• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.2. Metode Pelaksanaan Kajian

Model ekonometrika yang dibangun menjelaskan suatu pola perilaku hubungan antarvariabel yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih variabel pengganggu dari berbagai wilayah (Intriligator, 1978). Selain itu, model ekonometrika menjelaskan hubungan antara variabel penjelas dan variabel bebas yang memenuhi kriteria teori ekonomi, uji statsitik dan kriteria ekonometrika (Koutsoyiannis, 1977). Dengan pertimbangan tersebut, studi penyusunan model keterkaitan regional diawali dengan suatu pemahaman tentang fenomena perekonomian nasional yang saling terkait dan saling berpengaruh dengan perekonomian wilayah. Dari pemahaman pola keterkaitan perekonomain nasional dan wilayah kemudian dilakukan spesifikasi dan formulasi model sesuai dengan sistem perekonomian yang aktual.

Model yang disusun tersebut kemudian diestimasi dengan menggunakan teknik estimasi yang paling sesuai sehingga memberikan hasil estimasi yang terbaik. Tahap berikutnya adalah evaluasi untuk mengetahui kesesuaian model tersebut baik melalui uji teoritis maupun uji statistik sehingga dapat digunakan untuk meramalkan perubahan variabel perekonomian nasional dan wilayah mulai dari tahun 2008 sampai dengan 2014. Tahap terakhir adalah melakukan simulasi kebijakan.Tahapan membangun model diawali dengan suatu pemahaman terhadap struktur perekonomian nasional yang terdiri dari berbagai struktur perekonomian wilayah yang saling terkait. Spesifikasi model dilakukan dengan memformulasikan model yang paling sesuai dengan sistem atau fenomena aktual yang diabstraksikan. Setelah model dispesifikasikan atau diformulasikan, selanjutnya model diestimasi dengan menggunakan teknik estimasi yang paling sesuai, sehingga memberikan hasil estimasi yang terbaik. Tahap berikutnya adalah evaluasi untuk mengetahui apakah model tersebut secara teoritis bermakna dan secara kuantitatif memuaskan. Jika hal ini terlah terpenuhi maka akan dilakukan peramalan variabel endeogen dari tahun 2006 sampai dengan 2014. Tahap terakhir adalah melakukan simulasi kebijakan.

3.2.1. Identifikasi Model

Indentifikasi model ditentukan atas dasar “order condition” sebagai syarat keharusan dan “rank condition” sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh:

(K - M) > (G - 1) dimana:

K = Total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined. M = Jumlah peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam persamaan G = Total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi sebagai berikut.

( K – M ) > ( G – 1 ) = persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified) (K – M ) = ( G – 1 ) = persamaan dinyatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified), dan (K – M ) < (G – 1 ) = persamaan dinyatakan tidak teridentifikasi (unidentified).

Hasil identifikasi untuk setiap persamaan struktural harus teridentiifkasi secara tepat (exactly identified atau overidentified). Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan itu tidak teridentifikasi. Oleh karena itu, dalam proses identifikasi diperlukan suatu syarat rank condition yang menyatakan bahwa suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Dari hasil identifikasi berdasarkan kriteria order condition, persamaan struktural yang berada dalam model keterkaitan regional termasuk over identified.

3.2.2. Metode Pendugaan Model

Metode pendugaan model yang digunakan dalam studi adalah 2SLS dengan pertimbangan bahwa penerapan 2SLS menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode Three Stage Least Squares (3SLS) dan metode Full Information Maximum Likehood (FIML) memerlukan informsi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan pengukuran maupun kesalahan spesifikasi model (Gujarati, 1999). Selain itu, uji statistik F digunakan untuk mengetahui atau menguji perilaku variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen pada setiap persamaan, dan uji statistik t digunakan untuk menguji perilaku masing-masing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen.

3.2.3 Validasi Model

Validasi nilai pendugaan model ekonometrika dalam penelitian ini menggunakan kriteria statistic Root Means Square Error (RMSE), (Root Means Percent Square Error (RMSPE) dan Theil’s Inequality Coefficient (U) (Pindyck and Rubinfield, 1991). Kriteria-kriteria dirumuskan sebagai berikut:

(16)

(17)

(18)

dimana:

= nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi = nilai aktual variabel observasi

Statistik RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai variable endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur nilai-nilai aktualnya dalam ukuran relatif (persen), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Sedangkan nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model dalam simulasi dan peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Model ekonometrika disebut sempurna atau valid apabila U=0 dan tidak valid apabila U=1. Pada dasarnya nilai RMSPE dan U-Theil’s yang semakin keci, serta nilai R² yang makin menunjukkan bahwa pendugaan model semakin baik.

3.2.4 Simulasi Model

Simulai model keterkaitan regional dilakukan berdasarkan hasil estimasi dan uji statistik terhadap variabel yang digunakan dalam model ini. Simulasi dilakukan dengan memperhatikan dua skenario pertumbuhan ekonomi wilayah. Skenario 1 adalah percepatan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen untuk setiap provinsi yang berada di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Skenario ini dipilih dengan pertimbangan bahwa pembangunan di wilayah tersebut relatif tertinggal dibanding provinsi-provinsi di Jawa-Bali dan Sumatera Skenario 2 adalah percepatan pembangunan sebesar 5 persen untuk setiap provinsi yang mempunyai rata-rata pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari rata-rata nasional. Dari dua skenario tersebut lalu dilakukan simulasi terhadap perubahan indikator ekonomi wilayah, yaitu pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, kemiskinan, upah, neraca perdagangan dan net migrasi. 3.3. Data

Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder hasil publikasi BPS dengan rentang waktu dari tahun 1975 sampai 2006, meliputi: jumlah tenaga kerja, angkatan kerja, upah, PDRB sektor, investasi, pengangguran, tingkat inflasi, dan ekspor tiap provinsi. Variabel harga dideflasi dengan indeks harga sesuai dengan indeks harga masing-masing dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari pengaruh inflasi sehingga harga nominal yang diperoleh secara langsung dapat menjadi harga riil.

