• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA TEORITIS

A. Biografi Ma’ruf Amin

1. Jejak karier Ma’ruf dalam Pendidikan dan Politik

Ma‟ruf Amin lahir di Kresek, Tangerang pada 11 Maret 1943. Ma‟ruf Amin merupakan anak tunggal dan lahir dikelurga yang kental dengan agama.

Ayahnya merupakan seorang pemimpin pondok pesantren di Desa Koper yang bernama KH Muhammad dan ibunya bernama Hj Maimunah. Selain itu dalam diri Ma‟ruf mengalir darah seorang ulama sangat kental karena ia merupakan cicit dari seorang ulama yang tersohor di Banten yakni Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani yang pernah menjadi imam di Masjidil Haram.1

Ma‟ruf Amin mengenyam pendidikan pertamanya pada tahun 1955 di SR (sekolah rakyat) diusianya yang ke-12 tahun, selain itu ia juga sekolah di Madrasah Ibtidaiyah tepatnya di daerah Kresek Kota Tangerang yang merupakan bagian dari Provinsi Banten2. Setelah masa pendidikannya selesai di sekolah rakyat dan madrasah Ibtidaiyah, ia pun pindah ke Jombang Jawa Timur untuk mengenyam pendidikan di Madrasah Tsanawiyah pesantren Tebuireng pada tahun 1958.3

1 A.R Shohibul Ulum. Menyelami Jejak Pemikiran Sang Politisi, Pemikir dan Ulama Besar Kiai Ma‟ruf Amin. (Yogyakarta: Penerbit Biography, 2018). Hal, 12

2 Ahmad Sanusi dan Galih Gumilar. “Peran Ma‟ruf Amin dalam Memperoleh Suara Masyarakat Muslim pada Pilpres 2019”. Jurnal Lentera. Vol. 111, No. 1 (Juni, 2010). Hal. 69

3 “Jejak Karir Ma‟ruf Amin Sebelum jadi Cawapres Jokowi”. Diakses melalui http://nasional.tempo.com pada 19 Maret 2020

43

Setelah lulus Tsanawiyah, Ma‟ruf melanjutkan pendidikannya ke Jakarta tepatnya di SMA Muhammadiyah namun sangat disayangkan proses pendidikannya di sekolah tersebut tidak ia jalankan hingga selesai, ia lebih memilih untuk kembali tinggal di pondok pesantren dan mendalami ilmu agama di pondok-pondok pesantren yang ada di daerah Banten, mulai dari pondok pesantren di Caringin, di Labuan tepatnya di pesantren Petir dan di Serang tepatnya di Pesantren Pelamunan.

Setelah beberapa bulan pesantren di Banten, ia pun kembali ke Jawa Timur tempat ia menamatkan pendidikan Tsanawiyahnya untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang Aliyah (sekolah Menengah Atasnya) tepatnya di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Tebuireng. Setelah lulus Aliyah pada tahun 1963 ia kembali ke pesantren di daerah Banten selama beberapa bulan di Citangkil dan Cilegon yang mana kedua pesantren itu milik KH Syam‟un Alwiyah yang merupakan cucu dari KH Wasyid penggerak sekaligus ulama di Banten.

Pada 1964 Ma‟ruf menikah dengan Siti Huriyah dan pindah ke Jakarta, diusianya yang ke-24 tahun disela-sela kesibukannya mengajar ia pun melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi tepatnya pada tahun 1967 di Universitas Ibnu Chaldun Bogor dan mengambil jurusan Ushuludin, sebenarnya Ma‟ruf sangat ingin memperdalam ilmu agamanya dengan mengambil jurusan fiqih tapi sayangnya pada tahun tersebut jurusan yang

44

diinginkan Ma‟ruf belum tersedia hingga pada akhirnya ia memilih ushuludin sebagai penggantinya.4

