• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Pendidikan Kewirausahaan. Sejarah dijalankan atau diberlakukannya Mata Kuliah Kewirausahaan adalah gambaran dari perkembangan UNHAS sekarang ini. Hal itu tercemin dari kutipan sebagai berikut :

“Sejarahnya panjang...pencetusnya sudah meninggal ..namanya pak Ahmad Syamsyudin Suryana...beliau pada saat itu...gelisah...ehmmm tahun 1988 pendidikan kewirausahaan sudah dimulai...peletakan dasar pendidikan kewirausahaan di tempat kita, pada tahun itu beliau sudaha gelisah...dia kan berfikir visioner...berfikir maju...jadi saat itu beliau gelisah...kalau sekarang kita masih enak...masih bisa terserap sektor formal....lalu bagaimana kalau nanti..yang akan datang....”

“Beliau adalah alumni dari IPB...statusnya pada saat itu hanya sebagai asisten dosen...dosen yang diperbantukan di UNHAS...karena pada saat itu masih sangat minim sekali dosennya...maka dari itu belaiau ditawari, dan belaiu bersedia hingga sampai akhir hayatnya mengabdi di Unhas...”(Pak Rusli sebagai key informan)

Dari kutipan diatas, menjelaskan bahwa pendidikan kewirausahaan sudah dimulai pada tahun 1988. Pada saat itu muncul nama Ahmad Syamsyudin Suryana sebagai pencetus dimulainya pendidikan kewirausahaan di UNHAS. Beliau adalah alumni IPB, yang mempunyai pemikiran ke depan atau seorang visioner. Pada saat itu status beliau hanyalah sebagai asisten dosen, menginggat pada saat itu minimnya dosen yang mengajar, dan beliau ditawari untuk membantu sebagai pengajar di UNHAS, dan pada akhirnya bersedia, dan sampai akhir hayatnya beliau mengabdi untuk UNHAS. Kegelisahan beliau akan keadaan pada saat itu akhirnya menjadi cikal bakal pendidikan kewiraushaaan di UNHAS. Kegelisahan itu tercemin dari monotonya para lulusan perguruan tinggi, khususnya UHNAS

yang masih bisa terserap sektor formal, dan menjadikan sektor tersebut sebagai orientasi lapangan pekerjaan, dan mereka masih berorientasi bekerja di kantor sebagai pegawai negeri ataupun pegawai swasta. Mungkin untuk saat itu masih bisa dijadikan jaminan sebagai lapangan pekerjaan, tetapi pertanyaannya, bagaimana dengan masa yang akan datang....?. Sepertinya pemikiran dan kegelisahan itu memang benar adanya...maksudnya adalah keadaan sekarang ini seperti menegaskan bahwa sekarang ini masih banyak para lulusan perguruan tinggi yang masih bannyak menggangur, dan belum mendapatkan pekerjaan, karena orientasi mereka masih ke sektor formal, dan disinilah sebenarnya peran dari sektor informal bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk mendapatkan lapangan pekerjaan. Dari hal ini juga yang mungkin menjadi salah satu tujuan UNHAS untuk bisa berpatisipasi dalam mencetak calon-calon wirausaha muda untuk bisa menghadapi dunia kerja yang penuh dengan persaingan.

Kegelisahan itu juga lah yang menjadi muara dari mata kuliah yang ada pada saat itu. Selain itu juga, tahun 1988 di UNHAS sudah mulai muncul mata kuliah yang bercirikan wirausaha. Hal itu diperkuat dengan pernyataan sebagai berikut :

“...Sejak kurikulum tahun 1988 sudah muncul beberapa mata kuliah yang bercirikan tentang kewirausahaan...seperti manajemen agrosistem mata kuliah wajib sebagai dasar management agrobisnis, partisipasi masyarakat, komunikasi penyuluhan pertanian, dan ekonomi pertanian mata kuliah pilihan... ”

“Selain itu juga pada saat itu...kita bekerja sama dengqan lembaga -lembaga yang konsen pada bisnis dan usaha kecil...”(Pak Rusli sebagai key informa)