4. HASIL KAJIAN DAN ANALISIS

4.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Keterkaitan Regional

Hasil pendugaan model keterkaitan regional dalam kajian ini cukup baik yang ditunjukan oleh sebagian besar persamaan perilaku (1.530 persamaan) dari model yang dibangun memilki nilai koefisien determinasi (R²) berkisar 0.3 – 0.99. Sementara hanya terdapat 12 persamaan perilaku dengan nilai R2 0.30-0.40 Hal ini menunjukkan bahwa secara umum peubah-peubah penjelas yang ada dalam persamaan perilaku mampu menjelaskan dengan baik peubah endogen.

Nilai statistik uji F umumnya tinggi dengan nilai lebih besar dari 12.15 yang berarti bahwa variasi dari variabel penjelas dalam setiap persamaan perilaku secara bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik variasi variabel endogen pada taraf α = 0.0001 dan 0.0128. Di samping itu, setiap persamaan struktural mempunyai besaran parameter dan tanda sesuai dengan harapan dan cukup logis dari sudut pandang teori ekonomi. Namun, masih terdapat beberapa variabel penjelas yang tidak sesuai dengan harapan, tetapi tidak signifikan secara statistik.

Hasil statistik-t yang diperoleh menunjukkan bahwa ada beberapa peubah penjelas yang tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata terhadap peubah endogennya pada taraf α=0.05. Dalam studi ini taraf α yang digunakan cukup fleksibel yaitu dengan taraf α = 0.15.

Berdasarkan hasil uji statistik durbin-watson (dw) sejumlah persamaan mengalami masalah serial korelasi dan beberapa persamaan yang tidak terdeteksi serial korelasinya. Terlepas dari ada tidaknya masalah serial korelasi yang serius, Pindyck dan Rubinfeld (1991) membuktikan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi. Oleh karena itu, hasil pendugaan model dalam kajian ini dinyatakan representatif dalam menggambarkan fenomena keterkaitan regional.

4.2. Hasil Validasi Model

Validasi dilakukan untuk menguji ketepatan model sesuai dengan yang kriteria goodness of fit statistics dengan menggunakan statistik U-Theil yang bernilai antara 0 dan 1. Model disebut sempurna atau valid apabila U=0, dan tidak valid apabila U=1. Statistik bias portion digunakan untuk menguji error sistematis dengan nilai yang ideal adalah nol. Statistik Covariance portion digunakan untuk mengukur random error dengan nilai ideal adalah satu yang mengindikasikan bahwa error simulasi berfluktuasi secara acak.

Berdasarkan persamaan struktural nilai U-Theil dari model keterkaitan regional di atas 0.5. Sleain itu, nilai bias portion masih mendekati nol yang mengindikasikan bahwa tidak terdapat error sistematis. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, maka model dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk proses simulasi dan peramalan.

4.3. Hasil Proyeksi Bererapa Variabel Indikator Ekonomi Makro

Hasil proyeksi PDRB dari tahun 2008-2014 terlihat bahwa nilai PDRB tertinggi masih dimiliki oleh pulau Jawa dan Bali, kemudian diikuti oleh pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Pulau Nusa Tenggara. Hal ini membutikan dominasi Jawa-Bali dan Sumatera dalam perekonomian nasional.

Dari segi pengangguran, pertumbuhan PDRB yang cukup tinggi belum mampu mengatasi masalah pengangguran di Jawa dan Bali. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk dan adanya arus migrasi yang besar ke pulau tersebut.

Dengan tingginya jumlah pengangguran yang ada di pulau Jawa dan Bali, yang mengindikasikan juga tingkat penggangguran juga, pulau Jawa dan Bali menempati posisi pertama, diikuti oleh pulau Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan pula Nusa Tenggara.

4.4. Skenario Kebijakan

Skenario kebijakan yang dilakukan dalam kajian ini ditentukan secara arbitrary, yaitu (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi provinai-peovinai di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua (Kawasan Timur Indonesia) sebesar 5 persen, dan (2) peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen untuk seluruh provinsi yang termasuk di bawah rata-rata PDRB nasional. Berikut ini adalah uraian tentang hasil simulasi.

4.4.1. Skenario 1: Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia

Berdasarkan Skenario 1: peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% yang dilakukan untuk semua provinsi di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, hasil simulasi menunjukkan bahwa kenaikan tersebut berdampak positif terhadap penurunan jumlah pengangguran sebesar 3.11% sebagai akibat meningkatnya permintaan tenaga kerja. Selain itu, kenaikan PDRB juga berdampak pada meningkatnya upah sebesar 9.78% yang diikuti dengan kenaikan harga atau inflasi sebesar 2.95%. Dari hasil simulasi diketahui bahwa kenaikan upah (9.78%) lebih besar daripada kenaikan inflasi (2.95%) sehingga upah riil yang diterima masyarakat meningkat. Kenaikan daya beli masyarakat menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan atau berkurangnya angka kemiskinan. Selanjutnya kenaikan PDRB juga diikuti oleh peningkatan volume ekspor dan meningkatnya neraca perdagangannya. Hasil simulasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.