• Tidak ada hasil yang ditemukan

Folklor mengandung nilai budaya yang dapat dimanfaatkan

sebagai sumber pendidikan.Nilai budaya yang terkandung

dalam genre folklor merupakan pesan-pesan sebagai sumber

pengetahuan atau pendidikan bagi generasi penerus. Pada

hakikatnya genre-genre folklor merupakan bentuk ungkapan budaya yang mengandung nilai-nilai yang dapat diteladani dan

diinternalisasikan oleh generasi penerus. Sistem nilai merupakan posisi sentral dari struktur budaya suatu masyarakat. Sistem nilai merupakan fenomena dan problema dasar kehidupan manusia.

Nilai merupakan perangkat struktur dalam kehidupan

manusia. Menurut Danandjaja, nilai merupakan konsep abstrak mengenai sifat kepribadian suatu kolekif dalam menghadapi

masalah kehidupannya. Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu

yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu yang bernilai itu berari berharga dan berguna

bagi kehidupan manusia. Nilai budaya yang terdapat dalam

folklor dapat menjadi sumber yang berguna dan bernilai dalam

meningkatkan atau menambah pengetahuan siswa.

Banyak pelajaran yang bisa diambil darinilai folklor dan bisa dijadikan bahan pembelajaran dalam pranata sekolah dan pranata keluarga dalam mengatasi persoalan kehidupan sehari-hari. Folklor

memiliki nilai budaya sebagai peninggalan leluhur yang diwariskan

dari satu generasi ke generasi berikutnya. Folklor mengandung pesan-pesan yang hendak disampaikan kepada masyarakat baik

berupa makna dan fungsi, nilai dan norma maupun kearifan lokal.Menurut teori lapisan, makna dan fungsi merupakan lapisan luar (the outer layer), nilai dan norma merupakan lapisan tengah (the middle layer), dan kearifan lokal merupakan lapisan

ini (the core layer). Dalam hal ini, folklor sebagai bagian dari kebudayaan memiliki sistem makna yang dikonsepsikan tersusun

secara berlapis-lapis seperi lapisan kulit bawang. Yang tampak

di lapisan luar (the outer layer) adalah signiikasi bentuk dengan

acuannya (makna) bersama dengan fungsinya. Keika melihat ulos

sebagai bagian folklor dari daerah Tapanuli, orang dengan cepat mengatakan bahwa itu adalah kain tradisional Batak (makna) yang biasanya digunakan seperi selendang(fungsi).Di balik lapisan

luar tersebut terdapat lapisan tengah (the middle layer), yaitu

berupa nilai dan norma; nilai lazimnya menunjuk pada mana

yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk, sedangkan

mana yang dianggap salah meskipun sering juga disebut “nilai” terutama “nilai budaya” yang mengacu kepada keduanya baik tentang benar-salah maupun tentang baik-buruk.Koentjaraningrat (1983) mengatakan bahwa sistemnilai budaya adalah konsepsi yang hidup dalam alam pikiran manusia mengenai hal-hal yang

dianggap amat bernilai dalam kehidupan dan berfungsi sebagai

pedoman teringgi bagi ingkah lakunya dalam kehidupan sehari- hari.Nilai budaya digolongkan pada nilai idenitas, nilai interaksi, dan nilai visi hidup.Dengan demikian, nilai budaya yang terkandung

dalam ulos adalah nilai idenitas karena ulos itu menandai

idenitas Batak dan juga nilai interaksi karena orang Batak tahu

siapa yang berhak memberikan dan menerima ulos dalam

interaksi sosial Batak.Di balik lapisan tengah terdapat lapisan ini

(the core layer) berupa nilai yang diyakini suatu komunitas dapat

diterapkan dalam mengatasi persoalan-persoalan hidup mereka demi meningkatkan kesejahteraaan dan menciptakan kedamaian

di antara mereka.Dalam masyarakat Batak, ulos sebagai folklor,

memiliki kearifan lokal karena pembuatan, pemberian, dan penggunaan ulos mengandung nilai yang dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kedamaian pada komunitas Batak.Namun kenyataannya, isilah “nilai budaya” juga sering digunakan untuk kearifan lokal karena nilai budaya

yang diyakini dapat menata kehidupan sosial itulah yang disebut dengan kearifan lokal.

Folklor yang mengandung kearifan lokal dapat dimanfaatkan

sebagai sumber pendidikan karakter.Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan

kehidupan masyarakat. The local wisdom is the community’s

wisdom or local genius deriving from the loty value of cultural tradiion in order to manage the community’s socialorder or social life. Kearifan lokal merupakan nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. The local wisdom isthe value of local

culture having been applied to wisely manage the community’s social order and social life.

