• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Moral Pencipta dalam UUHC Tahun 1997

TINJAUAN PERLINDUNGAN HAK EKONOMI PENCIPTA MUSIK DAN LAGU BERDASARKAN UUHC TAHUN 1997, TRIPS SERTA KONVENSI

2.1. Prinsip Umum UUHC Indonesia

2.1.5. Hak Moral Pencipta dalam UUHC Tahun 1997

Hak moral (moral right) merupakan manifestasi dari pengakuan manusia terhadap hasil karya orang lain yang sifatnya non-ekonomi.104 Hak ini diberikan untuk menjaga nama baik atau reputasi pencipta sebagai wujud lain terhadap pengakuan hasil karya intelektualnya. Penghargaan terhadap hak moral tidak dapat dinilai dengan uang,

101

Eddy Darnian Op. Cit. hlm. 113., dan lihat juga pembahasan oleh David I. Bainbridge. Op. Cit. hlm. 65. Dalam masalah pengalihan hak ini dalam bahasa asing dikenal dua istilah yaitu “transfer” dan “assignment”. Transfer mengacu pada pengalihan yang berupa/berisikan pelepasan hak kepada pihak lain. Pengalihan itu dapat berupa pewarisan, hibah, wasiat ataupun karena perjanjian jual beli. Assignment mengacu pada pengalihan yang berisikan pemberian persetujuan atau izin untuk memanfaatkan dalam jangka waktu tertentu. Biasanya assignment dalam bentuk perjanjian lisensi.

102

Dalam UUHC tahun 1997 mengenai istilah penyerahan digunakan dalam beberapa pasal yaitu Pasal 23, “…Pencipta telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain..” Pasal 24 ayat (2) b, “… Dalam hal pencipta telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain,…” dan Pasal 25 ayat (1) “Hak cipta suatu hasil ciptaan tetap ada di tangan pencipta selama pembeli hasil ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak ciptanya.”

103

Eddy Darnian, Op. Cit. hlm. 114. 104

tetapi berwujud pemberian kekuasaan atai wewemamg tertentu kepada pencipta untuk melakukan sesuatu apabila ada orang lain melanggarnya. Konsep hak moral berasal dari sistem hukum continental, yaitu Perancis dan Jerman. Negara-negara tersebut menurut David I. Bainbridge membagi doktrin hak-hak moral (moral rights) ke dalam empat komponen yaitu:105

(1) Hak mengumumkan/mengemukakan (the right of publication);

(2) Hak paternity (the right of paternity), hak untuk tetap dicantumkan namanya.

(3) Hak integritas (the right of integrity) hak pencipta untuk melarang pihak lain mengubah atau memodifikasi terhadap karya ciptanya.

(4) Hak atribusi (attributed right) hak yang diberikan kepada pencipta untuk menentukan apakah ia ingin mengidentifikasi karyanya, atau karya itu diipublikasikan dengan nama samara atau nama lainnya.

Konvensi Bern revisi Roma 1929 mengatur hak moral pada Pasal 6 bis.106 Hal ini terus disempurnakan pada revisi Brussel dengan menambahkan adanya keharusan syarat orisinalitas pada suatu ciptaan dan pada revisi Stockholm menambahkan ketentuan tentang jangka waktu hak moral tersebut. Pada pasal 6 bis ayat (2) Konvensi Bern menentukan, perlindungan hak moral sama dengan lamanya perlindungan hak cipta. Selain dalam Konvensi Bern hak moral juga diatur dalam Pasal 27 ayat (2)

Declaration of Human Right 1948.107

Konsep hak moral Eropa Kontinental tidak ditemukan dalam UUHC Amerika Serikat. Konsep yang dianut Amerika apabila suatu karya telah dialihkan kepada pihak lain atau dilisensikan, maka pengalihan itu dapat diberlakukan secara mutlak tanpa mencantumkan suatu persyaratann yang tetap memberi hak kepada penciptanya. Jika barang ini dijual maka pencipta tidak mempunyai hak apapun untuk mendikte pembeli hak.108

UUHC Tahun 1997, tidak menyebutkan pasal-pasal yang mengatur mengenai hak moral secara tegas, sama halnya dengan pengaturan pasal-pasal mengenai hak ekonomi. Pasal-pasal mengenai hak moral seperti di bawah ini.

Pasal 4 UUHC Tahun 1997 adalah sebagai berikut:

105

David I. Bainbridge, Op. Cit., hlm. 87, lihat juga Insan Budi Maulana, Op. Cit. hlm. 155. 106

Hak moral yang diatur Pasal 6 Bis Konvensi Bern “1). Klaim atas hak kepengarangannya, 2). Keberatan atas modifikasi tertentu dan aksi lainnya yang bertentangan”.

107

Supra, BAB I. 108

“Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta demikian pula hak cipta yang tidak diumumkan yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, tidak dapat disita.”

Pasal 24 UUHC Tahun 1997 adalah sebagai berikut:

“(1) Pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

a. tidak diperbolehkan mengadakan perubahan suatu ciptaan kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya

b. dalam hal pencipta telah menyerahkan hak ciptanya kepada orang lain, selama penciptanya msih hidup diperlukan persetujuannya untuk mengadakan perubahan termaksud dan apabila pencipta telah meninggal dunia, izin dari ahli warisnya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul ciptaannya, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.

