• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pengaturan UUHC Indonesia, Pengertian Pencipta dan Hak Cipta

TINJAUAN PERLINDUNGAN HAK EKONOMI PENCIPTA MUSIK DAN LAGU BERDASARKAN UUHC TAHUN 1997, TRIPS SERTA KONVENSI

2.1. Prinsip Umum UUHC Indonesia

2.1.1. Sejarah Pengaturan UUHC Indonesia, Pengertian Pencipta dan Hak Cipta

Berdasarkan sejarah berlakunya hukum, Indonesia bergabung ke dalam sistem hukum Eropa Kontinental, yang berasal dari tradisi hukum Romawi Jerman (Romano- Germanic). Di dalam sistem ini, sumber hukum utama adalah produk legislative berupa perundang-undangan (legislation), sedangkan sumber hukum lainnya seperti kebiasaan, putusan pengadilan (yuridisprudensi), pendapat sarjana (doktrin) dan perjanjian antar negara (traktat) berlaku sebagai pelengkap.

Sistem Eropa Kontinental mengatur HaKi terpisah dari KUH Perdata. Bidang hak cipta yang merupakan bagian HaKI, diatur tersendiri melalui undang-undang tertentu yaitu UUHC. Hal ini disebut akar hukum Eropa Kontinental mengacu pada hukum Romawi. Pemahaman mengenai benda berwujud dan benda tidak berwujud berupa hak, yaitu hak cipta dan hak oktroi masih terbatas, serta belum dikenal orang pada saat itu.65

Dalam keputusan hukum Indonesia, yang pertama dikenal adalah hak pengarang

(author right). Ketentuan ini diatur oleh Undang-undang Hak Pengarang Auterswet

1912 Stb. 1912 Nomor 600, yang berlaku berdasarkan asas konkordansi.66 Istilah hak

65

Muhammad Dhumhana dan R. Djubaedillah, Op. Cit. hlm. 22 66

Setelah Indonesia merdeka Auterswet 1912 masih terus berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yaitu “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.”

cipta pertama sekali digunakan oleh UUHC Tahun 1982. Pengertian kedua istilah ini menurut sejarah perkembangannya mempunyai perbedaan yang cukup besar.

Berikut ini diuraikan sejarah UUHC di Indonesia yang menggantikan Auterswet 1912 yang merupakan produk kolonial Belanda sebagai berikut:

(1) Dalam rangka menyempurnakan hukum telah beberapa kali diajukan Rancangan Undang-undang Hak Cipta yaitu tahun 1958, 1966 dan tahun 1971. Tidak satu pun di antaranya berhasil menjadi undang-undang. Tahun 1982 dibentuk Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta (LN 1982 Nomor 15 dan TLN No. 3217), sekaligus mencabut Auterswet

1912. Alasan pencabutannya sebagai berikut:67

a. Timbulnya suara-suara dalam masyarakat yang mensinyalir perbedaan nasib yang kurang memuaskan antara pencipta dengan orang-orang yang mempergunakan karya ciptaan ini;

b. Tidak ada suatu badan atau organisasi yang memperjuangkan hak cipta; c. Peraturan mengenai hak cipta kurang dikenal orang.

Di dalam Pertimbangan UUHC Tahun 1982 ditegaskan bahwa pembuatan undang-undang ini dimaksudkan mendorong dan melindungi pencipta, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan bangsa.

(2) Perubahan pertama atas UUHC Tahun 1982 terjadi Tahun 1987, melalui

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987. Alasan perubahan yaitu, di tengah pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional yang meningkat telah terjadi pelanggaran hak cipta, yang mencapai tingkat membahayakan, terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

67

Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya Dalam Pembangunan, Akademika Pressindo, Jakarta, 1994, hlm. 102

Penyempurnaan tersebut berupa penguatan peraturan baik berkaitan dengan substansi hukum, maupun mekanisme penegakan hukum antara lain sebagai berikut:68

a. Peningkatan ancaman hukuman;

b. Pengubahan tindak pidana aduan menjadi tindak pidana biasa;

c. Kemungkinan perampasan hasil pelanggaran hak cipta untuk negara untuk dimusnahkan;

d. Adanya hak gugat secara perdata bagi pihak yang dirugikan, juga adanya hak negara untuk menuntut secara pidana;

e. Kewenangan hakim memerintahkan penghentian kegiatan pembuatan, perbanyakan pengedaran, penyiaran dan penjualan ciptaan hasil pelanggaran sebelum putusan pengadilan;

f. Penambahan program komputer sebagai ciptaan yang dilindungi dan penghapusan paleo antropologi sebagai ciptaan yang dilindungi karena bukan ciptaan manusia;

g. Lisensi wajib berkaitan dengan penerjemahan dan perbanyakan ciptaan yang dibutuhkan atau pelaksanaan sendiri oleh negara;

h. Peningkatan jangka waktu perlindungan hak cipta.

