• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESA PARULOHAN HINGGA TAHUN 1988

2.9 Fasilitas Umum /Ekonomi

Sumber air bersih bagi masyarakat di Desa Parulohan untuk keperluan rumah tangga dulunya diambil dari sumber mata air (sumur galian). Selain hanya dari sumur galian, sebagian masyarakat juga memanfaatkan air hujan. Oleh karena itu, setiap rumah tempat tinggal masyarakat di desa ini biasanya terdapat bak-bak penampung air hujan. Bak penampungan air dibuat dari bahan semen, selain menggunakan bak penampung sebagian masyarakat ada juga memamfaatkan drum-drum bekas untuk penampungan air hujan.

Namun, keberadaan sumur galian dan bak-bak penampungan air sekarang ini tidak lagi dimanfaatkan seiring meningkatnya pendapatan masyarakat di desa ini. Pada saat penelitian ini dilakukan hampir di setiap rumah tangga sudah memiliki sumur bor (artesis) milik pribadi yang digunakan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari, terutama untuk minum. Hal ini menyebabkan masyarakat berkurangnya minat masyarakat untuk memanfaatkan maupun melestarikan mual32 (sumur galian) yang sebelumnya dimanfaatkan masyarakat sebelum adanya sumur bor. Mual yang dulunya sumber air bersih yang banyak membantu masyarakat. Namun, sekarang bukan lagi sarana penting, padahal hampir di setiap dusun di Desa Parulohan keberadaan mual masih ada ditemukan. Mual bukan hanya sebagai tempat pengambilan air minum bagi masyarakat, mual adalah salah satu bentuk adanya rasa gotong-royong dari masyarakat, mual bukanlah milik pribadi.

Listrik sebagai fasilitas umum yang sangat penting bagi masyarakat di Desa Parulohan. Namun, pada saat itu rumah-rumah tempat tinggal masyarakat belum seluruhnya menggunakan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Adapun rumah penduduk yang telah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan, itu hanyalah rumah-rumah yang sudah tergolong kaya ataupun orang-orang tertentu. Rumah penduduk yang belum menggunakan listrik, mereka hanya menggunakan palito/ lampu telong (lampu teplok). Lampu teplok biasanya dibuat dari botol ataupun keleng-kaleng bekas yang dibubuhi dengan sumbu dengan menggunakan minyak tanah.

Untuk sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan di Desa Parulohan pada saat itu masih sangat minim. Sebelum tahun 1988, sarana dan prasarana kesehatan seperti

32 Mual yaitu sumur galian, sumber air bersih yang digunakan masyarakat. Mual termasuk salah satu sumber penting yang menunjukkan adanya soliidaritas/ kebersamaan yang tercipta pada masyarakat. Mual bukanlah benda yang baru ditemukan, keberadaan mual bahkan sudah ada ratusan tahun yang lalu di Desa Parulohan .

puskesmas belum ada. Masyarakat yang sakit hanya berobat secara tradisional, kalaupun mau berobat secara medis akan menempuh jarak yang jauh untuk menemukan puskesmas ke ibukota kecamatan yaitu Pasar Baru. Sedangkan untuk bidang pendidikan, sebelum tahun 1988 desa ini hanya memiliki satu unit Sekolah Dasar yang didirikan pada tahun 1952. Untuk Sekolah Lajutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA), masyarakat harus menyekolahkan anak-anaknya ke desa sebelah yaitu Desa Sibuntuon Parpea ( Pasar Baru) yaitu ibukota Kecamatan Lintong Nihuta.

Fasilitas lainya yang berkaitan dengan kegiatan para petani di Desa Parulohan yaitu adanya beberapa pea atau tambok 33 yaitu : Pea Linta, Tambok Dolok, Pea Natas, Tambok Simallo, Tambok Siduldul. Keberadaan ke lima kali ini sangat membantu para petani dalam mendapatkan air yang diperlukan untuk tanaman- tanaman pertanian. Selain hanya sebagai sumber air untuk pertanian masyarakat, ke lima kali ini juga digunakan sebagai tempat pemancingan ikan bagi masyarakat Desa Parulohan.

Sebagian besar masyarakat di Desa Parulohan menganut ajaran agama Kristen Protestan (100 %). Untuk tempat ibadah di Desa Parulohan hanya terdapat 1 unit gereja yaitu HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) yang berdiri sejak tahun 1903, sebagian masyarakat yang tidak terdaftar sebagai jemaat anggota HKBP Parulohan setiap hari minggunya beribadah ke gereja lain yang berada di luar Desa Parulohan.