Sejak merantau ke Jakarta, ditengah-tengah kesibukannya mengajar agama, berdakwah, kuliah, ia juga aktif berkecipung di organisasi-organisasi keislaman bersama sang isteri Huriyah. 5 Berkecipungnya Ma‟ruf serta konsistennya ia di NU berhasil mengantarkan dirinya menjadi Katib „Aam PBNU pada muktamar ke-28 tepatnya pada tahun 1989 di Yogyakarta. Selain itu di daerah tempat tinggalnya tepatnya di daerah Koja, atas inisiatifnya sendiri karena prihatin melihat kondisi para pemudanya ia membentuk Gerakan Pemuda (GP) Anshor dan ia ditunjuk sebagai ketuanya.

Banyak program yang dibuatnya hingga popularitasnya semakin terdengar, hingga pada tahun 1964 ia terpilih menjadi Ketua Anshor Cabang Tanjung Priok untuk periode 1964-1966. Karier Ma‟ruf di organisasi kepemudaan Anshor tidak berhenti disitu saja, terpilihnya ia di cabang membuat namanya semakin terkenal, banyak program kerja yang semakin membuat dirinya dikenal sebagai sosok yang tidak diragukan lagi dalam kepemimpinan, banyak relasi yang ia dapat, dari sinilah ia terpilih menjadi Ketua Front Pemuda.6

Pada 1966 Ma‟ruf Amin terpilih menjadi Ketua NU Cabang Tanjung Priok, hal itu bermula ketika Ma‟ruf ingin melanjutkan kariernya di NU ke jenjang yang lebih besar. Pada tahun 1968 Ma‟ruf diperintahkan untuk

4 A.R Shohibul Ulum. Menyelami Jejak Pemikiran Sang Politisi, Pemikir dan Ulama Besar Kiai Ma‟ruf Amin. Hal, 13-14

5 Ibid., hal, 20-26

6 Ibid., hal, 46-48

45

bertugas di NU wilayah Jakarta sebagai Wakil Ketua hingga 1976, meskipun ia menerima jabatan tersebut, ia tidak melepas jabatannya di NU Tanjung Priok sehingga ia menjalankan kedua jabatan tersebut di dalam satu periode yang sama.

Nahdatul Ulama pada saat itu bukan hanya menjadi ormas Islam akan tetapi sudah berubah fungsinya menjadi partai. Melihat adanya hal tersebut Ma‟ruf Amin secara tidak langsung terjun kedalam politik praktis. Pada tahun 1971 pemilu kedua dilaksanakan, posisi sebagai Wakil Ketua NU yang dimiliki Ma‟ruf mengantarkan dirinya untuk ikut bertarung dalam kontestasi tersebut, partai NU berhasil memenangkan 7 kursi di DPRD DKI Jakarta dan Ma‟ruf menduduki salah satunya.7

Sejak adanya perintah dari Presiden Soeharto bahwa partai-partai Islam harus melebur kedalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tak terkecuali partai NU, sehingga terpilihnya Ma‟ruf Amin di kursi DPRD DKI pada saat itu merupakan representasi dari Fraksi PPP dan menjabat hingga tahun 1973.8

Selanjutnya di tahun 2015 berkat keaktifan dan pengalaman politiknya di NU ia terpilih menjadi seorang Rais „Aam dan ia pun mengemban amanah ini selama lima tahun.9Selang satu hari kemudian ia juga terpilih menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat.10 Perjalanannya di MUI, dimulai sejak bulan Juni tahun 1990 ia pun resmi menjadi anggota di Komisi Fatwa,

7 A.R Shohibul Ulum. Menyelami Jejak Pemikiran Sang Politisi, Pemikir dan Ulama Besar Kiai Ma‟ruf Amin. Hal, 48-49

8 Sony Majid. “Nilai Strategis Kefiguran Ma‟ruf Amin sebagai Pasangan Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019”. Jurnal Renaisance. Vol.4, No, 2 (Agustus, 2019). Hal. 542

