• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian TRIPs-WTO

TINJAUAN PERLINDUNGAN HAK EKONOMI PENCIPTA MUSIK DAN LAGU BERDASARKAN UUHC TAHUN 1997, TRIPS SERTA KONVENSI

2.3. Konvensi International yang Berkaitan dengan Perlindungan Hak Cipta dan Ketentuan TRIPs-WTO

2.3.5. Perjanjian TRIPs-WTO

Bagi negara-negara maju, TRIPs-WTO mengatur sistem disiplin pelaksanaan peraturan yang lebih efektif, potensial, dan menjanjikan untuk menangani pelanggaran HaKI di negara-negara berkembang. Masuknya masalah HaKI dalam TRIPs-WTO

156

WIPO, Op. Cit. hlm. 46 157

Sanusi Bintang, Op. Cit., hlm. 71 158

berarti HaKI sudah menjadi salah satu isu perdagangan internasional, bukan lagi hanya sebagai masalah intern hukum nasional. Argumentasi negara-negara maju mengaitkan HaKI dengan perdagangan internasional menurut Sanusi Bintang karena, perlindungan HaKI yang ketat akan mengurangi hambatan-hambatan perdanganan (trade barriers), yang merupakan tujuan dari perjanjian multilaral TRIPs-WTO. Pelanggaran HaKI dianggap sebagai suatu bentuk proteksionisme.159

Semula masuknya HaKI ke dalam agenda perudingan GATT-WTO putaran Uruguay ditentang oleh negara-negara berkembang yang diprakarsai oleh Brazil dan India. Menurut mereka WIPO yang paling tahu mengenai masalah-masalah HaKI, karena pengalamannya dalam mengurus soal-soal ini. WIPO dianggap lebih mampu daripada GATT-WTO, perbedaan kepentingan antara negara maju dengan negara berkembang terletak bukan pada perlu tidaknya perlindungan HaKI, tetapi pada standard dan ruang lingkup perlindungan, yang ditimbulkan oleh berbedanya tingkat kebutuhan masing-masing negara. Negara maju, menginginkan standar yang lebih tinggi karena keperluannya untuk melindungi industry-industrinya yang dalam beroperasi sangat bergantung pada sumber daya manusia dan teknologi, yang merupakan keunggulan kompetitif mereka dari negara-negara berkembang. Keunggulan kompetitif inilah yang akan dijadikan sebagai sumber kekuatan pasar.

Kenyataan seperti ini menurut Sanusi Bintang adalah sebagai berikut:160

“Bagi negara berkembang perlindungan HaKI dengan standar tinggi dan ruang lingkup yang luas seperti sekarang akan lebih menguntungkan negara-negara maju, karena sebagian besar HaKI dikuasai atau dimiliki oleh mereka.”

Tampaknya argumentasi negara maju lebih kuat, ditambah dengan mekanisme pengambilan keputusan dalam perundingan TRIPs-WTO yang menguntungkan negara maju. Pendekatan yang mirip dengan “ take it or leave it”, dan tidak adanya kesamaan

159

Sanusi Bintang, Op. Cit., hlm. 72 160

persepsi di antara negara-negara berkembang sendiri mengenai tingkat peraturan HaKI telah membuat posisinya lemah. Mengomentari hal ini Bambang Kesowo mengatakan, “Akhirnya perjanjian TRIPs-WTO ditandatangani dengan negara maju sebagai pemenangnya”.161

Masuknya HaKI dalam sistem TRIPs-WTO akan membawa dampak terhadap masa depan eksistemsi WIPO, kiranya WIPO perlu tetap dipertahankan karena masih diperlukan. Saat ini perlu diperhatikan pembagian tugas yang jelas antra WIPO dengan TRIPs-WTO yang ditangani oleh The Council for TRIPs. WIPO karena pengalaman dan keahliannya dapat diserahkan tugas-tugas administasi konvensi internasional tentang HaKI dan memasyarakatkannya di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang. Adapun The Council for TRIPs dapat diberikan tugas pengawasan pelaksanaan peraturan-peraturan HaKI yang dihasilkan perundingan TRIPs-WTO.

Meerhagaege dalam A.F. Ely Erawati mengatakan tujuan dari TRIPs-WTO

adalah:162

(1) Mewujudkan sistem perdagangan internasional yang stabil dan transparan; (2) Melaksanakan liberalisasi perdangangan internasional; dan

(3) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan manusia.”

Untuk mencapai tujuan tersebut TRIPs-WTO berfungsi sebagai berikut:163 (1) Perangkat hukum internasional yang mengatur sistem dan mekanisme

perdagangan internasional;

(2) Forum negoisasi antar bangsa untuk mewujudkan liberalisasi perdagangan internasional; dan

(3) Forum konsultasi dan penyelesaian sengketa perdagangan internasional antar negara anggotanya”.

Ada lima prinsip yang dimiliki TRIPs yang tertuang dalam Bab I Pasal 1 sampai dengan Pasal 8 TRIPs yaitu:

161

Bambang Kesowo dalam Sanusi Bintang, Loc. Cit. 162

A.F. Elly Erawati, “Sistem dan Mekanisme Perdagangan Internasional”, Pro Justitia, Vol. 4 1994, hlm. 87-112.

