• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Hak Cipta

TINJAUAN PERLINDUNGAN HAK EKONOMI PENCIPTA MUSIK DAN LAGU BERDASARKAN UUHC TAHUN 1997, TRIPS SERTA KONVENSI

2.1. Prinsip Umum UUHC Indonesia

2.1.2. Sifat Hak Cipta

Hak Cipta memiliki sifat-sifat sebagaimana diatur dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 UUHC Tahun 1997 sebagai berikut:

(1) Eksklusif dan mutlak

Sifat ini hanya ada pada pencipta atau pemegang hak cipta dan dapat dipertahankan terhadap siap pun. Penjabaran dari sifat tersebut menyebubkan pencipta atau pemegang hak cipta mempunyai hak monopoli, yaitu melarang siapa pun tanpa persetuuannya untuk mengumumkan, memperbanyak atau menggunakan ciptaan tersebut dengan tujuan mencari keuntungan. Meskipun hak cipta dinilai bersifat individualistik karena melegitimasi budaya monopoli yang tidak sejalan dengan prinsip gotong-royong dan demokrasi ekonomi sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, namun kenyataan tersebut harus dilihat secara utuh. Hal ini karena hukum hak cipta juga mengatur prinsip keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Dalam UUHC Tahun 1997 ketentuan ini diatur melalui pasal-pasal mengenai “Pembatasan hak cipta” (fungsi sosial). Berlandaskan pemahaman tersebut, seyogyanya pandangan negatif yang menganggap

82

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op. Cit. hlm. 55. 83

hukum hak cipta terlalu mengakomodasi konsep monopoli dapat dihindarkan. Adanya karakteristik sifat monopoli yang dimiliki HaKI khususnya hak cipta, jika dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka ditemukan sifat kompromi antara kedua cabang hukum ini, yaitu mengakui monopoli dalam hak cipta tetapi hanya sampai batas tertentu.84 Dengan demikian meskipun hukum hak cipta membenarkan monopoli, namun tidak semua aturan main dalam monopoli dan persaingan sehat dapat dilanggar oleh pencipta, karena monopoli dibatasi oleh fungsi sosial dan ciptaan tersebut tidak ditujukan untuk mengganggu ketertiban umum.

(2) Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak Immateril;

Pernyataan ini disebabkan pada Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUHC Tahun 1982. Sebagai benda bergerak ia dapat beralih dan dialihkan85 seharusnya atau sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negara atau berdasarkan perjanjian (Pasal 3 ayat (2) UUHC Tahun 1982).

Lebih lanjut dalam Penjelasan UUHC tersebut ditegaskan, apabila hak cipta itu dialihkan maka perjanjian itu harus dilakukan dengan akta, berdasrkan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang tersebut dalam akta itu. Berdasarkan ketentuan tersebut hak cipta tidak dapt dialihkan secara lisan, melainkan harus tertulis melalui akta otentik atau akta di bawah tangan, namun hal ini dikecualikan terhadap peralihan hak cipta karena “warisan”. Peralalihan hak secara warisan terjadi secara otomatis tanpa memerlukan akta terlebih dahulu, sebab pewaris yang sudah

84

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 16 Bentuk kompromi ini dapat dilihat pada BAB IX tentang Ketentuan

Lain, Pasal 50 sub b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu “Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah: Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industry, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.”

85

Eddy Darnian, Op. Cit. hlm. 198. Hak cipta “beralih” berarti pencipta bersikap pasif karena tanpa melakukan tindakan hukum apapun, hak cipta suatu musik dan lagu misalnya dengan sendirinya berpidah karena pewarisan kepada ahli waris atau negara jika pencipta tidak mempunyai ahli waris. Hak

cipta “dialihkan” berarti pencipta bersikap aktif karena pencipta melakukan tindakan hukum berupa,

mengalihkan hak ekonomi pencipta atas suatu ciptaan baik sebagian atau seluruhnya kepada pemegang hak cipta berdasarkan perjanjian atau menghibahkan hak cipta atas suatu ciptaan kepada seseorang yang harus dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan; tidak dapat dilakukan secara lisan.

meninggal dunia tidak mungkin dapat membuat akta peralihan hak cipta kepada ahli warisnya.

Hukum Inggris sama halnya dengan UUHC Tahun 1997 yang menyatakan hak cipta sebagai benda bergerak. Hal ini diutarakan oleh R. S. Sim dan

D.M.M. Scott sebagai berikut:86

“ Many foreign systems of la w adopt the logical classification into immovable property (such as land and houses) and movable property (all classification remains overshadowed by the influence of the forms of action, so the division of property is in the first place, between real property, and personal property. …Another word for personal property is “ chatterls.” …It is therefore customary to divide personal property into two categories, “ chattels real” i.e. leasehold, and “ chattels personal” i.e. all other chattels. … There are two types of chattels personal. These are “ choses in possession” and “ choses in action.” Choses in posession, the physical things that can be touched and if necessary handed to someone by bodily delivery. Animals, clothes, furniture and cars are examples of this class. Choses in action, the things that may be owned but which have no physical existence. A debt is the typical example of a chose in action. A debt is a thing. If a debt is owned to a person the thing he has is a right to be paid. Although a debt has no bodily existence it has a real value to a creditor who can use it to secure payment from the debtor by acourt action. … Other examples of choses in action are patents (rights to a monopoly of the production of something), copyrights (rights to monopoly of the reproduction of such things as books, songs and films), trade marks…”

Dari pendapat tersebut ditegaskan, hak cipta dalam hukum Inggris termasuk ke dalam bernda bergerak (chattel personal), yang dapat dimiliki tanpa kehadiran fisik” adalah kepemilikan “hak cipta” yang bendanya tidak dapat disentuh atau nyata, seperti halnya seseorang yang memiliki benda bergerak berwujud, contohnya binatang, mobil dan sebagainya. Dengan demikian hak cipta adalah suatu benda yang tidak dapat dilihat fisiknya, namun mempunyai nilai ekonomi bagi pemiliknya dan menimbulkan hak monopoli untuk memproduksi kembali ciptaannya.

(3) Tidak dapat disita

86

Sim R. S. dan Scott D. M.M., “A” Level English Law, third Edition, Butterworth & Co. Ltd, London, 1970., hlm. 121-124.

Terhadap hak cipta yang dimiliki oleh pencipta baik yang sudah diumumkan maupun yang belum maka setelah pencipta meninggal dunia, ciptaan itu menjadi milih ahli warisnya atau penerima wasiat. Selanjutnya ciptaan itu tidak dapat disita oleh pihak manapun. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 4 UUHC Tahun 1997. Alasan hak cipta tidak dapat disita karena ciptaan bersifat pribadi dan melekat pada pencipta. Oleh karena itu hak pribadi tidak dapat disita oleh pihak lain. Apabila pencipta sebagai pemilik hak atau pemegang hak cipta yang berwenang menguasai hak cipta melakukan pelanggaran hukum atau mengganggu ketertiban umum, maka yang dapat dihukum adalah perbuatan pemilik atau pemegang hak cipta. Jika perbuatan tersebut diancam dengan hukuman, maka hukuman itu tidak mengenai hak ciptanya. Hal ini berarti hak cipta tidak dapat disita atau dirampas atau dilenyapkan, yang dapat disita atau dirampas atau dilenyapkan itu adalah hasil ciptaannya.