(3) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan kepatuhan dalam masyarakat”.

Pasal 25 UUHC Tahun 1997 adalah sebagai berikut:

“(1) Hak cipta suatu hasil ciptaan tetap ada di tangan pencipta selama kepada pembeli hasil ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak ciptanya.

(2) Hak cipta yang dijual untuk seluruhnya atau sebagiannya tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.

(3) Dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atau sesuatu ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang terdahulu memperoleh hak cipta itu.”

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut dan Penjelasan Pasal 4 serta Penjelasan Pasal 25 UUHC Tahun 1997 diketahui bahwa hak moral tidak dapat dialihkan.109 Selanjutnya dalam pasal 24 UUHC Tahun 1997 menimbulkan penafsiran bahwa dalam beberapa hal yang dimaksud pasal tersebut, hak moral dapat beralih kepada ahli warisnya (secara pasif melakukan tindakan hukum) jika pencipta telah meninggal dunia, kecuali terhadap pencantuman nama pencipta atau nama samara pencipta yang masih melekat pada pencipta. Pemberlakuan Pasal 24 UUHC Tahun 1997 harus memperhatikan pasal 28A UUHC Tahun 1997 yang melindungi pencantuman dan perubahan nama atau nama samara tanpa batas waktu.110 Adapun bunyi selengkapnya Pasal 28A UUHC Tahun 1997 sebagai berikut:

109

Penjelasan Pasal 4 UUHC Tahun 1997 yaitu “Sifat ciptaan adalah pribadi dan manunggal dengan pencipta.” Selanjutnya Penjelasan Pasal 25 UUHC Tahun 1997 yaitu “Sifat manunggal hak cipta dengan penciptanya

110

Penjelasan Pasal 28A UUHC Tahun 1997, “…..Untuk menegaskan bahwa hak pencipta untuk dicantumkan nama atau identitasnya, termasuk nama samara pada karya yang diciptakannya berlangsung selama jangka waktu perlindungan hak cipta bagi karya tersebut.

“Jangka waktu perlindungan bagi hak pencipta sebagaimana dimaksud dalam: a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu;

b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsung jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran pencipta.”

Selanjutnya perbedaan antara hak ekonomi dan hak moral menurut Abdul

Kadir Muhammad yaitu:111

“Hak moral adalah hak yang melindungi pribadi atau reputasi pencipta. Hak moral melekat pada pribadi pencipta. Apabila hak ekonomi dapat dialihkan kepada pihak lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari penciptanya karena bersifat pribadi dan kekal.”

Senada dengan pendapat tersebut Eddy Damian menjelaskan:112

“Pencipta mempunyai hak-hak yang dinamakan hak moral dan hak ekonomi (hak eksploitasi). Kedua hak ini mempunyai kedudukan yang sejajar. Yang dinamakan hak moral tidak dapat dialihkan kepada pihak lain dan tetap beradapada pencipta. Hak ekonomi adalah hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan dapat dialihkan kepada pihak lain jika pencipta tidak akan mengeksploitasinya sendiri.”

Uraian hak ekonomi dan hak moral Pencipta lebih lanjut seperti dijelaskan pada diagram sebagai berikut:113

Diagram. 2. Dua Macam Hak Pencipta, Hak Ekonomi dan Hak Moral

Sumber: Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungannya Terhadap Buku Serta Perjanjian Penerbitannya.

111

Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit. hlm. 437. 112

Eddy Darnian, Op. Cit. hlm. 112. 113 Ibid. hlm. 63 Hak Pencipta Hak Ekonomi (Dapat dialihkan) Hak Ekonomi (Tidak Dapat dialihkan)

Hak melarang Melakukan Perubahan isi Ciptaan Hak melarang Melakukan Perubahan Judul Ciptaan Hak melarang Melakukan Perubahan Nama Pencipta Hak Melakukan Perubahan Ciptaan Hak untuk mengumumkan Hak untuk memperbanyak Hak Ekonomi (Dapat dialihkan) Hak Ekonomi (Tidak Dapat dialihkan)

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah mendukung pendapat di atas,

selanjutnya mengatakan:114

“Pemilikan hak ekonomi dapat dipindahkan kepada pihak lain, tetapi hak moralnya tetap tidak terpisahkan dari penciptanya. Hak moral merupakan hak khusus serta kekal yang dimiliki pencipta atas hasil ciptaannya, dan hak itu tidak dipisahkan dari penciptanya.”

“ Article 6 bis Berne Convention does not expressly deal with the question as to whether these moral rights are assignable or inalienable. It has been suggested that the strongly personal nature of the droit moral indicates that the rights a re inalienable anda that they can only be exercised by the author, or by his personal representatibes after his death assuming that the moral rights are still in force after the death of the author. Alienability aside, the question a s to whether the moral rights set out in the Berne Convention can be waived also arises. Again, it has been suggested that it should be possible for authors to waive thir rights, and that such waivers should bind their succesors in title.”

Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa, meskipun hak moral itu melekat pada pencipta, namun ada kemungkinan pencipta melepaskan hak moralnya (aktif melakukan tindakan hukum) selanjutnya ahli waris terikat dengan ketentuan yang dibuat oleh pencipta tersebut.