• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENYOAL FILM KOMEDI INDONESIA

B. Meneroka Film Komedi Indonesia Terdahulu

1. Film-Film Komedi Nya Abbas Akup

Kepentingan saya membahas film-film Nya Abbas Akup bukan karena

menimbang „kebesaran‟ orangnya. Said menyebutnya “tukang ejek nomor wahid”54

. Sementara itu, Lubish menggelarinya “Bapak Film Komedi

Indonesia”. 55 Pada FFI tahun 1991, ia diberi penghargaan sebagai sutradara

yang konsisten membuat film komedi.56

Meskipun demikian, bukan pencapaiannyalah yang hendak saya gembar-gemborkan. Apa yang menjadi perhatian saya yakni bagaimana film

komedi yang dipuja sebagai komedi yang tak sekadar untuk ber-ha-ha-hi-hi.

Nya Abbas Akup disebut-sebut berhasil „memperalat‟ komedi untuk

menyuarakan kritik-kritik sosial. Dengan demikian, ditinjau dari perspektif ini film komedi tak selalu menjadikan ketawa-ketiwi sebagai tujuan. Kadang ia hanyalah jalan untuk menyampaikan sesuatu yang lain. Meskipun tak dapat pula dipastikan apakah penonton melihat benar hasil kerjanya sebagai kritik atau hanya sekadar hiburan. Mengingat, film-film Nya Abbas juga sukses secara komersial.

Pertanyaannya kemudian, kritik sosial macam apakah yang dibangun Nya Abbas Akup melalui komedinya? Said berulang-ulang menegaskan bahwa film-film Nya Abbas Akup berbeda karena ia mengangkat kisah-kisah yang

„nyata‟ adanya. Katakanlah kisah-kisah yang dikerjakannya begitu

„membumi‟. Ia tidak mengarang cerita yang sepenuhnya fiktif.

Tokoh-tokohnya dengan gampang dapat ditemui entah itu di jalanan, gedongan,

atau bahkan kantoran. Tiga Buronan (1957) mengisahkan tentang sekawanan

bandit. Lalu, Inem Pelayan Seksi (1976) menokohkan seorang „babu‟. Boneka

dari Indiana (1990) menceritakan kehidupan keluarga pengusaha. Bing

54

Said, Salim. 1991. Pantulan Layar Putih: Film Indonesia dalam Kritik dan Komentar. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta, hal: 221

55

Lubish, Ismail Fahmi dalam tulisannya tertanggal 5 Februari 2011 (Sumber: http://indonesiancinematheque.blogspot.com, diakses tanggal 11 Juli 2011)

56

Slamet Koboi Cengeng (1974) meski koboi-nya produk „impor‟ namun kelakuan dan kegemarannya terasa begitu „Indonesia‟.57

Lebih lanjut Said mengamati Nya Abbas Akup dalam film-filmnya

seakan-akan „menelanjangi‟ kepalsuan yang lazim dilakukan orang-orang.

Meskipun demikian, ia tetap menempatkan orang yang diejeknya sebagai

„manusia‟. Manusia yang sedapatnya bisa berbuat „salah‟. Namun, bukan berarti Nya Abbas adalah seorang penganjur moralitas normatif. Poinnya bahwa dia menggambarkan orang tidak secara kontras hitam dan putih.

Orang-orang itu berada di wilayah abu-abu. Sebetapapun „kriminalnya‟, ia

tetap tak meninggalkan sisi-sisi kemanusiaannya.58

Tokoh „manusia biasa‟ ini salah satunya digambarkan dalam film Tiga Buronan (1957)59. Film ini disebut Said “film komedi terbaik yang pernah

dibuat dinegeri kita”.60 Film ini mengisahkan tiga jagoan yang sering

membuat onar di sebuah desa. Bandit tersebut diketuai Mat Codet (Bing Slamet). Ia digambarkan sebagai sosok yang galak dan garang. Namun, tidak berarti ia tidak bisa jatuh cinta. Dia jatuh hati pada anak salah seorang korbannya. Di akhir cerita, Mat Codet menyerahkan diri pada polisi.

“Ternyata, ia cuma manusia biasa yang takut mati.”61

Apabila Tiga Buronan dipuji Said segi kualitas dan keutuhan ceritanya,

jika berbicara tentang kelarisan, maka Bing Slamet Koboi Cengeng (1974)

adalah jawaranya. Berdasarkan data Perfin, film ini menduduki peringkat teratas film terlaris di tahun 1974. Selain itu juga menempati urutan ke-12 sebagai film yang paling banyak ditonton dalam kurun waktu 21 tahun (1973

57

Said, Salim. 1991. Op.cit., hal: 221 – 222 58

Ibid, hal: 221 59

Film ini adalah salah satu fim Nya Abbas yang bermasalah dengan badan sensor. Alasan yang diberikan waktu itu bahwa Tiga Buronan dapat menstimulir kejahatan di pedesaan. Soemardjono dalam sidang pleno BSF memberikan pembelaan dengan menyatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak sedemikian bodohnya sehingga akan menelan mentah-mentah film komedi macam ini. Film ini pun lantas dapat diedarkan, dan tak ada laporan ‘kerusuhan’ yang timbul akibat terinspirasi film ini. (Kristanto, J.B. Op.cit.)