(3) Perubahan kedua tahun 1997, melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun

1997. Konsiderans UUHC Tahun 1997 menyatakan, ikut serta Indonesia di dalam TRIPs-WTO, maka perlu mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan UUHC yang telah ada sebelumnya. Secara prinsip tidak ada perbedaan mendasar antara UUHC Tahun 1987 dengan UUHC Tahun 1997. Apa yang terdapat dalam UUHC Tahun 1987 diadopsi seluruhnya dan ditambah ketentuan baru dari sistem HaKI, yaitu standar hukum yang lebih tinggi, penegakan hukum yang lebih ketat dengan mekanisme penyelesaian perselisihan melalui panel. Oleh karena itu tidak terlalu salah jika dikatakan UUHC Tahun 1997 adalah bungkus baru dari aturan lama.69

Perubahan dalam UUHC Tahun 1997 sebagai berikut:

a. Penyempurnaan

68

Konsideran dan Penjelasan Umum UUHC Tahun 1987 69

Pengaturan ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, pengecualian terhadap hak cipta, jangka waktu perlindungan ciptaan, hak dan wewenang, menggugat dan ketentuan mengenai Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

b. Penambahan

Pengaturan penyewaan (rental right) atas rekaman video, film dan program komputer, hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights) untuk pelaku produser rekaman sewa dan lembaga penyiaran tentang lisensi hak cipta.

(4) Perubahan ketiga terjadi pada tahun 2000, yaitu RUU Tentang Hak Cipta

dan Hak yang Berkaitan Dengan Hak Cipta (selanjutnya disebut RUU). Jika dibandingkan dengan UUHC Tahun 1997, RUU ini menunjukkan perbedaan antara lain:70

a. Lingkup perlindungan ciptaan disempurnakan, yaitu karya rekaman suara dihapuskan dari ciptaan yang dilindungi, dan mendapat perlindungan pada hak yang berkaitan dengan hak cipta.

b. Kreasi intelektual database dimasukkan menjadi salah satu ciptaan yang dilindungi sebagaimana diamanatkan WIPO Copyright Treaty (WCT),

dalam hal ini Indonesia telah menandatangani perjanjian tersebut;

c. Peningkatan jangka waktu perlindungan hak cipta menjadi selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 70 (tujuh puluh tahun). Hal ini dimaksudkan memberikan iklim yang lebih menggairahkan pencipta berkreasi dan perlindungan hak cipta terhadap ahli waris pencipta yang lebih lama, di samping itu untuk menyesuaikan dengan cenderungnya kelaziman internasional yang melindungi lebih dari 50 (lima puluh tahun);

d. RUU menentukan penyelesaiannya dilakukan oleh Pengadilan Niaga, juga disediakan pilihan penyelesaian melalui Alternative Penyelesaian Sengketa seperti Arbitrase, Mediasi dan sejenisnya;

e. Sistem penetapan sementara pengadilan sebagaimana diamanatkan dalam Article 50 TRIPs, sehingga memungkinkan pencegahan lebih jauh kerugian pemegang hak, dan secara seimbang menjaga kepentingan pihak yang dikenakan penetapan sementara pengadilan;

70

f. Menetapkan ancaman pidana atas pelanggaran hak yang berkaitan dengan hak cipta. Dalam UUHC Tahun 1997 ancaman pidana tersebut berlaku secara mutatis mandis;

g. Penambahan ketentuan pidana denda maksimak dimaksudkan untuk menangkal pelanggaran hak cipta sehingga diharapkan efektivitas penindakannya akan terwujud;

h. Pembatasan waktu proses perkara di bidang hak cipta yang ditangani oleh Pengadilan Niaga. Tujuannya memberikan kepastian hukum dan mencegah berlarut-larutnya penanganan suatu perkara di bidang hak cipta yang mempunyai akibat sangat luas di bidang ekonomi dan perdagangan;

i. Penambahan ketentuan informasi manajemen elektronik dan sarana control teknologi dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam WIPO Copyright Tready (WCT).

