• Tidak ada hasil yang ditemukan

NO. TAHUN JUMLAH PRODUKSI FILM Depbudpar Film Indonesia

D. Melirik Produksi Quickie Express

2. Para ‘Banci Tampil’ Itu

Quickie Express sebagaimana sempat saya singgung di Bab I sangat mungkin menjadi sebuah film yang super lucu. Dua bintang utamanya kala itu

sedang ngetop-ngetopnya lewat serial komedi televisi Extravaganza. Mereka

adalah Tora Sudiro dan Aming. Tora Sudiro selain tenar sebagai aktor layar lebar, juga dikenal sebagai komedian. Film layar lebar pertamanya yakni Tragedi arahan Rudi Soedjarwo. Namun baru ketika membintangi film Arisan! namanya mulai dikenal luas. Melalui film ini pula ia memperoleh Piala Citra sebagai aktor Pemeran Utama terbaik di ajang Festival Film Indonesia tahun

203 “Joko Anwar: Saya tak ingin membodohi masyarakat” tanggal 16 Januari 2009 (Sumber: http://www.tempointeraktif.com, 26 Juli 2011)

204

2004. Selanjutnya, tahun 2005 dan 2006 berturut-turut ia keluar sebagai

aktor terfavorit dan memenangi piala Panasonic Award.205

Beberapa film yang juga dibintangi Tora kemudian antara lain: Dunia

D, Janji Joni (Joko Anwar, 2005), Banyu Biru (Teddy Soeriaatmadja, 2005), Ekspedisi Madewa (Franklin Darmadi, 2006), Quickie Express (Dimas

Djayadiningrat, 2007), D'bijis (Rako Prijanto, 2007), Naga Bonar (Jadi) 2

(Deddy Mizwar, 2007), Otomatis Romantis (Guntur Soeharjanto, 2008),

Namaku Dick (Teddy Soeriaatmadja, 2008), Tri Mas Getir (Rako Prijanto,

2008), Cinlok (Guntur Soeharjanto, 2008), Wakil Rakyat (Monty Tiwa, 2009),

Benci Disko (Rako Prijanto, 2009), Krazy Crazy Krezy (Rako Prijanto, 2009) dan Preman In Love (Rako Prijanto, 2009). Kalau diperhatikan dari sekian

banyak film yang dibintanginya itu, kebanyakan bernuansa komedi.206

Berikutnya, Aming Sugandhi (berperan sebagai Marley). Aming dalam Extravaganza terkenal sering memerankan karakter perempuan. Film layar

lebar yang dibintanginya antara lain: Janji Joni (Joko Anwar, 2005), Get

Married II (Hanung Bramantyo & Iqbal Rais, 2007), Quickie Express (Dimas

Djayadiningrat, 2007), Doa Yang Mengancam (Hanung Bramantyo, 2008) dan

Gara-Gara Bola (Agasyah Karim & Khalid Kashogi, 2008). Film Aming yang

lebih baru, Madame X (Lucky Kuswandi, 2010), kembali menempatkan Aming

sebagai banci. Adam, karakter yang dimainkannya adalah seorang penata

rambut kemayu sekaligus superhero yang menjadi penyelamat dari amukan

Kanjeng Badai yang terkenal dengan politik homofobianya.207

Apabila Tora maupun Aming dekat dengan karakter kocak, lain halnya dengan Lukman Sardi (berperan sebagai Piktor). Ia sanggup memerankan

beragam peran dan karakter. The Jakarta Post menyebutnya aktor dengan

205 Ibid. 206 Ibid. 207

banyak muka.208 Putra Idris Sardi kelahiran 14 Juli 1971 ini sudah bermain film semenjak kanak. Tercatat ada 7 film yang dibintanginya kala itu. Namun,

dunia ini ditinggalkannya begitu saja untuk fokus pada pendidikannya.209

Baru pada tahun 2005 ia kembali terjun ke dunia akting lewat film

garapan Miles Production, Gie (Riri Riza, 2004). Hanya dalam kurun waktu 5

tahun kemudian, ia sudah bermain dalam 18 film. Dia memerankan apa saja.

