• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Hati Nurani dan Peranan Suara Hati

Dalam dokumen Etika manajemen perspektif islam (Halaman 44-47)

Fungsi hati nurani bermanfaat juga berfungsi sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk. Adapun fungsi hati nurani adalah:

1. Hati nurani berfungsi sebagai pegangan atau praturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari dan menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya.

2. Sikap kita terhadap hati nurani adalah menghormati setiap suara hati yang keluar dari hati nurani kita.

3. Mendengarkan dengan cermat dan teliti setiap bisikan hati nurani.

4. Mempertimbangkan secara masak dan dengan pikiran sehat apa yang dikatakan hati nurani.

33 5. Melaksanakan apa yang disuruh hati nurani.

Ada tiga unsur yang memberikan norma-norma kepada manusia, yaitu: masyarakat, superego, dan ideologi.

1. Masyarakat

Lembaga yang pertama adalah masyarakat, yakni semua komponen yang ada dalam masyarakat, yaitu individu, kelompok, lembaga, dan yang lainnya yang memberi pengaruh pada hidup manusia. Contoh: orang tua, sekolah, tempat kerja, negara, dan agama. Orang tua mengajarkan nilai-nilai dasar, seperti: apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang baik dan tidak baik, bagaimana cara bergaul dengan orang lain, dan nilai-nilai penting lainnya bagi kehidupan. Sekolah mendidik dan mengajarkan tentang kedisiplinan, kejujuran, ketekunan, dan sebagainya. Tempat kerja mengajarkan tentang kesetiaan, ketaatan pada pimpinan, tanggung jawab, dan sebagainya. Negara menetapkan norma-norma hukum dan peraturan yang perlu ditaati oleh warga negara, dan sebagainya. Agama mengajarkan keimanan dan kepercayaan pada pemeluknya.

Di samping itu masih ada juga pihak lain (kelompok informal seperti: kelompok sebaya dan teman-teman akrab) yang juga mengajarkan tentang bagaimana sebaiknya bersikap dan bertindak dalam menjalani kehidupan. Jadi, masyarakat dengan berbagai lembaga yang ada di dalamnya merupakan sumber orientasi moral pertama bagi manusia.

2. Superego

Superego adalah cabang moral atau cabang keadilan dari kepribadian. Superego lebih mewakili alam ideal daripada alam nyata, dan superego itu menuju arah kesempurnaan daripada kearah kenyataan atau kesenangan. Superego berkembang dari ego sebagai akibat dari perpaduan yang dialami seorang anak dari ukuran-ukuran orang tuanya mengenai apa yang baik dan salah, apa yang buruk dan bathil. Dengan memperpadukan kewibawaan moral, anak itu mengganti kewibawaan mereka dengan kewibawaan batinnya sendiri. Dengan menuangakan kekuasaan orang tuanya dalam batinnya, anak tersebut dapat menguasai kelakuannya sesuai dengan keinginan mereka, dan dengan bertindak sedemikian itu mendapat persetujuan dan mencegah kegusaran mereka. Dengan kata lain, anak itu belajar, bahwa dia bukan saja harus tunduk kepada prinsip kenyatan untuk mendapat kesenangan dan mencegah kesakitan,

34

p

tetapi ia juga harus mencoba berkelakuan sesuai dengan perintah-perintah moral dari orang tuanya. Masa yang agak panjang di mana seorang anak bergantung kepada orang tuanya membantu pembentukan superego.

Superego adalah perasaan moral spontan. Superego menyatakan diri dalam wujud perasaan malu dan bersalah yang muncul secara otomatis dalam diri manusia apabila melanggar norma-norma yang diinternalisasikan ke dalam dirinya. Perasan-perasaan tersebut tetap saja akan muncul meskipun tidak ada orang lain yang menyaksikan pelanggaran yang kita lakukan.

3. Ideologi

Ideologi adalah segala macam ajaran tentang makna kehidupan, tentang nilai-nilai dasar tentang bagaimana manusia hidup serta bertindak. Kekuatan ideology terletak pada cengkeramannya terhadap hati dan akal kita. Merangkul sebuah ideology berarti meyakini apa saja yang termuat di dalamnya dan bersedia untuk melaksanakannya. Ideologi menuntut agar orang mengesampingkan penilaiannya sendiri dan bertindak sesuai dengan ajaran ideology tersebut.

Selama manusia tidak mengalami atau mengahadapi masalah-masalah moral yang rumit, manusia dengan sendirinya akan bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini manusia dibimbing oleh superego. Namun bila berhadapan dengan persoalan moral yang kompleks, tiga lembaga normative tersebut tidak akan dapat diandalkan lagi. Di sinilah tiga lembaga normative menemukan batas wewenangnya. Manusia sendirilah yang akhirnya harus membentuk penilaian moralnya: apakah sekedar mengikuti tuntutan tiga lembaga normative yang ada atau justru memilih yang lain. Dalam situasi seperti inilah suara hati memunculkan diri. Seperti: Suara hati merupakan kesadaran moral manusia dalam situasi konkrit. Di dalam pusat kepribadian manusia, dia menyadari apa yang sebenarnya dituntut dari dirinya.

Meskipun ada banyak pihak yang menyatakan kepadanya tentang apa yang wajib dilakukan, namun di dalam hati manusia sadar bahwa akhirnya hanya dirinyalah yang tahu tentang apa yang sebaiknya dilakukan. Manusia berhak dan wajib untuk hidup sesuai

35 dengan apa yang disadari sebagai kewajiban dan tanggung jawab tersebut.

Bila secara jujur setuju dengan pendapat moral lingkungan, maka suara hati tidak akan tampak menyolok. Tapi bila hati manusia tidak dapat menyetujui sikap yang diambil oleh para panutan di sekitarnya, maka suara hati akan menyatakan diri secara tegas. Suara hati akan menyatakan diri ketika tiga lembaga normative sudah tidak mampu lagi menjawab yang memadai terhadap peroalan moral kompleks yang dialaminya.

Poedjawijanto (1990) berpendapat bahwa hati nurani memiliki beberapa peran dan bertindak sebagai berikut:

1. Index atau petunjuk; memberi petunjuk tentang baik buruknya sesuatu tindakan yang mungkin akan dilakukan seseorang.

2. Iudex atau hakim; sesudah tindakan dilakukan, kata hati menentukan baik buruknya tindakan.

3. Vindex atau penghukum; jika ternyata itu buruk, maka dikatakan dengan tegas dan berulangkali bahwa buruklah itu. Sedangkan Notonogoro berpendapat bahwa hati nurani memiliki beberapa peran dan bertindak sebagai berikut:

1. Sebelum; sebelum melakukan tindakan, hati nurani sudah memutuskan satu di antara empat hal, yaitu memerintahkan, melarang, menganjurkan, dan atau membiarkan.

2. Sesudah; sesudah melakukan tindakan, bila bermoral diberi penghargaan, bila tidak bermoral dicela, atau dihukum. Suara hati mutlak perlu diikuti.

Tuntutan suara hatui bersifat mutlak, tuntutan moral itu berlaku mutlak atau absolute, tidak bersyarat. Jadi apa yang sudah disadari melalui suara hati sebagai kewajiban, maka harus dilakukan. Kemutlakan tuntutan suara hati ini tidak lantas berarti bahwa suara hati pasti benar. Suara hati itu berdasar pada penilaian-penilaian manusia, padahal penilaian manusia itu tidak pernah pasti seratus persen.

Dalam dokumen Etika manajemen perspektif islam (Halaman 44-47)