• Tidak ada hasil yang ditemukan

14 “Dikubur” Sampai Sebatas Leher

Bab 11-01 Tokoh-Tokoh Utama Peristiwa Talangsari 1 Anwar Warsidi sebagai Imam.

11. Fauzi Isman

Fauzi bin Isman kelahiran Lampung, 27 Februari 1967, namun ia bukanlah orang asli suku Lampung. Ia adalah orang Jawa tulen. Sejak menamatkan pendidikan SMA nya, ia pindah untuk melanjutkan pendidikan formal aliyah dan pesantren di Jombang yang ditamatkannya tahun 1985 dan kuliah di STIS Jakarta hingga selesai tahun 1988.51

Menurut Fauzi bahwa terdapat kondisi khusus yang ikut melatar-belakangi terbentuknya jama’ah di Cihideung. Kondisi khusus yang dimaksud Fauzi Isman adalah kondisi politik ummat Islam di Indonesia yang ditandai dengan terpecahnya berbagai kekuatan Islam non-parlementer menjadi kelompok-kelompok kecil yang satu sama lain saling cakar-mencakar. Kondisi keterpecahan inilah yang sesungguhnya melatarbelakangi semangat untuk menyatupadukan kekuatan-kekuatan umat Islam yang dimulai di Cihideung ini. Keprihatinan kepada nasib persatuan umat Islam yang terkoyak-koyak inilah yang kemudian meng-hantarkan para tokoh Peristiwa Talangsari ini untuk berbuat sesuatu. Menurut Fauzi Isman, ada beberapa permasalahan yang menyebabkan timbulnya perpecahan di kalangan kekuatan Islam non-parlemen pasca Darul

Islam. Perpecahan yang sebenarnya tidak perlu timbul, kalau saja kejumudan dan kepicikan

pemahaman Islam dan pengalamannya tidak terjadi. Di antara permasalah tersebut, pertama adalah tentang Imamah, kaitannya dengan persoalan ini menyangkut tentang siapa yang paling berhak menjadi imamah.52 Kedua, tentang masalah jama’ah, dalam masa-lah ini berkaitan tentang

manakah yang paling benar sesuai dengan Al Quran dan Sunnah Rasul. Ketiga, tentang masalah

mujahadah. Menyang-kut permasalahan kesungguhan dalam berjuang menegakkan hukum Allah.

Ketiga permasalahan tersebut yaitu imamah, jama’ah dan mujahidah yang berkaitan langsung dengan pembinaan jama’ah, telah membelenggu para aktifis Islam selama lebih kurang 27 tahun dalam permasalahan menyusun shaf.

Berangkat dari kondisi ini, tumbuh upaya-upaya membentuk jama’ah baru yang lebih segar dan bersemangat. Kebetulan pula Fauzi bertemu Nur Hidayat dan Sudarsono yang masing-masing mempunyai pendapat yang hampir sama sehingga mereka bergabung. Meskipun berlatar- belakang mazhab dan aliran keagamaan yang berbeda, mereka saling bertukar gagasan, serta

bermusyawarah untuk mencari jalan keluar, memikirkan kondisi ummat Islam yang berada di tengah stagnasinya peran kalangan aktivis muslim non-parlementer di tengah percaturan masyarakat bangsa di Indonesia. Maka diadakan berbagai pertemuan untuk menindaklajuti keseriusan perhatian mereka dengan aksi. Pertemuan-pertemuan rutin diadakan di sebuah rumah kontrakan milik Sudarsono di Prumpung Jakarta, mereka berhasil mematangkan gagasan sederhana yakni keinginan membentuk suatu jamaah yang independen. Sekaligus juga dapat menampung seluruh kalangan kelompok jama’ah yang ada. Mereka ingin membangun suatu jamaah dengan mengumpul-kan orang-orang yang satu fikrah. Dengan demikian maka seluruh kekuatan kaum muslimim non parlementer dapat disatukan. Dan untuk selanjutnya, adalah usaha untuk mempersatukan kekuatan kaum muslimin yang ada di Indonesia menjadi lebih mudah.