Dari pernyataan di atas, semakin menjelaskan dan menegaskan bahwa, pada tahun 1988 adalah cikal bakal dari pendidikan tentang keiwrusahaan sudah mulai semakin kuat dijalankan di UNHAS. Selain itu banyak juga kegiatan-kegiatan yang terjadi yang berhubugnan dengan kewirausahaan. Hal itu tercermin dari beberapa kegiatan yang dijalankan oleh UNHAS bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang pada saat itu konsentrasinya lebih mengarah pada sektor bisnis dan pada sektor usaha-usaha kecil. Dari mata kuliah yang mahasiswa pada saat itu dapatkan, bisa dilihat bahwa mindset dari para mahasiswa di UNHAS sebenaranya sudah mulai dibentuk secara struktural atau pun secara langsung. Mulai mata kuliah tentang manajemen agrosistem, dimana mahasiswa sudah mulai diajarkan bagaimana mempunyai cara, strsategi dalam mengelola sebuah sistem kegiatan produktif, sampai mata kuliah tentang ekonomi pertanian, dimana mahasiswa sudah mulai diperkenalkan dengan sektor ekonomi yang orientasi lebih ke bisnis atau lebih ke komersial usaha. Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh UNHAS dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang berkaitan atau konsenya lebih ke bisnis dan usaha kecil, semakin menambah ilmu, wawasan, pengetahuan, dan pengalaman kepada mahasiswa tentang bagaimana menjalankan sebuah usaha. Dari hal ini juga mengajarkan kepada mahasiswa untuk bisa memahami dan mengenal apa itu ruang lingkup kewirausahaan. Sehingga dari sini akan lebih mempermudah bagi penyelenggara

pendidikan kewirausahaan dalam memberikan pendidikan kewirausahaan tahap selanjutnya.

Model Penyelenggaraan Pendidikan Kewirausahaan. Pada tahun 2008 pendidikan kewirausahaan sudah mulai dijalankan secara terstrukur dan sudah mulai terlihat semakin kuat peran dari kewirausahaannya. Hal itu diperkuat seperti kutipan sebagai berikut :

“Dari kurikulum dulu sampai sekarang masih tetap eksis....kalau dulu namanya Studi Kewiraushaan...dan kalau sekarang namanya Kewirausahaan...dan di bagi Kewirausahaan 1 dan Kewirausahaan 2...”

“Kewirausahaan 1 itu...outputnya bagaimana mahasiswa itu memahami ruang lingkup dari kewirausahaan dan bagaimana mahasiswa mampu untuk menyusun bisnis plan....dan juga tentang karakternya....”

“Kalau kewirausahaan 2 itu sudah eksperinsial...jadi mereka melanjutkan dengan apa yang sudah dibuat...jadi trus mereka mengimplementasikan saja....” “Kewirausahaan 1 diambil pada semester 5, dan kewirausahaan diambil pada smeseter tengah ...jadi setelah ambil kewirausahaan 1...bagi yang berminat bisa langsung mengambil kewirausahaan yang ke 2...”

“Kewirausahaan 1 itu maya kuliah waib...dan kewirausahaan 2 itu pilihan....Jadi dari sini terlihat siapa yang benar-benar berminat di kewirausahaan...”

“Yang ambil kewirasuahaan 2 dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuat penelitian...jadi mereka tidak usah jauh-jauh mencari perusahaan-perusahaan orang lain....atau petani, cukup mereka menuliskan saja pengalaman anda berbisnis dalam bentuk skripsi....”(Pak Rusli sebagai key informan).

Dari kutipan di atas, menjelaskan bahwa model pendidikan kewirausahaan di UHNAS pad tahun 2008 sudah mulai lebih bervariasi dari pad sebelumnya. Hal itu ditandai dengan adanya perubahan nama mata kuliah yang tadinya namanya Studi Kewirausahaan berubah menjadi Kewirausahaan. Mata kuliah Kewirausahann itu pun masih dibagi menjadi dua mata kuliah, yang terdiri dari Kewirausahaan 1 yang menjadi mata kuliah wajib yang harus diambil oleh mahasiswa, dan kewirausahaan 2 yang menjadi mata kuliah pilihan, dimana mahasiswa bisa mengambil atau tidak. Dari mata kuliah kewirausahaan yang ke2 ini lah, sebenarnya bisa dilihat sampai dimana keseriusan mahasiswa untuk mendalami tentang kewiruasahaan, karena di sini pilihan itu dibuat, tinggal bagaimana mahasiswa itu mau mengambil atau tidak.