Mulai dari sopir bajaj dalam Naga Bonar Jadi 2 (Deddy Mizwar, 2007), gigolo

dalam Quickie Express (Dimas Djayadiningrat, 2007), agen kawin kontrak

dalam Kawin Kontrak (Ody C. Harahap, 2008), preman dalam 9 Naga (Rudi

Soedjarwo, 2006), seorang suami yang mempoligami isterinya dalam Berbagi

Suami (Nia Dinata, 2006), dan di lain waktu memerankan K.H. Ahmad Dahlan

dalam film Hanung Bramantyo, Sang Pencerah (2009). Beberapa

penghargaan yang diterimanya dalam bidang akting antara lain: Best Actor di

ajang Bali International Film Festival 2006 dan Pemeran Pembantu Pria

Terbaik pada ajang Indonesian Movie Awards tahun 2009.210

Tio Pakusadewo (berperan sebagai Mateo) dapat dibilang aktor kawakan. Pria kelahiran 2 September 1963 ini pernah bermain dalam film Catatan Si Boy II (Nasri Cheppy, 1988), Adikku Kekasihku (Wim Umboh,

1989) dan Boleh-Boleh Aja (Hadi Poernomo, 1990). Meskipun demikian,

adalah film garapan Garin Nugroho tahun 1990, Cinta Dalam Sepotong Roti

yang melejitkan namanya. Dalam film berikutnya, Lagu Untuk Seruni (Labbes

Widar, 1991), ia dinobatkan sebagai aktor terbaik dalam Festival Film Indonesia. Berhubung kondisi perfilman nasional yang sedang terpuruk, ia

pun menghilang. Bibir Mer (Arifin C. Noer, 1992) merupakan film terakhir

yang dibintanginya di periode ini.

208 Lukman Sardi: Actors with many faces” dalam The Jakarta Post tanggal 8 Agustus 2008 (Sumber: http://www.thejakartapost.com, 26 Juli 2011

209

Sumber: http://www.kapanlagi.com, 26 Juli 2011 210

Ia kembali terjun ke dunia akting 12 tahun kemudian lewat film Virgin (Hanny R Saputra, 2004). Setelah itu, berturut-turut ia membintangi film-film

sbb: Berbagi Suami (Nia Dinata, 2006), Legenda Sundel Bolong (Hanung

Bramantyo, 2007), Lantai 13 (Helfy CH Kardit, 2007), Quickie Express (Dimas

Djayadiningrat, 2007), Susahnya Jadi Perawan (2008), Oh Baby (Cassandra

Massardi, 2008), Lastri (Eros Djarot, 2008), Pintu Terlarang (Joko Anwar,

2009), Jagad X Code (Herwin Novianto, 2009), Identitas (Aria Kusumadewa,

2009), Alangkah Lucunya (Negeri Ini) (Deddy Mizar, 2010) dan yang terbaru

Tebus (Muhammad Yusuf, 2011). Kembalinya Tio kali ini membuatnya

kebanjiran penghargaan. Tahun 2006 ia didapuk sebagai Most Favorite

Supportive Actor dalam MTV Indonesia Movie Awards lewat film Berbagi Suami. Sementara itu di ajang Indonesia Movie Award 2008, ia dinobatkan

sebagai Pemeran Pembantu Pria Terbaik lewat film komedi Quickie Express.

Lewat Identitas, ia berhasil meraih predikat Pemain Utama Pria Terbaik dalam

Festival Film Indonesia 2009.211

Aktor yang lebih senior daripada Tio, yakni Rudy Wowor (berperan sebagai Jan Pieter). Pria kelahiran Amsterdam, 3 Februari 1949 ini sudah bermain film sejak era 70-an. Soal peran, ia lekat dengan karakter-karakter

antagonis. Film-filmnya yang terkenal antara lain: Impian Perawan (Wahab

Abdi, 1976), Aladin (Sisworo Gautama, 1980), Tjoet Nja' Dhien (Eros Djarot,

1986) dan Soerabaija '45 (Imam Tantowi, 1990). Melalui film Tjoet Nja' Dhien

kepiawaiannya di bidang akting diakui dengan dinominasikannya sebagai Aktor Pendukung Terbaik dalam Festival Film Indonesia 1988. Selain jago di akting, ia juga terkenal sebagai penari, koreografer dan instruktur tari. Ia

ditunjuk sebagai juri tetap dalam acara reality show Celebrity Dance yang

disiarkan di ANTV.212 211 Ibid. 212 Ibid.

Apabila mengamati sederetan pemain yang ambil bagian dalam Quickie Express, komposisinya dapat dibilang cukup unik. Darmawan

menilainya dari susunan trio gigolo yang diperankan Tora Sudiro, Aming

Sugandhi, dan Lukman Sardi. Sementara Tora dan Aming dapat

dikelompokkan dalam jenis personality actor (aktor yang tak bisa berperan

selain sebagai dirinya sendiri) malah disatukan dengan aktor watak macam

Lukman Sardi. Bila memang pure untuk konyol-konyolan, “Kenapa tak

sekalian memasang Indra Birawa saja dalam trio Quickie Express ini?” tanya

Darmawan.213

Adapun aktor watak lain yang dipakai Quickie Express yakni Tio

Pakusadewo dan Rudy Wowor. Kedua aktor „gaek‟ ini sudah tak diragukan lagi

kemampuan aktingnya. Khusus untuk Tio, Darmawan214 berulang-ulang kali

menyebutkan Tio sebagai “salah satu aktor terbaik”. Tio juga dinilai sukses

memerankan Mateo, bagaimana seorang begundal dapat mengalami yang namanya cemburu dan patah hati. Rudy pun berhasil berperan sebagai mafia

yang awalnya garang menjadi „tak berdaya‟ di hadapan kekasihnya. Yang

menariknya lagi, Rudy yang dikenal dengan peran antagonisnya dalam Quickie Express menampilkan ekspresi yang jauh dari bengis dan kejam.

