• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fanatisme Agama dan Hoax yang Tersebar di Masyarakat

FAKTOR KEKALAHANNYA DI DAPIL KRESEK

B. Tanggapan Mengenai Kekalahan dan Faktor-faktor Kekalahan Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019 Dapil Kecamatan Kresek dalam Perspektif MUI

B.2 Faktor-faktor Kekalahan Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019 Dapil Kecamatan Kresek Kecamatan Kresek

B.2.3 Fanatisme Agama dan Hoax yang Tersebar di Masyarakat

Kalahnya pasangan Jokowi-Ma‟ruf di Kresek selain karena tidak semua pengurus MUI Kresek mendukung Ma‟ruf. Hadirnya fanatisme dan hoax yang menyebar di masyarakat juga turut ikut andil dalam hal ini, serta menjadi faktor yang paling menggerus suara perolehan pasangan tersebut.

Hadirnya fanatisme dalam sebuah kontestasi politik bukan lagi merupakan suatu hal yang asing dilakukan mengingat pada pilpres 2014 juga pernah terjadi. Adanya hal tersebut membawa dampak negatif yang mengakibatkan perseteruan di lapisan masyarakat dan membelahnya menjadi dua kelompok yang saling menjatuhkan satu sama lain yang berawal dari para perilaku elite politiknya.26

Pernyataan kebencian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan agama merupakan suatu hal yang cukup menghawatirkan dalam perpolitikan di Indonesia terlebih sejak 2017, ketika terjadinya demonstrasi 212 yang ingin menggulingkan kekuasaan Basuki Tjhaja Purnama yang pada waktu itu dianggap sebagai penista agama dan merupakan sekutu Jokowi.

Sejak adanya peristiwa tersebut, Jokowi seringkali dianggap tidak islami oleh kelompok muslim konservatif. Kelompok tersebut adalah kelompok pendukung Prabowo Subianto yang menjadi lawan Jokowi pada pilpres 2014 dan dipertemukan lagi dalam kontestasi pilpres 2019.

26 Muhammad Aminudin. “Fanatisme di Nilai jadi Pembelah Masyarakat Hingga Pilpres 2019 Selesai”. Diakses melalui https://m.detik.com. Pada tanggal 20 Agustus 2020, pukul 19:00.

91

Hadirnya kekhawatiran Jokowi mengenai dampak terjadinya aksi 212 yang memiliki jumlah pengikut atau massa yang banyak pada akhirnya membuat Jokowi berpikir untuk memiliki cawapres dari kalangan ulama.

Jokowi pun memilih Ma‟ruf Amin sebagai cawapresnya, mengingat bahwa sosok Ma‟ruf ini memiliki segudang pengalaman baik sebagai penasihat terkait isu-isu gender maupun penasihat agama di masa kepemimpinan SBY.

Meskipun gerakan 212 telah terpecah dan pengaruh konservatif tidak terlalu terlihat di pilkada 2018, kesalehan dalam agama bagi orang-orang yang akan ikut berkontestasi dalam panggung perpolitikan tanah air, memungkinkan akan terus membentuk perilaku politik masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya.27

“Perayaan pilpres kemarin di warnai oleh isu agama yang sangat massif seakan akan-akan antara iman dan kufur yang memilih pak prabowo itu mukmin dan yang milih jokowi itu kafir, dan itu sudah dibangun sebelum KH Ma‟ruf menjadi wakil. Isu agama itu diambil oleh daerah-daerah yang mempunyai basis fundamentalis islam atau keislaman yang kuat istilah Martin Fanbunesen”.28

Hadirnya fanatisme agama yang semakin kuat di tengah-tengah masyarakat didukung oleh hadirnya hoax. Hoax merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu pemberitaan mengenai informasi palsu seperti pencemaran nama baik dan adanya hal tersebut bertujuan untuk meyakinkan pembaca serta membentuk opini publik dalam masyarakat.29

27 “Polemik Istilah Kafir dalam Pusaran Pilpres 2019”. Diakses melalui http://matapolitik.com pada tanggal 20 Agustus 2020, pukul 19:12.