60

Said, Salim. 1991. Op.cit., hal: 227 61

– 1994).62 Said menilai Bing Slamet Koboi Cengeng menampakkan nuansa

humor yang berbeda ketimbang Tiga Buronan (1957) atau Matt Dower

(1969). Nya Abbas dianggapnya bermain di „wilayah yang aman‟. “Film ini,

meskipun ada juga menyentil dosa di masyarakat (uang suap, amplop),

pamrih „pendidikannya‟ tidak menonjol, selain propaganda buat ha, ha, ha.”63 Analisis berbeda diberikan Suwardi yang masih menemui muatan kritik sosial yang sarat dalam film tersebut. Sindiran yang muncul dari film ini diantaranya

mempersoalkan uang semir dan perkara nyawa yang dihargai murah.64

Film lain yang juga beroleh sukses komersial luar biasa yakni Inem

Pelayan Seksi (1976).65 Menampilkan Doris Callebaute sebagai bintang utama, film ini disambung-sambung ceritanya hingga 3 sekuel.

Masing-masing Inem Pelayan Seksi II (1977) dan Inem Pelayan Seksi III (1977).

Selain itu, serial televisinya juga diproduksi di tahun 1998. Dua puluh tahun

setelah masa edarnya, film ini masih menyisakan „kharisma‟. Fenomenal adalah kata yang cukup mewakili untuk film Nya Abbas yang satu ini.

Lelucon tentang jongos atau babu memang sudah bukan barang baru

dijadikan bahan melucu. Dewan Film Nasional mencatat bahwa kacung

merupakan ciri khas pementasan tonil Melayu yang populer tahun 1920-an hingga 1930-an. Tokoh ini dihadirkan khusus untuk menimbulkan gelak tawa,

khususnya ketika situasi sedang serius-seriusnya.66 Adapun lelucon jenis ini

masih dipakai dan mendominasi film komedi tahun 50-an.67 Sungguhpun

demikian, lawakan Nya Abbas jauh berbeda dari sekadar lelucon babu. Ia

62

Data ini khusus untuk penonton di wilayah Jakarta saja. Bing Slamet Koboi Cengeng membukukan 530.013 penonton, selisih 169.269 dari film Pengkhianatan G-30-S PKI (Arifien C. Noer, 1982) yang berada di urutan teratas. (Sumber: http://filmindonesia.or.id, 18 November 2011).

63

Said, Salim. 1991. Op.cit., hal: 224 64

Suwardi, Harun. Op.cit., hal: 136 65

Film ini merupakan film terlaris I di Jakarta tahun 1977. Selain itu juga menyabet Piala Antemas pada Festival Film Indonesia tahun 1978 (Sumber: Kristanto, J.B. Op.cit., hal: 144)

66

Suwardi, Harun. Op.cit., hal: 42 67

menggunakan si babu ini untuk mengkritik perilaku tuannya. Inilah yang

menjadi tema sentral dalam film Inem Pelayan Seksi.

Gambar 2.1. Gambar sampul VCD Inem Pelayan Seksi68

Meskipun kritik dan sindiran tajam menjadi perhatian utama dalam film-film Nya Abbas Akup, agaknya bukan perkara ini lah yang membuatnya begitu disukai penonton. Nya Abbas pandai menyelipkan anasir lain yang sanggup meraih perhatian orang banyak. Unsur tersebut yakninya seks dan

erotisme. Soemardjono yang menjadi editor film Tikungan Maut (Nya Abbas

Akup, 1966) menyebutkan ia diminta Nya Abbas melambatkan (slow motion)

adegan wanita yang sedang membuka pakaiannya. “Adegan serupa ini

memang hobinya,” terang Soemardjono.69

Parade perempuan cantik dan menggairahkan diperhatikan Said

merupakan salah satu ciri khas film-film komedi Nya Abbas.70 Marselli

Sumarno berargumen bahwa hal ini memang disengaja untuk menyeimbangi

„humor kelas tinggi‟ yang ditampilkannya.71 Pola ini tidak ditemui dalam film

komedi besutan Usmar Ismail. Namun, akan tampak secara menyolok

68

Sumber: http://id.wikipedia.org/, 18 November 2011 69

Sumber: http://indonesiancinematheque.blogspot.com, 11 Juli 2011) 70

Said, Salim. 1991. Op.cit., hal: 222 71

Marselli Sumarno menyebut film-film Nya Abbas Akup sebagai film komedi dengan “humor yang tinggi”, yaitu jenis humor yang mendasarkan pada kritik sosial. (Sumber: http://indonesiancinematheque.blogspot.com, 11 Juli 2011)

diantaranya dalam film-film komedi Warkop tahun 80 hingga 90-an (bahkan dapat dijumpai dalam film-film komedi dasawarsa 2000-an).