• Tidak ada hasil yang ditemukan

II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Usahatani dan Pemasaran

Dalam tinjauan pustaka ini akan dikemukakan beberapa hasil penelitian mengenai usahatani dan analisis tataniaga.

Hasil umum dari penelitian yang dilakukan peneliti-peneliti terdahulu tentang usahatani dan analisis sistem tataniaga menunjukan bahwa setiap komoditi buah-buahan mempunyai karakteristik usahatani dan sistem tataniaga yang berbeda-beda. Penelitian mengenai usahatani dan sistem tataniaga pisang khususnya pisang raja bulu belum ditemukan, sehingga komoditi tersebut menarik untuk diteliti lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu. Persamaannya pada analisis usahataninya yaitu mengenai pendapatan usahatani yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya diperhitungkan), dan R/C. Perbedaannya pada komoditi

penelitian, analisis sistem tataniaga, waktu dan lokasi penelitian yang akan dilaksanakan.

Penelitian Maharani (2008) mengenai Analisis Cabang Usahatani dan sistem Tataniaga Pisang Tanduk (studi kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat), memiliki persamaan alat analisis dengan skripsi ini. Adapun hal yang membedakan adalah jenis pisang yang diteliti dan lokasi serta waktu penelitian dilaksanakan. Dalam skripsi Maharani menunjukan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan merupakan usaha sampingan. Analisis pendapatan usahatani menunjukan nilai rasio R/C Total sebesar 1.05. Hal ini merupakan pembuktian bahwa kegiatan usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang masih menguntungkan bagi petani, walaupun usahatani tersebut menghasilkan produksi yang relatif rendah. Hasil analisis tataniaga menunjukan bahwa terdapat dua jalur pemasaran yang biasa digunakan oleh petani responden di Desa Nanggerang, yaitu: jalur tataniaga I (petani-pedagang pengumpul–(petani-pedagang besar - (petani-pedagang pengecer - dan konsumen) sedangkan untuk jalur tataniaga II (petani - pedagang pengecer dan konsumen) R/C Tunai saluran tataniaga I adalah 2.50 dan R/C Tunai saluran tataniaga II adalah 2.57, dengan Farmer’s share saluran I adalah 20 persen dan saluran II adalah 80 persen. Sehingga disimpulkan bahwa pedagang pengecer memperoleh keuntungan paling besar karena berhadapan langsung dengan konsumen akhir. Jadi, dalam skripsinya Maharani menyimpulkan bahwa usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang ini belum berkembang. Hal ini dibuktikan dengan kondisi dimana petani hanya mampu menghasilkan pisang dalam peningkatan kuantitas, namun tidak diikuti dengan peningkatan kualitas. Sehingga pada akhirnya, pisang tanduk yang dihasilkan hanya mampu memenuhi pasar tradisional dengan harga yang kalah bersaing dengan pisang impor, sehingga petani kurang tertarik untuk membudidayakan pisang tanduk secara intensif.

Berbeda dengan skripsi milik Maharani, skripsi Mirra (2006) yang mengangkat komoditi mangga gedong gincu sebagai objek penelitian. Dengan judul Analisis Usahatani dan Pemasaran Mangga Gedong Gincu, Mirra menyampaikan bahwa alasan penulisan skripsi ini dilatarbelakangi adanya permasalahan yaitu kondisi dimana petani tidak bisa menentukan besarnya harga

pasar, karena pasar dikuasai oleh tengkulak. Mirra menganalisis mulai dari analisis usahatani beserta pemasarannya terhadap komoditas mangga gedong gincu dengan menggunakan alat analisis R/C rasio hingga diperoleh hasil R/C rasionya adalah sebesar 7,1 dan dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani mangga gedong gincu sangat prospektif untuk dikembangkan lebih profesional lagi, adapun struktur pasar yang terjadi adalah pasar oligopoli.

Mengangkat topik yang sama seperti skripsi milik Mirra (2006), Hanna (2006) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok, menyimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah mengenai mutu produksi belimbing yang masih dibawah standar mutu yang diharapkan konsumen begitu juga dalam hal kualitas dan kuantitas yang belum terjamin serta keterlambatan pengiriman yang sering terjadi pada saat operasional pemasarannya. Hal-hal tersebut seringkali menghambat para petani dalam perkembangan bisnisnya. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan skripsi ini adalah : menghitung tingkat pendapatan usahatani, mengidentifikasi pola rantai pasokan belimbing, menganalisis prilaku lembaga pemasaran dan mengukur distribusi marjin pemasaran. Alat analisis yang digunakan adalah analisis usahatani dan marjin pemasaran, dari hasil perhitungan diperoleh nilai imbangan R/C rasio total adalah sebesar 2.29 dan R/C tunai sebesar 2.69 yang artinya usahatani ini layak untuk diusahakan dan memiliki prospek pengembangan usaha yang menjanjikan.