28 Wawancara dengan KH Imaduddin Utsman, Wakil Ketua Umum MUI Kresek, di Pondok Pesantren Nahdatul Ulum Kresek, pada 16 Agustus 2020.

29 Christiany Juditha. “Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya”.

Jurnal Pekommas. Vol, 3. No, 1 (April, 2018). Hal. 33

92

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, kini masyarakat semakin mudah dalam mengakses setiap informasi melalui online, media ini bukan hanya mengubah bagaimana seseorang menyebarkan beragam informasi akan tetapi juga merubah bagaimana orang lain menerima informasi tersebut.

Masifnya penyebaran informasi bukan hanya bisa di lakukan oleh media berita yang telah di ketahui oleh masyarakat, tetapi juga dapat di lakukan oleh semua orang yang menggunakan internet dan ironisnya penyebaran berita-berita tersebut tidak diketahui serta tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. 30

Tersebarnya berita-berita tersebut tanpa sadar telah menyebabkan kebodohan karena informasi yang diterimanya belum tentu benar adanya, mengakibatkan permusuhan dan kebencian di dalam masyarakat.

Berkembangnya hoax telah masuk dalam berbagai ranah kehidupan, tak terkecuali dalam ranah politik.31

Banyaknya berita hoax yang tersebar diberbagai media Indonesia berdasarkan survei dari Masyarakat Telekomunikasi Indonesia (MASTEL) menjelaskan bahwa 91 persen berita yang diterima mengenai politik, 88,60 persen mengenai sara. Jika dilihat dari tahap presentase keseharian masyarakat sebanyak 44.30 dari 1.116 memperoleh dan tanpa di sadari

30 Christiany Juditha. “Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya”.

Hal, 31

31 Iffah Al-Walidah. “Tabayyun di Era Generasi Millenial”. Jurnal Living Hadist. Vol, 2. No, 1 (Oktober, 2017). Hal. 326

93

membaca berita hoax dan sebanyak 17.20 persen seseorang memperoleh berita hoax lebih dari satu kali.32

Adapun contoh hoax dalam ranah politik adalah dengan adanya informasi yang menjelaskan bahwa Jokowi merupakan bagian dari PKI dan merupakan keturunan dari PKI. Adanya dugaan demikian di perkuat dengan terbitnya uang baru yang bergambar palu arit.33Meskipun telah diketahui bahwa informasi tersebut merupakan hoax, sebagian besar masyarakat Indonesia masih ada yang mempercayai hal tersebut dan santer terdengar kembali ketika Jokowi kembali mencalonkan dirinya dalam ajang kontestasi pilpres 2019.

Jejak digital dan semakin banyaknya orang menggunakan media sosial mempercepat proses penyampaian informasi, masyarakat terutama sebagaian besar masyarakat desa mempercayai apa yang ia terima dan mereka mempercayai bahwa Jokowi PKI. Adanya hal tersebut berdampak pada perolehan suara yang ia dapat meskipun pendampingnya KH Ma‟ruf Amin merupakan putra daerah di daerah Kresek. Sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Pimpinan Pondok Pesantren Nahdatul Ulum Kresek

“Lebih mengerucut lagi di Kresek, pak Prabowo hanya menang 22 persen padahal di daerah lain bisa 50 pesen lalu pak Jokowi hanya 12 persen dan sisanya yang golput itu sebenarnya dia mau pilih Prabowo yang penting bukan Jokowi karena dia PKI begitu kan, tapi mereka karena menghormati KH Ma‟ruf mereka enggak mau milih “udahlah saya enggak mau pilih KH Ma‟ruf walaupun kita hormat dan taat, putra kiyai besar disini, meskipun seluruh kiyai disini merupakan semua murid KH Ma‟ruf tapi karena isunya

32 “Hasil Survey Wabah Hoax Nasional 2019”. Diakses melalui http://mastel.id pada tanggal 25 Agustus 2020, pukul 19:27.