Dari pertemuan di Cibinong, mereka mengambil kesepakatan bulat, yakni ingin mewujudkan sebuah perkampungan Islami (Islamic village) di Lampung bagi kaum muslimin. Dengan demikian kaum muslimin dapat menerapkan aturan-aturan hidup Islami di tengah-tengah masyara-katnya sendiri secara kaffah. Dan bagi kaum muslimin lain yang ingin menetap di tempat baru itu dapat ber-hijrah ke sana. Ir Usman mengatakan bahwa hijrah itu tidak sama dengan konsep transmigrasi bukan hanya sekedar pindah dari tempat yang padat ke tempat yang jarang penduduknya—yang menimbulkan kesan ekonomistik dan materialistik semata. Tentang penawaran konsep Islamic village ini, banyak yang setuju dan banyak pula yang tidak setuju. Itu dibuktikan dengan adanya bergabung dan yang ragu-ragu serta ada juga yang menolak, disebabkan trauma politik peristiwa Tanjung Priok dan Usrah yang masih baru terjadi. Walau semua kelompok jamaah yang punya fikrah dan cita-cita yang sama.

Hampir pada waktu itu karena pandangan yang ekstrim, kelompok yang kemudian dikenal dengan jamaah Warsidi itu dikenal di antara kelompok ekstrim dan memang doktrin pada waktu itu adalah qital, perang. Kalau perang, sebenarnya segala resiko perang harus diterima. Setelah dari Cibinong itu kemudian harus disosialisasikan ke seluruh Indonesia, Fauzi diutus ke Lombok dan Bima, Darsono ke Kalimantan dan Surabaya, Pak Ridwan ke Sumatra sampai ke Medan sampai ketemu Timsar Jubil. Memang sambutan-sambutan beragam dan akan mengadakan pertemuan yang berskala nasional dipusatkan di Lampung pada tanggal 28 Febuari 1989. Namun sayang, tanggal 7 Februari itu terjadinya peristiwa Lampung, sehingga Fauzi Isman tidak tahu sampainya ke aparat tanggal 7 Febuari kita ingin melakukan hal-hal bagaimana tapi sebenarnya kita mau mengadakan Musyawarah serta pembentukan Imamah, karena pada waktu itu kan keimamahan jamaah itu terpencar-pencar bahkan kita menghubungi orang-orang DI yang tua-tua terpecah belah, kita mencoba menyatukan.

Sebetulnya secara garis besarnya sama yang kita ketahui. DI pasca Imam SMK itu mempunyai banyak perbedaan karena orang tua yang dianggap sebagai pimpinan ada yang ambisi mengklaim sebagai Imam yang sah yang lain tidak dan sebagainya, ya perbedaan hanya dari jalur itu.

Tadinya binaan dari kelompok Darul Islam, assyahid Abdulah Sungkar tapi kita semua kemudian mengkritik Abdulah Sungkar, itu sendiri sema-cam koreksi karena waktu itu kelompok Usrah begitu keras dan anti institusi dan kehidupan sosial.53 Jadi orang itu merasa ketakutan

orang itu pengajiannya sembunyi-sembunyi, mestinya harus dibedakan antara dakwah dan harokah kalau dakwah itu harus terbuka kalau perlu orang yang tidak satu harakah dengan kita diajak, Harokah baru diam diam sembunyi-sembunyi, ini perbedaan dakwah dan harakah tipis sekali. Penyampaian materi yang dianggap harakah akhirnya dicurigai gerakan usrah pada waktu itu, nah kita pada semacam mengkoreksi tapi akibatnya orang-orang tua balik memukul kelompok Lampung ini sebagai kelompok pembangkang, tapi pada satu sisi mereka menganggap tidak taat pada jalur mereka, di sisi yang lain tidak bisa menapikan keberadaannya, karena peristiwa Lampung itu sendiri mungkin gerakan satu-satunya di luar jalur komando mereka, jadi persamaanya eks Lampung istilahnya dulu ini kelompok sempalan DI.