163

(1) Prinsip Free to Determine

Prinsip yang memberikan kebebasan kepda anggotanya untuk menentukan cara-cara yang dianggap sesuai untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam TRIPs ke dalam sistam dan praktek hukum nasionalnya. Negara anggota dapat menerapkan sistem perlindungan yang lebih luas dari yang diwajibkan TRIPs sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persetujuan ini, (Pasal 1 TRIPs). Ketentuan seperti ini secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa pengaturan mengenai HaKI dalam persetujuan TRIPs hanyalah menyangkut masalah-masalah pokok secara global, sedangkan pengaturan secara spesifik diserahkan sepenuhnya kepada negara anggota.

(2) Prinsip Intellectual Property Convention

Ketentuan yang mengharuskan negara anggotanya menyesuaikan peraturan perundang-undangannya dengan berbagai konvensi internasional di bidang HaKI, \khususnya Konvensi Paris, Konvensi Bern, Konvensi Roma, Integrated Circuits, (Pasal 2 ayat (2) TRIPs).

(3) Prinsip National Treatment

Ketentuan yang mengharuskan anggotanya memberikan perlindungan HaKI yang sama antara warga negaranya sendiri dengan warga negara anggota lainnya, (Pasal 3 ayat (1) TRIPs). Prinsip perlakuan sama ini tidak hanya berlaku bagi warga negara perseorangan, tetapi juga untuk badan-badan hukum.

(4) Prinsip Most-Favoured-Nation-Treatment

Ketentuan yang mengharuskan anggotanya memberikan perlindungan HaKI yang sama terhadap seluruh anggotanya, (Pasal 4 TRIPs). Ketentuan ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya perlakuan diskriminasi suatu negara

terhadap negara lainnya dalam memberikan perlindungan HaKI. Setiap negara anggota diharuskan memberi perlakuan yang sama terhadap anggota lainnya.

(5) Prinsip Exhaution

Ketentuan yang mengharuskan anggotanya, di dalam menyelesaikan sengketa, untuk tidak menggunakan satu ketentuan pun di dalam persetujuan TRIPs sebagai alasan tidak optimalnya pengaturan HaKI di dalam negara mereka (Pasal 6 TRIPs). Ketentuan ini berkaitan erat dengan masalah sengketa yang mungkin timbul di antara para anggotanya. Menyangkut prosedur penyelesaian sengketa, maka hal ini diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang berada di bawah Multilateral Trade Organization (MTO). Organisasi yang pembentukannya disepakati dalam paket persetujuan GATT dengan tugas sebagai pengelola TRIPs. Pengawasan pelaksanaan TRIPs, dilakukan oleh Dewan TRIPs (TRIPs Council) yang secara structural merupakan bagian dari WTO.

Jika WIPO tidak dapat memaksakan negara anggotanya untuk mematuhi peraturan yang digariskan dalam konvensinya, maka berbeda halnya dengan TRIPs. Menyangkut hak cipta TRIPs mewajibkan negara anggotanya terikat dengan Konvensi Bern sebagaimana diatur dalam pasal-pasal sebagai berikut:

Pasal 2 ayat (2) TRIPs tentang Intellectual Property Convention:

“ Nothing in Parts I to IV of this Agreement shall derogate from existing obligations that members may have to each other under the Paris Convention, the Berbe Convention, the Rome Convention and the Treaty on Intellectual Property inRespect of Integrate Circuits.”

Pasal 3 ayat (1) TRIPs tentang National Treatment:

“ Each Member shall accord to the nationals of other Members treatment no less favourable than that it accords to its own nationals with rega rd to the protection of intellectual property, subject to the exceptions already provided n, respectively, the Paris Convention (1967), the Berne Convention (1971), the Rome Convention or the Treaty on Intellectual Property in Respect of Integrated Circuits. In respect of performers, producers of phonograms and

broadcasting organizations, this obligation only a pplies in respect of the rights provided under this Agreement.”

Selanjutnya Pasal 9 ayat (1) TRIPs mengatur kewajiban anggota untuk melaksanakan Pasal 1 sampai dengan Pasal 21 Konvensi Bern yaitu, “ Members shall comply with Articles 1 through 21 of the Berne Convention (1971) and the Appendix

thereto” .

TRIPs tidak mengatur hak ekonomi pencipta musik dan lagu. Selanjuntya TRIPs menyebut hak ekonomi dengan hak eksklusif (exclusive right). Ketentuan ini lebih lanjut diatur oleh Pasal 13 TRIPs sebagai berikut:

“ Members shall confine limitations or exceptions to exclusive rights to certain special cases which do not conflict with a normal exploitation of the work and do not unreasonably prejudice the legitimate interest of the right holder.”

Berdasarkan pasal-pasal yang telah diuraikan di atas maka perlindungan hak ekonomi pencipta musik dan lagu merujuk pada Konvensi Bern.

BAB V