.8.7 Tempat Tinggal

Menyinggung tentang lokasi favorit untuk melakukan perbuatan terlarang tersebut bersama pacar paling sering dilakukan di rumah atau di rumah. Bahkan ada yang nekat melakukannya di mobil atau tempat-tempat sunyi lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh PKBI (2005), di Palembang, Tasik Malaya, Cirebon, Singkawang, menyatakan dari 85% dari responden melakukan hubungan seks pranikah pada usia 13–15 tahun di rumah mereka dengan pacar.

2.8.8 Media Pornografi

Hadi (2010), menyatakan bahwa media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Sedangkan media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat–alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Melalui berbagai macam media massa, remaja dapat berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi dalam masyarakat , peristiwa yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Media massa tulis (surat kabar, majalah, buku–buku), media massa audio visual (TV, Video Cassette, Film), media massa auditif (radio, cassette recorder, walkman) mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kepribadian remaja.

Karakteristik media massa adalah :

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai dengan penyajian informasi

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dengan penerima. Kalaupun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.

4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar dan semacamnya.

5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

Triratnawati dan Cadwell (2010), menyatakan bahwa informasi mengenai seks umumnya diperoleh dari video porno dan majalah porno. Film dan video porno telah membantu perkembangan remaja wanita dalam ide berpacaran dan pada remaja pria dalam ide melakukan hubungan seksual.

2.8.9 Lingkungan Keluarga

Soetjiningsih (2009), menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat tetapi sangat penting perannya dalam menumbuhkan anak menjadi remaja yang sehat secara biologis, psikologis dan sosial termasuk seksualitas yang sehat. Peran orang tua dalam mendidik anak sangat menentukan pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian kepribadian anak. Selanjutnya saluran

komunikasi yang baik antar orang tua dan anak akan menciptakan saling memahami terhadap masalah–masalah umum khususnya mengenai problematika remaja sehingga akan berpengaruh terhadap sikap maupun perilaku yang akan diberi anak sesuai dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mereka.

Sianipar (2008), mengatakan bahwa orang tua memegang peranan penting untuk meningkatkan pengetahuan remaja secara umum dan khususnya kesehatan reproduksi. Semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap anak remajanya semakin rendah perilaku penyimpangan menimpa remaja. Lebih jauh Andayani (2009), menyatakan bahwa orang tua harus dapat menyediakan waktu yang cukup untuk berinteraksi dengan anak mereka di rumah dan saling berbicara apa saja mengenai kehidupan yang berhubungan dengan remaja, tidak hanya mengatur dan menyalahkan atau tidak dapat menjadi teman yang baik. Oleh karena itu, disamping komunikasi yang baik dengan anak, orang tua juga perlu mengembangkan kepercayaan anak pada orang tua.

Di zaman sekarang banyak kita temukan masalah sosial yang berhubungan dengan individu dimana kasusnya individu zaman sekarang sulit untuk dikontrol, biasanya individu sekarang sifatnya sangat bebas mereka lebih sering melakukan tindakan yang lebih memprioritaskan kepentingan pribadi yang penting menguntungkan dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan kurangnya peranan keluarga dalam membangun individu, padahal keluarga memiliki beberapa fungsi tertentu untuk membangun sifat individu yang baik. Untuk menyelesaikan masalah sosial tersebut keluarga harus memiliki beberapa fungsi antara lain :

1. Fungsi Pendidikan

Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.

2. Fungsi Sosialisasi Anak

Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3. Fungsi Perlindungan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.

4. Fungsi Perasaan

Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

5. Fungsi Religius

Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

6. Fungsi Ekonomis

Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.

7. Fungsi Rekreatif

Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan sebagainya.

8. Fungsi Biologis

Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

Memberikan kasih sayang, perhatian dan rasa aman diantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. Sedangkan hubungan antara individu dengan masyarakat adalah jika di dalam masyarakat terdapat sekumpulan individu yang memiliki sifat unggul maka kehidupan di masyarakat tersebut akan aman, damai dan sejahtera.

Jika ada remaja yang sampai melakukan perilaku seks pranikah, itu hanya karena bebasnya pergaulan dan mungkin dari faktor dari bimbingan atau pola asuh orang tua dirumah yang tidak peduli atau tidak terbuka untuk membicarakan seks

pada anaknya. Padahal di saat ini pergaulan di dunia remaja semakin bebas. Pada keluarga yang tinggal dikota besar, sudah merupakan suatu pola kehidupan yang dimana ayah dan ibu bekerja. Hal tersebut sering kali mengakibatkan kehidupan anak-anak mereka kurang mendapatkan perhatian yang cukup. Sehingga pada remaja kurang dapat mendapatkan pengawasan dari orang tua dan memilki kebebasan yang terlalu besar.