• Tidak ada hasil yang ditemukan

A-40 Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo “effectiveness means how far we achieve the goal and efficiency means how do we mix various resources properly”

Dalam dokumen TEKNIKINDUSTRI (Halaman 40-42)

(efektifitas berarti sejauhmana kita mencapai sasaran dan efisiensi berarti bagaimana kita mencampur sumber daya secara cermat) [9]. Konsep lain dari efisiensi adalah ”Technical Efficiency”, yang mempunyai arti merubah beberapa input (seperti tenaga kerja, pendapatan) menjadi output dengan level performa yang tinggi. Penggunaan input dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan jumlah output tertentu. Efisiensi diartikan juga sebagai gambaran sistem dengan performa yang baik dalam memaksimalkan output dari input. Tecnical efficiency dapat dicapai dengan sempurna (100%) jika dalam satu unit usaha tidak ada input atau output yang ditingkatkan tanpa menjadikan input dan output yang lain menjadi lebih buruk [7].Artinya, sebuah unit usaha dikatakan tecnical efficiency saat dapat menaikkan beberapa output atau mengurangi beberapa input tanpa menghilangkan output lain atau meningkatkan input yang lain. Efisien dalam menggunakan masukan (input) akan menghasilkan produktifitas yang tinggi, yang merupakan tujuan dari setiap organisasi apapun bidang kegiatannya. Hal yang paling rawan adalah apabila efisiensi selalu diartikan sebagai penghematan, karena bisa mengganggu operasi, sehingga pada gilirannya akan mengganggu hasil akhir karena sasarannya tidak tercapai dan produktifitasnya juga akan tidak setinggi yang diharapkan [9].

Efisiensi juga bisa diartikan sebagai rasio antara output dengan input. Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) apabila dengan input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar, (2) input yang lebih kecil dapat menghasilkan output yang sama, dan (3) dengan input yang lebih besar dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi [9].

Istilah efisiensi berasal dari bidang teknik, yang digunakan untuk menunjukkan rasio antara output suatu sistem terhadap input sistem tersebut. Pengukuran-pengukuran dalam ilmu eksak tersebut selalu berpedoman pada suatu situasi ideal dimana kuantitas output yang dihasilkan sama persis dengan kuantitas input yang diberikan atau rasionya tepat sama dengan 1 (satu). Efisiensi dalam situasi ideal ini disebut dengan efisiensi ideal (absolut) yang nilainya selalu 100%, sedangkan efisiensi pada keadaan tidak ideal (normal) bisa lebih kecil dari 100%.

Konsep pengukuran efisiensi relatif ini membandingkan pengukuran relatif untuk sistem dengan multi input dan multi output [3], selanjutnya dikembangkan pada penyusunan mengenai unit empiris yang efisien sebagai rataan dengan bobot tertentu dari unit-unit yang efisien yang digunakan sebagai pembanding untuk unit yang tidak efisien [8].

Ini merupakan kelemahan sebab dalam kenyataannya unit yang efisien harus ditemukan melalui perhitungan hanya berdasarkan pada data yang ada atau dengan kata lain penentuan unit yang efisien harus diambil dari sampel/populasi data tersebut. Asumsi utama dari efisiensi Farrel adalah digunakannya pembobotan yang sama untuk tiap faktor yang menentukan efisiensi dari semua unit. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana penentuan bobot tersebut. Sebuah unit organisasi mungkin saja memberikan pemahaman yang berbeda dengan unit yang lain dalah mengolah input-nya sehingga sulit untuk menentukan bobot yang dapat mewakili demikian pula dengan faktor output. Hal ini berarti bobot untuk input dan output berbeda antara unit yang satu dengan unit yang lain.

