• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN UMKM UNTUK MEMPERKUAT DAYA SAING PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

3. Hasil Analisis dan Pembahasan 1Pengertian UMKM

Pengertian usaha mikro menurut Keputusan Menteri Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003 adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp 50 juta. Pengertian usaha mikro kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM yaitu: usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.

Pengertian Usaha Kecil menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 milyar per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta. Pengertian usaha kecil kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2008, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang

memenuhi kriteria usaha kecil. Usaha kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 milyar.

Pengertian Usaha Menengah menurut Inpres No.10 tahun 1998 adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai dengan paling banyak sebesar Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha skala menengah dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 milyar. Pengertian usaha menengah Menurut UU No.20 Tahun 2008, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 milyar sampai dengan paling banyak Rp 10 milyar. Ringkasan kriteria dari Usaha mikro, kecil, dan menengah menurut UU No. 20 tahun 2008 adalah sebagai berikut.

Tabel1: Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Ukuran Usaha Kriteria

Asset Omset

Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta

Usaha Kecil > 50 juta – 500 juta 300 juta - 2,5 milyar Usaha Menengah > 500 juta – 10 milyar > 2,5 – 10 milyar Sumber : UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM.

Definisi lain UMKM menurut World Bank adalah sebagai berikut:  Micro enterprise (usaha mikro) dengan kriteria:

 Jumlah karyawan kurang dari 10 orang,

 Pendapatan setahun tidak melebihi USD 100 ribu, dan  Jumlah aset tidak melebihi USD 100 ribu.

Small enterprise (usaha kecil) dengan kriteria:  Jumlah karyawan kurang dari 30 orang,

 Pendapatan setahun tidak melebihi USD 3 juta, dan  Jumlah aset tidak melebihi USD 3 juta.

Medium enterprise (usaha menengah) dengan kriteria:  Jumlah karyawan maksimal 300 orang,

 Pendapatan setahun hingga sejumlah USD 15 juta, dan  Jumlah aset hingga sejumlah USD 15 juta.

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerjanya. Yang tergolong sebagai usaha kecil adalah usaha yang memiliki

jumlah tenaga kerja 5 - 19 orang. Sedangkan, usaha menengah memiliki jumlah tenaga kerja 20 – 99 orang.

Karakteristik UMKM secara umum adalah manajemen pengelolaannya masih sederhana, rendahnya akses terhadap lembaga kredit, beberapa unit usaha belum memiliki status badan hukum, serta terkonsentrasi pada kelompok usaha tertentu. Rendahnya pelaku usaha mikro dan kecil terhadap akses perbankan terkait dengan kesulitan dalam menyediakan agunan seperti yang ditentukan oleh bank. Pelaku usaha mikro dan kecil juga masih kesulitan memenuhi persyaratan administrasi dan prosedur peminjaman kredit seperti yang ditetapkan oleh bank. Terkadang pelaku usaha dan kecil juga masih merasa keberatan dengan beban suku bunga yang dirasakan terlalu tinggi.

Kemampuan proses produksiUMKM pada umumnya juga memiliki keterbatasan, terutama dalam hal tehnologi produksi. Kelemahan lain, adalah pada aspek akses ke pemasaran. Namun demikian, UMKM memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat. Dibandingkan dengan perusahaan berskala besar yang pada umumnya bersifat birokratis, sektor UMKM memiliki fleksibilitas terhadap beberapa kebijakan yang terkadang tidak berpihak pada pengembangan UMKM.

3.2 Gambaran UMKM Provinsi Jawa Timur

Sektor UMKM merupakan sektor usaha yang mendominasi kegiatan ekonomi masyarakat di Jawa Timur. Kegiatan usaha UMKM sendiri tidak mensyaratkan pendidikan formal yang tinggi serta modal yang besar. Namun, setidaknya hanya memerlukan kejelian membaca peluang dan kemauan.

Sektor UMKM di Jawa Timur, menghadapi dua permasalahan utama yaitu masalah internal dan eksternal. Permasalahan internal meliputi masalah finansial dan non finansial. Sedangkan permasalahan eksternal berkaitan dengan tantangan dan dampak trend perdagangan dunia yang semakin terbuka, yaitu permasalahan daya saing yang semakin meningkat. Permasalahan internal diantaranya belum dimilikinya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik. Dalam manajemen UMKM, belum dipisahkan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Sektor UMKM Jawa Timur pada umumnya juga memiliki akses yang rendah ke perbankan (tidak bankable). Rendahnya akses UMKM ke perbankan karena lemahnya sistem administrasi internal UMKM, prosedur mendapatkan kredit yang berbelit, persyaratan agunan, serta terlalu tingginya tingkat bunga. Produk UMKM di Jawa Timur meliputi hasil olahan makanan dan minuman, kerajinan, souvenier, mebel, dll. Produk olahan makanan dan minuman merupakan jenis produk terbanyak yang dihasilkan oleh pelaku usaha UMKM. Tenaga kerja yang terserap di bidang usaha olahan makanan dan minuman juga relatif banyak. Dengan kata lain, produk olahan makanan dan minuman merupakan komoditas unggulan UMKM di Jawa Timur. Namun demikian, akses

