• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukun Beranak Dalam Live Cycle (Daur Hidup), dan Sistem Sosial

BAB IV KERJASAMA ANTARA DUKUN BERANAK DAN BIDAN DESA

4.4. Dukun Beranak Dalam Live Cycle (Daur Hidup), dan Sistem Sosial

Kebudayaan mengatur tempat dan kedudukan sseorang dalam masyarakat dimana pendistribusiannya berdasarkan pada :

1. Kemampuan prestasi individu (achived status) 2. Ciri yang melekat apada individu (ascribet status)

Life cycle / daur kehidupan adalah suatu proses perjalanan hidup manusia sejak lahir sampai mati dimana urutannya adalah sebagai berikut:

Passage = peralihan dari satu tahapan ketahapan yang lainnya

Rites = upacara yang dijalani agar tidak terjadi bahaya saat adanya krisis peralihan, dimana makin besar bobot krisis maka makin besar pula komplek ritus yang dilaksanakan

Contoh berbagai ritus of passage

Saat kehamilan = tingkepan/tujuh bulanan

Sekitar kelahiran masa kanak-kanak = sepasaran, puput puser, akikah, selapanan, potong rambut, tedak siti, pemberian nama,

Masa remaja/pubertas = rites inisiasi dibedakan antara laki-laki dan perempuan

Laki-laki penyunatan, pelubangan hidung, tato

Perempuan tato pelubangan hidung, pelubangan telinga, pengasahan gigi

Masa dewasa dalam lingkup perkawinan, masa tua dan kematian Kecuali rites perkawinan ada tiga rites yang dikenal

1. Ritus of intensification = ritus yang dihubungkan dengan krisis dalam kehidupan kelompok

2. Ritus of purification ritus untuk mensucikan diri mengembalikan diri dalam keadaan yang suci kembali

3. Ritus of desacralization = ritus untuk mengembalikan seseorang yang tidak normal yang bersentuhan dengan duia gaib

Semua ritus upacara dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Perpisahan atau separation 2. Peralihan marge

3. Integrasi kembali aggregation

Perlu diingat bahwa keberadaan Dukun Beranak dalam beberapa Siklus Kehidupan masyarakat di Desa Sei Berombang tidak terlepas dari peran Dukun Beranak tersebut dalam setiap tahapan kehamilan dan kelahiran ibu hamil.

Sehingga masyarakat Desa Sei Berombang menganggap bahwa Pamali sifatnya apabila Dukun Beranak yang membantu kita melahirkan tidak diberikan posisi yang penting ketika kita melaksanakan acara hajatan yang penting.

Sedangkan bila diklasifikasikan menurut life cycle yang ada di masyarakat di Desa Sei Berombang yang kerap mengundang Dukun Beranak hadir dalam beberapa acara maka gambarannya sebagai berikut:

1. Masa kehamilan ; Syukuran 7 (tujuh bulanan) masa kandungan 2. Kelahiran

3. Pemberian nama pada anak 4. Sunat Nabi

5. Khatam Qur’an 6. Perkawinan

7. Memasuki rumah baru 8. Kematian

Gambar 2: Peran Dukun Beranak dalam Live Cycle di Kehidupan Masyarakat Desa Sei Berombang

Sumber gambar: Data Lapangan Penelitian Tahun 2019

Dalam kehidupan masyarakat di Desa Sei Berombang tidak semua daur kehidupan (life cycle) yang mengikutsertakan Dukun Beranak sebagai orang yang yang penting dalam upacaranya. Contohnya adalah pada acara khatam Qur’an dimana biasanya masyarakat hanya menyajikan pulut kuning dan dibagikan kepada para tetangga, sehingga tidak perlu mengundang Dukun Beranak untuk memberikan doa atau semacamnya.

Secara umum status paranormal dan dukun dalam kacamata masyarakat awam Indonesia dipandang sebagai sebuah status sosial yang terhormat dan bergengsi. Hal tersebut terlihat dari maraknya kalangan pejabat, pengusaha kecil, konglomerat, pedagang asongan, petani, nelayan, kaum pelajar, politikus hingga pelacur, untuk melancarkan usahanya datang ramai-ramai ke paranormal, dukun atau kyai karomah (Abidin, 2010: 101).