2.10 Kependudukan

Pertambahan jumlah penduduk di Desa Parulohan yang setiap tahunya mengalami peningkatan yang sangat drastis. Peningkatan jumlah penduduk di desa ini bukan hanya dari faktor kelahiran saja, juga diikuti dengan bertambahnya jumlah marga lain yang karena faktor tertentu berdomisili dan tinggal menetap di Desa Parulohan. Pada tahun

33 Pea atau Tambok dalam bahasa batak artinya sungai ataupun waduk( sungai kecil), dimana sumber air untuk sungai ini berasal dari air hujan, pea atau tambok digunakan masyarakat sebagai irigasi dan tempat penampungan air hujan di musim kemarau.

1988 penduduk di Desa Parulohan terdiri berbagai marga, keberagaman marga mengakibatkan munculnya perkampungan-perkampungan yang baru yang telah mendapat izin untuk mendirikan perkampungan yang baru dari Raja huta.

Adanya prinsip masyarakat yang menyatakan bahwa “maranak sappulu pitu marboru sappulu onom” artinya punya anak tujuh belas orang dan punya boru (anak perempuan enam belas orang. Kebahagiaan dalam berumah tangga bukan dilihat dari harta ataupun kekayaan yang dimiliki, kebagian itu ada pada banyaknya pinompar (keturunan) dari seseorang. Prinsip inilah yang membuat sehingga setiap kepala keluarga di desa ini memiliki keturunan yang cukup banyak, dalam setiap kepala rumah tangga sangat jarang ditemukan yang memliki hanya 2 orang anak.

Pada tahun 1987 tercatat sebanyak 1105 jiwa, dan tergabung dalam 120 KK (Kepala Keluarga).34 Berarti dalam setiap kepala keluarga beranggotakan ±8-9 jiwa anggota keluarga. Dilihat dari tingginya jumlah penduduk, kemungkinan progaram KB (Keluarga Berencana) di desa ini belum berhasil. Setiap tahun penduduk Desa Parulohan terus mengalami peningkatan. Dengan luas wilayah 761 Ha atau 7, 61 Km tingkat kepadatan penduduk Desa Parulohan yaitu sekitar 144/Km. Sebagian besar penduduk di Desa Parulohan terkonsentrasi di beberapa dusun yaitu dusun 4 dan dusun 5. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari sekretaris Desa Parulohan, setiap tahunya jumlah umur yang paling banyak di desa ini yaitu umur 1- 15 tahun (±40%). Hal ini dipengaruhi oleh meningkatkatnya jumlah kelahiran setiap tahunya. Usia produktif di desa ini sudah terlihat sejak mereka berusia 10 tahun, karena pada usia tersebut mereka sudah mulai bekerja membantu orang tuanya baik dalam pekerjaan dalam rumah ataupun pekerjaan bertani.

34 Sumber: Badan Pusat Statistik Kecamatan Lintong Nihuta tahun 1987 dan data dari sekretaris Desa Parulohan.

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Parulohan sebelum tahun 1988 tergolong rendah. Proporsi penduduk terbesar (31%) hanyalah tamatan SMP ( sekolah menengah Pertama). Besarnya tingkat masyarakat yang tidak tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: sulitnya sumber penghasilan, jumlah anggota keluarga yang tidak sesuai dengan jumlah penghasilan keluarga, kurangnya minat masyarakat untuk mengakses pendidikan dan jarak sekolah dari desa terlalu jauh.

Sesuai dengan keadaan geografisnya Desa Parulohan sangat cocok untuk daerah Pertanian. Mata pencaharian penduduk yang utama pada umumnya adalah bertani. Sebagai masyarakat agraris, di dalam melangsungkan hidupnya sebagian besar masyarakat hidup dari hasil pertanian. Pertanian yang dimaksud adalah pertanian ladang terutama kopi. Sebagian besar lahan pertanian di desa ini pada saat digunakan untuk pertanian padi. Hasil pertanian lainya seperti tanaman-tanaman muda, padi dan umbi-umbian dan sebagainya yang merupakan kegiatan sampingan atau merupakan tanaman selang biasanya dipergunakan untuk memenuhi keperluan sendiri.

Sebagian besar penduduk Desa Parulohan adalah suku Batak Toba dan beragama Kristen Protestan. Sebagian kecil lainya adalah suku lain yang karena faktor tertentu tinggal dan menetap di desa ini, adapun suku lain adalah seperti Nias, Karo, Jawa. Kehidupan sosial di desa ini ditandai dengan keberagam marga yang menjadi simbol ataupun identitas diri bagi setiap masyarakat. Adapun bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat dalam pergaulan sehari-hari adalah bahasa batak Toba.