33 Iffah Al-Walidah. “Tabayyun di Era Generasi Millenial”. Hal. 327

94

agama dan hoax itu yang menyebar itu begitu massif “dari pada saya masuk neraka, yaudah mending enggak usah milih Jokowi-ma‟ruf, tapi kalo saya pilih Prabowo nanti saya dibilang enggak taat sama guru yaudah saya enggak milih” nah itu yang terjadi. Kalo misalnya lihat di Kresek sebelum pilpres terjadi enggak ada gambar Prabowo meskipun ada Cuma sedikit sekali paling oleh tim-timnya bukan dari masyarakat, tapi apakah mereka mendukung jokowi? Enggak, mereka enggak mau mendukung Prabowo, tapi mereka juga enggak mau mendukung KH Ma‟ruf. Kalo kita ngomong nih kita kan masih punya ikatan kekeluargaan, struktural ya mereka iya-iya aja enggak pernah ngomong enggak karena kita enggak enak, kita menghormati keluarga kita, keluarga kh ma‟ruf tapi kalo untuk memilih di hati mereka berkata “dari info-info ini jangan-jangan bener nih nanti mau bikin PKI”

enggak mau mereka, jadi faktor keagamaan untuk pemilu 2019 itu jadi penentu ketinggian suara yang bagus untuk Prabowo.”34

Adanya isu hoax yang sangat massif pada pilpres kemarin sangat berpengaruh pada perolehan suara yang didapat dari masing-masing calon, terutama Jokowi-Ma‟ruf dapil Kresek. Sebagian besar masyarakat Kresek merupakan bagian dari keluarga Ma‟ruf Amin, meskipun Jokowi berdampingan dengan sosok putra daerah tetap tidak mengubah pilihan masyarakat untuk tidak memilihnya.

Tidak dipilihnya Ma‟ruf sebagai pilihan politik sebagian warga Kresek menghasilkan rasa dilema dalam dirinya, karena mereka hanya dihadapkan oleh dua pilihan yakni memilih Prabowo atau tidak memilih (golput). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat Kresek yang tidak memilih Ma‟ruf, lebih memilih untuk golput pada pilpres 2019. Dari 65.659 masyarakat Kresek,35 hanya 34.656 yang ikut serta dalam pemilu dan sisinya memilih untuk golput.

Menurut Ramlan Surbakti dalam penjelasannya mengenai model perilaku politik adanya hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial politik

34 Hasil Wawancara dengan KH Imaduddin Utsman, Wakil Ketua Umum MUI Kresek, di Ponpes Nahdatul Ulum, pada tanggal 16 Agustus 2020.

35 http://tangerangkab.bps.go.id

95

tidak langsung. Adanya sistem politik yang menggunakan isu sara pada penyelenggaraan pilpres 2019 ditambah gencarnya informasi dari media massa pada akhirnya mempengaruhi pilihan masyarakat.

Hal itulah yang pada akhirnya membuat Jokowi, terutama Ma‟ruf Amin kalah di daerah kelahirannya sendiri karena adanya isu hoax sangat gencar menyebar di masyarakat. Mereka mempercayai adanya hal tersebut padahal pada pilpres 2014 meskipun Jokowi kalah di tingkat Kabupaten Tangerang, ia berhasil memenangkan dapil Kresek. Hadirnya hoax pada pilpres 2019, meskipun terdapat sosok putra daerah ternyata tidak dapat mempertahankan pilihan politik masyarakat untuk tetap memilih Jokowi.

“Pada pilpres 2019 kalahnya KH Ma‟ruf Amin di Kresek itu dipengaruhi adanya isu sara, isu agama segala macam yang berisi hoax yang mungkin dilakukan oleh para fraksi atau partai lain yang banyak berspekulasi mengenai hal tersebut. Namanya politik itu adalah pilihan dan itu pilihan sebagian masyarakat”.36

Hadirnya fenomena golput dalam pilpres 2019 sebelumnya, telah diprediksi akan terjadi dan melonjak naik dari pilpres sebelumnya.37Adanya hal tersebut bukan hanya terjadi dalam skala nasional tapi juga di daerah.

Pilihan masyarakat untuk golput merupakan bagian dari ekpresi mereka dalam menentukan pilihan politik dan banyak sebab yang melatarbelakanginya. Selain itu adanya rasa tidak suka dari pihak lawan dan mempengaruhi pilihan politik masyarakat sebagaimana penjelasan Ustad Ali Ridho

36 Wawancara dengan Ustadz Mu‟id, Sekretaris Umum MUI di Kecamatan Kresek, di Rumah Kediaman Beliau di Kresek, pada 4 September 2020.