Menurut teori fungsional struktural masyarakat merupakan sistem-sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan, perubahan yang terjadi dalam suatu bagian akan membawa perubahan pada bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain, termasuk juga fungsional terhadap perubahan pola perilaku dalam masyarakat dan sebaliknya apabila tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya.

Para penganut teori fungsional cenderung untuk menekankan pada sumbangan suatu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain, dan karena itu sedikit mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau sistem ini dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial.

Merton (dalam Ritzer, 2010: 22) berpendapat bahwa obyek analisis sosiologi adalah fakta sosial seperti: peranan sosial, pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial dan sebagainya. Dimana hampir semua penganut teori fungsional struktural cenderung untuk memusatkan perhatian kepada fungsi dari satu fakta sosial terhadap fakta sosial lain. Hanya saja Merton sering kali mencampur adukan antara motif-motif subyektif dengan

pengertian fungsi, sedangkan perhatian teori struktural fungsional ini harus lebih banyak mengarah pada fungsi-fungsi.

Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem. Oleh karena itu bersifat netral secara ideologi, maka Merton mengajukan pula suatu konsep yang merupakan kebalikan dari fungsi itu sendiri yaitu dis-fungsi. Sebagaimana dengan struktur sosial atau pranata sosial yang dapat memberikan sumbangan terhadap pemeliharaan fakta-fakta sosial lainnya, maka sebaliknya ia juga dapat menimbulkan akibat-akibat yang bersifat negatif.

Berdasarkan pernyataan Merton di atas dapat dijelaskan bahwa kepercayaan terhadap dukun berkaitan juga dengan fungsi dan disfungsi. Fungsi dapat diamati dari akibat-akibat yang teramati pada masyarakat yang percaya dukun. Selain itu, dis-fungsi dapat teramati dari akibat-akibat negatif yang ditimbulkan maupun dilaksanakan ketika praktek perdukunan.

Durkheim (dalam Ritzer, 2010:25) menyatakan bahwa satu cara dalam mempelajari masyarakat adalah dengan melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan satu sama lain.

Dengan kata lain, manusia harus melihat kepada struktur masyarakat, guna melihat bagaiman ia berfungsi, yang mana jika masyarakat itu stabil maka bagian-bagiannya akan beroperasi secara lancar, dan susunan-susunan sosialnya akan berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai dengan perpaduan, kerjasama dan kesepakatan serta tidak ada nada komponen dalam masyarakat tersebut terbatas dan berada dalam keadaan yang tidak stabil serta membahayakan, terutama dalam hal keteraturan atau ketertiban sosial.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan, maka beberapa kesimpulan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Secara umum masyarakat di Desa Sei Berombang Kecamatan Panai Hilir, masih tetap menggunakan jasa dukun bayi sebagai pelayanan kesehatan kehamilan, persalinan, dan perawatan pasca persalinan adalah faktor history, ekonomi, adat- istiadat, tradisi, kepercayaan masyarakat, dan adanya faktor kemantapan diri.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan salah satu warga masyarakat setempat yang menggunakan jasa Dukun Beranak.Selain faktor-faktor tersebut warga merasa tidak canggung dan sungkan ketika harus berhadapan dan berbicara dengan Dukun Beranak guna menanyakan hal-hal yang ingin diketahuinya.

2. Penanganan persalinan yang dilakukan oleh Dukun Beranak di Desa Sei Berombang juga kini telah menggunakan peralatan-peralatan medis yang higienis.

Hal ini tidak terlepas dari adanya saling transfer ilmu antara para Dukun Beranak dengan Bidan Desa yang kerap melakukan penyuluhan kepada para Dukun Beranak yang ada di Kecamatan Panai Hilir.

3. Pelaksanaan kemitraan bidan dengan Dukun Beranak di Kecamatan Panai Hilir sudah berjalan dengan baik karena rata-rata Dukun Beranak mau bekerjasama dengan bidan desa dalam menolong ibu dan bayinya pada masa

kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. Komunikasi antara pihak Dukun Beranak dan juga pihak Puskesmas di Kecamatan Panai Hilir juga berlangsung baik karena adanya sikap saling menghargai terhadap profesi masing-masing. Hal ini dapat dilihat ketika bidan dan juga Dukun Beranak kerap sekali saling tolong menolong apabila ada ibu hamil yang akan melahirkan ke Puskesmas Desa.