produk olahan makanan dan minuman UMKM Jawa Timur masih sulit menembus ritel modern, karena alasan kualitas dan standardisasi produk. Pada tahun 2010, produk olahan makanan dan minuman oleh UMKM Jawa Timur yang masuk ke ritel modern hanya sebesar 7%, sedangkan pada tahun 2011 meningkat menjadi 18%. Harapannya, paling tidak sebesar 30% produk olahan makanan dan minuman ini dapat masuk ke ritel modern.

Beberapa produk UMKM Jawa Timur telah mampu menembus pasar ekspor. Namun demikian, masih banyak produk UMKM yang dijual di pasar lokal menghadapi tantangan persaingan yang semakin ketat, tidak hanya dengan antar produk sejenis yang dihasilkan UMKM, tetapi juga persaingan dengan produk yang berasal dari impor.

3.3 Peran UMKM Terhadap Perekonomian Jawa Timur

PDRB provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 mencapai Rp 1.012 trilyun. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian (PDRB) Jawa Timur sebesar 57% atau setara dengan Rp 600 trilyun. Oleh karena itu, peningkatan di sektor UMKM Jawa Timur akan berdampak strategis terhadap percepatan kemajuan perekonomian di Jawa Timur.

Pada tahun 2013, UMKM Jawa Timur menyerap tenaga kerja lebih dari 96% (http://bappeda.jatimprov.go.id). Dari angka tersebut, usaha mikro menyerap lebih dari 90% angkatan kerja di Jawa Timur. Dengan demikian, berdasarkan data tersebut, UMKM merupakan sektor usaha yang padat tenaga kerja dibanding usaha skala besar yang hanya menyerap 4% dari total angkatan kerja di Jawa Timur.

Pekerja di sektor UMKM pada umumnya tidak memiliki skill dan pendidikan yang tinggi. Daya serap sektor UMKM terhadap suplai angkatan kerja di Jawa Timur sangat besar dan memiliki fleksibilitas yang tinggi terhadap ketersediaan kualitas tenaga kerjanya. Oleh karena itu, UMKM Jawa Timur diharapkan dapat berperan mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, dari data share dan jumlah tenaga kerjanya, UKM memiliki keunggulan komparatif dibanding usaha besar lainnya yang hanya menyerap 4% dari total tenaga kerja. Tenaga kerja yang bekerja di sektor UKM biasanya juga tidak harus memiliki skill dan pendidikan yang tinggi. Sehingga selain mensejahterakan pelaku UMKM, juga membantu pemerintah dalam pengentasan pengangguran. Sehingga UMKM juga memiliki peran besar, yaitu menyerap tenaga kerja dan secara tidak langsung mampu mengurangi kemiskinan.

Namun demikian, selain keunggulan komparatif di atas, sektor UMKM Jawa Timur juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya: keterbatasan input, permodalan, proses produksi yang masih menggunakan tehnologi terbatas, pemasaran, kualitas dan daya saing yang rendah. Oleh karena itu, pemerintah

daerah provinsi Jawa Timur harus terus mendukung upaya pengembangan UMKM di Jawa Timur melalui pemberdayaan di semua aspek serta menciptakan situasi bisnis dengan persaingan yang lebih sehat. Kebijakan ekonomi pemerintah daerah diarahkan ke upaya-upaya yang berpihak kepada pelaku usaha UMKM melalui pemberdayaan di semua aspek.

Beberapa studi empiris menunjukkan bahwa UMKM merupakan tulang punggung perekonomian di suatu negara/daerah, baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, kontribusinya terhadap PDRB, serta ketangguhannya dalam menghadapi fluktuasi perekonomian. Hal tersebut dapat terjadi karena UMKM memiliki tingkat fleksibilitas dan elastisitas tinggi dalam menghadapi perubahan pasar. Sehingga meskipun ditengah gejolak fluktuasi ekonomi, UMKM masih mampu menjaga eksistensinya.

