Lampiran
Gambar 1. Lokasi pertanian kopi Sigarar utang di Desa Parulohan (sumber : dukumen pribadi).
Gambar 3. Petani kopi sigarar utang yang sedang memetik kopi (sumber : dokumen pribadi).
Gambar 5. Bentuk gilingan kopi sebelum menggunakan mesin penggiling kopi (sumber : dokumen pribadi).
Gambar 7. Hasil panen pertanian kopi sebelum digiling (sumber :dokumen pribadi).
Gambar 9. Sopo sebagai tempat teduh petani di lokasi pertanian kopi (sumber :dukumen pribadi).
Gambar 13. Salah seorang petani yang sedang membersihkan biji kopi (sumber : dokumen pribadi).
Gambar 15. Gereja HKBP Parulohan, satu-satunya tempat peribadatan petani di Desa Parulohan (sumber:dokumen pribadi).
Gambar 17. Kondisi bangunan ruangan kelas SD Parulahan (tampak dari samping).(sumber:dokumen pribadi).
Gambar 19. Kemasan bubuk yang diolah dari kopi lasuna dan sigarar utang dan menjadi merk dagang dari Kecamatan Lintong Nihuta (sumber KSU POM).
Gambar 21. Kantor Polindes Parulohan(sumber:dokumen pribadi).
Gambar 22. KunjunganProf. Kazuhiro Harada ( Hyogo University-Japan) ke lahan pertanian kopi (sumber: KSU POM).
Gambar 23. Kunjungan Asian Rural Institute (Japan) ke lokasi pertanian (sumber : KSU POM).
DAFTAR PUSTAKA
Aak, Bercocok Tanam Kopi, Yoyakarta: Yayasan Kasinius, 1988. Abdurahman, Dudung, Metode Sejarah, Yogyakarta: Logos, 1999.
Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, Kopi Arabika di Sumatera Utara, Medan, 2011.
Format Laporan Propil Desa dan Kelurahan, Desa Parulohan, 2007.
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah terjemahan Nugroho Notosutanto, Jakarta: UI Press, 1971. Hulupi, R, Laporan Identifikasi dam Kararkterisasi Kopi Arabika Sigarar Utang, Medan: Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2002.
Koentjaraninggrat, Beberapa Pokok Antropogi Sosial, Jakarta: PT Gramedia, 1987. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2002.
Multatuli, Max Havelaar atau Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda, Jakarta:Penerbit Djambatan, 1977.
Oudejans, Jans H. M, Pekembangan Pertanian di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006.
Pakpahan, Agus, Petani Menggugat, Jakarta: Max Havelaar Indonesia Foundation, 2004.
Raharjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999.
Sahur, Ahmad dkk.,Migrasi, Kolonisasi, Perubahan Sosial, Jakarta: PT Pustaka Grafika Kita, 1988.
Siahaan, E. K, Laporan Survey Monografi Kebudayaan Batak Toba Kabupaten Tapanuli Utara, Medan: Departemen Kebudayaan, 1987.
Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007.
Suharso, Pujo, Tanah, Petani, Politik Pedesaan, Solo: Pondok Edukasi, 2002.
Sri Najiyati dan Danarti, Kopi: Budidaya dan Penangan Lepas Panen, Jakarta: Penebar Swadaya, 1995.
Situmorang, Sitor, Toba Na Sae:Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, Depok: Komunitas Bambu, 2009.
Tambunan, Tulus, Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia:Beberapa Isu Penting, Pejaten Barat: Ghalia Indonesia, 2003.
Tobing, Janiar Elisabet L, Peranan Tenaga Kerja Wanita Pada Usahatani Kopi dan Sikapnya
Terhadap Peran Ganda Rumah Tangga ( Studi Kasus: Desa Parulohan, Kecamatan Lintong Nihuta Kabupaten Humbang Hasundutan), skripsi Jurusan Pertanian
Universitas Sumatera Utara, 2009.
Sumber dari internet
BAB III
KONDISI DAN MATA PENCAHARIAN PETANI DI DESA PARULOHAN
SEBELUM MASUKNYA TANAMAN KOPI
Desa Parulohan merupakan salah satu desa di Kecamatan Lintong Nihuta, dimana
sebagian besar lahan di desa ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat.
Hampir sebagian besar masyarakat di desa ini menggantungkan hidupnya dari hasil
pertanian, setiap harinya kegiatan ataupun aktivitas masyarakat terlihat sibuk bekerja di
lahan pertanianya masing-masing. Keadaan alam di desa ini yang sangat cocok sebagai
lahan pertanian, menjadi faktor utama sehingga masyarakat di desa ini mampu bertahan
dan hidup menetap hingga sampai sekarang.
Sumber kehidupan masyarakat di Desa Parulohan yang sangat bergantung kepada
pertanian. Tinggi rendahnya hasil pertanian pertanian juga sangat tergantung kepada luas
tanah yang dimiliki oleh masyarakat. Tak salah masyarakat di desa ini menggangap
bahwa tanah merupakan barang sangat berharga, sehingga di desa ini ada istilah bahwa
tanah adalah ulos naso ra buruk35. Batas kepemilikan lahan ditandai dengan adanya
parit-parit, sering disebut dengan gadu-gadu ataupun bondar (golat)36, jarak antara parit-parit yang satu dengan yang lain biasanya berkisar 20-40 Cm. Selain sebagai pembatas
tanah, gadu-gadu atau bondar juga digunakan sebagai jalan umum menuju areal
pertanian masyarakat.
Proses keberlangsungan hidup sebagai petani bukan lagi hal yang baru bagi
masyarakat di Desa Parulohan. Pola usaha hidup sebagai petani telah lama dilakukan di
35 Bagi suku batak Toba tanah sering disebut dengan ulos naso ra buruk. Tanah di ibaratkan
seperti ulos, ulos sebagai pakaian ciri khas batak Toba. Ulos na so ra buruk artinya ulos yang tidak bisa membusuk atau rusak.
36 Gadu -gadu dan bondar artinya parit-parit, tanda pembatas tanah. Istilah gadu-gadu dipakai
desa ini, bahkan dari awalnya kehidupan masyarakat desa ini dimulai dari pertanian.
Secara turun-temurun pola hidup sebagai petani itulah terus berlanjut hingga sekarang.
Namun, dari waktu ke waktu pola usaha pertanian di desa ini telah mengalami peralihan
ataupun perubahan. Perubahan yang terjadi bukan hanya pada sistem/pola pertanian, juga
terjadi pada peralihan jenis tanaman. Adapun peralihan itu adalah:
3.1 Masa bercocok Tanam Padi
Awal mulanya tanaman pertanian yang pertama kali dibudiyakan di Desa
Parulohan yaitu tanaman padi. Pola pertanian padi yang dilakukan oleh masyarakat di
Desa Parulohan pada masa itu dilakukan dengan cara ladang berpindah (nomaden), dalam
bahasa lokal sering disebut dengan mandasor37. Adapun mandasor dilakukan dengan membuka hutan dan membersihkan dengan cara tebang bakar, lalu menanam padi dalam
beberapa tahun. Para petani yang ingin membuka lahan baru, menerapkan sistem kerja
bersama marsiruppa ataupun marsiadap ari (gotong royong) antar sesama petani demi
mempermudah pembukaan lahan pertanian yang baru. Masyarakat menganggap dengan
diterapkan sistem kerja bersama, waktu untuk pembukaan lahan yang baru lebih cepat
tanpa membutuhkan waktu yang lama. Sistem kerja marsiruppa yang dilakukan oleh
petani banyak mendapatkan hal yang positif, sehinga toleransi dan hubungan di antara
masyarakat berjalan dengan baik. Marsiruppa bukan hanya dilakukan untuk kegiatan
pembukaan lahan, kegiatan ini juga menjadi budaya sosial masyarakat. Sebagai contoh
yaitu dalam hal pembangunan rumah, perbaikan jalan umum dan saluran air (irigasi), dll.
Pola usaha pertanian padi di Desa Parulohan merupakan pertanian yang sudah
cukup lama mendarah daging dilakukan oleh petani di desa ini. Awal mulanya
masyarakat bermukim di desa ini memulai proses kehidupanya sebagai petani, tanaman
37 Istilah mandasor merupakan bahasa lokal yang berarti pembukaan lahan pertanian yang baru.
padi yang merupakan tanaman komoditas dan sumber pengahasilan utama petani telah
memberikan sumbangsih yang besar terhadap keberlangsungan hidup petani di desa ini.
Tanaman padi bukanlah tanaman yang baru dikenal dan ditanam oleh petani di Desa
Parulohan, awal pertanian di desa yang dilakukan oleh masyarakat di desa ini dimulai dari
pertanian padi. Selama beberapa puluh tahun bahkan beratus tahun yang lalu, masyarakat
di desa ini memulai hidupnya dari pertanian padi.