5.2. Saran

Adapun saran yang diberikan sebagai berikut:

1. Diharapakn kepada masyarakat terutama ibu hamil agar saling bekerjasama untuk memeriksakan ke hamilanya dan melakukan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

2. Diharapkan kepada dukun bayi untuk tetap bekerjasama dengan bidan desa dalam menolong ibu dan bayinya kemudian lebih di aktifkan lagi dalam memotivasi masyarakat agar masyarakat mau memeriksakan kehamilan dan persalinan di fasilitas kesehatan.

3. Diharapkan kepada kepala daerah setempat maupun tokoh masyarakat agar mau bekerjasama dan lebih diaktifkan kembali untuk mensosialisasikan kemitraan dan mengajak masyarakatnya agar saling bekersama dan mendukung agar kemitraan bidan dengan dukun bayi di Kecamatan Seberida berjalan dengan baik.

4. Bagi pihak Puskesmas agar lebih ditingkatkan lagi penyuluhan kepada masyarakat di setiap desanya agar masyarakat mengetahui tentang adanya kemitraan bidan dengan dukun bayi.

5. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu agar lebih ditingkatkan lagi pertemuan dalam pembinaan dan pelatiahan kepada dukun bayi untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan dukun bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja K. Paraji: Tinjauan Antropologi kesehatan Reproduksi. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka, 2005

Alexandra, I. (2012). Sosiologi kebidanan, cetakan 1. Yogyakarta: Rona Pancaran Ilmu.

Amalia, Lia. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam peilihan penolong persalinan.

Anderson, E.T & McFarlene, J. (2006). Buku ajar keperawatan komunitas teori dan praktik ed-3. (Yudha, E.K, Terjemahan). Jakarta: EGC.

Anggorodi, Rina. 2012. Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat Indonesia. Jurnal Makara. Universitas Indonesia: 2009)

Anggorodi, Rina 2009, Dukun Bayi dalam Persalinan oleh Masyarakat Indonesia. Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Makara Kesehatan, Vol. 13, No. 1, Juni, 9-14.

Arsita Eka Prasetyawati, 2012. Kesehatan Ibu dan Amak (KIA) dalam Millenium Development Goals Yogyakarta: Nuha Medika.

Azwar, (2011), Strategi Percepatan Penurunan Kematian Ibu Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan, Advocasi Workshop Strategi dan Kegiatan yang Berhasil dalam Program Safe Motherhood. Depkes RI, Jakarta.

Azwar Agus dan T Jacob, Antropologi Kesehatan Indonesia. (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1985).

Bacote, J.C. (2012). The process of Cultural Competence in the Delivery of Healthcare Services: A Model of Care. Journal of transcultural Nursing.

13 (3) 181-184

Budiyono, Suparwati, A, Syamsulhuda, B.M, Nikita, A (2012). Kemitraan Bidan dan Dukun dalam menurunkan angka kematian ibu di Puskesmas Mranggen I kabupaten Demak. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia.

11

Depkes RI. Pedoman Kemitraan Bidan dan Dukun. Jakarta: Depkes RI, 2011.

Dep. Kes. R.I. 2004. Pedoman kemitraan Bidan Dengan Dukun. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal: 4 – 15

Dep. Kes.R.I. 2005. Hikmah Pelaksanaan Proyek Safe Motherhood A Partnership Family Approach. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. Hal: 31 – 40

Dep.Kes, R.I. 2008. Pelatihan Asuhan Normal. Jakarta: Dep.Kes, JNPK.KR and JHPIEGO and PRIME. Hal: 119 – 141

Dep.Kes, R.I, WHO. 2004. Parthership Between Village Midwife (Bidan) and TBA (Dukun/Paraji) in Several Provinces in Indonesia. Jakarta:

Dep.Kes, Meneg PP, BKKBN, JHPIEGO and USAID. Hal 4 – 46

Dep.Dik.Nas. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka. Hal: 731

Dep. Kes. R.I. Kurikulum Pelatihan Dukun Bayi. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan

Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Modul Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) untuk Bidan di Desa. (Jakarta:

Kementerian Kesehatan, 2011).

Dove, Michael R. (1985) (ed.), Peranan Kebuadayaan Tradisional Indonesia.

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985).

Dwi Laksono, Agung. 2013. Gado-Gado Ala Sampang. Serial Diskusi Masalah Kesehatan. Surabaya. Kementrian Kesehatan.