Peran UMKM dalam proses pembangunan di Jawa Timur merupakan suatu hal yang patut diberi perhatian lebih. Hal ini mengingat UMKM merupakan sektor yang menjadi sandaran hidup mayoritas pelaku usaha di Jawa Timur. Mayoritas produk UMKM di Jawa Timur adalah produk olahan makanan dan minuman. Jangkauan pemasaran komoditas hasil olahan makanan dan minuman adalah pasar lokal Jawa Timur, antar daerah di luar Jawa Timur (ekspor antar daerah), serta sebagian kecil diekspor keluar negeri. Dengan demikian, sektor UMKM merupakan sektor andalan di Jawa Timur.

Tidak bisa dipungkiri pula bahwa UMKM telah menjadi usaha penyelamat yang cukup efektif ketika perekonomian mengalami keterpurukan pada tahun 1997. Ketika banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga berpotensi menyumbang naiknya angka pengangguran, maka UMKM menjadi media usaha yang efektif untuk menyerap tenaga kerja yang baru terkena PHK. Sehingga dapat dikatakan bahwa jika UMKM mengalami keterpurukan maka kondisi ini bisa mengisyaratkan tingkat pengangguran akan semakin melambung tinggi dan peningkatan angka kemiskinan menjadi tidak tertahan. Hal ini memberi gambaran betapa UMKM sudah seharusnya memperoleh perhatian yang lebih dari pemerintah.

3.4 Peluang dan Tantangan UMKM di Era Free Trade Agreement

Berlakunya zona pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015 tidak dapat dipungkiri akan menciptakan peluang dan tantangan bagi UMKM di Jawa Timur. Peluangnya adalah semakin meluasnya pasar komoditas ekspor UMKM, sedangkan tantangannya adalah daya saing komoditas yang semakin meningkat. Tuntutan daya saing, tidak hanya untuk komoditas ekspor, tetapi juga produk-produk yang dijual di dalam negeri yang akan berhadapan dengan membanjirnya produk-produk sejenis yang berasal dari negara ASEAN lainnya. Dan, mengingat terdapat juga kesepakatan CAFTA, maka zona perdagangan bebas tidak lagi hanya di kawasan ASEAN, tetapi ASEAN + China.

ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) merupakan salah satu kesepakatan perdagangan bebas (integrasi ekonomi) di kawasan negara-negara anggota ASEAN yang dampaknya akan dihadapi perekonomian nasional maupun lokal Jawa Timur. Sehingga, perekonomian Jawa Timur khususnya sektor UMKM harus mampu mempersiapkan diri menghadapi dampak positif maupun negatif yang mungkin akan timbul.

ASEAN sebagai sebuah kawasan yang terintegrasi memiliki jumlah penduduk 567,6 juta jiwa (2006) serta pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7% (2006). Dari data tersebut menunjukkan bahwa ASEAN merupakan pasar potensial dan merupakan peluang bagi kekuatan daya saing komoditas lokal Jawa Timur untuk mampu memasuki pasar tunggal ASEAN. Zona perdagangan bebas ASEAN merupakan pasar yang sangat potensial untuk dimanfaatkan, terutama bagi komoditas lokal UMKM yang mempunyai potensi untuk diekspor. Komoditas UMKM yang diekspor tersebut akan ikut menjaga keseimbangan neraca pembayaran nasional.

Tabel 2: Volume dan Nilai Perdagangan Luar Negeri Jawa Timur

Tahun Nilai Volume Pertumbuhan (%)

(Ribu USD) (ton) Nilai Volume

2004 4,629,763 4,635,968 2005 6,511,071 5,235,265 40.64 12.93 2006 8,301,290 6,362,965 27.50 21.54 2007 10,707,236 7,348,629 28.98 15.49 2008 10,510,990 6,720,665 -1.83 -8.55 2009 10,003,666 6,703,075 -4.83 -0.26 2010 12,766,472 7,669,296 27.62 14.41 2011 16,380,212 8,435,743 28.31 9.99

Sumber: Statiktik Ekonomi Keuangan dan Daerah, BI.

Tabel 3: Neraca Perdagangan Luar Negeri Jawa Timur (Juta USD)

Tahun Ekspor Impor Neraca Pertumbuhan (%)

Ekspor Impor Neraca

2003 5,668.78 5,115.22 553.56 7.63 9.20 -4.98 2004 6,363.20 6,907.44 (544.24) 12.25 35.04 -198.32 2005 7,432.96 8,592.28 (1,159.32) 16.81 24.39 113.02 2006 9,157.92 8,886.17 271.75 23.21 3.42 -123.44 2007 11,019.39 11,147.45 (128.06) 20.33 25.45 -147.12 2008 10,514.60 17,846.05 (7,331.45) -4.58 60.09 5625.01 Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur.

Komoditas unggulan ekspor UMKM Jawa Timur diantaranya adalah produk olahan makanan dan minuman, produk kerajianan, kayu olahan, alas kaki, dll.

