• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Sosial Hak Cipta

TINJAUAN PERLINDUNGAN HAK EKONOMI PENCIPTA MUSIK DAN LAGU BERDASARKAN UUHC TAHUN 1997, TRIPS SERTA KONVENSI

2.1. Prinsip Umum UUHC Indonesia

2.1.3. Fungsi Sosial Hak Cipta

Pengertian fungsi sosial muncul sekitar abad 19 di Eropa, sebagai reaksi dari penerapan dan penggunaan hak milik yang terlalu mutlak dan formalitas di era keemasan perkembangan kapitalisme dan industrialism. Hak milik pada masyarakat industry menurut Sunaryati Hartono, mengandung dua aspek penting, yaitu:87

“(1) Kemampuan untuk menikmati benda atau hak yang menjadi objek hak milik.

(2) Kemampuan untuk mengawasi atau menguasai benda yang menjadi objek hak milik ity, misalnya mengalihkan hak milik itu kepada orang lain, atau untuk memusnahkannya.”

Meningkatnya industrialisasi dan kapitalisme di Eropa pada abad ke-18 tersebut, menyebabkan hak milik menjadi kunci kekuasaan dan menimbulkan pemerasan. Oleh karena itu Karl Marx menganggap, untuk mencapai masyarakat yang

87

lebih adil maka hak milik perorangan perlu dihapuskan, kecuali apabila hak itu merupakan kebutuhan esensil dan juga apabila hak milik itu diperoleh dari pendapatan dan hasil keringat sendiri, misalnya dalam bentuk ciptaan. Sebagai reaksi terhadap

Karl Marx yang komunis, muncul aliran fasafah hukum fungsional yang non-komunis.

Aliran ini menyatakan hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, yang terlepas dari manusia lain akan tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat.88 Inilah yang mengakibatkan hukum itu harus berfungsi sosial, yaitu harus mampu memenuhi kepentingan negara. Jadi hak apapun yang diakui oleh hukum mempunyai fungsi sosial. Adanya aliran hukum berfungsi sosial ini mengakibatkan baik penggunaan hak milik maupun aspek penguasaan atas benda yang menjadi objek hak milik itu, lebih dibatasi.

Di Amerika Serikat, hak-hak asasi manusia menjadi tiang penyangga UUD-nya. Hak milik di negara ini telah digerogoti (uitholling) baik melalui berbagai macam peraturan maupun yurisprudensi.89 Selanjutnya di Inggris, sejak semula diakui bahwa tidak hanya benda-benda saja, akan tetapi apa yang dapat member kenikmatan, seperti misalnya hak cipta, lisensi dan lain-lain hak yang tidak berwujud (immaterial) dapat dimiliki, akibat keharusan adanya fungsi sosial. Hak-hak ini pun mengalami pembatasan dan penggerogotan yang tidak sedikit.90

Teori fungsi sosial di Eropa dan Amerika Serikat tidak begitu saja langsung diterapkan di Indonesia.91 Hal ini karena masyarakat Indonesia memang sudah mempunyai kebudayaan asli, yaitu hidup bergotong-royong berdasarkan asas kekeluargaan. Gotong-royong berarti mendahulukan kepentingan umum. Jadi latar belakang timbulnya pengertian fungsi sosial di Indonesia berbeda dengan Eropa dan Amerika.92 Untuk dapat menggunakan teori fungsi sosial di Indonesia, maka harus diterapkan secara objektif di dalam masyarakat sampai sejauhmana kepentingan perseorangan perlu ditegakkan dan kapankah kepentingan perseorangan itu perlu dikorbankan demi kepentingan umum.

88 Ibid. hlm. 122-123 89 Ibid, hlm. 125 90

Sunaryati Hartono, Loc, Cit. 91

Ibid., hlm. 133. Fungsi sosial di Eropa dan Amerika memberi perhatian pada kepentingan umum dengan mengenyampingkan hak-hak asasi manusia.

92

Sunaryati Hartono, Loc. Cit. Fungsi sosial di Indonesia yaitu memberikan perhatian yang lebih besar pada kepentingan-kepentingan perseorangan dan hak-hak dasar atau hak-hak asasi manusia.

Di Indonesia fungsi sosial yang berkenaan dengan hak milik dijamin oleh Pasal 27 ayat (2) 1945. Oleh sebab itu pasal ini, merupakan ukuran yang penting dalam menentukan batas toleransi pnegenyampingan atau pencabutan hak milik perseorangan dan kepentingan umum. Fungsi ini kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 33 UUD 1945.

Hak cipta seperti hak milik perseorngan lainnya pun mengenal pembatasan, yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam batas dan syarat tertentu untuk ikut serta memanfaatkan suatu ciptaan. Pemanfaatan ciptaan berdasarkan pada kepentingan umum atau hak masyarakat yang membutuhkan objek hak cipta itu. Inilah yang disebut fungsi sosial dalam hak cipta. Sehubungan hal tersebut, Danis N.