Pengukuran efisiensi relatif dapat dilakukan dengan pendekatan parametric dan nonparametric. Pengertian pendekatan parametric adalah pendekatan yang menyertakan beberapa asumsi teoritis dalam melakukan pengukuran efisiensi relatif dan mengasumsikan adanya hubungan fungsional antara input dan output, walaupun dalam kenyataannya tidak ada fungsi yang benar-benar pasti. Sedangkan pengertian pendekatan nonparametrik adalah diasumsikan tidak adanya hubungan antara input dan output secara fungsional. Pendekatan parametric membandingkan secara tidak langsung kombinasi output yang dihasilkan dengan kombinasi input yang digunakan, justru sebaliknya bagi pendekatan nonparametric yang membandingkan secara langsung kombinasi input dengan kombinasi output. Data

Envelopment Analysis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes yang nantinya dikenal dengan istilah DEA-CCR. DEA adalah alat manajemen untuk mengevaluasi tingkat efisiensi relatif sebuah Decision Making Units (DMUs) yang bersifat non-parametrik dan multifaktor, baik output maupun input [1]. Yang dimaksud dengan DMU di sini adalah merupakan unit yang dianalisa dalam DEA, misalnya cabang-cabang sebuah bank, kantor polisi, kantor pajak, sekolah, dan lain-lain. DEA mengukur efisiensi relatif menggunakan asumsi yang minimal mengenai hubungan input- output. Model dasar dari DEA adalah Linear Programming. Linear programming adalah model matematika yang digunakan untuk mengoptimalkan kegunaan suatu utilitas atau departemen dalam satu organisasi dengan sumber yang terbatas. Selain variabel yang akan dimaksimal atau diminimalkan, dalam variabel keputusan juga terdapat variabel slack dan surplus. Variabel slack adalah variabel yang berfungsi untuk menampung sisa kapasitas atau kapasitas yang tidak digunakan pada kendala yang berupa pembatas. Variabel slack pada setiap kendala aktif pasti bersifat nol dan variabel slack pada setiap kendala tidak aktif pasti bersifat tidak aktif. Variabel Surplus adalah variabel yang berfungsi untuk menampung kelebihan nilai ruas kiri pada kendala yang berupa–syarat [8].

Model DEA yang digunakan adalah model CCR (Charnes-Cooper-Rhodes), dimana pada model ini diperkenalkan suatu ukuran efisiensi untuk masing-masing decision making unit (DMU) yang merupakan rasio maksimum antara output yang terbobot dengan input yang terbobot. Masing-masing nilai bobot yang digunakan dalam rasio tersebut ditentukan dengan batasan bahwa rasio yang sama untuk tiap DMU harus memiliki nilai yang kurang dari atau sama dengan satu. Dua model matematis yang digunakan yaitu :

1. Model matematis DEA-CCR Primal, yaitu model utama yang dipakai untuk menghitung nilai efisiensi relatif tiap DMU. Dalam DEA, efisiensi DMU tertentu didefinisikan sebagai rasio antara jumlah output yang diboboti dengan jumlah input yang diboboti, yang merupakan suatu perluasan alami konsep efisiensi.

2. Model matematis DEA-CCR Dual, yaitu model pendukung untuk menghitung nilai efisiensi relatif suatu DMU dan mengetahui DMU mana yang dijadikan acuan untuk meningkatkan efisiensi DMU yang tidak efisien.

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

A-41

Model linier disebut sebagai bentuk DEA-CCR primal. Suatu DMUk dikatakan efisien jika nilai θk adalah sama dengan

satu dan nilai slack variabel-nya sama dengan nol pada solusi optimalnya. Jika terdapat pada DMUk yang nilai θk sama

dengan satu namun nilai slack variabel-nya tidak sama dengan nol maka DMUk tersebut dinyatakan sebagai DMUk yang

bersifat weakly efficient. Namun pada umumnya nilai efisiensi sama dengan satu cukup untuk menyatakan sebuah DMUk

dikatakan effisien.

Suatu DMUk dikatakan efisien jika nilai θk adalah sama dengan satu dan nilai slack variabel-nya sama dengan nol pada solusi optimalnya. Jika terdapat pada DMUk yang nilai θk sama dengan satu namun nilai slack variabel-nya tidak sama dengan nol maka DMUk tersebut dinyatakan sebagai DMUk yang bersifat weakly efficient. Namun pada umumnya nilai efisiensi sama dengan satu cukup untuk menyatakan sebuah DMU dikatakan effisien.