Dari kewirausahaan 1 sampai kewirausahaan 2 merupakan rangkaian pembelajaran yang sangat bagus sekali dalam membentuk jiwa seorang wirausaha yang handal. Kewirausahaan 1 adalah bagian yang pertama, dimana mahasiswa mulai belajar dan merintis sebuah bisnis plan. Mereka belajar dari apa yang mereka dapatkan di kampus, baik secara teori atau pun secara praktik, dan membuat bisnis plan adalah tugas terakhir yang harus mereka kerjakan, atau bisa dikatakan bisnis plan adalah output dari mata kuliah kewirausahaan 1 ini. Setelah mereka mengikuti kewirausahaan 1 pada semester 5, barulah menginjak di semester antara, dimana mereka bisa atau tidak mengambil Kewirausahaan 2...tetapi dengan catatan bagi mahasiswa yang berminat atau tidak berminat,

karena mata kuliah ini adalah mata kuliah yang tidak wajib atau mata kuliah pilihan. Mata kuliah kewirausahaan ke 2 ini adalah lanjutan dari kewiwrausahaan 1. Jadi bagi para mahasiswa yang berminat dengan kewirausahaan, dan ingin melanjutkan apa yang sudah mereka buat sebelumnya, mereka bisa mengambil mata kuliah ini. Jadi dari hal ini, akan terlihat siapa yang sebenarnya tertarik dengan kewirausahaan. Karena biasanya orang atau mahasiswa yang tidak tertarik, dia tidak akan mengambil mata kuliah lanjutan dari mata kuliah yang diambil sebelumnya. Dari hal ini juga akan bisa dilihat siapa yang bisa dijadikan sebagai bibit-bibit sebagai calon-calon wirausaha muda. Keunikan dari mata kuliah kewirausahaan 2 sebagi studi yang eksperinsial adalah bagaimana yang awalnya dari sebuah bisnis plan bisa dievakuasi dan pada akhirnya bisa dijadikan sebagai penelitian atau skripsi. Untuk lebih mempermudah pemahaman kita tentang model atau pola penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di UHNAS tidak ada salahnya kalau kita melihat pola di bawah ini :

Pola Penyelengaraan Pendidikan Kewirausahaan

Kewirausahaan I

(Merintis Bisnis Plan)

Dari Pola atau model penyelengaraan pendidikan kewirausahaan di atas, menjelaskan dan menegasakan proses pembelajaran itu dimulai ketika mahasiswa mengambil mata kuliah Kewirausahaan I. Disini awal mula mahasiswa belajar dan memahami tentang ruang lingkup kewirausahaa. Dari situ diharapkan mahasiswa akan bisa membuat dan menghasilkan apa itu yang namanya dengan

Kewirausahaan II

(Mengembangkan&Mengimplementasikan Bisnis Plan)

OUTPUT

1. Mahasiswa dapat belajar&memahami ruang lingkup kewirausahaan 2. Membuat Bisnis Plan

OUTPUT

bisnis plan. Bisnis plan bisa terdiri dari beberapa referensi mata kuliah atau sektor, seperti :

1. Management Pemasaran 2. Management Produksi 3. Management Financial 4. Management SDM dan SDA

Kewirausahaan II lebih terlihat sekali actionnya, karena mata kuliah ini adalah lanjutan dari mata kuliah yang sebelumnya, dimana mata kuliah ini lebih menitikberatkan pada pengembangan dan pengimplementasian dari bisnis plan yang sudah dibuat. Hasil dari proses pembelajaran terjadi dari bisnis plan hingga menjadi sebuah penelitian atau skripsi. Tentu proses pembelajaran itu tidak akan berhasil kalau tidak dijalankan dengan serius dan sunguh-sunguh, maka dari itu keberhasilan dari proses pembelajaran itu juga mengandung beberapa nilai yang luhur, diantara lain adalah sebagai berikut :

Kejujuran. Seorang calon wirausaha yang hebat adalah orang mau berbuat jujur. Kejujuran sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah usaha. Misalnya dalam hal negosiasi harga dengan pembeli, kalau memang kita mengambil keuntungan hanya 500 rupiah, ya...katakanlah 500 rupiah. Dari perbuatan jujur yang kecil seperti ini akan bisa memberikan kesan yang positif penjual dimata pembeli, dan akan bisa menciptakan sebuah kesetian pelanggan kepada kita karena keesokan harinya akan membelia lagi di tempat kita.