Gerakan hijrah di Lampung ini banyak diwarnai oleh Abdullah Sung-kar dan kelihatannya ada perbedaan juga pemikirannya. Ya kebanyakan memang baik Pak Warsidi, Usman, Nurhidayat dulu orang-orang yang dibina oleh Abdulah Sungkar tapi itu tadi akibat hijrah ke Malaysia kita melakukan semacam otokritik dan pada waktu itu sangat tabu di kala-ngan DI dan kita tidak maju-maju tapi kita sudah mengawali, sampai dikritik macam-macam di dalam penjara oleh Pak Aceng, Ules Sujai dan pak Adah pokoknya tidak mengakui kita. Itulah perjuangan Islam tidak perlu mendapatkan pengakuan dari dia, kita gitu saja, Islam memangnya punya dia dan negara bukan punya dia bukan berarti kita menafikan dia, bukannya sekarang masanya anak muda. Memang, ada kesamaan karena dibina orang orang Abdulah Sungkar, tapi kalau ada perbedaan itulah karena kita banyak kritik terakhir juga sebelum almarhum ketika di Malaysia dia melakukan otokritik sampai keluar dari jalur struktural, kita mendengar itu alhamdulillah. Mungkin di Malaysia lebih terbuka pikirannya ketika kita melakukan otokritik dia marah juga tapi pada satu sisi mengakui juga.

Pada masa hijrah, Fauzi Isman pernah ke Lampung, dan itu bukan sekali tapi 2-3 kali. Sebelum hijrah Fauzi Isman sendiri belum sempat hijrah waktu itu. Memindahkan teman-teman dari sini rekomendasinya dari Fauzi Isman, Nurhidayat dan Darsono sementara kita sedang menyi-apkan pertemuan 7 Februari 1989 sementara yang lain sudah hijrah bersama keluarganya seperti Kardi dan Usman.

Pada waktu itu kejadian di Lampung Fauzi Isman masih berada di Bali dalam perjalanan pulang dari Bima ke Jakarta, Nurhidayat sendiri ada di Jakarta, sebab Fauzi Isman melihat kejadiannya di mana pendeka-tan keamanan terlalu kuat, sebenarnya kalau Pak Warsidi tidak mau melaporkan orang yang pindah ke sana tidak sampai harus terjadi cuma pada waktu itu Islam dicurigai, cuma tidak mereka sangka oleh Kapten Sutiman cs mereka melakukan perlawanan. Jadi tidak ada rencana-renca-na untuk mengadakan gerakan.

Jadi memang belum ada rencana apapun, mereka baru bertemu. Fauzi Isman kenal dengan Warsidi baru beberapa bulan. Pokoknya kelom-pok Jakarta dengan kelompok Lampung Warsidi cs (almarhum Soleh, menantunya, dan Ir. Usman) pada waktu itu secara fikrah54 sama, cuma dalam penafsiran fikrah itu berbeda. Kalau Nurhidayat maunya qital kearah pembinaan bersenjata, sementara dari Pesantren Ngeruki tidak mau qital harus membina perkampungan muslim. Pada akhirnya Nurhi-dayat bisa mengurangi tuntutan qital dan kita membina hubungan sekali-gus membuat base camp bersama, pada waktu itu imam belum ada Nurhidayat terpilih sebagai Amir Musafir, baru setelah kumpul nanti akan dipilih Imam Jamaah jadi pada waktu itu belum ada pimpinan permanen.

Jadi pada waktu itu Pak Warsidi belum diangkat sebagai pimpinan. Tetapi sementara hanya sebagai komunitas pimpinan jamaah di Lam-pung. Jadi pada waktu hasil kesepakatan di Cibinong belum terlaksana. Pada waktu itu kesepakatan Cibinong belum memilih imam, jadi jamaah itu harus ada imam, Cibinong itu menentukan Islamic Village dan harus hijrah ke Lampung itu saja.

Jadi, hijrah ke Lampung seperti diceritakan pada tanggal 7 Februari 1989 bukan untuk gerakan. Itupun ada kesalahan, Warsidi dan teman-teman di sana orang-orang yang dihijrahkan, dikonsentrasikan di satu tempat, pada hal kita banyak tempat di Lampung. Kesepakatan waktu itu harus dipencar, tidak boleh dijadikan satu, tidak dikonsentrasikan. Dasar pemikiran pak Warsidi itu Fauzi Isman baru diketahui setelah kejadi-an Lampung, itu terkonsentrasi disatu tempat saja.