Sebelum masuknya tanaman kopi, tanaman komoditas pertanian yang ditanami
petani di Desa Parulohan adalah tanaman padi. Pola pertanian padi di desa ini sedikit
agak berbeda dengan pola pertanian di daerah yang lain. Para petani di desa ini menanam
padi bukan hanya di daerah persawahan saja, lahan pertanian padi juga dilakukan di areal
perladangan. Hal ini disebabkan minimnya areal persawahan yang ingin digunakan petani
untuk lokasi penanaman padi. Cara penanaman dan jenis padi yang ditanami di daerah
perladangan berbeda dengan penanaman padi yang ditanam di daerah persawahan. Jenis
padi yang ditanam di daerah persawahan biasa disebut dengan nama eme saba, dan jenis
padi yang ditanam di daerah perladangan disebut dengan eme tur. Eme saba dan eme
darat memang banyak perbedaan, baik dari segi umur maupun bentuk padi. Biasanya
petani yang menanam padi di perladangan harus lebih duluan menanam padi dari petani
yang menanam padi di persawahan, hal ini dikarenakan umur padi yang ditanaman di
perladangan lebih lama daripada umur padi di persawahan.
Selain umur dan jenis padi yang ditanam di perladangan dan persawahan, waktu
atau masa penanamanya juga berbeda. Padi yang ditanam di perladangan biasanya
dimulai pada bulan Oktober-November sedangkan padi yang ditanam di sawah mulai
ditanam pada bulan November-Desember yaitu pada saat curah hujan mulai tinggi. Hal
ini disebabkan oleh umur padi yang ditanam di daerah perladangan lebih lama (masa
padi yang ditanam di perladangan dan di persawahan juga berbeda. Jenis padi yang
ditanam di perladangan ada beberapa jenis, petani di desa ini sering menyebutnya dengan
nama eme sipinasa dan eme simedan38 sedangkan jenis padi yang ditanam di persawahan
disebut dengan eme siporngis.39
Proses penanaman padi yang dilakukan oleh petani di Desa Parulohan biasanya
hanya satu kali dalam setahun. Selain bercocok tanam padi masyarakat juga memelihara
hewan ternak seperti babi, kerbau, ayam dan hewan peliharaan lainya sebagai pekerjaan
sampingan menunggu tanaman padi bisa di panen. Hewan ternak juga sumber
penghasilan sampingan, selain untuk dijual hewan peliharaaan juga bisa dikomsumsi dan
digunakan sebagai alat bantu untuk pertanian contohnya: petani memanfaatkan tenaga
kerbau untuk membajak areal persawahan. Dalam hal pemupukan tanaman, para petani
juga memanfaatkan kotoran hewan peliharaan mereka sebagai pupuk sampingan.
Sebelum kegiatan penanaman padi dimulai, pekerjaan pertama yang dilakukan
oleh para petani adalah mangalopok40. Setelah itu para petani baru bisa mengerjakan
areal yang ingin di tanami padi, proses pengerjaan areal pertanian yang masih sangat
sederhana. Bagi petani yang memiliki kerbau, memamfaatkan tenaga kerbau untuk
mangalukku (membajak sawah), dan petani yang tidak memiliki kerbau mengerjakanya dengan tenaganya sendiri. Proses pengelolaan pertanian yang masih sangat sederhana,
38Sebutan untuk nama padi yang di gunakan petani biasanya dilihat dari rasa dan bentuknya juga
asal-usul dari mana padi itu berasal. Sipinasa artinya nangka, ciri khas biji padi ini memang mirip nangka, biji padi sipinasa biasnya lebih besar daripada biji padi yang lain juga rasanya manis seperti nangka. Sebutan untuk eme simedan dibuat berdasarkan asal-usul padi yang berasal dari Medan. Dan eme siporngis, porngis artinya semut. Nama eme siporngis dibuat karena bentuk biji padi yang kecil-kecil.
39
Wawancara dengan Ojak Siregar di Sosor Bagot 14 Juli 2013.
40 Mangalopok artinya penanaman bibit padi sebelum dipindahkan ke lokasi penanaman. Biasanya
untuk mengerjakan lahan pertanian petani hanya menggunakan cangkul, sabit dan hudali
atau pun gair-gair dan alat-alat sederhana lainya.
Banyak usaha maupun cara yang dilakukan oleh petani untuk meningkatkan hasil
pertanian padi. Selama dalam satu periode penanaman, para petani biasanya melakukan
pemupukan sampai 1 kali untuk padi yang ditanam di persawahan (eme saba) dan 2 kali
untuk padi yang ditanam di daerah perladangan (eme darat). Dalam hal pemupukan
tanaman, para petani saat itu hanya bisa menggunakan burta (kompos) yang telah lama
diolah dalam takkal41 dan pada saat itu para petani belum ada yang menggunakan pupuk kimia. Untuk lebih lebih menambah kualitas kompos, para petani juga mengggunakan
pupuk kandang (kotoran ternak) dengan menggabungkan kompos dan pupuk kandang.
Tanaman padi yang ditanam di perladangan, pemupukan yang pertama dilakukan pada
saat padi berumur 30 hari, pemupukan yang pertama hanya menggunakan kompos saja.
Pemupukan ke dua dilakukan setelah padi berumur 3 bulan , untuk pemupukan yang ke
dua petani hanya menggunakan kompos dan pupuk kandang. Untuk padi yang ditanam di
persawahan, pemupukan hanya dilakukan satu kali saja pada saat tanaman padi berumur 3
bulan atau setelah selesai marbabo/mangguris42dengan menggunakan kompos dan pupuk
kandang juga.43
Selama dalam masa pertanian padi, petani di Desa Parulohan tidak terlepas dari
adanya tantangan, tantangan itulah yang kerap kali mengurangi semangat masyarakat
untuk menanam padi juga sering menyebabakan para petani sering gagal panen. Berbagai
tantangan yang dialami petani dari awal penanaman sampai masa panen padi. Tantangan
41
Takkal yaitu tempat pengolahan kompos. Selain tempat pengolahan kompos, takkal juga digunakan sebagai tempat pembuangan sampah-sampah bekas. Takkal yang sangat penting pada saat itu, sehingga hampir di setiap rumah penduduk mempunyai takkal pribadi. Lokasi takkal tidak jauh dari rumah penduduk, biasanya berada di belakang rumah penduduk.
42 Marbabo/mangguris artinya kegiatan rutin yang dilakukan para petani untuk membersihkan
rumput-rumput liar yang ada di lahan pertanian padi. Biasanya dilakukan setelah padi berumur 2,5 bulan.
yang dialami oleh petani, baik petani yang menanam padi di perladangan maupun di
persawahan. Khususnya petani yang petani yang menanam padi di perladangan, resiko
yang dialami petani yang menanam padi di perladangan biasanya berupa tantangan dari
binatang-binatang liar dan alam sekitar seperti babi hutan, burung maupun kerbau-kerbau
liar milik para petani itu sendiri. Para petani yang menanam padi di perladangan di desa
ini diharuskan melakukan kegiatan rutin, masyarakat di Desa Parulohan kegiatan rutin itu
disebut mamuro44. Petani yang menanam padi di daerah persawahan juga mempunyai tantangan, salah satunya adalah tantangan dari alam sekitar, seperti kurangnya fasilitas air
akibat saluran air (irigasi) yang tidak terawat untuk areal persawahan menjadi kendala
besar yang dihadapi oleh petani di desa ini. Gejala alam dengan adanya ambolas (hujan
es) sering kali membuat masyarakat petani di desa ini gagal panen, akibatnya para petani
sering mengalami kerugian yang besar.
Padi merupakan tanaman yang sangat penting bagi petani di Desa Parulohan
sebelum bercocok tanam kopi. Selain hanya menjadi tanaman pokok petani, padi
merupakan jenis tanaman yang dapat langsung dikonsumsi masyarakat tanpa melalui
proses pemasaran. Padi yang ditanam sendiri oleh masyarakat menjadikan petani di desa
sebagai petani subsisten. Namun, kurangnya sarana dan prasarana pertanian pada saat
membuat pola pertanian di desa ini sangat salit untuk berkembang. Dalam hal
penggilingan padi, masyarakat selalu terkendala karena masyarakat belum ada yang
memiliki gilingan padi. Pada saat itu proses penggilingan padi di desa ini dilakukan
dengan tradisional, yaitu dengan menggunakan lesung yang dibuat dari batu dan kayu
44
atau disebut dengan cara Manduda.45 Bagi petani yang ingin menggiling padinya dengan gilingan mesin, mereka harus dengan susah payah pergi ke desa lain yang telah memiliki
mesin penggiling padi.
Apabila tanaman padi mulai terserang oleh hama, para petani di desa ini pada saat
itu belum bisa mengontrol tanamanya terhadap gangguan hama tanaman. Jika ada
tanda-tanda serangan hama, para petani juga belum bisa melakukan penyemprotan dengan
pestisida. Hal ini diakibatkan kurangnya fasilitas pertanian seperti sprayer (alat
penyemprot), yang bisa digunakan oleh para petani untuk menyemprot tanaman padi.
Untuk menghadapi serangan hama tanaman, petani hanya bisa mengandalkan doa sebagai
jalan terbaik agar tanamanya bisa terhindar dari serangan hama.
