• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.3 Masalah Reproduksi Seksual

Reproduksi seksual (generatif), reproduksi biologis atau reproduksi seksual adalah suatu proses biologis penggunaan seks secara rutin dimana individu organisme baru diproduksi. Reproduksi adalah cara dasar mempertahankan diri yang dilakukan

oleh semua bentuk kehidupan, setiap individu organisme ada sebagai hasil dari suatu proses reproduksi oleh pendahulunya. Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua individu, biasanya dari jenis kelamin yang berbeda. Reproduksi manusia normal adalah contoh umum reproduksi seksual. Secara umum, organisme yang lebih kompleks melakukan reproduksi secara seksual, sedangkan organisme yang lebih sederhana, biasanya satu sel, bereproduksi secara aseksual.

Pada reproduksi seksual/generatif terjadi persatuan dua macam gamet dari dua individu yang berbeda jenis kelaminnya, sehingga terjadi percampuran materi genetik yang memungkinkan terbentuknya individu baru dengan sifat baru. Pada organisme tingkat tinggi mempunyai dua macam gamet, gamet jantan atau spermatozoa dan gamet betina atau sel telur, kedua macam gamet tersebut dapat dibedakan baik dari bentuk, ukuran dan kelakuannya, kondisi gamet yang demikian disebut heterogamet. Peleburan dua macam gamet tersebut disebut singami. Peristiwa singami didahului dengan peristiwa fertilisasi (pembuahan) yaitu pertemuan sperma dengan sel telur.

Hubungan seksual adalah aktivitas seksual yang merupakan metode dasar yang dilakukan dalam reproduksi manusia. Selama ejakulasi, yang umumnya disertai dengan orgasme pada pria, serangkaian kontraksi otot mengirimkan air mani yang berisi gamet pria yang dikenal sebagai sel sperma atau spermatozoa ke dalam ruang vagina.

Hubungan seksual itu adalah wajar apabila kedua belah pihak telah memasuki masa kematangan dalam proses perkembangan hormon penggeraknya masing-masing (testosteron pada pria & estrogen pada wanita). Hormon adalah protein pintar yg

mampu membangkitkan sensasi rasa tertentu dalam setiap organisme untuk kemudian menyampaikan informasinya itu kepada lembaga-lembaga terkait dalam tubuh yang mempunyai wewenang untuk memproyeksikan informasi hasrat dari pergerakan hormon ini menjadi sebuah tindakan nyata yang tampak dari luar. Hormon testosteron akan menghasilkan sel-sel sperma yang apabila telah menapaki masa kematangan, maka sperma ini akan bergejolak di dalam kandung kemih yang mana ekor-ekor dari setiap sel sperma ini berliuk-liuk menyentuh dinding-dinding kandung kemih tersebut (Manuaba, 2009).

Peristiwa ini akan menghasilkan sensasi hasrat untuk melakukan kegiatan seksual dengan lawan jenisnya karena sperma yang telah matang ini secara anatomis memang harus mengalami proses perjalanan didalam vagina sampai bertemu dengan sel telur yang diproduksi oleh hormon estrogen pada kaum wanita. Masa kematangan hormon estrogen ini pun akan menghasilkan hasrat seksual secara anatomis karena memang begitulah sistem reproduksi manusia ini bekerja. Perilaku kegiatan seksual yang terjadi antara kedua belah pihak yang telah mengalami fase kematangan hormon ini merupakan maninfestasi dari informasi yang hormon tadi sampaikan kepada otak yang selanjutnya otak ini memerintahkan kepada lembaga lembaga terkait yang berwenang dan mampu mewujudkan hasrat tersebut untuk segera merealisasikan informasi ini.

Afsaana menganggap bahwa kehamilan itu terjadi karena pasangan yang sering melakukan hubungan seksual. Sperma yang dikelurakan laki-laki masuk ke vagina perempuan dan setelah 9 bulan menjadi janin. Anjaana mengatakan bahwa

kehamilan itu itu terjadi karena perempuan tersebut tidak mandul dan perempuan tersebut dalam masa yang subur. Amisha mengatakan bahwa kehamilan itu terjadi karena sewaktu masa subur laki-laki ejakulasi di dalam vagina perempuan sehingga terbentuklah janin. Bagi mereka kehamilan itu terjadi hanya sejauh sperma yang masuk ke vagina perempuan, dan parahnya mereka menganggap bahwa sperma bisa membusuk. Sperma yang sudah masuk ke vagina perempuan jika tidak menjadi anak, sperma itu akan membusuk dan bisa keluar sewaktu buang air besar dan buang air kecil.

Selain itu, ada juga yang melakukan aborsi secara serampangan tanpa melalui dokter. Aborsi yang mereka anggap sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan masalah ini, justru sering memunculkan masalah baru. Infeksi pada alat reproduksi, ketidakmampuan untuk hamil lagi, bahkan kematian adalah risiko-risiko yang dapat saja muncul karena dilakukannya tindakan aborsi. Belum lagi penyakit menular seksual karena menghisap alat kelamin laki-laki secara langsung tanpa memakai alat pengaman (kondom).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan remaja wanita, remaja pria lebih cenderung lebih banyak memberikan respons terhadap stimulus seksual. Selain itu, perilaku seksual remaja dan pengetahuan remaja tentang seksual tampak berbeda antara remaja pria dan wanita. Tak bisa dipungkiri perbedaan itu berasal dari adanya norma seksual berlaku standar ganda dalam masyarakat. Standar ganda dalam masyarakat menyebabkan remaja pria lebih bebas dalam mengekspresikan diri dan bebas mengkomunikasikan masalah seksual kepada

lingkungan sekitar. Remaja pria biasanya lebih mudah tertarik terhadap masalah seksual, lebih mudah terangsang, dan lebih besar kebutuhan seksualnya dibandingkan dengan remaja wanita sehingga remaja pria dianggap lebih mempunyai pengetahuan dalam masalah seksual, dibandingkan dengan remaja wanita (Christina, 2009).