Dengan menggunakan Super-efisiensi dimungkinkan untuk meranking semua unit, bahkan unit-unit yang efisien, yang berdasarkan teknik DEA baku, semuanya akan dinilai sama efisiensinya yang telah mencapai nilai teratas 1 atau 100%. Konsep dari Super-efisiensi adalah membiarkan adanya efisiensi DMU yang diamati lebih besar dari satu atau 100%. Dalam perhitungannya, konsep Superefisiensi diterapkan pada model matematis DEA-CCR primal dan DEA-CCR dual. Hal ini diperoleh dengan cara menghilangkan batasan yang terkait dari rangkaian kendala atau batasan p. Model matematis DEA-CCR primal untuk DMU ke-p yang akan dicari Super-efisiensinya, sehingga tidak ada batasan efisiensi lebih kecil sama dengan 1 untuk DMU ke-p. Super-efisiensi hanya mempengaruhi unit (DMU) yang dianggap sama efisien dengan batasan yang dihilangkan, yang tidak mengikat unit yang tidak efisien karena efisiensinya lebih kecil dari 1 atau 100%.

Model Super-efisiensi hampir sama dengan model DEA-CCR primal. Yang membedakannya hanya pada kendala output-input, dimana pada Super-efisiensi menghilangkan nilai kendala output-input untuk supplier ke-p atau supplier yang sedang dievaluasi. Tujuan menghilangkan kendala ini adalah nilai efisiensi dari supplier yang dievaluasi dapat lebih besar dari 1 atau 100% dengan tujuan perankingan supplier-supplier yang sudah efisien.

2.

Metode Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai pemilihan supplier batu bara pada mesin boiler di divisi utility PT. XYZ. PT. XYZ berlokasi Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo. PT. XYZ yang bergerak dalam bidang produksi krimer nabati menggunakan mesin boiler untuk memenuhi kebutuhan steam pada proses produksi dan penyimpanan bahan bakunya. Analisis terhadap penyelesaian masalah yaitu menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA).

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data kebutuhan bahan baku.

2. Data user, yang meliputi: a. Material handling. b. Wastehandling.

3. Data supplier, yang meliputi : c. Harga beli bahan baku. d. Kualitas bahan baku.

e. Tingkat ketepatan waktu pengantaran. f. Pemenuhan kuantitas order bahan baku.

g. Kriteria kepuasan perusahaan dari setiap supplier.

3.

Hasil dan Pembahasan

Pada tahap pengumpulan data, dilakukan pengumpulan data mengenai data-data yang diperlukan untuk mengevaluasi dan memperbaiki performansi supplier. Dalam penelitian ini digunakan material atau bahan bakar untuk mesin boiler sebagai item yang diteliti, dimana untuk bahan bakar mesin boiler mempunyai berbagai macam variansi batu bara dari supplier untuk PT. XYZ. Adapun data-data yang dipelukan meliputi data harga pembelian bahan baku kepada supplier, data kualitas batu bara yang diterima, data tingkat ketepatan waktu pengantaran, data tingkat pemenuhan order, data penanganan bahan baku, data penanganan sampah yang dihasilkan serta data kriteria kepuasan PT. XYZ terhadap setiap supplier.

3.1. Klasifikasi Decision Making Unit

Untuk proses pengolahan data diperlukan pengklasifikasian masing-masing supplier yang diamati kedalam DMU (Decision Making Unit). Dalam hal ini supplier disebut sebagai Decision Making Unit (DMU) yang akan dievaluasi. Dari supplier-supplier tersebut dikonversikan ke dalam DMU, sehingga DMU dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : DMUk = DMU yang diukur nilai efisiensinya

DMUj=1 = PT. AAA. DMUj=2 = PT. BBB. DMUj=3 = PT. CCC.

Dalam dokumen TEKNIKINDUSTRI (Halaman 40-42)