Jika ditelusuri UUHC Tahun 1997 adalah merupakan sinkretisma antara sistem Amerika Serikat dengan Eropa Kontinental. Hal ini ditunjukkan melalui pasal-pasal yang mencerminkan pengaruh Amerika Serikat, Pasal 5 UUHC Tahun 1997 yaitu, kecuali terbukti sebaliknya yang dianggap sebagai pencipta adalah yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan, sehingga hak cipta akan nyata melalui pendaftaran. Pasal 38 C UUHC Tahun 1997 menyatakan agar dapat mempunyai akaibat hukum terhadap pihak ketiga perjanjian lisensi wajib dicatatkan di kantor Hak Cipta. Selanjutnya pasal yang mencerminkan Eropa Kontinental yaitu tentang hak moral yang diatur Pasal 24 dan 25 UUHC 1997.71 Selain hal tersebut, UUHC Tahun 1997 ternyata telah mengalami modifikasi menurut kebutuhan nasional dan internasional. Kebutuhan nasional yaitu menempatkan kreasi warisan nasional dan kebudayaannya seperti terdapat pada Pasal 10 UUHC Tahun 1997.72 Kebutuhan internasional mengikuti TRIPs-WTO dan Konvensi Bern.

Apabila dikaji, baru 18 tahun Indonesia memiliki UUHC yang merupakan produk nasionalnya sendiri (1982-2000). Keadaan tersebut menurut Insan Budi

Maulana, merupakan suatu jangka waktu yang singkat untuk dapat memberlakukan

secara efektif suatu undang-undang. Pemikiran ini dilandasi oleh karena sistem UUHC merupakan hal baru bagi rakyat Indonesia yang pemikirannya sudah terpola dengan

71

Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Paten, Merek dan Hak Cipta, Citra Aditya, Bakti, Bandung, 1997, hlm. 156.

72

sistem komunal, yaitu cara berpikir masyarakat yang tidak mengenal larangan untuk mereproduksi atau mengubah hasil karya orang lain. Keadaan yang demikian sangat bertentangan dengan masyarakat individualistik.73 Kondisi ini harus didasari oleh rakyat Indonesia, karena sebagai masyarakat internasional dan konsekuensi dari ratifikasi TRIPs-WTO, Indonesia harus menempatkan keadaan antra kepentingan nasional dan kepentingan internasional, dalam memberlakukan UUHC-nya.

2.1.1.1 Pengertian Pencipta

Dalam konteks hukum, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu penciptaan, juga orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan dan Pengumuman Resmi.74 Pengaturan pencipta musik dan lagu dalam UUHC Tahun 1997 merujuk pada pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 1 angka 1 UUHC Tahun 1997:

“Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”

Pasal 5 ayat (1) Tahun 1997:

“Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:

a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran dalam daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran pada Departemen Kehakiman seperti yang dimaksud dalam Pasal 29;

b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan.”

Pasal 6 UUHC Tahun 1997:

“Jika suatu ciptaan terdiri dari beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, maka yang dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau jika tidak ada orang itu, orang yang menghimpunnya, dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing bagian ciptaannya.”

Selanjutnya hak cipta dari ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, maka hak cipta tersebut dipegang oleh negara diatur oleh pasal-pasal sebagai berikut:

73

Insan Budi Maulana, Loc. Cit. 74

Pasal 10 UUHC Tahun 1997:

“(1) Negara memeganh hak cipta atas karya peninggalan pra sejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.

(2) a. Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya dipelihara dan dilindungi negara;

b. Negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut pada ayat (2) a terhadap luar negeri.

(3) lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

Pasal 10 A ayat (1) UUHC Tahun 1997:

“Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan belum diterbitkan, maka negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya.”