Magnusson, dan Victor Nabhan mengatakan, idealnya fungsi hukum hak cipta adalah

mencapai keseimbangan antara dua kepentingan yang berbeda, yaitu:93

“(1) Memberikan akibat hukum kepada kepentingan pencipta terhadap hasil kreativitasnya;

(2) Memajukan penyebaran informasi untuk digunakan umum.”

Pengaturan lebih lanjut prinsip keseimbangan antara individu dan masyarakat tersebut terdapat dalam pasal 14, 15, 17 UUHC Tahun 1997. Pasal 14 UUHC Tahun 1997 menyatakan sebagai berikut:

“Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan maka tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:

a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah dengan ketentutan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencita;

b. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan pembelaan di dalam dan di luar pengadilan;

c. Pengambilan ciptaan pihak lain baik seluruhnya maupun sebagian guna keperluan:

1. Ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

2. Pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta.

d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra dalam huruf braile guna keperluan apara tuna netra, kecuali jika perbanyakan itu bersifat komersial;

93

Magnusson, Danis N, and Victor Nabhan, Extemptions Under the Canadian Copyright Act, Minister of Supply and Service, Ottawa, 1982, hlm. 1 dalam Sanusi Bintang, Op. Cit. hlm. 49

e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan, atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang non komersial, semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

f. Perubahan yang dilakukan atas karya arsitektur seperti ciptaan bangunan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis;

g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk diri sendiri.”

Suatu ciptaan memiliki fungsi sosial, selain melalui mekanisme pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk menikmati hasil ciptaan itu juga melalui kewajiban memberikan lisensi kepada pihak lain. Mekanisme ini dikenal dengan lisensi wajib (compulsory license), yaitu jika negara memandang perlu atau menilai suatu ciptaan sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat, negara dapat mewajibkan pemegang hak cipta bersangkutan untuk menerjemahkan atau memperbanyaknya sendiri atau pemegang hak cipta member lisensi kepada pihak lainnya untuk menerjemahkan atau memperbanyak dengan imbalan yang wajar. Dengan titik tolak pemikiran ini maka perwujudan fungsi sosial tidak semata-mata bersifat formal, tetapi dapat lebih operasional dan substantif.

Mekanisme lisensi wajib selanjutnya diatur dalam Pasal 15 UUHC Tahun 1997 sebagai berikut:

(1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan dan kegiatan penelitian dan pengembangan, sesuatu ciptaan yang dilindungi hak cipta dan selama 3 (tiga) tahun sejak diumumkannya belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia atau diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia, Pemerintah setelah mendengar Dewan Hak Cipta dapat:

a. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan tersebut di Wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;

b. Mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk member izin kepada pencipta lain untuk menerjemahkan/memperbanyak ciptaan tersebut di wilayah negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan, dalam hal pemegang hak cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau menyatakan ketidaksediaan untuk melaksanaka sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. Melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau perbanyakan ciptaan

tersebut, dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak dilaksaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan oleh pemerintah

(3) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.”

Ketentuan lisensi wajib berdasarkan kepentingan nasional terutama bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kegiatan penelitian dan pengembangannya. Pihak yang melaksanakan penerjemahan dan perbanyakan dilakukan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia di wilayah negara Republik Indonesia. Untuk keperluan itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, dan pengembangan. PP ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas SDM Indonesia. Ciptaan yang diberikan fasilitas lisensi wajib, sifatnya sangat diperlukan bagi kemajuan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan atau bagi kemajuan penelitian dan pengembangan (research and development) di Indonesia. Sampai saat ini, cakupan UUHC Tahun 1997 mengatur lisensi wajib bagi ilmu pengetahuan dan sastra, belum kepada pengaturan lisensi wajib bagi musik dan lagu.

Ketentuan lainnya yang mengatur pembatasan hak cipta adalah Pasal 17 UUHC Tahun 1997 sebagai berikut:

(1) Pengumuman suatu ciptaan melalui penyiaran radio atau televise yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk kepentingan nasional dapat dilakukan dengan tidak memerlukan izin terlebih dahulu dari pemegang hak cipta, dengan ketentuan Pemegang Hak Cipta itu diberikan ganti rugi yang layak.

(2) Badan penyiar radio atau televise yang berwenang untuk mengumumkan ciptaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), berwenang mengabadikan ciptaan itu dengan alat-alatnya sendiri dan semata-mata untuk siaran radio atau televisinya sendiri, dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya badan penyiar tersebut memberikan ganti rugi yang layak kepada pemegang hak cipta yang bersangkutan.