• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Pacaran

Pacaran atau dating adalah interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang serta saling memberi dan melengkapi pasangannya. Budaya pacaran sudah menjadi kecenderungan pergaulan remaja yang juga mendominasi perilaku seksual remaja saat ini. Pacaran dianggap sebagai jati diri pergaulan dan identitas kedewasaan, meskipun pada kenyataannya banyak aktivitas yang menjurus pada perilaku seks tidak aman. Pacaran biasanya terjadi di awal pubertas. Perubahan hormon dan fisik membuat seseorang mulai tertarik pada lawan jenis. Proses sayang –sayangan dua manusia lawan jenis tersebut merupakan proses mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah. Masing–masing pasangan berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau sifat, serta reaksi–reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa (Narendra, 2008).

Pacaran merupakan kenangan yang sangat mengesankan bagi remaja pada kehidupannya yang mendatang. Dalam masyarakat kita, pacaran memberikan kesempatan bagi remaja untuk meningkatkan kemampuan sosial dan interpersonal mereka. Pacaran juga mempersiapkan remaja untuk memilih pasangan hidup. Pada beberapa remaja pacaran juga dimanfaatkan untuk melakukan percobaan aktivitas seksual. Pacaran merupakan kelanjutan dari perkenalan dan diteruskan dengan hubungan individu terhadap lawan jenis. Jadi di dalam pacaran ini laki-laki dan wanita saling menjajaki seberapa cocok atau tidaknya mereka berdua, termasuk latar

belakang watak, sifat, pendidikan, dan lain-lainnya. Pacaran ini melebihi hubungan sekadar teman, atau teman dekat, namun ini adalah teman paling dekat

(Saumiman, 2005).

Pacaran juga seringkali dianggap sebagai pintu masuk hubungan yang lebih dalam lagi, yaitu melakukan berbagai aktivitas perilaku seksual seperti touching, kissing, necking, petting hingga sexual intercourse sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh cinta. Susan Sprecher dan Kathlen McKiney dalam buku Sexuality (2010) menjelaskan tahap-tahap dalam pacaran :

1. First Seeing (Pandangan Pertama)

Sebelum terjadinya suatu hubungan di antara dua orang, pada awalnya masing-masing saling menyadari keberadaannya. Kesadaran ini mungkin terjadi beberapa detik, hari, minggu maupun bulan sebelum interaksi secara tatap muka pada pertama kali. Dua orang mungkin saling menyadari dalam waktu yang bersamaan, tetapi dapat juga hanya satu pihak yang menyadari.

Murstein (2010), menyatakan situasi dimana kesadaran pertama kali terjadi mungkin dapat mempengaruhi bagaimana keberlanjutan suatu hubungan ke tahap first meeting dengan cepat dan mudah, membedakan antara tempat terbuka dan tertutup sebagai kondisi dimana suatu hubungan dimulai. Tempat yang tertutup ditandai dengan kehadiran sedikit orang dimana semuanya memiliki kemungkinan untuk berinteraksi.

Pada tempat yang tertutup, kesadaran dan interaksi di antara anggota terjamin, dan terjadi secara spontan. Sebaliknya, tempat terbuka berisi banyak orang. Sebagai

contoh adalah tempat umum seperti mall, bar. Kesadaran pertama bisa saja terjadi pada tempat terbuka, tetapi pertemuan dengan bertatap muka mungkin tidak terjadi sampai beberapa waktu kemudian. Hal tersebut dikarenakan tempat yang terbuka tidak memiliki interaksi yang terstruktur di antara semua anggota, dimana orang perlu untuk merencanakan bagaimana mereka akan bertemu seseorang yang mereka perhatikan.

1. First Meeting (Pertemuan Pertama)

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian Berger tentang awal suatu hubungan, orang menggunakan tiga cara untuk bertemu orang lain dalam tempat yang terbuka. Cara pertama adalah memperkenalkan diri mereka, yang diawali dengan observasi, saling berpandangan atau memperhatikan apa adanya. Cara kedua adalah dengan memberikan isyarat non verbal, dan menunggu orang lain untuk memperkenalkan diri.

2. First Dating (Kencan Pertama)

Banyak hal yang dapat menghalangi kencan pertama, seperti malu, cemas akan penolakan, dan norma peran seks tradisional yang menyatakan bahwa perempuan tidak layak untuk memulai suatu hubungan. Tetapi untuk sebagian orang, keinginan yang kuat untuk memulai suatu hubungan dapat mengatasi penghalang yang mereka hadapi. Baik laki-laki maupun perempuan berperan dalam terjadinya kencan pertama, walaupun dalam cara yang berbeda. Namun laki-laki tetap mendominasi sampai pada kencan pertama.