Penguasaan negara terhadap ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptanya harus didahului dengan upaya mengetahui dan menemukan pencipta yang bersangkutan. Baru setelah benar-benar diyakini bahwa ciptaan itu tidak diketahui atau tidak ditemukan penciptanya, maka hak cipta atas ciptaan tersebut ditetapkan dipegang oleh negara. Jika dikemudian hari ada pihak yang dapat membuktikan dirinya sebagai pencipta, maka negara akan menyerahkan kembali hak cipta kepada yang berhak.75

2.1.1.2. Pengertian Hak Cipta

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, istilah hak pengarang (author right) berkembang dari daratan Eropa yang menganut sistem hukum sipil, sedangkan istilah hak cipta (copyright) bermula dari negara yang menganut sistem Common

La w.76 Pengertian hak cipta pada awalnya hanya untuk menggandakan atau

memperbanyak suatu karya cipta. Istilah copyright tidak jelas siapa yang pertama

75

Penjelasan UUHC Tahun 1987 Angka 7, Pasal 10 A. 76

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op. Cit., hlm. 47-48. Pada mulanya jauh berbeda pengertian antara hak cipta (copyright) dengan hak pengarang (author right, droit d’ auter, diritto d’autore). Konsep d’auter menunjukkan keseluruhan hak-hak yang dimiliki oleh pengarang yang terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Konsep ini berkembang pesat setelah revolusi Perancis 1789. Konsep hak cipta mempunyai suatu hak alamiah (natural right) atas apa yang diciptakannya. Sistem ini dipakai di negara-negara Italia, Spanyol, Portugal dan negara-negara Amerika Latin, selain itu di Jerman, Austria dan Swiss juga memakai konsep droit d’auter ini meskipun dengan segala variasinya.

memakainya, dan tidak ada satu pun perundang-undangan yang secara jelas menggunakannya untuk pertama kali.77

Di Inggris pemakaian istilah hak cipta (copyright) pertama sekali berkembang untuk menggambarkan konsep melindungi penerbit dari tindakan penggandaan buku oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk menerbitkannya. Perlindungan diberikan bukan kepada pencipta, melainkan hanya kepada pihak penerbit. Perlindungan dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas intervestasi penerbit dalam membiayai percetakan suatu karya. Hal ini sesuai dengan landasan penekanan sistem hak cipta dalam Common La w yang mengacu pada segi ekonomi.78

Perkembangan hukum hak cipta selanjutnya bergeser lebih mengutamakan perlindungan pencipta, tidak lagi kepada penerbit. Pergeseran ini menyebabkan perlindungan tidak hanya diberikan kepada buku saja, melainkan diperluas mencakup bidang drama, musik, karya artistik, sinematographi, rekaman suara penyiaran dan lainnya.79

Perkataan hak cipta terdiri dari dua kata yaitu hak dan cipta. Kata “hak” sering dikaitkan dengan kewajiban, merupakan suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk dipergunakan atau tidak. Kata “cipta” tertuju pada hasil kreasi manusia dengan menggunakan sumber daya yang ada padanya berupa pikiran, perasaan, pengetahuan, dan pengalaman.80 Oleh karena itu hak cipta berkaitan erat dengan intelektualita manusia. Tingkat kemampuan manusia untuk menciptakan sesuatu melalui penggunaan sumber daya berbeda dan memang pada kenyataan tidak semua orang mempunyai kemampuan, pikiran dalam menghasilkan suatu produk intelektualita yang bernilai. Hal ini pula yang menyebabkan diberikan perlindungan hukum hak cipta kepada orang-orang tertentu saja yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam UUHC.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan hak dan cipta adalah:81

“Hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aaturan, dsb); kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu; Cipta adalah kesanggupan pikiran untuk mengadakan

77

Stephen M. Stewart, International Copyright and Neighboring Rights, dalam Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Loc. Cit.

78

Ibid., hlm. 48 79

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Loc. Cit. 80

Bandung Kesowo, Hak Cipta, Paten, Merek, Pengaturan, Pemahaman dan

Pelaksanaannya, Jakarta, Yayasan Pusat Pengkajian Hukum, 1993, hlm. 10.

81

sesuatu; angan-angan yang kreatif. Dijelaskan lebih lanjut hak cipta adalah hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi undang-undang (seperti hak cipta dalam mengubah musik).”

Pengertian hak cipta menurut Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah adalah sebagai berikut:82

“Hak alam yang mempunyai prinsip bersifat absolute yang melindungi hak pencipta selama hidup pencipta dan beberapa tahun setelahnya”.

Sebagai hak absolut maka hak cipta pada dasarnya dapat dipertahankan terhadap siapapun, yang mempunyai hak itu dapat menuntut setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lain.83 Adanya hak absolut pada hak cipta menimbulkan kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati hak tersebut.