• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putri Ignalova [email protected]

Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Abstrak

Terbitnya peraturan pemerintah nomor 79 tahun 2010 merupakan suatu usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan iklim investasi Migas di Indonesia, dengan menciptakan kepastian hukum. Penelitian ini merupakan penelitian dengan studi kasus yang dilakukan dengan metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui apakah perubahan kebijakan dapat mempengaruhi pendapatan Negara dan kontraktor terhadap biaya pengembalian operasi selama produksi. Perhitungan bagi hasil umumnya diatur dalam prosedur akuntansi yang merupakan bagian dari kontrak bagi hasil. Sedangkan dalam aspek perpajakan perusahaan ini cukup berbeda dengan perusahaan pada umumnya, dimana perhitungannya menggunakan kontrak bagi hasil, pada pemotongan pajak perusahaan tetap mengikuti ketentuan Undang -Undang perpajakan yang berlaku. Hasil penelitian dalam subtansi pengembalian biaya operasi dalam kontrak bagi hasil diperoleh tidak ada permasalahan hukum, dan masing - masing pihak saling berpegang teguh pada interprestasi. Jadi hal-hal yang berkaitan dengan beban dalam pengembalian biaya operasi terhadap kontrak bagi hasil, tergantung pada kontrak kerja sama yang telah disepakati bersama / pihak yang berkaitan dalam kontrak kerja sama.

Kata kunci : Key Informan, Biaya operasi yang dikembalikan, Kontrak Kerja sama

Abstract

Issuance of Government Regulation No. 79 of 2010 was a government attempt to increase oil and gas investment climate in Indonesia , by creating legal certainty . This research is the case study that was conducted using a qualitative descriptive approach that aims to determine whether policy changes can affect state revenues and contractors to refund the cost of operation during production . Calculation of the results are generally arranged in accounting procedures that are part of the production sharing contract . While the taxation aspect of this company is quite different from the company in general , which is calculated using production sharing contracts , the corporate tax cuts stay abreast of tax law provisions in force . The results of research in the substance of the contractual cost

recovery operations for the results obtained there are no legal issues , and each - one each side sticking to interpretation . So things related to the burden returns to the operating costs of production sharing contracts, depending on the cooperation contract has been agreed / related parties in the cooperation contract .

Key Word : Key Informan, cost recovery, production sharing constract

I. PENDAHULUAN

Kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi, merupakan usaha yang membutuhkan modal yang besar dan beresiko tinggi. Dimana Pencarian (eksplorasi) minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang harus di persiapkan secara cermat dengan biaya yang besar, tidak ada jaminan bahwa kegiatan tersebut akan berakhir dengan penemuan cadangan minyak. Pada industri minyak dan gas perlu diawasi secara ketat, permasalahan yang menyangkut pengembalian biaya operasi (cost recovery) pada kegiatan pencarian (eksplorasi) dan eksploitasi minyak dan gas bumi.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang biaya operasional yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan disektor Hulu minyak dan gas, dengan membandingkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2001, yang mengatur biaya-biaya yang dapat atau tidak dapat dikembalikan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas. Jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan, yakni sebagai berikut :

Tabel 1.1

Perbedaan peraturan Pemerintah dengan Peraturan Menteri ESDM

No. Peraturan Pemerintah No. 79

tahun 2010

Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2001

1. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang participating interest, dan pemegang saham;

Pembebanan biaya yang berkaitan dengan kepentingan pribadi pekerja KKKS seperti personal income tax, rugi penjualan rumah dan mobil pribadi,

2. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang di simpan pada rekening bersama Badan Pelaksana dan kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia;

Penggunaan tenaga kerja asing/ekspatriat tanpa melalui p r o s e d u r R P T K A ( r e n c a n a penggunaan tenaga kerja asing) dan tidak memiliki IKTA (izin kerja tenaga asing).

3. Transaksi yang merugikan negara, dan tidak melalui proses tender sesuai

Pemberian insentif kepada karyawan berupa long term ketentuan peraturan

perundang-undangan kecuali dalam hal bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

incentive plan atau insentif lain yang sejenis.

4. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda y a ng tim b ul a kiba t ke s a la ha n kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan;

Pembebanan biaya bunga atas pinjaman.

5. Biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan yang bukan milik negara;

Pembangunan dan pengoperasian project/fasilitas yang telah placed i n t o s er v i c e da n tid a k da pa t beroperasi sesuai umur ekonomis akibat kelalaian KKKS.

6. Insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan/atau

keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus, dan pemegang saham;

Pembebanan biaya pemasaran minya k da n gas bumi ba gia n KKKSn serta Biaya yang timbul akibat kesalahan yang disengaja terkait dengan pemasaran migas. 7. Biaya tenaga kerja asing yang tidak

memenuhi prosedur rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak memiliki izin kerja tenaga asing (IKTA);

Pembebanan biaya public relation tanpa batasan baik jenis maupun jumlahnya dan tanpa disertai daftar nominatif penerima manfaat.

8. Biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan operasi perminyakan dalam rangka kontrak kerja sama;

Pembebanan biaya konsultan hukum yang tidak terkait dengan operasi KKS dan kepentingan pemerintah.

9. Pajak penghasilan karyawan yang ditanggung kontraktor maupun dibayarkan sebagai tunjangan pajak dan pajak penghasilan yang wajib d i p o t o n g a t a u d i p u n g u t a t a s penghasilan pihak ketiga yang ditanggung kontraktor atau digross up;

Pengelolaan dana cadangan untuk abandonment dan site restoration.

10. Biaya pemasaran minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor, kecuali biaya pemasaran gas bumi yang telah disetujui Kepala Badan Pelaksana;

Pembebanan semua jenis technical training untuk tenaga kerja asing.

11. Biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai

Transaksi dengan affiliated parties yang merugikan Negara

dengan daftar nominatif penerima manfaat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) penerima manfaat;

12. Biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat pada masa eksploitasi;

Pembebanan biaya yang terkait dengan merger dan akuisisi.

13. Biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing;

Pembebanan pajak penghasilan pihak ketiga.

14. Biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan participating interest;

Pengadaan barang dan jasa serta kegiatan lainnya yang melampaui nila i per s e tujua n A F E ta npa justifikasi yang jelas.

15. Pengadaan barang dan jasa serta kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kaidah keteknikan yang baik, atau yang melampaui nilai persetujuan otorisasi pengeluaran di atas 10% (sepuluh persen) dari nilai otorisasi pengeluaran;

Surplus material yang berlebihan akibat kesalahan perencanaan dan pembelian.

16. Biaya konsultan pajak; Pembebanan tax consultant fee. 17. Biaya bunga atas pinjaman; Pembebanan community development. 18. Surplus material yang berlebihan

akibat kesalahan perencanaan dan pembelian;

19. Harta yang dihibahkan;

20. Bonus yang dibayarkan kepada Pemerintah;

21. Biaya yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak;

22. Nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor;

23. Insentif interest recovery; 24. Biaya audit komersial.

Peraturan pemerintah ini mengatur daftar yang tidak diperbolehkan dan membuka sebesar-besarnya jenis biaya yang dapat dikembalikan sepanjang tidak bertentangan dengan empat syarat umum yang ditetapkan, yaitu biaya dikeluarkan memang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Oleh karena itu sejauh mana perubahan ini dapat mempengaruhi kontraktor migas tahap eksplorasi dalam operasionalnya, dengan adanya permasalahan dalam pembiayaan diperusahaan kontraktor kontrak kerj a sama untuk menentukan biaya terkait dalam kontrak bagi hasil. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Ketentuan Peraturan

Pemerintah dan Keputusan Kementerian Pada Kontrak Bagi Hasil Terhadap pengembalian biaya operasi (Cost Recovery) di PT.XYZ”. Dari

uraian diatas maka perumusan masalahan yang diambil : Bagaimana perubahan Kebijakan Peraturan Pemerintah No.79 tahun 2010 dengan Keputusan Kementerian No.22 tahun 2001 pada kontrak bagi hasil berpengaruh pada pengembalian biaya operasi ( cost recovery) di PT. XYZ ?

2. Tinajuan Pustaka

a. Kontrak Bagi Hasil ( Production Sharing Contract )

Kontrak bagi hasil (Production Sharing Contra ct/PSC) adalah skema pengelolaan sumber daya minyak dan gas dengan berpedoman kepada bagi hasil produksi, antara pemilik sumber daya dan investor. Kontrak Bagi Hasil diberikan untuk mencari dan mengembangkan cadangan hidrokarbon di area tertentu sebelum berproduksi secara komersial. PSC berlaku untuk beberapa tahun tergantung pada syarat kontrak, tergantung penemuan minyak dan gas dalam jumlah komersial dalam suatu periode tertentu, meskipun pada umumnya periode ini dapat diperpanjang.

b. Pengembalian Biaya Operasi (Cost Recovery)

Secara umum Pengembalian Biaya Operasi (Cost Recovery) merupakan biaya atas pengeluaran yang telah dilakukan oleh kontraktor sehubungan dengan penambangan migas. Biaya yang terdapat dalam usaha penambangan minyak dan gas bumi dibagi dalam beberapa kategori sesuai dengan tahapan kegiatan yang dimulai dari eksplorasi (Explorations), pengembangan (Development), eksploitasi atau produksi (Exploitation or Production), dan pemasaran (Marketing).

c. Peraturan yang Terkait dalam Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi

Seperti diketahui Undang-Undang Migas yaitu UU No. 22/2001 sudah berlaku efektif sejak akhir 2001. Memuat 17 biaya yang tidak dapat dimasukkan sebagai cost recovery, dengan melakukan pembatasan alokasi pembayaran cost recovery dan mengaitkannya dengan target penerimaan Negara dalam suatu tahun anggaran berjalan. Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 yang mengatur biaya-biaya yang dapat atau tidak dapat dikembalikan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas serta perlakuan pajak penghasilan pada kontrak kerja sama. Ketentuan yang diatur ini berlaku pada kontrak kerja sama pada kontrak bagi hasil dan kontrak jasa di bidang Hulu migas.

d. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dapat dipaparkan dalam bentuk tabel seperti di bawah ini :

Table 2.4.