Fase usia remaja itu merupakan masa dimana manusia sedang mengalami perkembangan yang begitu pesat, baik secara fisik, psikologis dan sosial. Perkembangan secara fisik ditandai dengan semakin matangnya organ-organ tubuh termasuk organ reproduksinya. Secara sosial perkembangan ini ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan dengan orang tuanya, sehingga remaja biasanya akan semakin mengenal komunitas luar dengan jalan interaksi sosial yang dilakukannya di sekolah, pergaulan dengan sebaya maupun masyarakat luas. Pada masa ini pula, ketertarikan dengan lawan jenis juga mulai muncul dan berkembang. Rasa ketertarikan pada remaja kemudian dimunculkan dalam bentuk berpacaran di antara mereka. Berpacaran berarti upaya untuk mencari seorang teman dekat dan di dalamnya terdapat hubungan belajar mengkomunikasikan kepada pasangan, membangun kedekatan emosi, dan proses pendewasaan kepribadian. Kemudian berpacaran biasanya dimulai dengan membuat janji, dating lalu bikin komitment tertentu dan apabila di antara remaja ada kecocokan maka akan dilanjutkan dengan berpacaran (Sarwono, 2007).

Saroson (2010) mengatakan bahwa mitos berarti suatu rekaan atau setengah benar, khususnya bila mitos itu membentuk bagian dari ideologi. Mitos adalah suatu ungkapan yang belum tentu benar, tetapi sudah dianggap atau diyakini benar oleh

masyarakat. Kita menerima opini yang turun menurun itu sebagai suatu paten dan sudah tidak bisa dikompromi apalagi diubah.

Berikut ini adalah sebagian mitos yang banyak beredar di sekitar kita dan mungkin juga menjadi pendapat kita selama ini.

1. Mitos lain seputar pencegah kehamilan menyebutkan jika wanita melompat- lompat beberapa menit setelah berhubungan, kemudian membersihkan liang vagina dengan air akan membuat sperma gagal membuahi sel telur. Ini mitos, sebab tidak bisa dipastikan apakah sperma berhasil atau gagal. Dari jutaan sel sperma yang dikeluarkan saat ejakulasi dan jika ada satu yang berhasil membuahi sel telur maka akan terjadi kehamilan. Selain itu ketika sperma sudah memasuki vagina, maka sperma akan mencari sel telur yang telah matang untuk dibuahi. Loncat-loncat tidak akan mengeluarkan sperma. Jadi, tetap ada kemungkinan untuk terjadinya pembuahan atau kehamilan. Tetapi cara ini adalah yang paling sering dilakukan remaja, karena dianggap bisa mencegah kehamilan dan beredarnya opini bahwa memang itu adalah cara yang paling ampuh.

2. Dorongan seksual laki-laki lebih besar daripada perempuan. Faktanya, dorongan seksual merupakan hal yang alamiah muncul pada setiap individu pada umumnya sejak ia menginjak masa pubertas (akibat berfungsinya hormone seksual). Faktor yang mempengaruhi dorongan seksual antara lain : kepribadian, pola sosialisasi, dan pengalaman seksual. Dorongan seksual perempuan terkesan lebih kecil dibanding laki-laki karena lingkungan

menganggap perempuan yang mengekspresikan dorongan seksualnya adalah perempuan yang “kurang baik” sementara laki-laki tidak masalah. Oleh karena itu, perempuan lebih terbiasa menahan dorongan seksualnya.

3. Berhubungan seks dengan pacar merupakan bukti cinta. Faktanya, berhubungan seks bukan merupakan cara menunjukkan kasih sayang pada saat masih pacaran, melainkan lebih sering disebabkan adanya dorongan seksual yang tidak terkontrol dan keinginan untuk mencoba-coba. Rasa sayang kita dengan pacar bisa ditunjukkan dengan cara lain.

Pacaran sebenarnya merupakan waktu bagi sepasang individu untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Pacaran pastinya memiliki efek dan bias terhadap kehidupan masing-masing. baik secara positif ataupun negatif tergantung bagaimana cara menjalaninya. Selama pacaran dilakukan dalam batas-batas yang benar, pacaran dapat mendatangkan banyak hal positif (Saumiman, 2005).

Secara biologis, masa remaja merupakan masa perkembangan dari kematangan seksual. Tanpa disadari, pacaran mempengaruhi kehidupan seksual seseorang. Kedekatan secara fisik bisa memicu keinginan untuk melakukan kontak fisik yang merupakan insting dasar setiap organisme. Apabila diteruskan dapat menjadi tidak terkontrol. Jadi, dalam berpacaran kita harus saling menjaga untuk tak melakukan hal-hal yang berisiko terhadap perkembangan fisik dan mental remaja, salah satunya adalah perilaku seksual. Oleh karena itu, pengendalian diri dalam berpacaran tentunya sangat diperlukan.