Berdasarkan uraian di atas, kearifan lokal adalah pengetahuan

asli (indigineous knowledge) atau kecerdasan lokal (local genius) suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dalam rangka mencapai kemajuan komunitas baik dalam penciptaan kedamaian maupunpeningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal itu mungkin berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal, kecerdasan lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal, norma- eika lokal, dan adat-isiadat lokal.

Dalam kenyataannya sekarang, implementasi kearifan lokal itu semakin menurun sehingga sulit ditemukan manusia, pemimpin,

dan pengambil keputusan yang bijaksana dalam melaksanakan tugasnya dalam suatu komunitas. Bahkan, pemimpin dan pengambil keputusan sama sekali idak mengetahui manfaat kearifan lokal

dalam pembangunan. Kenyataan keidaknyambungan (miss-

match) dalam berbagai program pembangunan yang terjadi di

Indonesia dianggap karena kearifan lokal idak berjalan atau idak

diperhitungkan dalam pembangunan. Program pembangunan

yang dirancang selama ini idak menjawab masalah-masalah yang dirasakan masyarakat secara langsung. Oleh karenanya, kajian,

revitalisasi, dan implementasi kearifan lokal sangat perlu dilakukan agar terbentuk manusia yang bijaksana dan pemimpin yang bisa menjadi penunjuk arah bagi program pembangunan yang benar- benar menjawab kebutuhan rakyat.

Kekurangpahaman mengenai peningnya nilai budaya merupakan faktor utama kenapa kearifan lokalnya idak mendapat perhaian dalam pembangunan. Masih ada orang yang menganggap bahwa tradisi budaya idak relevan dengan

kehidupan modern sekarang ini, padahal negara atau bangsa yang

berhasil membangun kesejahteraan rakyatnya adalah bangsa yang membangun berbasis budayanya. Sekarang ini, Cina dan Jepang masing-masing negara pertama dan keiga tersejahtera (terkaya)

peringkat dunia dan kedua negara ini membangun dengan berbasis pada budaya rakyatnya. Sering sekali pembangunan

bangsa kita dikaitkan dengan pencarian “untung” (proit), bukan

pencarian “manfaat” (beneit), padahal meskipun segala-galanya

memerlukan uang, idaklah uang segala-galanya. Kebudayaan dan kearifan lokalnya memang idak langsung memberikan untung secara ekonomis, tetapi secara perlahan-lahan kearifan lokal

sebagai warisan masa lalu itu akan memberikan manfaat untuk

peningkatan kesejahteraan dan pembentukan kedamaian rakyat

melalui karakter yang kuat generasi mudanya.

Local genius, indigenious knowledge atau local wisdom dapat

digali secara ilmiah dari produk kultural dengan interpretasiyang mendalam. Sebagai produk kultural, tradisi budaya seperi folklor

mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan

komunitas pemiliknya, misalnya sistem nilai, kepercayaan dan agama, kaidah-kaidah sosial, etos kerja, bahkan cara bagaimana

dinamika sosial itu berlangsung (Pudenia, 2003:1). Dengan

kata lain, tradisi folklorsebagai warisan leluhur mengandung kearifan lokal (local wisdom) yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan masyarakat untuk membentuk kedamaian dan

meningkatkan kesejahteraan.

Kearifan lokal dalam tradisi budaya seperi folklor terbagi atas kearifan lokal yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan dan yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian. Kearifan lokal untuk kesejahteraan itu antara lain (1) kerja keras, (2) disiplin, (3) pendidikan, (4) kesehatan, (5) gotong royong, (6) pengelolaan gender,(7)pelestarian dan kreaivitas budaya, (8) peduli

lingkungan, sedangkan kearifan lokal untuk kedamaian antara lain

(1) kesopansantunan, (2) kejujuran, (3) keseiakawanan sosial, (4) kerukunan dan penyelesaian konlik, (5) komitmen, (6) pikiran posiif, dan (7) rasa syukur.

Kearifan lokal sebagai kandungan folklor itu dapat

dimanfaatkan untuk pendidikan karakter generasi muda sehingga karakter itu berbasis budaya bangsa sebagai warisan leluhur.

Dengan demikian, diperlukan ancangan kurikulum pendidikan karakter berbasis budaya yang bahan-bahannya berasal dari

folklor.

D. Ancangan Kurikulum Pendidikan Budaya Batak