Kepatutan. Artinya adalah seorang wirausaha harus bisa menempatakan sesuatu pada tempatnya....malu kalau tidak jujur, malu kalau berbohong. Menjalankan segala sesuatunya, khususnya yang berkaitan dengan bisnis dengan sewajarnya. Misalnya dalam hal persaingan usaha, adalah bersaing dengan cara yang sehat. Salah satu contohnya adalah ketika pesaing kita satu langkah dibanding kita, maka kita melakukan evaluasi, dan melakukan inovasi agar bisa tetap bersaing dengan pesaing kita.

Teguh. Menjaga komitmen dengan sunguh-sunguh dan menjalankan komitmen tersebut. Maksudnya adalah bagaiman menciptakan calon wirausaha yang punya prinsip dalan menjalankan bisnisnya dan bisa komitmen menjalankan dengan serius dan tidak main-main.

Cendekia. Seorang calon wairausaha yang sukses harus mempunyai karakter yang cerdik dan pintar dalam melihat situasi dan kondisi yang ada. Maksudnya adalah berani mengambil resiko dari peluang usaha yang ada, yang sekiranya orang-orang tidak berani mengambilnya.

Usaha. Menjalankan sebuah ide bisnis yang sudah direncanakan ke dalam situasi yang nyata adalah ciri dan karakter dari seorang wirausaha. Dari hal ini bisa dijadikan sebagai bukti bahwa ilmu, wawasan, dan pengetahuan yang selama ini dipelajari tidak sia-sia.

Sirih. Artinya adalah kita harus bisa mengontrol semua kegiatan yang sedang dijalankan, khususnya yang berkaitan dengan bisnis yang sedang dijalankan. Seorang wirausaha harus bisa mengontrol, dan mengendalikan pembelian bahan baku, produksi, pemasaran, penjualan, keuangan, dan tenaga kerja dan lain sebagainya.

Pendidikan kewirausahaan yang dijalankan di UNHAS, juga sangat kuat sekali dengan nila-nilai bugis yang terkandung di dalam prinsip-prinsip yang ada. Berikut kutipan yang memperkuat hal tersebut :

“...Sekali layar terkembang...pantang biduk surut ke pantai...kalau belum berhasil pantang untuk pulang...”

“...Lebih bagus saya mati berdarah...dari pada mati kelaparan....” (Pak Rusli sebagai key informan)

Dari hal diatas semakin menegasakan bahwa memang tidak bisa dipungkiri banyak orang berdarah bugis yang sukses di Indonesia. Baik itu sukses di kancah politik dan sukses di dunia bisnis khusunya kuliner. Tetapi terlepas dari hal itu, prinsip nilai budaya ini sangat melekat sekali pada orang bugis dan sehingga bisa membentuk karakter sesorang yang sangat kuat dalam mencapai tujuan dalam hidupnya, atau keberhasilan yang ingin dicapai. Pergi merantau bukan merupakan hal yang asing, akan tetapi keberhasilan dalam proses perantauan adalah yang menjadi prioritas yang utama. Sehingga dari filosofi ini, kita bisa belajar bahwa perjuangan yang dijalankan dengan serius, dengan sunguh-sunguh, dengan keringat, kerja keras dan tentunya dengan semangat yang tidak pernah padam, akan dapat membawa kita ke pelabuhan impian, untuk menjemput impian yang selama ini menjadi tujuan dalam kehidupan.

Dari kegiatan pengambilan data yang telah dilakukan dengan key informan, dan pada akhirnya menjadi sebuah tulisan seperti yang sudah ada di atas. Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan berdasarkan data yang sudah didapat sebagai berikuit :

1. Tahun 1988 merupakan sejarah mulai dijalankan pendidikan kewirausahaan di UNHAS.

2. Ahmad Syamsudin Suryana adalah tokoh yang berpengaruh dalam terciptanya pendidikan kewirausahaan.

3. Kewirausahaan I dan Kewirausahaan II merupakan model atau pola penyelengaraan dan pembelajaran pendidikan keiwrausahaan yang menghasilkan sebuah gagasan ide bisnis.

4. Kejujuran, kepatutan, teguh, cendekia, usaha, dan sirih adalah nilai-nilai terkandung dalam budaya yang mengiringi penyelengaraan pendidikan kewirausahaan.