Masa panen padi di desa ini biasanya dilakukan pada bulan ke lima dan bulan ke
enam (Mei dan Juni). Alat yang digunakan petani di desa ini untuk memanen padi hanya
dengan menggunakan sabit biasa dan sabit bergerigi. Untuk merontokkan padi petani
hanya bisa mengggunakan cara ataupun alat yang tradisional yaitu dengan cara mardege
dan mambatting46. Namun untuk memanen padi para petani tidak banyak mengeluarkan biaya, karena dilakukan dengan cara gotong royong (marsirupa) dengan perjanjian tenaga
dibayar dengan tenaga.
Setelah panen padi selesai dilakukan, setiap tahun para petani di Desa ini biasanya
melakukan sebuah ritual yang disebut dengan mangamoti (bentuk ucapan syukur). Tradisi
mangamoti hanya dilakukan dalam setahun sekali setelah paska panen. Adapun tujuan
45 Manduda artinya menumbuk padi, seperti biasanya masyarakat menumbuk padi dengan
menggunakan lesung yang terbuat dari kayu dan batu. Lesung ini juga merupakan hasil buatan petani. di desa Parulohan, manduda biasanya hanya dilakukan oleh kum wanita.
46 Mardege yaitu cara yang digunakan untuk merontokkan padi dengan menginjak-injak padi
tradisi ini dilakukan yaitu sebagai bentuk ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
untuk memohon berkat agar senantiasa hasil produksi padi semakin baik dan bertambah.
Tradisi mangamoti dilakukan dengan cara makan bersama (biasanya dilakukan setiap
rumah tangga), dengan memakan beras yang baru dipanen. Para petani di desa ini setiap
melakukan tradisi mangamoti, tidak segan-segan juga untuk memotong hewan
peliharaanya sebagai bukti ucapan syukur yang mereka terima.
Manfaat padi yang sangat dirasakan petani di Desa Parulohan di masa sebelumnya
juga masih penting bagi kehidupan petani di desa ini di masa sekarang. Selain sebagai
sumber kebutuhan petani, padi sangat bermakna khususnya dalam adat dan tradisi
masyarakat di Desa Parulohan. Sebagai desa yang mayoritas penduduknya suku batak
Toba, keyakinan dan kepercayaan akan adat batak Toba masih sangat dijunjung tinggi
oleh masyarakat di desa ini. Kegiatan sosial seperti acara pesta yaitu pesta
pamasu-pamasuon, mangdati, manandoki, pesta peresmian huta47 dan pesta lainya. Menjadi ciri khas yang secara turun-temurun untuk mengahadiri pesta adat diwajibkan membawa padi
sebagai bentuk atau simbol rasa toleransi maupun silaturahmi dalam tatanan masyarakat.
Adanya tuntutan tuntutan yang sangat kuat dari tradisi adat/budaya, membuat kehidupan
masyarakat di desa ini tidak bisa terlepas dari manfaat penting hasil pertanian padi.
Usaha pertanian padi yang telah sekian lama dilakukan para petani di desa ini
yang tidak mengarah kepada kemajuan perekonomian atupun peningkatan pendapatan
masyarakat. Selama dalam usaha pertanian padi pola kehidupan masyarakat Di desa
Parulohan terlihat tidak mengalami sedikit perkembangan ataupun kemajuan. Hasil yang
didapatkan para petani dari usaha pertanian padi hanya bisa untuk memenuhi keperluan
47
Pesta pamasu-masuon atau mangadati artinya pesta perkawinan.
Manandoki artinya pesta untuk orang yang meninggal dunia, manandoki digunakan untuk pestaorang tua/ lanjut usia (semua anaknya sudah berumah tangga).
makan keluarga saja, terbukti dengan minimnya alat-alat pertanian yang dapat membantu
petani dalam pengelolaan lahan pertanian. Hal ini mengakibatkan perekonomian
masyarakat di desa ini sulit untuk mengalami kemajuan.
Upaya yang dilakukan oleh para petani untuk meningkatkan hasil produksi
pertanian padi terlihat sia-sia dan tidak membuai hasil. Semakin lama masyarakat
semakin tidak bisa mempertahankan hasil produksi panen padi, tanaman padi yang
menjadi tanaman pokok di desa ini pada saat itu semakin merosot dan menghantar
masyarakat pada kemiskinan yang membuat perekonomian masyarakat juga menurun.
Keadaan yang semakin mengancam kelangsungan hidup masyarakat apabila masyarakat
tidak segera menemukan solusi yang tepat dan menemukan tanaman lain yang bisa
memperbaiki kehidupan para petani. Tanaman padi yang ditanam sekali dalam setahun,
belum tentu bisa mendapat hasil sesuai dengan yang diiginkan oleh para petani. Berbagai
kendala yang mengakibatkan merosotnya pola usaha pertanian padi Desa Parulohan,
sacara singkat dapat dijelaskan faktor penyebabnya adalah:
1. Keterbatasan sarana maupun prasarana yang digunakan petani.
Minimnya sarana dan prasarana pertanian membuat petani sulit untuk
memperluas lahan pertanian sehingga produki hasil pertanian yang didapatkan
para petani juga tidak mengalami peningkatan. Contohnya dalam hal
pengolahan lahan, petani di desa ini hanya bisa menggunakan alat-alat yang
sederhana saja.
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam hal peningkatan budidaya
pertanian (hanya berdasarkan pengalaman).
3. Sistem ataupun pola usaha pertanian yang tidak berubah.
Penurunan hasil produksi pertanian padi masyarakat, membuat masyarakat petani
para petani untuk tetap bertahan dengan menanam padi saja. Hasil panen yang dihasilkan
biasanya untuk kelangsungan hidup selama setahun, namun tidak jarang juga masyarakat
harus menjual hasil panen sebagian untuk biaya sekolah anaknya itupun jika hasil panen
tanaman padi bagus. Namun, lain hal lagi jika para petani mengalami kegagalan panen.
Masyarakat harus berusaha menghemat biaya hidup sehari-hari, dan harus mencari solusi
lain yaitu mencari tanaman lain yang bisa mencukupi kebutuhan perekonomian keluarga.
Akibat hasil tanaman padi yang sangat menurun masyarakat kesulitan terhadap
kelangsungan hidupnya, hal inilah yang membuat perekonomian masyarakat hanya
seperti jalan di tempat. Berkurangnya hasil produksi pertanian padi dari tahun ke
tahun,membuat masyarakat berpikir dan melirik tanaman yang lebih cocok dan sesuai
dengan kondisi alam dan iklim Desa Parulohan.
3.2 Masa Bercocok Tanam Padi dan Ubi
Semakin menurunya hasil produksi pertanian padi yang tidak cukup lagi untuk
membutuhi kebutuhan perekonomian keluarga para petani. Keadaan ini menuntut
masyarakat mencari alternatif lain untuk mencari tanaman yang lebih cocok selain padi,
untuk membantu keterpurukan perekonomian yang dialami petani. Sebagai solusi yang
tepat dalam perbaikan pertanian dan perekonomian, para petani harus mencari tanaman
yang lebih cocok dan sesuai dengan keadaan alam di desa ini. Usaha pertanian yang
hanya mengharapkan hasil tanaman padi memang sudah tidak sanggup lagi untuk
mencukupi kebutuhan petani.
Untuk mengatasi keadaan pertanian dan perekenomian yang semakin merosot,
para petani memilih bercocok tanam ubi sebagai solusi yang tepat untuk memenuhi dan
menambah kebutuhan ekonomi keluarga. Awalnya jenis tanaman ubi yang ditanam di
Desa Parulohan hanya dua jenis yaitu ubi jalar dan ubi kayu yang sering disebut dengan
banyak membantu dan menguntungkan masyarakat petani. Selain menjadi makanan
pokok, padi juga bisa dijual yang bisa menambah penghasilan masyarakat.
Dalam hal penanaman tanaman padi dan ubi, para petani melakukanya dengan
pola atupun sistem berbeda. Untuk areal penanam ubi para petani di desa ini hanya
menanam di daerah perladangan saja, lahan penanaman ubi biasanya ditanam dekat
dengan pemukiman penduduk. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya ancaman
hewan liar seperti babi hutan. Berbeda dengan lahan untuk tanaman padi, lahan
penanaman padi yang biasanya ditanam di persawahan dan perladangan. Waktu penaman
ubi dan padi yang dilakukan petani di desa ini juga berbeda. Para petani yang biasnya
menanam padi hanya sekali dalam satu tahun tetapi untuk penanaman ubi dilakukan
secara tidak beraturan, pola penanaman bisa dilakukan kapan saja.
Pola penanaman dan perawatan ubi yang hanya menggunakan cara sederhana, hal
ini banyak membantu petani selama masa bercocok tanam ubi. Apabila dibandingkan
dari segi pengelolaan lahan dan pengurusan tanaman. Tanaman ubi memang lebih mudah
dilakukan oleh petani, untuk pengelolaan lahan penanaman ubi petani biasanya hanya
menggunakan cara yang sederhana yaitu: cukup dengan mencangkul lahan yang
digunakan sebagai lahan penanaman ubi. Tanaman ubi yang bisa ditanaman tanpa
mengeluarkan modal, untuk hal pengurusan para petani biasanya hanya menggunakan
pupuk alami (pupuk kandang) tanpa menggunakan bantuan pestisida dan pupuk organik
lain.