Elvistron. 2009. Faktor-faktor yang Memperngaruhi Keputusan Memilih Penolong Pesalinan Pada Ibu Hamil Dikecamatan Babul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara. Tesis Universitas Sumatera Utara.

Firani, Novi Khila. 2009. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan Perilaku Ibu Dalam Memilih Penolongan Persalinan.

Universitas Brawijaya Malang, lib.ub.ac.id/

Friedenwald, 1999. “The Medical Pioneers in the East Indies” dalam Rosalia Sciortino, Menuju Kesehatan Madani. (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1999), Foster, Anderson. 2008. Antropologi Kesehatan. (Jakarta: UI Press, 2008).

Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983),

Hartanto. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Hemiati, 2007. 69 Juta Ibu Hamil Belum Terlayani Tenaga Kesehatan Terlatih: diakses dari http://www.Kapanlagi.com.5 Februari, 2013.

Itina, S.M. (1997). Characteristic Of Traditional birth attendants And Their Beliefs And Practices In The offot Clan, Nigeria. Bulletin of the World health organization. 75 (6) 563-567.

Juariah, 2009. Antara Bidan Dan Dukun. Majalah Bidan Volume XIII. Jakarta Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan.

Maisya, B.I. 2006. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Dukun Sebagai penolong Persalinan Di Kabupaten Sukabumi.

Universitas Indonesia, Depok.

Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selecta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.

Mariyati, Tahlil & Bakhtiar. 2015. Peran Dukun Bayi Dalam Menolong Persalinan. Jurnal Ilmu Keperawatan. Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Marsden, William. 2008. Sejarah Sumatra, (Terjemahan dari History of Sumatra), (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008)

Moleong, J. Dr.Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.

Remadja Karya

Nurhadhuriani & Maula. 2013. Persepsi Ibu Terhadap Persalinan Dengan Dukun Bayi Di Desa Tundagan Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang. STIKES Karya Husada Semarang

Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan dan Dukun. (Jakarta: Kementerian Kesehatan, 2010).

Pedoman Supervisi Dukun Bayi. (Jakarta: Departemen Kesehatan, 1994), hlm. 2 R. Dove, Michael (ed.), Peranan Kebuadayaan Tradisional Indonesia.

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985).

Rachmadani, A.W & Pudjirahardjo, W.J (2013). Rancangan Upaya Peningkatan Capaian Target Jumlah Persalinan Berdasarkan Harapan Dan Realita Ibu Bersalin. Jurnal administrasi kesehatan Indonesia. 1 (2).

Rienks, Adrian S. dan Poerwanta Iskandar, (1985)”Penyakit dan Pengobatan di Jawa Tengah: Persepsi Desa Kontra Persepsi Pemerintah..., hlm. 53.

Ritzer, George & Goodman, Douglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:

Kencana.

Soedarno, RT. Corak Hubungan Sistem Kesehatan Tradisional dan Sistem kesehatan Modern: Kasus Paraji Terdidik di Desa Kersamenak, Kecamatan Kawulu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dalam Kehamilan, Kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam Konteks Budaya. Jakarta: UI Press, 1999.

Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.

Some, T.D, Sombie, I & Meda, N (2011). Women’s Perception Of Homebirths In Two Rural Medical Districs In Burkina Faso: A Qualitative Study.

Reproductive Health. 8 (3).

Sumarah, dkk. (2008). Perawatan ibu bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin). Yogyakarta: Fitramaya

Sunarto, Kamanto. 2009, Sosiologi Kesehatan. (Jakarta: Universitas Terbuka).

Suparlan, Parsudi. The Javanese Dukun. Jakarta: Peka Publication. 1991.

Titaley, C.R, Hunter, C.L, Dibley, M.J & Heywood. P (2010). Why di Some women Still Prefer Traditional birth Attendants and Home delivery ?:

A Qualitative Study on Delivery Care service in West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and Childbirth. 10-43.

Zalbawi, 2006, Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan, diakses dari http:/www.google.co.id tanggal 26 April 2019

Warner, David. 1997, Where There is No Doctor: A Village Health Care Handbook. (Palo Alto: The Hesperian Press, 1977).

Winkelman M. Culture and Health. Applying Medical Anthropology. San Francisco: Jossey-Bass, 2008.

Lampiran 1 Interview Guide

1. Nama : Suwerni 2. Umur : 64 tahun

3. Lamanya Menjadi Dukun Beranak : ± 44 tahun

4. Dari mana kemampuan persalinan tersebut diperoleh ?

- Memperoleh ilmu spiritualnya melalui nenek moyangnya yang secara turun temurun di turunkan hingga ke orangtuanya sampai dengan si dukun tersebut.