5. Prinsip budaya menjadi sebuah filosofi yang dapat dijadikan sebagai kunci untuk bisa meraih keberhasilan.

V. PENUTUP

Pendidikan kewirausahaan dalam prakteknya belum bisa menghadirkan kewirausahaan secara nyata dalam ranah bisnis, meskipun telah banyak daya dan upaya yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi. Dalam kontens bisnis riel, mahasiswa belum mampu merakit sumberdaya ketika masih menjadi mahasiswa. Ketika mereka menjalankan bisnis, itu bukan semata karena pengaruh pendidikan kewirausahaan di PT. Yang ada dan sebagian terjadi adalah penyadaran bahwa ada opsi dalam profesi. Langkah yang lebih maju adalah keinginan atau intensi untuk menjadi pengusaha dikelak kemudian hari. Dari fakta itu, pendidikan kewirausahaan berfungsi sebagai jembatan untuk menghubungkan keinginan dan kebutuhan mereka.

Selain Berdasarkan pada fakta empiris yang ada di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, ada 3 model yang ada dalam pembentukan kewirausahaan. Pertama adalah model orang tua. Mahasiswa memiliki kewirausahaan dan ingin menjadi pengusaha karena orang tuanya adalah pengusaha. Kedua adalah model budaya. Beberapa mahasiswa memiliki intensi untuk berusaha dan kemudian berusaha ketika sudah selesai adalah karena faktor budaya. Budaya masyarakat ternyata ikut mempengaruhi keinginan untuk menjalankan usaha.

Dalam konteks kontruksi sosial kewirausahaan, pendidikan kewirausahaan menjadi faktor pelancar bagi mereka yang telah memiliki orang tua dan budaya yang mendukung. Pendidikan berfungsi sebagai moderasi dalam hubungan antara profesi orang tua dan intensi untuk berusaha. Dalam situasi dimana orang tua dan budaya tidak mendukung, pendidikan kewirausahaan bisa menjadi antesenden atau faktor yang mengawali atau faktor yang mempengaruhi.

Daftar Pustaka

The Atlantic Canadian Universities Entrepreneurship Consortium, 2004. Understanding Entrepreneurs: An Examination Of The Literature.

http://www.acoa-apeca.gc.ca/English/publications/ResearchStudies/Documents/business1. pdf

Anonim, 2005. Importance of Entrepreneurship Education. Consortium Entrepreneurship Education.

http://www.marketplaceforkids.org/site/images/pdfs/standards/Importance_of_Ent repreneurship_Education.pdf

Anderson Dennis, 2002. Small – Scale Industry in Developing Countries: A Discussion of the Issue. World Development 10 (11).

Alters, Theo and Van Mark Ronald, 1986. The Regional Development Potensial of SMEs: A European Perspective. Routledge.

Amstrong, Harvey dan Jim Taylor, 2000. Regional Economics and Policy (Third Edition), New York.

Baumol, W.J. ~1993!, Entrepreneurship, Management and the Structure of Payoffs, MIT Press, Cambridge, Massachusetts.

Beets, Willem C., 1990. Raising and Sustaining Productivity of Smallholder Farming Systems in the Tropics. AgBe Publishing, Holland.

Blaikie, Norman (2000). Designing Social Research. The Logic of Anticipation. Polity Press.

Baum, J. Robert, Edwin A. Locke dan Ken G. Smith, 2001. A Multidimensional Model Of Venture Growth. Academic Management Journal. Vol. 44. No.2, 292-303.

Brida Hynes. (1996). Entrepreneurship education training introducing

entrepreneurship into non-business disciplines, Journal of European industrial Training, 20/8, 10-17.

Claire MLeitch, Richard T Harrison, A process model for entrepreneurshipEmory, C. William dan Donald R Cooper, 1991. Bussines Research Methods. Fouth Edition. Richard D. Irwin, Inc.

CEE, 2005. National Content Standard for Entrepreneurship Education. http://www.entre-ed.org/Standards_Toolkit/standards_overview.htm Ferdinand, Augusty, 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian

Manajemen. BP UNDIP.

Ghosh, B.C., Tan Wee Liang, Tan Teck Meng, Ben Chan,1998. The Key Success Factors, Distinctive Capabilities, and Strategis Thrusts of Top SMEs in Singapore. Journal of Business Research 51, 209-221.

Badrawi, Hossam. 2010.Entrepreneurship Education.

http://elf2010.org/docs/presentations/Hossan%20Badrawi.pdf

Hisich, RD. and Michael P. Peters. 1992. Entrepreneurship, Starting, Developing, and Managing a New Enterprise 2nd edition. Irwin. USA.