Bagi petani di Desa Parulohan bercocok tanam ubi merupakan usaha sampingan
selain bercocok tanam padi. Adapun latar belakang pertanian ubi dilakukan disebabkan
oleh karena minimnya sumber mata pencaharian hidup, juga karena semakin menurunya
hasil produksi pertanian padi. Jika dilihat dari segi manfaat dan fungsi hasil tanaman,
pertanian ubi hanyalah dimanfaatkan sebagai sumber makanan tambahan yang dijadikan
para petani akibat menurunya hasil produksi padi. Akibat kurangnya hasil pertanian padi,
masyarakat melakukan penghematan dengan melakukan sebuah tradisi. Bagi petani di
Desa Parulohan tradisi ini sering disebut dengan manggadong48. Tradisi manggadong bukan hanya dilakukan oleh sebagian petani, namun hampir seluruh rumah tangga juga
merasakanya. Menurut cerita dari beberapa petani di Desa Parulohan (yang berumur 50
tahun ke atas), bagi mereka manggadong menjadi sebuah moment/kisahyang tak
terlupakan, manggadong bukanlah hanya cerita belaka namun tradisi ini menggambarkan
betapa pahitnya kondisi kehidupan yang dirasakan oleh petani pada saat itu.49
Selama dalam masa bercocok tanam ubi keadaan petani di Desa Parulohan hampir
tidak ada perubahan dengan keadaan yang sebelumnya selama bercocok tanam padi. Nilai
dan harga jual ubi yang tidak laku di pasaran semakin mempersulit petani dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga mereka. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga petani hanya bisa menjual hasil panen padi tanpa memanfaatkan hasil tanaman
ubi yang hanya digunakan sebagai makanan tambahan selain nasi. Nilai harga jual ubi
yang tidak laku di pasaran (diperdagangkan) semakin menambah rasa malas dan
kejenuhan para petani untuk bertani. Para petani hanya bisa memanfaatkan ubi sebagai
makanan tambahan disamping sebagai makanan hewan ternak mereka. Dalam kondisi
yang sama, para petani terus dilanda oleh hal sama dikarenakan hasil panen ubi yang
tidak begitu bermanfaat bagi masyarakat.
Hasil produksi pertanian padi dari tahun ke tahun mengalami penurunan, juga
hasil pertanian ubi yang tidak laku dijual membuat masyarakat kembali mengalami
48 Manggadong yaitu tradisi memakan ubi sebelum makan. Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk
penghematan sumber makanan pokok yaitu beras. Tradisi manggadong biasanya dilakukan satu jam sebelum makan, bagi masyarakat di Desa Parulohan, manggadong identik dengan ikkan nahona tutung ( ikan asin yang dibakar/ dipanggang) karena manggadong lebih enak ditambah dengan ikan asin yang dibakar ditambah dengan cabai yang digiling.
kesulitan dalam perekonomian. Keberhasilan masyarakat Desa Parulohan dalam
mengelola tanaman ubi seolah tidak berarti, sehingga kehidupan masyarakat Desa
Parulohan ini kembali sulit. Dalam hal pendidikan terutama untuk kebutuhan sekolah
anak petani di Desa Parulohan terpaksa menjual tanah untuk menutupi biaya pendidikan
anaknya, namun ada juga masyarakat yang tidak mau menjual tanahnya sehingga mereka
menarik kembali anaknya untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke tingkat tingkat lebih
tinggi. Masih ada pola pikir masyarakat yang lebih mementingkan warisan untuk
anaknya nanti daripada untuk menyekolahkan anaknya. Namun, ada sebagian warga
masyarakat yang rela menjual tanahnya demi keperluan pendidikan anaknya.
Mengingat kegiatan usaha pertanian padi dan ubi di Desa Parulohan yang pada
saat itu yang sedang mengalami pasang surut. Maka pada saat berakhirnya musim panen
padi, para kepala keluarga (kaum lelaki) yang ada di desa ini berinisiatif mencari
pekerjaan sampingan ke daerah lain. Adapun kegiatan seperti ini disebut dengan istilah
marripang50, pada saat itu para kepala keluarga kebanyakan pergi mencari pekerjaan ke daerah Leidong sabagai buruh pada musim panen padi. Para kepala keluarga yang sedang
marripang, mereka harus rela berpisah dengan anggota kelurganya.51
Kondisi dan keadaan pertanian yang tidak mendukung pola kehidupan para petani,
disertai kurangnya harga jual produksi pertanian ubi. Kondisi seperti ini membuat
masyarakat menjadi lebih sulit dan kehidupan serta perekonomian yang itu kembali lagi
ke titik nol. Banyak masyarakat yang tetap mencoba untuk menanam tanaman padi dan
namun tetap tidak mendapatkan hasil yang layak. Mininmya sarana dan prasarana
pertanian untuk untuk pengelolaan produksi tanaman padi seperti mengurus serta obat
50 Marripang yaitu merantau ke daerah lain dalam waktu yang singkat, biasanya dalam waktu 1-2
bulan. Pada saait itu kebanyakan para kepala keluarga dari Desa Parulohan banyak yang bekerja ke daerah Leidong (sekarang menjadi kawasan Labuhan Batu Usaha). Disana mereka dipekerjakan sebagai buruh harian dan adajuga sebagai buruh borongan pada musim panen padi.
pengendalian hama semakin mengurangi hasil panen padi petani. Selain itu dibarengi juga
dengan harga ubi yang tidak laku dipasaran pada saat itu semakin membuat masyarakat
malas untuk mengusahakan usaha pertanian ubi.
Keterbatasan ekonomi petani di Desa Parulohan sebelum tahun bercocok tanam
kopi, sangat jelas kelihatan. Ini terlihat dari tingkat pendidikan masyarakat yang rendah.
Sebelum tahun 1960, pendidikan di Desa Parulohan ini sangat rendah, masih banyak
masyarakat yang menyekolahkan anaknya hanya sebatas tingkat SD (Sekolah Dasar) dan
yang paling tinggi saat itu adalah hanya setingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama).
Rendahnya perekonomian masyarakat yang hanya mengandalkan tanaman padi dan ubi
sebagai mata pencaharian juga dapat dilihat dari bentuk-bentuk rumah yang ada di Desa
Parulohan. Rumah-rumah tempat tinggal masih tetap sederhana, seperti rumah gubuk
kecil dan masih banyak ditemukan rumah-rumah penduduk yang tidak layak untuk
ditempati. Sekalipun ada yang sudah mempunyai rumah Batak (rumah bolon) itu adalah
beberapa orang saja, karena masyarakat yang mempunyai rumah bolon adalah masyarakat
yang sudah dikategorikan kaya pada saat itu. Pembangunan terhadap infrastruktur pada
saat itu juga belum maju di Desa Parulohan, salah satu contohnya adalah sekolah yang
ada di desa ini hanyalah sekolah dasar.
Keadaan pertanian yang tidak mendukung pola kehidupan petani di Desa
Parulohan pada saat itu. Kondisi ini memaksa petani berusaha untuk mencari solusi
ataupun jalan keluar, yaitu dengan mencari tanaman yang lebih cocok untuk daerah Desa
Parulohan yang kebetulan wilayah daerah ini daerah dataran tinggi. Masyarakat mencari
tanaman yang lebih mudah perawatannya dan tidak terlalu banyak memakan tenaga serta
BAB IV
LATAR BELAKANG DAN PERKEMBANGAN PERTANIAN KOPI
DI DESA PARULOHAN
4.1 Latar Belakang Pertanian Kopi di Desa Parulohan
Selama masa bercocok tanam padi dan ubi kondisi dan pertanian di Desa
Parulohan terlihat seperti hanya berjalan di tempat saja. Hasil produksi pertanian padi dan
ubi yang ditanam oleh para petani hasilnya belum bisa dirasakan oleh masyarakat
semaksimal mungkin. Sistem dan pola usaha pertanian yang terus tak ada perubahan, juga
kurangnya sarana dan prasarana pertanian semakin mempersulit masyarakat dalam upaya
peningkatan hasil produksi pertanian padi. Usaha pertanian bagi para petani seolah- olah
hanya kegiatan rutin saja yang tidak membuai hasil yang berarti.
Dari tahun ke tahun produksi padi di Desa Parulohan mengalami penurunan yang
drastis. Semakin lama masyarakat semakin tidak bisa mempertahankan hasil panen padi
dan ubi. Tanaman padi yang menjadi tanaman komoditas petani di Desa Parulohan
menjadi merosot dan menghantar masyarakat pada kemiskinan dan semakin maraknya
kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup. Keadaan ini akan menjadi ancaman untuk
kelangsungan hidup masyarakat apabila masyarakat tidak segera menemukan solusi yang
tepat dan menemukan tanaman lain yang lebih mampu meningkatkan kehidupan mereka.