Jumlah korban terakhir yang didata menurut Fauzi Isman hampir 25055 orang itu dari jamaah

yang ia dengar dan ada juga penduduk setempat yang kena peluru nyasar, tidak tahu berapa persisnya, di samping dari aparat sendiri jumlahnya mereka tidak transparan. Jadi korban itu mulai dari anak-anak sampai orang tua dan cerita teman-teman katanya ada yang dimasukkan dalam satu rumah kemudian ditembaki lalu dibakar rumahnya. Namun, data ini belumlah merupakan sebuah data jumlah korban yang pasti karena Fauzi Isman sendiri tidak berada di lokasi kejadian pada saat peristiwa.

Ekses dari kasus Cihideung Talangsari terhadap beberapa kejadian seperti di Jakarta ada kaitan tapi dengan peristiwa itu tidak terlibat, pada waktu itu politik harus membabat rumput sampai ke akar-akarnya. Jadi orang-orang yang ada di Jakarta itu tidak lari, tapi mereka ingin melaku-kan gerakan lokal di Jakarta, kita pikir tadinya teman-teman masih banyak selamat jadi kita ingin melakukan untuk memecah perhatian mereka cuma rupanya ada teman-teman yang dari Lampung mereka sudah ditangkap dilepas lagi dan diikuti, jadi sebelum sempat melakukan gerakan di Jakarta sudah tertangkap, adapun yang di Bandung itu Ajengan Kecil karena Nurhidayat pernah bertamu ke rumahnya, dia orang DI kena ditahan 5 tahun dan yang di Bima karena Fauzi Isman pernah datang ke sana dan mereka punya fikroh yang sama, di Bima itu direkayasa seakan-akan mereka sudah latihan militer, pada hal itu foto latihan ABRI yang dijadikan barang bukti untuk persidangan, Haji Abdul Gani Masjkur dan jamaah akhirnya dimasukan penjara. Intelejen me-mang bertindak secara sangat busuk. Adapun kasus insiden yang lain di Lampung macam di Siderejo itu gerakan sporadis mendengar Cihideung dibumihanguskan, teman-teman yang tidak di Cihideng mereka bermu-syawarah melakukan perlawanan.

Pada waktu pertemuan-pertemuan ada tidak perasaan dari kawan-kawan bahwa pertemuan ini direkayasa dan dilaporkan ke intel. Kalau Fauzi Isman lihat sampai terjadinya Lampung itu rupanya ada teman-teman sengaja diloloskan oleh aparat dan gabung ke Jakarta yang sebelumnya dia sudah dalam pengawasan. Dugaan beberapa kawan-kawan karena ada hubungan dengan Abdul Mafaid Faedah Harahap. Setelah Lampung tapi sebelum peristiwa Lampung tidak pernah ikut, Mafaid Faedah Harahap itu sendiri karena kentalnya Nurhidayat jadi agak ceroboh gampang percaya sama orang dan kita pada waktu itu menerima karena jaminan Nur Hidayat tidak tanya latar belakangnya. Mafaid itu sendiri mengkhianati gerakan Komando Jihad (Komji) akhir-nya jari tanganya dipotong oleh Timsar Jubil. Nah, di situlah fatalnya di situ Nur Hidayat mempercayai dia, dan mereka pun mengadakan perte-muan di rumah dia. Makanya, pasca Lampung itu sudah tidak steril rencana gerakan di Jakarta itu. Lampung sendiri sampai kejadianya tidak ada rencana karena aparat itu sendiri terkejut kita mampu menyusun langkah perlawanan barisan di sana walaupun apa adanya. Jadi mereka tidak menyangka jadi ada suatu perlawanan lebih terorganisir ketika dibandingkan dengan Priok, Priok itu pembantaian tanpa ada perlawa-nan.56 gerakan spontanitas Lampung itu gerakan jamaah, ini yang mem-buat aparat pada

waktu itu terkejut ada suatu perlawanan atau pertem-puran selama Soeharto. Memang pada waktu itu kita melihat ada pemiki-ran bahwa pada waktu itu dominasi Militer ABRI Soeharto baru disebut sebagai Bapak Pembangunan, mereka ada rencana dan orang pada waktu itu takut sekali kepada militer kita berpikir militer biasa saja tidak perlu takut, tapi wujudnya harus dengan mereka juga kan kalau sekarang orang berani mengkritik militer karena sudah lemah.