Hair JR, JE, RE Anderson, RL Tathan dan WC Black (1995). Multivariate Data Analysis with Readings. Forth Edition. Prentice Hall Inc.

Kirzner, IM, 1973. Enterprenuership in A Free Market Economy. Http:/www.cfe.org/english/publi/view18.htm

Kourilsky, Marilyn L. (1995). Entrepreneurship Education: Opportunity in Search Curriculum. Business Education Forum, October 1995

Lambing, Peggy dan Charles R. Kuehl, 2000. Enterpreneurship. Second Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey, USA.

Lee, Don Y. dan Eric WK Tsang, 2001. The effect of Entrepreneurial,

Background and Network Activities on Venture Growth. Journal Of Management Studies Vol. 38 No. 4, 583-602.

Li, J., Zhang, Y., Matlay, H. 2003. Entrepreneurship Education in China. Education+Training. 45(8/9): 495-505.

Martin, Patric, 2004. Informal Sector: Seedbed of Industrial entrepreneurship (Discussion paper No.79), Thiruvananthapuram, Kerala Research Programme on Local Level Development Centre for Development Studies.

Marioti ini YESG (2008). Advancing Entrepreneurship Education. A Report of the Youth Entrepreneurship Strategy Group Copyright ©2008 by The Aspen Institute The Aspen Institute One Dupont Circle, NW

Washington, DC 20036-1133

Margiman, 2008. Quo Vadis Kewirausahaan di Indonesia?

http://www.ciputra.org/node/95/quo-vadis-kewirausahaan-di-indonesia.htm

Mazzarol, Tim, Thierry Volery, Noelle Doss dan Vicki Thein, 1999. Factors Influencing Small Business Start-Ups. International Journal Of Enterpreneurial Behaviour & Research Vol. 5 No. 2, 48-63. Mc Clelland, David C. (1961). Entrepreneur Behavior and Characteristics of

Entrepreneurs. The Achieving Society.

Menzies, T., and Gasse, Y., (1999). Entrepreneurship Education in Canadian Universities, John Dobson Center.

Priyanto, Sony Heru, 2005. Kewirausahaan dan Kapasitas Manajemen Widya Sari Press Salatiga.

---, dan Iman Sanjoyo, 2005. Relationship between

entrepreneurial learning, entrepreneurial competencies and venture success: empirical study on SMEs. Int. J. of Entrepreneurship and Innovation Management 2005 - Vol. 5, No.5/6 pp. 454 - 468

Saint Louis University. Sasser, Sue Lynn. 1994. “Rural economic development and education: The Agar model.” In South Dakota Business Review, vol. 52, no. 3, pp. 1-3. http://www.eweb.slu.edu/Default.htm

Schumpeter, Josept A. (1934). In theory of Economic Development: an Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest, and The Business Cycle., Oxford University Press, New York.

Schumpeter, Josept A. (1961). In theory of Economic Development: an Inquiry into Profits, Capital, Credit, Interest, and The Business Cycle., Oxford University Press, New York.

Sekaran, Uma, 2000. Research Method For Business. Third Edition. John Wiley & Sons, Inc.

Shane, Scott dan Venkataraman, 2000. Prior Knowledge and the Discovery of Entrepreneurial Opportunities. Organization Science, Vol. 11, No.4, 448-469

Stevenson, Howard H., A Perspective on Entrepreneurship, Harvard Business School Working Paper #9-384-131, Boston MA, 1983.

Wilson, Paul, David Hadley dan Carol Asby, 2002. The Influence of Magement Characteristics on The Technical Efficiency of Wheat Farmers in Eastern England. Agriculture Economic 24, 329-338

Weaver, Mark, Pat Dickson, and George Solomon. “Entrepreneurship and Education: What is Known and Not Known about the Links between Education and Entrepreneurial Activity.” The Small Business Economy: A Report to the President. Chapter 5 (December 2006), available at http://www.sba.gov/advo/research/sb_econ2006.pdf.

Welsch, P.H., (1993), Entrepreneurship education and training infrastructure: External interventions in the classroom. Proceedings of the IntEnt93 Conference Vienna, July 05-07.

Vuuren, Jurie Van And Gideon Nieman (2000). Entrepreneurship Education And Training: A Model For Syllabi/Curriculum Development.

PENINGKATAN KREATIVITAS BAGI PENGEMBANGAN