Tanaman padi yang ditanam secara serentak pada bulan November belum tentu bisa
mendapat hasil sesuai dengan hati para petani, dan tidak dapat dipastikan hasil setiap
Akibat kesulitan yang dialami petani Desa Parulohan sehingga hampir seluruh
masyarakat memilih solusi dan bersedia menanam tanaman yang lebih cocok yaitu kopi.
Para petani mengganggap bahwa jalan terbaik untuk memperbaiki usaha pertanian hanya
dapat dilakukan dengan memilih tanaman yang dapat diperjual belikan, dan bukan hanya
sebagai sumber kebutuhan kebutuhan seperti tanaman ubi. Selain dapat diperdagangkan,
tanaman kopi juga mudah diurus tanpa membutuhkan perawatan yang membutuhkan
biaya yang banyak. Kondisi alam dan iklim di Desa Paruohan yang sangat cocok, hal ini
yang menjadi salah satu faktor pendukung yang membuat masyarakat berminat untuk
mencoba menanam kopi.
4.2 Awal Mula dan Perkembangan Pertanian Kopi di Desa Parulohan
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi dikenal
dan dikembangkan, dan siapa orang yang pertama kali menanam kopi di Desa Parulohan.
Namun dari informasi yang penulis dapatkan, awal mulanya pertanian kopi di Desa
Parulohan dimulai sejak awal tahun 1960. Adanya minat masyarakat untuk menanam
kopi awalnya hanya sebagai percobaan saja, namun lama-kelamaan semakin berkembang.
Kopi yang bukan hanya menjadi barang dagangan, kopi juga dapat dikomsumsi sebagai
bahan minuman sehingga menarik simpati dari para petani di desa ini.52
Percobaan untuk menanam kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Parulohan
ternyata membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini mengakibatkan semakin
bertambahnya keinginan masyarakat untuk menambah lahan pertanian kopi mereka.
Lambat laun masyarakat menganggap tanaman ini menjadi jalan untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat serta meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Parulohan.
Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada periode
antara tahun 1696-1699. Penanaman tanaman kopi di Indonesia mulanya hanya bersifat
coba-coba (penelitian) tetapi karena hasil yang memuaskan dan dipandang oleh VOC
cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkan bibit
kopi ke berbagai daerah agar penduduk menanamnya. Perkembangan kopi lebih meluas
lagi ketika adanya peraturan yang disebut “cultur stelsel” atau lebih dikenal dengan tanam
paksa. Salah satu jenis tanaman yang ditanam pada jaman tanam paksa adalah tanaman
kopi. Mulai saat itulah masyarakat Indonesia mengenal kopi.
Dalam perkembanganya, adapun jenis kopi yang pernah dibudidayakan di Desa
Parulohan yaitu:
4.2.1 Masa Pertanian Kopi Robusta
Pada awalnya jenis kopi yang pertama kali dikembangkan petani di Desa
Parulohan yaitu jenis kopi Robusta.53 Bibit kopi robusta yang ditanam oleh para petani di desa ini diperoleh dari penduduk setempat yang bermigrasi ke wilayah Kabupaten Dairi
yang telah lama mengenal dan bercocok tanam kopi Robusta. Pola usaha pertanian kopi
memang sudah jauh lebih lama dikembangkan di Kabupaten Dairi sebelum petani di Desa
Parulohan mengenal dan mengembangkan pertanian kopi.54
Awalnya loksi yang digunakan untuk penanaman kopi Robusta di Desa Parulohan
belum menggunakan lahan khusus seperti pola yang dilakukan untuk penanaman kopi
sekarang ini. Kopi Robusta hanya ditanam di sekitar areal pertanian yang dekat ataupun
tidak dari lokasi pemukiman penduduk, sehingga pada saat itu hampir di seluruh areal
pertanian yang dekat dengan perkampungan di desa ini dihiasi dengan tanaman kopi
Robusta. Pola penanaman kopi yang hanya ditanam di areal pertanian yang dekat dengan
perkampungan dilakukan untuk mempermudah para petani dalam melakukan pengurusan,
53
Adapun ciri-ciri kopi robusta yaitu:pohon tinggi dan banyak mengeluarkan cabang reproduksi, daun sempit dengan permukaan berombak dan daun mudah biasanya berwarna kemerahan, buah mudah berwarna coklat kemerahan.
dan juga tidak merugikan ataupun menghabiskan waktu para petani untuk membuka
lahan yang baru. Pada saat areal pertanian yang sebelumnya digunakan para petani untuk
lahan penanaman ubi beralih fungsi menjadi lahan penanaman kopi Robusta.
Sekalipun petani di Desa Parulohan pada saat itu telah bercocok tanam kopi
Robusta, namun para petani tidak meninggalkan tanaman padi dan ubi. Hanya saja padi
yang ditanam pada saat itu tidak sebanyak dan seluas seperti yang sebelumnya. Padi
yang ditanam sekali dalam setahun ini hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja yaitu untuk
kebutuhan makan dan adat. Tanaman ubi juga tidak mereka tinggalkan karena tanaman
tersebut bisa ditanam berdampingan dengan tanaman kopi. Pertanian kopi Robusta
menjadi tanaman utama masyarakat desa ini pada saat itu, tetapi pada saat itu belum
seluruhnya yang menanam kopi Robusta. Manfaat dan fungsi hasil pertanian padi dan ubi
yang tidak boleh terlepas dari kehidupan para petani pada saat itu, menjadi pengaruh
sehinga para petani tetap menanam padi dan ubi. Selain untuk memenuhi makanan pokok
keluarga, padi juga sangat dibutuhkan untuk keperluan yang lain contohnya: untuk
keperluan adat, dll.
Masuknya tanaman kopi ke Desa Parulohan yang semakin tahun semakin
meningkatkan antusias petani untuk mengembangkan dan memperluas lahan penanaman
kopi. Setelah beberapa tahun minat masyarakat dalam usaha pertanian semakin
bertambah. Hasil usaha pertanian kopi bukan hanya untuk dikonsumsi atau hanya untuk
bahan minum saja bagi masyarakat, hasil pertanian kopi robusta juga mempunyai arti
ekonomi yaitu sebagai barang dagangan untuk membutuhi ekonomi keluarga para petani.
Berkembangnya usaha pertanian kopi Robusta di Desa Parulohan memang bukan
hanya usaha dari petani saja, hal ini didukung oleh kondisi tanah yang subur dan iklim
yang cocok serta tersedianya tenaga kerja yang cukup untuk mengembangkan pertanian
dibutuhkan hanya perawatan saja. Dalam hal pemupukan juga tanaman kopi tidak terlalu
banyak membutuhkan pupuk dan petisida, biasanya di areal penanaman kopi Robusta
sangat jarang ditemui hama. Sekalipun ada hama, itu hanyalah semut yang bersarang di
sekitar buah kopi karena kopi itu manis.
Selama dalam masa pertanian kopi Robusta perkembangan pola pertanian dan
perekonomian masyarakat di Desa Parulohan memang belum terlihat secara menyeluruh.
Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat dalam mengelolah dan
perawatan tanaman kopi Robusta, para petani belum tahu pasti tata cara proses pemasaran
dan penjualan harga kopi. Untuk menjual dan memasarkan hasil pertanian kopi, para
petani saat itu selalu kewalahan karena minimnya sarana transportasi( pengangkutan)
untuk mengangkut hasil-hasil pertanian yang ingin dijual ke onan.55 Setiap hari pekanya masyarakat petani selalu kesulitan untuk mengangkut hasil pertanian karena hanya
mengggunakan tenaga mereka sendiri. Bagi petani yang memelihara kerbau, mereka
sedikit terbantu dengan memanfaatkan kerbau peliharaaan mereka sebagai alat angkutan.
Masa pertanian kopi Robusta yang tidak bertahan lama, hanya bisa bertahan
dalam waktu yang singkat saja. Dari data informasi penulis dapatkan, periode pertanian
kopi robusta di Desa Parulohan berlangsung sekitar kurang lebih 10 tahun. Kurangnya
minat para para petani untuk bercocok tanam kopi robusta disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu: masuknya bibit kopi yang baru (dalam bahasa lokal jenis kopi ini sering
disebut dengan kopi Lasuna atau kopi Djember), jenis kopi Lasuna yang lebih tinggi
harganya di pasaran dan lebih cepat berproduksi (berbuah). Masa pertanian kopi robusta
di desa ini yang bisa bertahan dalam waktu yang cukup singkat, pada saat itu keuntungan
ataupun manfaat yang diperoleh petani dari pertanian kopi Robusta belum mempunyai
55 Onan artinnya pasar ataupun pajak. Jarak pajak ke desa Parulohan sekitar 3 Km, untuk wilayah
pengaruh/dampak yang besar terhadap perubahan pola kehidupan petani di Desa
Parulohan.56
4.2.2 Peralihan dari Kopi Robusta Menjadi Kopi Lasuna
Di awal tahun 1970 adalah terjadinya perubahan jenis pertanian di Desa
Parulohan, yaitu dari jenis kopi yang berumur panjang menjadi jenis kopi yang berumur
pendek. Jenis kopi yang berumur pendek itu adalah jenis kopi Lasuna.57Ada banyak hal yang menyebabkan masyarakat dengan mudah menerima jenis kopi lasuna yang pada saat
itu menjadi tanaman komoditas di Desa Parulohan yaitu: mulai dari harga jual kopi, kopi
lasuna lebih cepat berproduksi (kopi lasuna sudah bisa dipanen ketika kopi sudah
berumur 2-3 tahun) juga cara pengurusan dan penanaman kopi lasuna yang tidak begitu
rumit dan lebih praktis.