Ekawati (2005) dalam skripsi yang berjudul Analisis Usahatani dan Pemasaran Nenas Bogor di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, menyimpulkan bahwa kendala terbesar yang dialami oleh petani nenas di lokasi penelitian adalah keterbatasan lahan, serta serangan hama dan penyakit tanaman yang belum ada jalan keluarnya, seperti babi hutan, tikus, dan penyakit kering pucuk. Adapun faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi nenas bogor antara lain luas lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja dan pengalaman bertani nenas. Dari lima model fungsi produksi yang dicoba, dipilih model fungsi Cobb-Douglas yang memiliki R-Sq 99,7 persen. Variabel bibit berpengaruh nyata terhadap produksi pada taraf satu persen dan pengaruh tenaga kerja karena berpengaruh nyata pada taraf 40 persen. Pengaruh bibit di lokasi penelitian ini

masih relatif rendah, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya. Penggunaan tenaga kerja mencapai 817,23 HKP per hektar. Pendapatan atas biaya total pada usahatani nenas di Desa Sukaharja adalah Rp. 5.352.798,11 per hektar. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp. 16.031.848,11 per hektar per tahun. Nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani tersebut adalah 1,50 dengan Nilai R/C rasio atas biaya tunai tidak dapat dihitung karena tidak ada komponen biaya tunainya. Analisis pemasarannya diketahui terdapat empat saluran pemasaran yang digunakan oleh petani nenas di Desa Sukaharja yaitu saluran 1 (Petani - Konsumen Akhir), saluran 2 (Petani - Pedagang Pengecer Keliling - Konsumen Akhir), Saluran 3 (Petani – Tengkulak Pedagang Pengecer Keliling -Konsumen Akhir), dan saluran 4 (Petani – Tengkulak - Pedagang Pengecer Tetap - Konsumen Akhir). Saluran marjin yang paling banyak dipilih oleh petani adalah saluran 2. Marjin pemasaran yang paling besar adalah pada saluran pemasaran 3 (Rp. 2.600), kemudian diikuti oleh saluran pemasaran 2 (Rp.2.425), saluran 4 (Rp. 2.100) dan saluran 1 (Rp. 225). Dari hasil analisis farmer’s share diketahui bahwa saluran 1 memberikan farmer’s share paling tinggi yakni sebesar 81,25 persen , kemudian diikuti oleh saluran 2 19,17 persen dan saluran 3 (13,13%).

Memilih komoditi penelitian yang sama dengan Ekawati (2005), Dumaira (2003) melakukan penelitian mengenai Analisis Efisiensi Usahatani Nenas di Desa Tambakan, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penelitian tersebut ditujukan untuk mengetahui keragaan usahatani nenas di Subang, mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi nenas dan mengetahui tingkat efisiensi usahatani nenas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi nenas antara lain luas lahan, jumlah bibit, tenaga kerja, pupuk kandang, Urea, TSP, pupuk KCL, ethrel, pengalaman dan tingkat pendidikan petani. Faktor-faktor tersebut kemudian dianalisis dengan metode OLS

( Ordinary Least Square). Kemudian persamaan regresi tersebut dianalisis untuk

memperoleh t-hitung, F-hitung, dan R-square. Sementara tingkat efisiensi usahatani diukur dengan memperbandingkan Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) dari masing-masing fungsi produksi. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa dari semua faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi, ternyata variabel pupuk KCL dan pengalaman

bertani tidak berpengaruh secara signifikan. Hasil perhitungan nilai NPM/BKM menunjukan bahwa penguasaan luas lahan, bibit, pupuk urea dan ethrel masih belum efisien yang artinya masih perlu ditambah. Sedangkan penggunaan pupuk kandang, TSP dan pupuk KCL sudah tidak efisien lagi sehingga perlu dikurangi.

Secara lebih singkat studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini ditabulasikan dalam Lampiran 6.