Penelitian Terdahulu yang relevan dengan Penelitian saat ini No Judul Penelitian Peneliti Hasil Penelitian 1 Pengaturan Production

s har in g c o ntr ac t dalam Undang-undang minyak dan gas.

Romadhon (2009)

Penelitian ini menghasilkan bahwa konsep production sharing contract ini mengalami perubahan cukup berarti, sementara itu peraturan pelaksanaannya belum memberikan

penjelasan yang lebih detail terhadap kontrak bagi hasil. 2 Tinjauan Yuridis Terhadap

Klausula pengembalian biaya operasi pada standart kontrak perjanjian bagi hasil migas Pertamina dalam hubungannya dengan azas keseimbangan dalam hukum perjanjian.

Djatmiko (2011)

Penelitian ini menyatakan bahwa dalam perjanjian p r o d u c t i o n s h a r i n g mengandung resiko tinggi m e m but uh ka n a da n ya pembuktian secara tertulis, sehingga kesepakatan perlu dituangkan dalam akte notaris.

Dari beberapa hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, ada beberapa ketentuan yang dipakai kontraktor dalam pembagian kontrak bagi hasil dengan pemerintah, dan ketentuan peraturan pemerintah yang disepakati pada pihak yang bersangkutan. Hanya dalam kesepatakan atas kontrak bagi

hasil produksi (production sharing contract) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan hasil penelitian sebelumnya menyatakan pendapat yang sama bahwa Hasil penelitian terdahulu dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah atau isu-isu apa saja yang pernah dibahas oleh pihak terdahulu, serta menggunakan ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan kontrak bagi hasil (production sharing contract) antara pemerintah dengan kontraktor sesuai yang telah disepakati bersama. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan selama proses produksi.

Tabel 2.5.

Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

3. Metode Penelitian

Penelitian ini akan mengeksplorasikan secara menyeluruh pada pengambilan keputusan yang terkait Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri dalam pengoperasian diperusahaan migas. Data yang perlu di dapatkan untuk menghitung ke ekonomian proyek pengembangan di perusahaan migas, adalah : a. Mulai dan lamanya produksi, kapan dan berapa lama produksi akan

berlangsung.

b. Biaya operasi (cost recovery), yang mana biaya untuk kegiatan operasi selama proyek ini berlangsung dan selama sumur ini masih berproduksi.

c. FTP (first Tranche Petroleum), merupakan system penyisihan sejumlah tertentu hasil produksi minyak dan gasyang dihasilkan sebelum digunakan untuk pemulihan biaya (Cost Recovery).

d. Contractor split share, ini merupakan persentase bagian pendapatan dari kontraktor / perusahaan tetapi belum dipotong pajak, sebesar 8,84%.

e. Government split share, ini merupakan persentase bagian pendapatan dari Negara, tetapi belum termasuk pajak dari kontraktor / perusahaan, yaitu sebesar 7 1,15%.

f. Final tax rate, merupakan tarif pajak final perusahaan sebesar 48%. g. DMO Share, kewajiban dari pemerintah yang mensyaratkan pihak

kontraktor / perusahaan untuk menjual 25% produksi minyaknya kepada Pemerintah untuk didistribusikan di pasar domestic.

h. Harga minyak di dapatkan dari Indonesia Crude Price yang dikeluarkan oleh kementrian Energy dan Sumber Daya Mineral.

4. Hasil Analisis Penelitian

Pada pengelolaan suatu daerah kontrak Migas efisen atau tidak, tidak dapat diketahui dari recoverable cost tahunan. Untuk itu diperlukan POD (Plan of Development) atau paling tidak recoverable cost jangka panjang. Kondisi geografi dan geologi serta komposisi fluida reservoir yang berbeda menyebabkan lapangan yang satu bisa lebih mahal biayanya dari yang lain. Masa perhitungan dalam pendapatan produksi terhadap bagi hasil dapat diperhitungkan pada laporan keuangan perusahaan kontraktor PT.XYZ pada kontrak bagi hasil selama tahunan masa produksi, yakni :

Tabel 4.1.

Production sharing contract Financial Status Report Oil / Gas

DESCRIPTION ACTUAL $ BUDGET $ UNDER/OVE

R BUDGET LIFTING :

- Gas MMCF 0

- Oil / Condensate MBBLS 122.78 143,40

Weight Average Price 100 100

GROSS REVENUE 12, 278,000 14,340,000 (2,062,000)

First Trance Petroleum 2,018,610 2,371,570 (352,950)

Gross Revenue After FTP 8,074,450 9,486,260 (1,411,810)

Cost Recovery :

- Unrecovery Other Costs 0

- Current Year Operating Costs 3,166,220 3,609,230 (443,019)

- Depreciation Prior Year Asset 0

- Depretiation Current Year Asset 3,730 16,380 (12,640)

Total Cost Recovery 3,169,950 3,625,600 455,650