Kopi merupakan tanaman holtikultura (tanaman jangka panjang) yang tumbuhnya
seperti pohon. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan tingginya bisa mencapai 4
meter. Daunnya tumbuh berhadapan dengan batang, cabang, dan ranting-rantingnya.
Tanaman kopi sudah bisa di panen ketika kopi berumur 3 tahun, tetapi semua tergantung
dengan iklim, ketinggian tempat, serta perawatan dan pengurusan yang baik juga. Kopi
lasuna dapat ditanam dengan baik jika ketinggian tempat sekitar 700-1700 m dpl. Desa
Parulohan yang merupakan daerah pengunungan, ketinggian tempatnya berkisar 1500 m
dpl58. Jika dilihat keadaan alam dan iklim, Desa Parulohan sangat cocok dijadikan sebagai
lahan pertanian jenis kopi lasuna. Hal ini juga menjadi faktor pendukung sehingga petani
lebih antusias memilih dan menanam kopi lasuna.
56 Wawancara dengan Lasminar Siregar di Lobutua, 1 Agustus 2013. 57
Jenis kopi lasuna sering juga disebut dengan kopi jember. Adapun alasan mengapa kopi ini disebut kopi ini berumur pendek yaitu karena jenis kopi ini lebih cepat berproduksi/ mengahasilkan. Berbeda dengan kopi robusta, hanya dengan umur 2-3 tahun kopi lasuna sudah bisa di panen.
Salah Satu hal (alasan) yang melatarbelakangi ketertarikan petani untuk menanam
kopi Lasuna yaitu karena penanamannya lebih praktis dibandingkan dengan pertanian
Pertanian kopi Robusta, kemudian juga petani bisa memanen hasil pertanian kopi satu
kali dalam satu minggu ataupun satu kali dalam dua minggu. Satu hal yang paling penting
juga yaitu hasil pertanian kopi yang bisa di panen setiap minggunya, sehingga untuk
setiap minggunya para selalu mempunyai hasil yang menetap meskipun dalam jumlah
yang berubah-ubah.59
Jenis Kopi Jember atau yang sering disebut oleh petani Desa Parulohan dengan
kopi Lasuna. Jenis kopi ini merupakan salah satu jenis kopi yang mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi. Kopi jember ini awalnya berasal dari Ethiopia dan Albessinia.
Jenis kopi ini adalah jenis kopi yang pertama kali dikembangbiakkan serta dibudiayakan
oleh manusia, bahkan merupakan kopi yang paling banyak diusahakan sampai abad
ke-19. Kopi adalah jenis tanaman untuk daerah tropis. Dalam pertanian kopi, ketinggian
tempat dan curah hujan akan berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman kopi.60
Pola pertanian Kopi lasuna yang terlihat berbeda dengan pola pertanian kopi
robusta yang sebelumnya yang dilakukan petani di Desa Parulohan. Perkembangan pola
pertanian terlihat jelas setelah masuknya kopi lasuna, peralihan dari kopi robusta ke kopi
lasuna mendapat respon yang baik dari masyarakat. Masuknya kopi lasuna membuat
petani di Desa Parulohan semakin antusias sehingga petani semakin memperluas lahanya
untuk areal penanaman kopi. Petani yang sebelumnya hanya menanam kopi di
tempat-tempat tertentu, namun setelah bercocok tanam kopi lasuna penananaman kopi dilakukan
dimana saja.
59 Wawancara dengan Rusmedi Siregar di Lobutua, 2 Agustus 2013.
60 Sri Najiyarti dan Danarti, Kopi: Budidaya dan Penanganan Lepas Panen, Jakarta: Penebar
Sebelum penanaman kopi dimulai, pada umumnya para petani menyiapkan lahan
dan bibit kopi terlebih dahulu. Lahan yang ingin ditananami kopi, biasanya petani
menggunakan lahan baru yang belum pernah digunakan lokasi penanaman kopi. Bibit
kopi lasuna yang pertama ditanaman petani di Desa Parulohan tidak jelas darimana
diperoleh dan siapa yang membawa bibit kopi ini ke Desa Parulohan. Bibit kopi lasuna
sebelumnya ditanam hanya beberapa batang saja. Namun setelah sebagian petani berhasil
dan menuai hasil yang memuaskan, masyarakat semakin berlomba-lomba menanam kopi
di lahanya sendiri. Masyarakat berusaha untuk mendapatkan mendapatkan bibit kopi
lasuna, bibit kopi yang ditanami masyarakat dibuat dalam bentuk polibag. Pembibitan
kopi yang dibuat dalam bentuk polibag biasanya digunakan oleh petani yang ingin
menanam kopi dalam jumlah yang besar. Sebagian petani juga menggunakan bibit kopi
alami, petani di Desa Parulohan menyebutnya dengan Lata ni Kopi61.
Cara penanaman dan perawatan tanaman kopi yang sangat berpengaruh terhadapa
hasil produksi hasil pertanian kopi. penanaman. Ada banyak hal yang dilakukan oleh para
petani dalam meningkatkan produksi pertanian kopi yaitu mulai dari cara penanaman,
letak tanaman, dan ukuran/jarak tanaman. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, para
petani biasnya menanam kopi dengan jarak tanaman sekitar 3 meter. Jarak kopi sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan serta produksi tanaman kopi, karena jarak tanaman
kopi yang terlalu rapat akan membuat kopi sulit untuk berkembang. Tanaman kopi yang
belum bisa di panen atau belum mencukupi umum, untuk menunggu hasil panen tanaman
kopi tersebut para petani menerapkan pola pertanian tumpang sari di lahan pertanian kopi.
Selain menanam tanaman palawija, para petani juga menanam pohon dadap dan lamtoro
61 Lata yaitu biji kopi yang berjatuhan dan tumbuh akibat pemetikan kopi yang terlalu lama
yang berpungsi sebagai pahon pelindung untuk mengurangi intensitas cahaya matahari
karena tanaman kopi tidak cocok dengan terlalu banyak cahaya.
Meningkatnya produksi kopi diiringi dengan naiknya harga pasaran kopi dunia
sejak Oktober 1976. Harga kopi yang terus mengalami peningkatan, kenaikan harga kopi
tersebut diakibatkan terjadinya gagal panen di negara Brasilia.62 Kenaikan harga kopi tahun 1976 turut dirasakan juga oleh petani di Desa Parulohan. Dari pemaparan salah satu
petani di Desa Parulohan, naiknya harga kopi baru bisa dirasakan pada tahun 1976.
Naiknya harga kopi yang baru pertama kalinya dirasakan oleh para petani, keadaan ini
membuat masyarakat terus berupaya memperluas lokasi penanaman kopi. Pada periode
tahun tersebut keadaan petani di Desa Parulohan mengalami banyak perubahan,
dikarenakan tingginya harga kopi pada saat itu. Harga kopi yang pada saat itu melambung
tinggi, dimana perbandingan antara harga beras dan harga kopi sangat jauh. Harga kopi 1
tumba63 ( 2 liter) lebih mahal dari dibandingkan dengan 1 kaleng beras. Pada saat itu harga kopi mencapai Rp 4.000 per tumba sedangkan harga beras Rp 1.000 per kaleng.64
Kenaikan harga kopi tersebut membawa dampak yang positif terhadap minat
petani untuk menanam kopi. Para petani petani terus berupaya dan memperluas lahan
pertanian kopi yang tentunya mengakibatkan peningkatan luas dan produktivitas tanaman
kopi di Desa Parulohan. Hasil panen kopi yang sudah bisa mencukupi semua kebutuhan
keluarga, sehingga hampir sebagian besar petani pada saai itu lebih memprioritaskan
pertanian kopi. Harga kopi yang tidak sebanding dengan harga tanaman lain seperti padi,
ubi dan tanaman palawija pada masa itu. Untuk memperoleh beras petani tidak lagi
menanam padi, para petani lebih mempokuskan untuk bercocok tanam kopi. Sebagian
62
Siahaan, E.K. Laporan Survey Monografi Kebudayaan Batak Toba Kabupaten Tapanuli Utara, Medan: Departemen Kebudayaan, hal 21-22.
63 Tumba artinya liter, 1 tumba biasanya berukuran 2 liter.
pendapatan dari hasil panen kopi disisihkan untuk membeli beras dari pasar dan hasil
pertanian padi lebih diutamakan untuk kepentingan adat.