Bahkan menurut Fauzi Isman, peristiwa Lampung adalah peristiwa kejahatan intelejen negara Orba terhadap rakyatnya, khususnya umat Islam. Ia menganggap apa yang telah terjadi adalah

sebuah kondisi perang di mana segala konsekuensi dan risiko harus diterima, menang atau kalah, terbunuh atau dibunuh.57

Pada waktu Fauzi Isman dan rekan-rekan mencoba menyelesaikan karena dasar pemikiran pada jaman itu militer masih kuat, reformasi hanya euphoria ternyata sekarang reformasi apa tetap sama saja cuma bungkusnya saja yang lain dan kemasannya yang berbeda. Pada waktu kami tawarkan dengan cara ishlah karena ishlah itu sendiri adalah langkah taktis tujuannya membebaskan teman-teman yang ada di penjara yang hukuman terbanyak adalah tahanan politik kasus Lampung ada 8 orang yang dihukum seumur hidup, sekarang hukuman seumur hidup berarti dia seumur hidup di penjara sampai mati kalau tidak dapat grasi. Itulah kemudian kita menuntut ke aparat pemerintah dan ishlah itu kita artikan penyelesaian hubungan nilai, ishlah itu kita ambil dari Al Quran dan sunah rasul.

Selama masa sidang ada delik-delik hukum yang memang sengaja ditampilkan supaya terjadi pembenaran untuk melegalitas orang Lam-pung ini ditahan. Banyak sekali bukan dalam sidang saja, sejak dari pemeriksaan mereka mengarahkan seakan akan tujuan kita itu mendiri-kan Negara Islam pada hal itu cita cita kemudian kita ingin mengganti ideologi pancasila yang mereka paksakan. Terhadap sikap demikian kami hanya menjawab dengan iman yang memang kami yakini kebenaran Islam dan pancasila memang harus diganti, jadi kami tidak menolak tuduhan itu memang kenyataan cita cita kami dan niat kami begitu.58

Hubungan dengan kawan-kawan yang lain setelah kasus Lampung, baik masalah ada perbedaan wajar-wajar saja masing-masing sudah dewasa harus menentukan sikap sendiri-sendiri yaitu tadi dibesar-besar-kan orang ada perpecahan dan sebagainya, Fauzi Isman kira, kita bebas memilih ke mana. Selama dipenjara yang dikerjakan dengan napi yang lain, Fauzi Isman mengajar ngaji dan membina permasalahan keluarga mereka supaya tidak ada persoalan- persoalan dengan petugas di penjara dan selama di penjara, Fauzi Isman mendapatkan haq cipta dari hasil karya Fauzi Isman untuk mempelajari membaca dan menulis Quran. Haq cipta No 016796 Kotak Kataba Belajar Membaca dan Menulis Quran. Selama ini orang bisa membaca quran tapi dia tidak kenal huruf.

Masalah pembinaan napi, kita diangkat sebagai pemuka agama oleh pihak LP karena membantu pihak LP di bidang pembinan rohani mereka, jadi pada waktu itu kita disediakan ruangan mushola yang waktu itu kita perjuangkan, karena napi itu bisa sholat dalam sehari 4 kali kecuali subuh karena pintu sel belum dibuka dan dari situ kami punya kesimpulan bahwa kebanyakan mereka masuk penjara itu salah satu faktornya karena mereka belum pernah mendapat siraman rohani. Contoh ada yang habis kencing langsung sholat, tidak istinja’ lagi.

Dikabarkan melalui berbagai media massa soal gerakan jamaah Warsidi yang tidak mengenal Islam, mereka diwarnai PKI. Selama di dalam tahanan Fauzi Isman lihat, tokoh-tokoh komunis yakin dengan komunisnya daripada Islamnya. Fauzi Isman mengatakan begini karena pernah satu blok dengan tokoh pemuda rakyat Kusno. Juga bekas sekreta-risnya Aidit, Iskandar Seberjo. Kemudian bekas anggota biro khusus Pak Asep Suryaman, kolonel Latief. Fauzi Isman melihat walaupun mereka sudah di penjara selama berpuluh-tahun dan mereka diancam hukuman mati tidak ada kepastian kapan mereka akan bebas, ibarat menanti kema-tian mereka berpuluh tahun tetap yakin dengan kebenaran komunisnya.