37 Siska Nirmala. “Pilpres 2019, Pemilih Golput di Prediksi Meningkat”. Diakses melalui https://www.pikiran-rakyat.com. Pada tanggal 11 Agustus 2020, pukul 10.00.

96

“Selain terdoktrin hoax, terus juga mungkin dari pihak lawan kurang senang dengan seorang ulama dan jujur saja sebagaian ulama pun juga ada saja yang kurang senang ketika ada seorang ulama yang maju dalam politik

“ya buat apa kiyai mah cukup ini, untuk mengajak umat untuk berbuat baik enggak usahlah ikut-ikut ke dalam pemerintahan”. ya ada aja gitu, ya mungkin mereka taunya islam itu dalam artian hanya sebagian aja ajarannya, enggak secara kaffah.”38

Menurut analisa penulis berdasarkan hasil wawancara di lapangan, untuk di daerah Kresek sendiri alasan sebagian masyarakat memilih untuk golput adalah adanya hoax yang menerpa Jokowi yang merupakan pasangan Ma‟ruf. Masih adanya rasa taat kepada kiyai atau ulama menimbulkan dilema dalam hati sebagian masyarakat ketika tidak memilih Jokowi-Ma‟ruf. Pada akhirnya mereka lebih memilih untuk golput, sebagai jalan tengah untuk menjawab rasa dilemanya dalam menentukan sikap politiknya.

B.2.4 NU kultural

Sosok Ma‟ruf Amin selain sebagai Ketum MUI pusat, juga merupakan seorang Ketum PBNU dan seorang Rais Aam Suriah di mana posisi tersebut merupakan posisi tertinggi di dalam struktural NU. NU sendiri merupakan ormas terbesar di Indonesia, dengan terpilihnya Ma‟ruf Amin sebagai cawapres Jokowi merupakan peluang yang sangat besar untuk Jokowi-Ma‟ruf menarik simpati masyarakat muslim terutama muslim NU untuk memilih Rais Aam-nya.

Nahdatul Ulama sendiri menurut Gus Dur terbagi menjadi dua yakni NU struktural dan NU kultural. NU struktural sendiri memiliki pengertian sebagai kiyai-kiyai yang menduduki jabatan sebagai suriyah (badan

38 Wawancara dengan Ustadz Ali Ridho, Bendahara MUI Kresek, di Rumah Kediaman Beliau di Kresek, pada tanggal 16 Agustus 2020.

97

musyawarah yang mengambil keputusan tertinggi di NU) dan tanfidziyah (badan pelaksana harian di organisasi NU), sedangkan NU kultural sendiri merupakan kiyai-kiyai yang mengamalkan dan menghidupkan tradisi-tradisi yang ada di NU seperti khataman Qur‟an, zikir bersama dan lain sebagainya.

Dari kedua NU tersebut paling banyak adalah NU kultural.39

Banyaknya pengikut NU secara nasional juga banyak pengikutnya di Provinsi Banten dan daerah-daerah yang menjadi bagiannya, salah satunya di Kresek. Kresek sendiri merupakan daerah yang hampir seluruh masyarakatnya beragama Islam dan mayoritas menganut NU kultural.40

“Kalo di Kresek itu untuk organisasi yang lain sepengetahuan abah haji itu enggak ada, adanya ahlussunnah saja. Bisa dikatakan bahwa meskipun ada tapi tidak diketahui siapa jadi umumnya di kresek ini adalah NU dari mulai buyut KH Maruf dari dahulu juga sudah begitu, yang namanya Muhammadiyah dahulu memang ada tapi menghilang sendiri. Bisa dikatakan bahwa terdapat 99 persen orang NU di Kresek itu.”41

Hal itulah yang menjadi salah satu faktor kekalahan pasangan Jokowi-Ma‟ruf di Kresek. Adanya sosok putra daerah dan Ketum PBNU ternyata tidak dapat menarik simpati nahdiyyin di Kresek untuk memilihnya.