Kehidupan petani di Desa Parulohan yang selama beberapa puluh tahun
sebelumnya sangat sulit mengalami perkembangan. Banyak usaha yang dilakukan para
petani untuk keluar dari lingkaran kesengsaraan dan kemiskinan. Usaha yang yang
berdampak positif setelah masuknya kopi lasuna, masuknya kopi lasuna menjadi jalan
yang tepat yang mampu mengubah nasib para petani di Desa Parulohan. Perkembangan
pertanian kopi ini sangat pesat di Desa Parulohan, sehingga masyarakat semakin banyak
dan berlomba-lomba untuk membudidayakan tanaman kopi. Setelah beberapa tahun
petani berusaha mengembangkan usaha pertanian kopi, tanaman kopi pun berbuah dan
menghasilkan hasil yang cukup maksimal. Hal ini menambah semangat dari para patani
di Desa Parulohan untuk membudidayakan tanaman kopi lebih banyak lagi, sekalipun
dalam proses penanaman kopi ini harus membutuhkan perawatan/pengurusan yang harus
maksimal. Namun, hal itu bukan menjadi masalah bagi para petani, karena keuntungan
yang didapat dari hasil pertanian kopi. Semakin lama, pertanian kopi semakin meningkat
dan masyarakat sangat antusias untuk menanam kopi dengan memperluas dan membuka
lahan yang baru untuk lahan pertanian kopi.
Setelah dalam beberapa tahun petani di Desa Parulohan melangsungkan hidup
dalam usaha bercocok tanam kopi Lasuna. Petani di desa ini tak pernah jenuh dan terus
berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan produksi dan hasil pertanian kopi.
Proses dan pola kehidupan petani yang sangat bergantung kepada tanaman kopi, kondisi
ini seolah-olah memaksa para petani untuk lebih mengembangkan usaha bercocok tanam
kopi. Pola kehidupan masyarakat di Desa Parulohan pada saat itu terlihat homogen (tidak
Selama dalam usaha bercocok tanam kopi Lasuna, proses kehidupan petani di
desa Parulohan memang mengalami banyak perubahan. Namun, masih banyak usaha
yang harus dilakukan oleh petani untuk meningkatkan perkembangan pertanian dan
perekonomian para petani. Adapun usaha yang dilakukan para petani untuk meningkatkan
pendapatan dan pertanian kopi yaitu mencari bibit kopi yang lain yang tidak jauh berbeda
peran dan mamfaatnya dengan kopi Lasuna. Dengan keadaan yang seperti inilah
masyarakat berusaha untuk mencari tanaman kopi lain yang cocok untuk daerah Desa
Parulohan.
4.2.3 Masuknya Kopi Sigagar Utang dan Bertahanya Kopi Lasuna
Pola kehidupan petani di Desa Parulohan yang lebih memprioritaskan pertanian
kopi sebagai sumber mata pencaharian hidup. Hal ini mengakibatkan para petani lebih
mempokuskan bercocok tanam kopi dan ingin mencari jenis kopi lain selain kopi Lasuna
guna menambah sumber penghasilan selain bercocok tanam kopi Lasuna. Pertanian kopi
yang berkembang begitu pesat membuat minat para petani terus mengupayakan
peningkatan pertanian kopi, jika dilihat secara kasat mata keberadaan kopi lasuna
seolah-olah masih belum memuaskan bagi para petani. Usaha pertanian kopi lasuna yang
memang banyak membawa perubahan di Desa Parulohan. Namun, bagi para petani masih
sangat mengharapkan keberadaan jenis kopi lain yang sebagai jalan satu-satunya dalam
upaya pengembangan usaha petanian kopi.
Pentingnya kopi sebagai sumber kehidupan para petani di Desa Parulohan pada
saat membuat masyarakat ingin mencari bibit jenis kopi lain salain kopi lasuna. Namun
harapan yang diinginkan petani tercapai dengan masuknya jenis kopi lain yaitu kopi
Sigarar utang. Jenis kopi Sigarar utang memang berbeda dengan kopi lasuna, namun jika
dilihat dari variatesnya ke dua jenis kopi ini merupakan jenis kopi Arabika. Perbedaanya
Masuknya bibit kopi Sigarar utang di Desa Parulohan pertama kali dibawakan
oleh salah satu petani yang bernama Binsar Sihombing. Beliau adalah pemilik lahan
pertanian kopi terluas di Desa Parulohan pada saat itu, hampir sebagian besar hasil
produksi dari Desa Parulohan panen kopi didominasi oleh hasil pertanian kopi yang
dimilikinya. Pertanian kopi Sigarar utang di Desa Parulohan ini dimulai pada tahun
1988, bibit kopi sigarar utang diperoleh dari salah satu dusun yang bernama Huta Batu
Gajah, Desa Paranginan Utara, Kecamatan Paranginan. Kopi sigarar utang yang
dikembangkan di desa ini merupakan jenis Arabica. Bagi petani di Desa Parulohan kopi
sigarar utang mempunyai banyak nama atau istilah, sebagian masyarakat ada juga yang
menyebutnya dengan kopi Peddek (pendek) dan kopi sataon (satu tahun).65
Kopi arabika Sigarar utang termasuk kopi berperawakan semi katai yang tersebar
luas pada beberapa kabupaten di wilayah Propinsi Sumatera Utara seperti di Kabupaten
Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Karo, Simalungun, Dairi, Tapanuli
Selatan dan Mandailing Natal, secara ekonomi membawa dampak positif bagi petani.
Menurut pengakuan petani setempat, kopi tersebut pertama kali dijumpai pada tahun 1987
di dusun Batu Gajah, Desa Paranginan Utara , Kecamatan Paranginan di kebun kopi milik
Oppung Sopan. Pada awalnya berjumlah belasan pohon, tetapi saat ini tinggal 3 (tiga)
pohon yang hidup terdiri dari dua tipe berbeda. Identifikasi terhadap morfologi keturunan
segregasinya, diduga salah satu tetuanya adalah jenis Typica BLP, sedangkan sifat
ruasnya yang pendek dan katai berasal dari Catimor. Tanaman kopi Sigarar utang
65
mempunyai perawakan semi katai, ruas cabang pendek, tajuk rimbun menutup seluruh
permukaan pohon sehingga batang pokok tidak tampak dari luar.66
Puncak Perkembangan pertanian kopi di Desa Parulohan dimulai di era awal
tahun 1990. Perkembangan pertanian di Desa Parulohan terlihat jelas setelah masuknya
kopi sigarar utang. Di era inilah Masyarakat semakin banyak yang membudidayakan
tanaman kopi. Di awal tahun 1992 bisa dipastikan masyarakat di desa ini semuanya
melakukan pertanian kopi. Masyarakat menjadi petani kopi seluruhnya karena masyarakat
sudah fokus ke pertanian kopi. Bahkan ada juga masyarakat yang tidak lagi mengerjakan
sawah untuk pertanian padi karena masyarakat tersebut merasa lebih banyak keuntungan
dengan melakukan pertanian kopi. Masyarakat tersebut mengubah persawahan menjadi
ladang untuk menanam kopi.
Peningkatan pembudidayaan terhadap tanaman kopi di Desa Parulohan tentu
berdampak pada jumlah tanaman kopi yang ditanam serta luas lahan yang bertambah
digunakan. Peningkatan luas lahan ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel I
Perkembangan Luas Lahan Pertanian Kopi di Desa Parulohan tahun 1988 sampai
tahun 2002.
NO TAHUN LUAS LAHAN (Ha)
1 1988 22
2 1990 25
3 1992 75
4 1994 87
66 Hulupi, R, Laporan Identifikasi dan Karakterisasi Kopi Arabika Sigarar Utang, Medan:Pusat
5 1996 94
6 1998 102
7 2000 108
8 2002 120
Sumber : Wawancara dengan Hotman Sinaga, Taripar Sihombing, Sabam
Samosir, Marudut Siregar, Luat Sihombing, di Desa Parulohan, serta data dari Sekretaris
Desa Parulohan (3Agustus 2013).
Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 1988 hingga tahun 2002 lahan
pertanian kopi di Desa Parulohan terus mengalami peningkatan. Luas lahan pertanian
yang meningkat secara pesat terjadi pada tahun 1992. Pada saat itu sebagian besar
masyarakat di Desa Parulohan membudidayakan kopi Lasuna dan kopi Sigarar utang.
Setelah 3 tahun petani mencoba dan membudidayakan pertanian kopi sigarar
utang, kopi sigarar utang pun berbuah dan menghasilkan hasil yang cukup maksimal. Hal
ini menambah semangat para petani untuk membudidayakan tanaman kopi lebih banyak
lagi. Sekalipun dalam proses penanaman kopi ini harus membutuhkan tenaga yang sangat
banyak namun tidak menjadi masalah bagi masyarakat karena masyarakat melihat
keuntungan yang didapat dari hasil pertanian kopi. Semakin lama, pertanian kopi semakin
meningkat dan masyarakat sangat antusias untuk menanam kopi dan membuka lahan
yang dulu tidak pernah dikerjakan oleh petani.
