• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERSALINAN OLEH DUKUN BERANAK

3.1. Metode Persalinan Oleh Dukun Beranak

3.1.1. Fase Kehamilan

Beberapa peran yang dilakukan dukun bayi pada periode kehamilan dalam perspektif masyarakat meliputi: 1) dukun bayi dilibatkan dalam upacara empat bulanan atau tujuh bulanan, 2) membetulkan posisi janin, 3) memijit ibu hamil, dan 4) memotivasi cek kehamilan di Pusat Pelayanan Kesehatan. Pada periode kehamilan masih banyak yang menggunakan jasa dukun bayi dalam perawatannya disamping menggunakan perawatan medis modern. Peran pertama dukun bayi pada periode kehamilan adalah dilibatkan dalam upacara empat bulanan dan tujuh bulanan dan membetulkan posisi janin, seperti yang diungkapkan informan Ibu Suwerni berikut ini:

“… Pas baru hamil diperiksa menggunakan USG karena kan Dukun mana tahu hamilnya sudah berapa minggu, agar jelas saya USG saja di rumah sakit. Terus, saya ngapati, mbah dukunnya kesini hanya mendoakan, mengatur tumpengnya, terus saat 4 bulanan, dukunnya kesini istilahnya membetulkan posisi bayi atau dalam istilah lamanya ngeraba bayi. Sudah begitu, dukunnya menasehati supaya waktu acara 7 bulanannya di hari lahir ibu nya sendiri …” (wawancara tanggal 3 Juni 2019)

Setelah Dukun Beranak dilibatkan pada upacara 4 bulanan atau 7 bulanan, selanjutnya tidak terbatas waktu seorang ibu hamil dapat meminta tolong jasanya untuk memijat. Misalnya kondisi ibu hamil mengalami pegal di kaki, tangan atau punggung, jika perlu maka ia dapat meminta dukun bayi untuk memijitnya.

Faktanya tidak semua klien pada awalnya menyadari kehamilannya atau sengaja

menunda pengecekan kehamilan. Pada masa ini dukun bayi akan menyarankan klien untuk periksa ke bidan.

Beberapa masyarakat percaya bahwa setiap perpindahan tahapan kehidupan adalah suatu hal yang krisis baik bersifat nyata atau gaib sehingga diperlukan upaya pencegahan yaitu dengan mengadakan upacara upacara adat.

Peristiwa kehamilan dan melahirkan adalah tahapan kritis dalam kehidupan yang tetap harus dijalani maka sebagian dari masyarakat menitik beratkan perhatiannya terhadap aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran itu. Orang Jawa adalah salah satu contoh masyarakat yang menitik beratkan perhatiannya pada 2 aspek kultural tersebut sehingga mereka sering melakukan upacara-upacara ritual seputar kedua peristiwa penting tersebut.

Geertz pada penelitiannya di daerah terpencil Jawa timur, Mojokuto, menjelaskan bahwa upacara ritual sebagai tahapan peralihan (rites of passage) yang menekankan kesinambungan dan identitas yang mendasari semua segi kehidupan dan transisi serta fase-fase khusus yang dilewati yang dalam keseluruhannya selametan tersebut memiliki simbolisme khusus dari peristiwa-peristiwa tersebut.17

Kebiasaan melakukan upacara-upacara tersebut pada akhirnya juga dibawa hingga ke Desa Panai Hilir, dimana memang sebagaian warganya adalah orang yang berasal dari Suku Jawa. Walau pun kebudayaan yang ada di daerah tersebut lebih didominasi oleh kebudayaan Melayu Pesisir, namun pelaksanaan upacara seperti 4 (empat) bulanan atau 7 (bulanan) dapat diterima oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

17Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), h.48.

Persiapan dalam menolong persalinan terdiri dari persiapan alat dan tempat. Hal ini penting dilakukan menjelang tibanya hari kelahiran dari si jabang bayi. Sebab apabila semua telah dipersiapkan dari mulai tempat, pakaian bayi, alat-alat pembersih, maka Dukun Beranak juga akan nyaman dalam mengerjakan tugasnya.

“… Kalo sekarang ya gak ada persiapan apa-apa, paling siapin baju bayinya aja, terserah si ibunya mau melahirkan dimana, tapi kalau sekarang ini ya kami menyarankannya di Polindes karena kan alatnya di polindes juga udah lengkap. Tetapi, kalau si ibunya lebih nyaman melahirkan di rumah ya juga enggak masalah, tapi bakalan agak takut juga kita karena kan kalau misalnya terjadi entah ada apa-apa kalau di Polindes kan lebih aman, karena disitu ada Ambulance desa yang bisa bawa pasien langsung ke Rumah Sakit.” (Wawancara tanggal 3 Juni 2019)

Persiapan selanjutnya yang biasanya dilakukan adalah dengan mempersiapkan diri meliputi, menjaga kebersihan diri dan berdoa. Dalam menjalankan tugasnya, ternyata Dukun Beranak juga memiliki tangungjawab untuk menjaga kesucian dirinya menjelang hari-hari pasien ibu hamil tersebut akan tiba waktunya melahirkan. Menjelang beberapa hari sebelum tanggal kelahiran, Dukun Beranak dituntut mensucikan diri misalnya, tidak berhubungan badan dengan suami. Hal ini dianggap penting, sebab dengan mensucikan diri sendiri, maka apa yang dipegang oleh Dukun Beranak tersebut akan baik akhirnya. Seperti dalam kutipan wawancara Peneliti dengan informan ibu Suwerni berikut ini:

“… Abis itu kan kita kalau ada yang hamil tua dan memang mau saya yang menolong dia melahirkan, ya ibu nggak boleh campur sama suami ibu, istilahnya ya dijaga lah itu. Karna kan kita kan mau nolong orang, harus suci, kadang kalau kita campur, terus tiba-tiba dipanggil kan gak sempat kita untuk mandi wajib atau

berwudhu, lah kayakmana kita mau nolong, kita kan bersiap untuk menerima kedatangan yang masih bersih (bayi/suci) jadi kitanya juga ya harus bersih juga (suci) .” (wawancara tanggal 3 Juni 2019)

Penghormatan seperti ini sangat jarang ditemui dalam ilmu medis. Konsep Mensucikan Diri sebelum memegang yang Suci ini menjadi pembeda antara tenaga medis apakah itu Bidan, Perawat ataupun Dokter dalam membantu proses persalinan ibu hamil. Rasa penghormatan yang tinggi kepada makhluk hidup yang akan disambut datangnya ke dunia membuat masyarakat menghormati Dukun Beranak.

Para ahli antropologi melihat bahwa pembentukan janin, kelahiran hingga kematian pada umumnya dianggap oleh warga berbagai masyarakat di berbagai penjuru dunia sebagai peristiwa-peristiwa yang wajar dalam kehidupan manusia.

Dalam konteks kehamilan dan kelahiran bayi itu, setiap masyarakat memiliki cara-cara budaya mereka sendiri dalam memahami dan menanggapi peristiwa pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang sudah dipraktekkan jauh sebelum masuknya sistem medis biomedical dilingkungan komuniti mereka. Berbagai kelompok masyarakat juga memiliki cara-cara tertentu dalam mengatur aktivitas-aktivitas mereka saat menghadapi wanita yang hamil dan bersalin.

3.1.2. Fase Melahirkan