5.Berapa lama proses belajar seseorang agar dapat menjadi Duku Beranak ? - Tidak dapat ditentukan, tergantung minat dan kemauan seseorang dan banyak di pengaruhi oleh faktor keturunan, belajar dari ketika ada yang melahirkan ikut serta dalam membantu persalinan.

6. Kemampuan apa saja yang harus dimiliki oleh Dukun Beranak ?

- Indera keenam, doa-doa, pengetahuan tentang penangkal jin khususnya yang mengganggu ibu hamil, pengetahuan tentang tubuh wanita,

7. Jelaskan tahapan belajar seseorang yang ingin menjadi Dukun Beranak !

- Di awali faktor keturunan dan keinginan ingin menjadi dukun beranak oleh si anak dukun beranak.

- Ikut membantu dalam proses persalinan, mempelajari benda-benda persalinan, doa-doa.

- mempelajari posisi bayi di dalam kandungan berdasarkan hari bulan melalui kursus dengan dokter maupun melalui dukun beranak yang sudah belajar (program pemerintah).

- Si calon dukun beranak dipercaya oleh ibunya untuk melakukan persalinan ketika ia sudah punya anak.

- Jiwa calon dukun beranak terpanggil untuk membantu ketika ada yang mau melahirkan.

- Indera keenam dalam wujud gaib kembaran dukun beranak muncul ketika mengalami kesulitan (dukun dapat melihat kembarannya tersebut dan isi perut pasien yang menunjukkan posisi si bayi), kesulitan muncul ketika ada gangguan jin.

8. Bagaimana tahapan persiapan ibu hamil sebelum persalinan ? hal apa saja yang harus dilakukan ibu hamil sebelum persalinan ?

- Ibu hamil makan makanan bergizi (seperti anjuran ahli kesehatan)

- Memakai penangkal (cucuk sanggul untuk ibu dan sumpit tangkal untuk calon bayi)

9. Prosesi apa saja yang harus dilakukan ibu hamil menjelang persalinan ?

- Menunggu bukaan satu sampai sepuluh dilakukan seperti berjalan-jalan, merangkak, jongkok bertujuan untuk memperlancar proses melahirkan.

10. Jelaskan prosesi pada saat persalinan !

- Menyiapkan peralatan2, seperti tikar plastik, air hangat atau alkohol, gunting-gunting, jepitan tali pusat, dan menyiapkan sumpit tangkal (penangkal jimat) 11. Jelaskan prosesi pada saat setelah persalinan !

- setelah persalinan bayi dibersihkan oleh dukun beranak lalu dukun beranak merawat ibunya dengan membersihkannya terlebih dahulu dengan kain basah, setelah pulang kerumah si ibu dimandikan dukun beranak dengan ramuan (pati kunyit,) dan mandi dengan air hangat.

12. Apa saja yang dilakukan oleh Dukun Beranak setelah persalinan selesai ? - Setelah selesai melakukan persalinan Dukun Beranak melakukan Dari mulai memandikan bayi, menyuci pakaian, mengurut sang ibu

13. Bagaimana Dukun Beranak menetapkan biaya persalinan tersebut ?

- Dukun beranak tidak menetapkan biaya persalinan. Seikhals hati akan tetapi biasanya kurang lebih Rp600.000. Berbeda dengan bidan desa yang sudah ada tarifnya namun gratis karena ditanggung pemerintah.

14. Dengan Bergabungnya Dukun Beranak kepada Puskesmas, perbedaan apa yang paling terlihat setelah bergabungnya Dukun Beranak ? apakah ada perubahan metode persalinan yang dilakukan ? deskripsikan dan kembangkan -tidak ada perubahan yang terlalu banyak, namun jika ada kesulitan seperti gangguan jin dukun beranak yang menangani seecara penuh di bantu oleh bidan.

15. Bagaimana awal mula Dukun Beranak bisa bergabung dengan Puskesmas -Awal mulanya dengan adanya peraturan program pemerintah tentang bidan desa tahun 90an.

-adanya UU yang mengatur dukun beranak untuk bermitra dengan bidan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Sementara banyak masyarakat yang percaya dukun beranak.

Lampiran 2

Peta Desa Sei Berombang