Bertambahhnya minat para petani di desa Parulohan di desa Parulohan untuk
membudidayakan pertanian kopi sigarar utang didukung oleh beberapa faktor. Jika
dibandingkan antara kopi sigarar utang dan kopi lasuna memang memiliki perbedaaan.
Bukan hanya hasil panen dari kopi sigarar utang yang lebih memuaskan, tetapi juga
karena kopi jenis ini memiliki banyak keunggulan. Adapun keunggulan dari kopi sigarar
2 tahun dari masa penanaman), bentuk batang yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
besar, masa panen raya 2 kali dalam setahun (antara September-November dan
Maret-Mei). Proses pemeliharaan dan perawatan kopi sigarar utang yang lebih paraktis
dibandingkan dengan kopi lasuna, kopi sigarar utang lebih mudah diurus dan dipetik
karena bentuk pohon kopi tersebut yang tidak terlalu besar dan juga tidak tinggi.
Pertanian kopi yang berkembang semakin pesat di Desa Parulohan juga
berpengaruh terhadap pola kehidupan dan cara kerja para petani. tanaman kopi yang
semakin tahun semakin bertambah, hal ini mempengaruhi cara kerja serta tenaga kerja
yang dibutuhkan masyarakat semakin banyak. Para petani juga belajar untuk mengetahui
dan cara membudidayakan tanaman kopi dengan baik. Untuk masa penanaman sampai
proses perawatan tanaman kopi masyarakat hanya memakai alat-alat yang sederhana dan
tenaga sendiri, seperti melubangi wadah tempat kopi ditanam, membersihkan lahan dari
rumput liar. Para petani menggunakan tenaga sendiri dari awal penanaman sampai masa
produksi tanaman kopi.
Dalam hal perawatan dan peningkatan hasil panen kopi para petani menggunakan
teknik ataupun cara yang bisa meningkatkan hasil panen pertanian kopi semakin baik.
Dalam melakukan pembibitan, petani biasanya mencari biji kopi pilihan yang buahnya
lebih besar, dan seluruh permukaan kulit kopi itu berwarna merah. Setelah melakukan
pemilihan, kulit kopi itu dikupas lalu dikeringkan. Bibit kopi yang sangat berpengaruh
terhadap ketahanan tanaman kopi, sebelum melakukan pembibitan para petani harus
terlebih dahulu menyediakan kompos lalu diisi kedalam polibag. Bibit kopi yang dibuat
dalam polibag mempunyai perbedaan dengan bibit kopi yang alami (lata), bibit kopi yang
pembibitan dibuat dalam polibag biasanya lebih bagus karena bisa ditanam di setiap
waktu (tanpa menunggu musim penghujan datang). Ada sedikit perbedaan dengan bibit
penanaman dan harus membutuhkan curah hujan yang tinggi. Sedangkan untuk
perawatan petani menggunakan cara-cara tertentu. Untuk meningkatkan hasil panen yang
memuaskan berbagai hal yang dilakukan petani antara lain: melakukan pemupukan 2 kali
dalam setahun (jenis pupuk yang digunakan biasanya TSP dan Urea, bagi sebagian petani
ada juga yang menggunakan pupuk alami seperti kompos dan kotoran ternak), mencegah
tumbuhnya rumput liar dengan melakukan sistem pertanian tumpang sari di areal
penanam kopi, menanam pohon pelindung (dadap dan lamtoro) diselah tanaman kopi
untuk mengurangi intensitas cahaya matahari.
Tenaga yang dibutuhkan pada masa panen raya kopi di Desa Parulohan sangat
berbeda dengan tenaga pada saat penanaman serta perawatan kopi. Masa panen
merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi petani sekaligus hal yang sangat
melelahkan. Masa panen kopi biasanya dilakukan ketika kopi sudah berumur 3 tahun dan
buah kopi sudah itu memerah. Bagi petani di Desa Parulohan, tenaga kerja merupakan
sumber daya manusia yang paling utama dalam pengolahan lahan pertanian. Untuk itu
seluruh potensi dan sumber daya yang ada di dalam keluarga digunakan semaksimal
mungkin. Tenaga dan peran anggota keluarga yang sangat dibutuhkan, sehingga para
petani sangat mengandalkan tenaga keluarga untuk memetik pada saat panen raya. Bukan
hanya orangtua yang pergi memetik kopi ke ladang, namun anak-anak juga ikut memetik
kopi. Sepulang dari sekolah hampir semua anak-anak pergi ke ladang membantu
orangtuanya memetik kopi. Anak-anak biasanya memetik kopi yang ukuran yang lebih
pendek ataupun kopi yang baru berbuah.
Akibat produksi pertanian kopi yang terus mengalami peningkatan. Pada saat
panen raya para petani sering kewalahan untuk mencari tenaga kerja yang bisa
dipekerjakan untuk memetik kopi. Pada saat panen raya petani Desa Parulohan selain
tenaga kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya berasal dari suku-suku lain
ataupun daerah lain (tenaga kerja upahan berasal dari berbagai suku, seperti suku Jawa,
Nias dan suku lainya). Sebagian dari tenaga kerja upahan ini bahkan ada yang tinggal dan
menetap di Desa Parulohan. Bagi sebagian petani ada juga yang menggunakan sistem
kerja marsiruppa (gotong royong) demi menghemat pengeluaran.
Setelah selesai melakukan pemetikan kopi. Para petani biasanya melakukan
penggilingan kopi setiap hari Sabtu, kopi yang sudah digiling dimasukkan ke karung dan
minggu paginya dijemur sampai benar-benar kering. Petani di desa memamfaatkan kulit
kopi yang telah selesai digiling, kulit kopi ini digunakan dan diolah menjadi kompos
yang dicampur dengan kotoran ternak. Dalam melakukan penggilingan petani di desa ini
ada yang menggunakan gilingan tangan dan ada juga yang menggunakan gilingan mesin.
Setiap hari minggunya masyarakat Desa Parulohan terlihat sibuk dengan aktivitas yang
sama yaitu menjemur kopi.
Berkembangnya pola usaha pertanian kopi di Desa Parulohan diikuti yang juga
menyebabkan berkembangnya pemasaran kopi. Meningkatnya hasil pertanian kopi
sehingga menyebabkan munculnya usaha-usaha baru, sebagian dari petani ada yang
bekerja sebagai pedagang kopi sering disebut dengan panjuar67. Pada awalnya tauke kopi di desa ini hanya ada empat orang. Namun seiring banyaknya produksi kopi dari desa ini,
semakin lama banyak bermunculan para tauke kopi. Tauke yang ada di desa ini
memasarkan kopi tersebut keluar dari desa ke agen yang lebih besar untuk dilakukan
penggilingan tahap kedua. Para petani tidak perlu jauh-jauh untuk memasarkan kopi
mereka, karena tauke sendirilah yang mendatangi rumah-rumah penduduk untuk membeli
67 Panjuar sama artinya dengan tauke, ada hal yang unik di Desa Parulohan, kata yang Panjuar
kopi tersebut. Selain menjualnya ke tauke kopi yang terdekat, sebagian petani ada juga
menjual hasil panen kopinya ke agen yang lebih besar.
Meningkatnya hasil produksi pertanian kopi di Desa Parulohan yang dikuti juga
dengan munculnya sistem pemasaran kopi yang baru. Munculnya sistem pemasaran kopi
diakibatkan juga harga kopi yang terus meningkat. Di Desa Parulohan ada dikenal sistem
pemasaran kopi yang terikat yaitu semacam kewajiban masyarakat untuk menjual hasil
panen kopinya kepada tauke tertentu. Sistem pemasaran kopi yang terikat ini biasanya
dilakukan oleh petani yang membutuhkan modal dan meminjam uang dari tauke tertentu,
setelah itu ada kesepakatan antara petani kopi dengan tauke. Petani yang meminjam uang
harus membayar utang yang dipotong dari hasil penjualan kopi. Keterikatan pemasaran
kopi di desa ini sering kali terjadai akibat peminjam uang yang dilakukan para petani
terhadap para tauke.
Sekalipun masyarakat bertani kopi dan menghasilkan kopi yang cukup banyak,
namun di desa ini tidak ada ditemukan petani yang mengolah biji kopi untuk bahan
minuman. Masyarakat yang ingin mengkomsumsi kopi, pada umumnya masyarakat di
desa membeli bibit kopi pasar ataupun dari desa lain. Para petani di desa ini mengangap
bahwa keuntungan yang di dapat dari hasil pertanian sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari tanpa harus melakukan pengolahan bibit untuk dijual dan
kebutuhan komsumsi mareka. Tradisi kehidupan para petani khususnya para laki-laki
yang cenderung peminum kopi, pentingnya kopi untuk dijadikan bahan minuman
sehingga di desa ini ada sebuah tradisi yaitu tradisi mangopi68. Kebiasaan yang menjadi ciri khas masyarakat di desa ini, pada umumnya masyarakat menjamu tamunya dengan
minuman kopi.
68 Mangopi artinya minum kopi. Kata mangopi biasanya dipakai sebagai bahasa sehari-hari yang