9 Ibid., hal, 50

10 Lihat.” Jejak Karir Maruf Amin Sebelum Jadi Cawapres Jokowi” diakses melalui http://nasional.tempo.com pada 20 Oktober 2019 pukul 0: 26

46

beberapa tahun kemudian tepatnya pada 1999 ia diterpilih menjadi Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) di Dewan Syari‟ah Nasional (DSN) dan di tahun 2006 ia terpilih menjadi Wakil Ketua Komisi Fatwa di Majelis Ulama Indonesia yang berkantor di Jakarta, hingga pada akhirnya ia terpilih menjadi Ketua Umum MUI.11

Sebelum menjadi ketum PBNU dan Ketum MUI, Ma‟ruf Amin pernah menjadi orang kepercayaan di Partai Keadilan Bangsa (PKB) untuk menjadi Dewan Syuro pada masa kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid, ia juga pernah menduduki jabatan sebagai anggota MPR-RI (1997-1999) dan Komisi II DPR-RI dari fraksi tersebut.12 Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ia juga pernah menjadi Wakil pertimbangan presiden (Watimpres) dalam bidang keagamaan dan hubungan negara-negara Islam13.

Dalam perjalanan karir politik dan pengabdiannya di masyarakat, Ma‟ruf Amin pun seringkali mendapat berbagai penghargaan baik dari akademik, institusi maupun yang lainnya. Selain gelar Katib „Aam dan Rais

„Aam yang diterimanya, tedapat gelar dan penghargaan lain yang diterimanya yakni sebagai berikut:

a) Pada tahun 2012 Ma‟ruf Amin mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Hukum Ekonomi Syari‟ah dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada masa kepemimpinan SBY tepatnya pada tahun 2014 Ma‟ruf mendapatkan Bintang Mahaputera Adiprana

11 Ibid., hal. 77-78

12 Sony Majid. “Nilai Strategis Kefiguran Ma‟ruf Amin sebagai Pasangan Joko Widodo pada Pemilihan Presiden 2019… Hal. 542

13 Ibid., hal. 542

47

dimana sebelumnya ia telah memperoleh penghargaan Bintang Republik Indonesia.

b) Pada tahun 2017 Ma‟ruf Amin mendapatkan gelar professor dalam bidang Ilmu Ekonomi Syariah di UIN Malang dan ditahun yang sama Ma‟ruf mendapat gelar Pangeran Syadid Peto Endah yang memiliki arti bahwa Ma‟ruf adalaH guru besar yang mengajarkan kebaikan, gelar tersebut ia dapat dari masyarakat adat Kota Lubuklinggau.

c) Pada 2018 Ma‟ruf juga mendapatkan penghargaan dari KPI hal itu dikarenakan perhatian yang ia miliki cukup besar terhadap khalayak publik atas dampak yang dihasilkan jika berita-berita bohong banyak tersebar di layarkaca dan diterima begitu saja terutama oleh masyarakat awam.14

Cukup panjang perjalanan hidup seorang Ma‟ruf Amin mulai dari dinamika agama yg kental dari keluarganya, pendidikannya, pengabdiannya kepada masyarakat, penghargaan yang ia terima atas dedikasinya terutama di NU dan MUI yang secara tidak langsung memberikannya jalan untuk ia masuk dalam lingkaran politik praktis. Hingga pada akhirnya di tahun 2019 dalam pergelaran pilpres yang ke-4 ia terpilih menjadi calon wakil presiden bersama sang petahana Joko Widodo. Melalui serangkaian proses yang cukup panjang pada akhirnya ia resmi menjadi pendamping Jokowi.15

Terpilihnya Ma‟ruf Amin sebagai pendamping Jokowi bukanlah tanpa sebab, hal itu dilakukan untuk mengamankan suara umat muslim di mana

14 Ibid., hal. 32-44

15 “Profil Ma‟ruf Amin, Cawapres Jokowi”. Diakses melalui http://amp.kompas.com pada tanggal 19 Maret 2020

48

mayoritas agama yang dianut masyarakat Indonesia adalah Islam. Selain itu Ma‟ruf merupakan Rais Aam PBNU yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia juga turut memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi kemenangan Jokowi di Pilpres 2019.