Di bawah ini merupakan salah satu hasil penelitian kualitatif di salah satu Youth Center Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia

“Pacaran tidak harus selalu berakhir dengan pernikahan, karena sekedar mencari kecocokan atau ketidakcocokan. Tetapi pacaran itu seharusnya lepas dari yang namanya hubungan seksual., jadi sebatas membicarakan masalah, tukar pikiran, jalan bareng, lalu pegangan tangan, membelai rambut. Kalau untuk cium bibir di Indonesia saat ini masih dianggap belum layak, entah besok–besok. Tetapi untuk hubungan seksual aku tetap tidak setuju. Jika sudah yakin menikah maka hubungan seksual justru tidak perlu dilakukan”.

Informan dalam penelitian tersebut ialah sebanyak 30 orang, dimana semua informan mendefinisikan arti pacaran sebagai dua orang berbeda jenis kelamin saling menyukai, atau berkomitmen, kedekatan dua orang yang dilandasi cinta, dan masa penjajakan mencari pasangan hidup. Menurut informan, hal yang boleh dilakukan pada saat pacaran yaitu mengirim surat, mengobrol, berpegangan tangan, berciuman, dan untuk informan yang aktif seksual ditambah hubungan seksual. Namun tidak semua informan yang sudah aktif seksual menganggap hubungan seksual harus dilakukan pada setiap proses pacaran. Terdapat perbedaan pandangan mengenai konsep pacaran di antara laki–laki dan perempuan. Kutipan di atas merupakan pendapat seorang informan laki–laki yang sudah aktif seksual, namun tetap menganggap bahwa pacaran seharusnya lepas dari hubungan seksual, apalagi jika sudah pasti menikah. Pacaran tidak selalu berakhir dengan pernikahan karena sekedar mencari kecocokan atau ketidakcocokan.

Penelitian yang dilakukan oleh Triratnawati (2009), menunjukkan bahwa remaja laki–laki memang cenderung mempunyai perilaku seksual yang agresif, terbuka, gigih, terang–terangan, serta lebih sulit menahan diri dibandingkan remaja

perempuan. Akibatnya, banyak remaja perempuan mendapatkan pengalaman pertama hubungan seksual pranikah dari pacarnya.

Sabirin (2009) menggambarkan mengenai tahapan pacaran yang meliputi : a) Tahap Ketertarikan

b) Tahap Ketidakpastian

c) Tahap Komitmen dan Keterikatan d) Tahap Keintiman

Jenis perilaku seksual yang sering dilakukan remaja dalam berpacaran biasanya bertahap mulai dari timbulnya perasaan saling tertarik, lalu diikuti kencan, bercumbu dan akhirnya melakukan hubungan seksual. Pada umumnya perilaku seksual, sebagaimana didefinisikan para pakar, mencakup berciuman (baik cium pipi atau cium bibir), berpegangan tangan dengan lawan jenis; onani atau masturbasi; memegang dan meraba payudara; meraba alat kelamin; oral seks dan anal seks (bercumbu dengan mulut dan anus sebagai media), necking (bercumbu dengan cara menggigit leher pasangan atau lazim dikenal dengan cupang); petting (menggesek– gesek alat kelamin) dan coitus (senggama penuh). Boyke (2010), menyimpulkan bahwa dalam berpacaran tak mungkin dihindarkan terjadinya ciuman (kissing), dengan bagaimanapun caranya kissing merupakan perilaku seksual yang muncul spontan dan merupakan puncak ekspresi rasa sayang secara seksual.

Perilaku seksual yang banyak dilakukan oleh remaja dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:

PERILAKU ASIKNYA NGGAK ASIKNYA

Nggak disalurkan

Nggak merasa berdosa

Nggak bakal hamil • Diterima masyarakat

Nggak ‘greng’

Pegangan tangan

• Aman

nggak bakalan hamil • diterima masyarakat

• Bosan • Nggak seru Ciuman • Nggak hamil

• Romantis • bisa dinikmati

• Malu kalo ketauan • Merasa berdosa • bisa nularin penyakit Masturbasi • Aman dari kehamilan

• Bisa puas juga

• Aman dari PMS/AIDS

• Merasa bersalah • Merasa berdosa

Petting • Bisa puas juga

• Kemungkinan hamil kecil (bukan berarti nggak bisa) • Lebih ‘greng’ dibanding

ciuman

• Bisa menularkan PMS • Bisa menimbulkan • Lecet di alat kelamin

Hubungan seks • Paling “heboh” • Variasi banyak

• Sensasi paling “greng”

• Resiko hamil besar • Resiko tertular PMS • Resiko dicela • masyarakat Sumber : Buklet Perilaku Seksual dan Pacaran Sehat (Abimanyu, 2009).

2.8 Faktor faktor yang Memengaruhi Remaja Pacaran Melakukan