Nilai ekspor non migas UMKM Jawa Timur terus meningkat, tetapi persentase terhadap total ekspor non migas bersifat fluktuatif, antara 15,81-20,28% selama periode 2004-2011.

Di samping peluang-peluang yang sudah dideskripsikan di atas, terdapat pula tantangan terkait akan diberlakukannya pasar tunggal ASEAN tahun 2015, diantaranya peningkatan daya saing untuk beberapa komoditas ekspor sejenis yang dihasilkan UMKM, yaitu adanya kesamaan keunggulan kompetitif terhadap komoditas dari negara anggota ASEAN lainnya. Sehingga, tantangan lainnya adalah membanjirnya produk asing terutama yang berasal dari negara anggota ASEAN sendiri serta hilangnya kesempatan kerja akibat menjadi pasar bagi produk negara anggota ASEAN lainnya.

Manfaat dari peluang dan tantangan integrasi ekonomi ASEAN sejatinya akan dapat diperoleh secara optimal apabila syarat dasar proses integrasi ekonomi dapat tercapai, yaitu kemampuan negara/daerah dan kesiapan infrastruktur dalam mempersiapkan diri menuju pasar tunggal ASEAN tersebut. Hal ini merupakan prasyarat mutlak bagi perekonomian Jawa Timur khususnya UMKM untuk mampu menghadapi persaingan.

Dengan akan diberlakukannya pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015, maka kawasan ASEAN diarahkan mejadi kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, pembangunan ekonomi dianggap setara dan terintegrasi dengan perekonomian global. Oleh karena itu, ketentuan dan perilaku global pasti akan berlaku, dan UMKM Jawa Timur harus siap menghadapi dampaknya, baik positif maupun negatif.

 Kendala dalam menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat. pasar dikuasai oleh perusahaan/kelompok bisnis tertentu, serta selera konsumen yang cepat berubah.

 Kendala dalam memperoleh bahan baku karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualitas rendah, dan harga bahan baku yang tinggi.

 Kendala dalam perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama untuk tujuan ekspor karena selera konsumen berubah dengan cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti.

 Kendala dalam hal tenaga kerja, karena sulit memperoleh tenaga kerja yang terampil.

3.5 Pemberdayaan UMKM untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Lokal

Menurut penelitian Global Competitiveness Report (GCR) tentang daya saing global, peringkat daya saing Indonesia meningkat pesat pada tahun 2010, namun secara relatif kembali turun sampai dengan tahun 2012. Pada tahun 2013, daya

saing Indonesia kembali meningkat dengan sangat pesat hingga mencapai posisi ke-38 dari 148 negara yang disurvei. Daya saing perekonomian Indonesia tersebut mencerminkan juga daya saing perekonomian Jawa Timur. Variabel yang digunakan oleh GCR untuk meranking posisi daya saing tersebut adalah: institusi (institusi publik dan swasta), infrastruktur, makro ekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, kesiapan tehnologi, proses produksi (networks industries), dan inovasi. Menurut GCR, turunnya peringkat daya saing Indonesia selama beberapa tahun karena faktor infrastruktur, institusi, dan pendidikan dasar yang masih buruk.

Daya saing UMKM Jawa Timur sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia (human capital), infrastruktur, serta institusi/birokrasi. Peningkatan daya saing UMKM Jawa Timur tidak hanya di pasar lokal, tetapi juga di pasar global. Dalam era perdagangan global saat ini, perlu strategi pengembangan UMKM di Jawa Timur yang tidak hanya mampu bersaing menghadapi serbuan produk impor di pasar lokal, namun juga kemampuan bersaing di pasar dunia menghadapi produk-produk yang sama dari berbagai negara..

Untuk meningkatkan daya saing produk UMKM Jawa Timur perlu strategi yang komprehensif dengan memprioritaskan pada komoditas ekspor unggulan. Komoditas ekspor unggulan Jawa Timur adalah yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif diarahkan menjadi komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, karena keunggulan kompetitif lebih bersifat sustainabel. Kebijakan pengembangan UMKM yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif diharapkan mampu menciptakan nilai tambah, perluasan kesempatan kerja, serta perolehan devisa yang optimal. Keunggulan kompetitif diarahkan melalui efisiensi proses produksi, antara lain melalui peningkatan kualitas faktor produksi, human capital, tehnologi, dan restrukturisasibirokrasi.

Peningkatan keunggulan kompetitif adalah sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing. Strategi daya saing yang penting diantaranya adalah strategi harga, salah satunya melalui penekanan biaya produksi. Melalui pemberdayaan UMKM di semua aspek yaitu: kemampuan managerial, kualitas sumber daya manusia, kemampuan proses produksi, serta aspek pemasaran diharapkan dapat meningkatkan daya saing UMKM Jawa Timur.