Pada pemerintahan Jokowi sebelumnya, banyak masyarakat yang bergabung dalam kelompok konservatif dan dipilihnya Ma‟ruf sebagai cawapres merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk menangkis isu-isu yang menjadi bagian dari kampanye hitam yang pernah terjadi pada dirinya di pilpres 2014 lalu.16

Dipilihnya Ma‟ruf oleh partai koalisi juga ingin menunjukan bahwa Jokowi merupakan sosok pemimpin yang mencirikan keindonesiaan dengan menerima Ma‟ruf dengan penampilan khasnya (peci dan sarung).

Dilakukannya hal tersebut selain menambah eksistensi Jokowi, juga bertujuan untuk mendulang suara untuk pilpres 2019, dengan begitu Jokowi dapat melanggengkan kekuasaannya menjadi pemimpin negara selama dua periode dan Ma‟ruf bisa menduduki kursi wakil presiden.17

Dipilihnya Ma‟ruf sebagai cawapres juga berdasarkan dari dua perspektif yakni pertama berdasarkan akomodasi politik Jokowi kepada partai-partai yang mendukungnya dan dikhawatirkan akan membentuk poros ketiga dari pecahnya suara partai pendukung pada pemilu selanjutnya. Kedua

16 Ahmad Sanusi dan Galih Gumilar. “Peran Ma‟ruf Amin dalam Meraih Suara Masyarakat Muslim pada Pemilihan Presiden 2019”. Jurnal Lentera. Vol. III, No. 1 (Juni, 2019).

Hal, 71

17 Evvy Silalahi dan Agustinus Sustanta. “Analisis Multimodalitas terhadap Kefiguran Ma‟ruf pada Kontestasi Pemilihan Presiden 2019”. Jurnal Ilmu Komunikasi dan Bisnis. Vol. 5, No. 1 (Oktober, 2019). Hal, 118

49

kekhawatiran Jokowi terhadap isu politik identitas yang pada akhirnya membuat masyarakat kontra terhadapnya pada kepemimpinan sebelumnya, dengan dijadikannya Ma‟ruf Amin sebagai Pendampingnya diharapkan dapat menepis isu-isu tersebut.18

Misalnya ketika Jokowi dituduh sebagai bagian dari PKI dan benci ulama, Ma‟ruf mengatakan bahwa Jokowi adalah sosok yang mencintai ulama hal itu dapat dilihat dari adanya penetapan hari santri, menjadikan sejumlah ulama sebagai pahlawan nasional dan kepeduliannya terhadap pendidikan pesantren.19

Pada saat pemilihan cawapres, nama ma‟ruf Amin memang cukup mengejutkan publik terutama masyarakat awam karena pada saat itu nama yang sangat kuat mencuat sebagai cawapres Jokowi adalah Mahfud MD.

Meskipun Mahfud bukanlah seorang ulama, ke-NU‟annya tidak diragukan ditambah ia juga pernah mengenyam pendidikan di pesantren cukup lama.

Batalnya Mahfud menjadi pendamping Jokowi menurut para pengamat politik dikarenakan jika Mahfud MD menjadi wakil presiden di khawatirkan pada pemilu selanjutnya ia bisa mencalonkan diri menjadi presiden karena umurnya masih relatif muda. Berbeda halnya dengan Ma‟ruf yang sudah sepuh, kemungkinan besar tidak dapat ikut berkontestasi dan dapat mengamankan posisi presiden di pilpres 2024. Hal itu juga yang pada

18 Ahmad Sanusi dan Galih Gumilar. “Peran Ma‟ruf Amin dalam Meraih Suara Masyarakat Muslim pada Pemilihan Presiden 2019”. Hal, 73

19 Ibid., hal, 545

50

akhirnya membuat para parpol koalisi lebih memilih Ma‟ruf dari pada Mahfud.20