Fauzi Isman lihat gerakan lainnya, sama memiliki basis perguruan tinggi59 misalkan kasus

Imron, Imron sendiri lulusan Universitas King Abdul Azis dengan Luqman Samrah, Ahmad Yani dari UNISBA, Ir Army dosen Unpad bahwa pada umumnya gerakan Islam dimotori oleh aktifis kampus yang memiliki basis intelektual pendidikan yang cukup tinggi. Cuma memang selama ini memang tidak pernah diungkap jadi hanya diberitakan militansi dan sikap ekstrimnya, sikap ekstrim itu sendiri lahir akibat tekanan yang cukup represif dari aparat. Jadi itu lahir sebagai sikap reaktif bahwa kita tidak mau ditindas.

Lampung itu sendiri penyelesaiannya pada waktu itu perbedaan kita dengan Kontras, Munir ingin membawa pada penyelesaian hukum sedangkan memakai proses hukum yang mayoritas terbukti membunuh pratu Budi harus dilihat konteknya mengapa mereka membunuh Pratu Budi hal itu ada latar belakang politik. Karena itu Fauzi Isman melihat ishlah itu adalah penyelesaian politik perbedaannya di situ. Pemikiran kami begini, jangan terpaku kepada kejadian di masa lalu kita semua tahu kejadian itu adalah musibah politik dan ishlah bukan menutupi masalah Lampung karena salah satu syarat terjadinya ishlah harus ada klarifikasi persoalan, cuma dalam penyelesaian kita lebih berorientasi kepada perbaikan supaya kejadian di masa lalu jangan terulang kembali. Ishlah inilah yang ditawarkan oleh Rasul ketika futuh Mekkah, tidak pernah Rasul itu menyatakan Abu Sofyan itu penjahat perang, padahal perang Badar, Uhud dia yang memprovokasi, tapi rasul memaafkan karena Rasul lebih melihat ke depan bukan ke belakang tapi klarifikasi persoalan tetap ada. Inilah perbedaan antara ishlah dan yang sekarang digembar- gemborkan oleh para lawyer dan LBH melalui hukum itu nilai moralnya. Cuma saja oleh Pak Hendro ditafsirkan lain, ishlah itu hanya dijadikan sekedar penyelesaian politik untuk kepentingan politik. Dalam hal ini untuk meredam isu yang mendiskreditkan dia, makanya konsepsi ishlah yang murni tak bisa jalan, karena ada saja salah satu pihak dari orang yang berishlah niatnya karena tidak karena Allah, ishlah itu tidak bisa jalan.

Target ishlah hanya membebaskan teman-teman seperjuangan dalam berbagai kasus politik dari penjara.60 Adapun pelanggaran HAM tahun 1999 ke bawah tidak tercakup dalam Perpu itu,

diajukan ke DPR lagi untuk dibahas yang intinya harus berlaku surut. Konsekwensi dari perpu itu otomatis Priok, Lampung pelaku pelanggaran HAM harus diadili.

Kenyataannya sekarang banyak orang menggunakan ishlah terlepas dari penafsiran pribadi masing-masing, mereka tentang ishlah tapi minimal sebagai konsep sospol, jadi dikenal oleh publik. Walaupun Fauzi Isman sadar ketika ishlah itu dicetuskan, waktu itu Yani Wahid ngobrol dengan AM Fatwa yang mempertemukan dengan Pak Hendro dan komentar AM Fatwa bahwa

Ishlah memang bagus tapi tidak populer dalam kondisi sekarang ini jawaban politis dan

diplomatis tapi kami mengambil resiko tidak populer, karena lebih menonjolkan kebaikan dan kebajikannya. Tidak populernya begini waktu itu arus menuntut Komnas HAM, sehinga pada waktu itu balas dendam adalah perbuatan mulia, dan memaafkan suatu perbuatan dosa adalah suatu akhlak tercela. Esensi ishlah itu memberi maaf ini dianggap nilai tercela ini yang harus dijelaskan kemudi-an bercampur aduk. Alhamdulillah kami dengar sekarang lagi mencoba ishlah dalam kasus Tanjung Priok dan yang lainnya termasuk konteks Ambon juga begitu. Di sinilah diperlukannya konsep ishlah itu, kalau kita masing-masing mengungkit kesalahan tidak selesai