E. Tinjauan

Sudah berpanjang-panjang saya menulis, dimulai dari uraian mendasar tentang pengertian film komedi beserta ragam dan jenisnya.

Berdasarkan kategori yang telah ada itu, Quickie Express dapat dimasukkan

dalam bentuk komedi pahit dengan bubuhan slapstik di sana sini. Lalu,

penjelasan diteruskan dengan merunut kembali film-film komedi yang

diperkirakan bermula dari Karnadi Anemer Bangkong (G. Krugers, 1930)

213

Ibid. 214

hingga dasawarsa 2000, tentulah ada beberapa perubahan. Meskipun tak

dapat pula dimaknai sebagai sebuah „kemajuan‟. Era-era sebelum 50-an,

yang disebut Biran sebagai „masa percobaan‟,215 film komedi juga masih

mencari „bentuk‟. Baru setelah sukses Krisis (Usmar Ismail, 1953) film komedi

mulai berjaya. Puncaknya terjadi di era 70 – 80-an. Pada dekade tersebut,

Nya Abbas Akup yang kerap didaulat sebagai bapak film komedi Indonesia

menghasilkan karya-karyanya. Salah satu yang terkenal yaitu Inem Pelayan

Seksi tahun 1976. Di samping itu, grup-grup lawak juga bermunculan, mulai dari Kwartet Jaya hingga Warkop DKI yang melegenda di periode 80-90-an.

Meski sama-sama masuk dalam kategori film komedi, film-film komedi Nya Abbas Akup dan yang diperankan oleh Warkop DKI dimaknai secara berbeda. Film-film Nya Abbas Akup, walau kerap mengeksploitasi keseksian tubuh pemain wanitanya, dianggap sebagai komedi yang berbobot karena kritik sosial yang diusungnya. Sementara, film-film Warkop DKI yang lekat dengan tampilan perempuan-perempuan berbikini, malah dicap sebagai film komedi rendahan. Maka, walau sukses dari segi komersial, film-film Warkop malah jeblok dari segi penghargaan.

Seiring situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil, memasuki paruh 90-an, film komedi menciut untuk kemudian bergairah kembali di penghujung dasawarsa 2000. Di masa ini pulalah, film komedi tampil dengan kemasan

„lebih dewasa‟. Tradisi komedi kemaluan ini tepatnya diawali dari tahun 2007

salah satunya lewat Quickie Express, dan diteruskan oleh film-film sejenis

seperti XL: Extra Large (Monty Tiwa, 2008), Kawin Kontrak (Ody C. Harahap,

2008), Mas Suka Masukin Aja (Rully Manna, 2008) serta yang lebih baru

Susah Jaga Keperawanan di Jakarta/Urbany Sexy (Joko Nugroho, 2010). Film-film tersebut tak hanya sekadar mengangkat hal-hal intim semisal seks dan organ vital, namun juga mengemasnya dengan berbagai ragam olok-olok

215

yang bisa jadi stereotipikal, konyol, dan memalukan. Walaupun humor-humor semacam itu sudah didapati di era-nya Warkop DKI, namun kemasannya

sudah tidak lagi dianggap „kampungan‟, malah disebutnya „humor kota‟.

Untuk selanjutnya, saya menyarankan pembedaan terhadap film Quickie Express. Tidak karena ia diproduksi Kalyana Shira Films yang dikenal konsisten menghasilkan film-film berkualitas sekaligus komersil. Tidak pula karena menimbang aktor pendukungnya yang terkenal piawai dalam

mengolah peran. Namun, pertimbangannya bahwa Quickie Express menandai

pembabakan baru dalam film-film komedi Indonesia, yang lebih dewasa,

berani, dan seksi. Dan, yang lebih utama, Quickie Express tampak berusaha

mengeksplorasi seksualitas laki-laki yang langka didapati dalam film-film komedi terdahulu. Tidak dalam Inem Pelayan Seksi, tidak pula film-film Warkop DKI. Bagaimana persisnya laki-laki digambarkan dalam film ini saya elaborasi lebih rinci di bab-bab berikutnya.

BAB III