Meskipun NU di Kresek menjadi ormas mayoritas, sebagian besar NU di Kresek merupakan NU kultural bukan NU Struktural. Selain itu berdasarkan budaya atau kebiasaan nahdiyin di Kresek, menentukan pilihan politik dalam setiap pemilu dipengaruhi oleh pilihan keluarganya.

“Biasanya yang abah lihat orang NU di sini memilih calon berdasarkan adanya pengaruh keluarga kadang-kadang dan ini juga menentukan,

39 Puput Mulyono. “Membumikan NU Kultural”. Jurnal Ilmiah Studi Islam. Vol, 17.

No.1 (Desember, 2017). Hal. 115

40 Wawancara dengan Ustadz Mu‟id, Sekretaris Umum MUI di Kecamatan Kresek, di Rumah Kediaman Beliau di Kresek, pada 4 September 2020.

41 Wawancara dengan Ustadz Latief, Ketua Umum MUI di Kecamatan Kresek, di Rumah Kediaman Beliau di Kresek, pada 16 Agustus 2020.

98

misalkan kita lihat contoh ketika pilpres kemarin tidak di duga KH Ma‟ruf kan kalah di sini karena orang tidak memilih KH Ma‟ruf padahal kan dia orang Kresek.”42

Menurut Ramlan Surbakti dalam model perilaku politik, adanya pengaruh tersebut merupakan bagian dari model perilaku politik dari lingkungan sosial politik langsung yang mana seseorang atau individu memilih pilihan politiknya berdasarkan dari adanya pengaruh keluarga.

“Waktu pemilihan presiden 2019 saya memilih pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno selain karena pilihan pribadi juga karena dipengaruhi oleh pilihan keluarga saya yang juga memilih Prabowo dan pak Sandi. Saya dan keluarga saya menyukai sosok Prabowo dan Sandi karena terlihat tegas, gagah dan berbaur dengan semua orang.”43

Selain adanya pengaruh dari keluarga, lanjut menurut Ramlan terdapat faktor lain yang mempengaruhi yakni lingkungan pergaulan di mana dalam hal ini ormas NU dan lingkungan pergaulan anak muda di Kresek.

Sebagaimana hasil wawancara dengan salah satu pemuda di Kresek, menjelaskan bahwa “selain memang saya suka dengan sosok Prabowo dan Sandi, keluarga dan teman-teman saya juga suka dan pada pilih Prabowo.”44

Hal yang paling krusial mengenai pemahaman anak muda NU di Kresek yang mana sebagian besar para pemudanya tidak memahami NU itu sendiri, sehingga mereka mudah terdoktrin oleh perspektif lain dan hal itu berdampak pada pilihan politiknya.

“Kalau di bilang NU tidak solid saya pikir kurang tepat ya, cuma di sini untuk di Kecamatan Kresek kalah memang dikarenakan banyak pemuda NU yang kurang paham mengenai NU itu sendiri, banyak terdoktrin melalui

99

watshap-watshap dengan doktrin bahwa jika seandainya seorang ulama, kiyai ada di kursi-kursi pemerintahan nantinya tidak baik dalam masyarakat, itu yang ada dalam pandangannya Jadi ya itu lebih baik jangan dan pandangan seperti ini lahir di kalangan pemudanya bukan kalangan tua karena kedua golongan tersebut mempunyai pemikiran yang berbeda ya dan ya itu alasannya.”45

Adanya pemikiran atau pandangan demikian dalam diri para pemuda NU berdampak pada pilihan politiknya, yang mana pada pilpres kemarin sebagian besar pemuda NU tidak memilih pasangan Jokowi-Ma‟ruf.

Sebagaimana penjelasan salah satu pemuda NU yang mengatakan “iya waktu pilpres kemarin saya tidak memilih Jokowi-Ma‟ruf, saya pilih Prabowo karena saya suka dengan dia dan waktu pilpres kemarin saya dengar sih isu-isu seperti itu dan adanya hal itu makin meyakinkan saya untuk memilih Prabowo.”46

Menyadari adanya hal tersebut kini para kiyai pengurus NU mulai berbenah dan mengaktifkan kembali program-program pemudanya, agar para pemuda NU dapat memahami NU seutuhnya dan dapat mendukung kiyai atau ulama NU yang akan maju dalam kontestasi berikutnya.