• Tidak ada hasil yang ditemukan

V GAMBARAN UMUM DESA TALAGA

5.2. Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani merupakan aspek penting dalam menilai keberhasilan usahatani. Seseorang yang mempunyai kemampuan pendidikan yang baik dan berpengalaman lebih banyak serta mempunyai kemampuan teknis yang memadai akan berada pada posisi yang terbaik (Setianingsih et al, 2000). Dalam penelitian ini karakteristik petani pisang di Desa Talaga menyangkut status usaha, status kepemilikan lahan, usia, tingkat pendidikan, pengalaman dalam usahatani pisang raja bulu, jumlah tanggungan keluarga dan luas pengusahaan lahan juga dianggap sebagai faktor penting yang harus diketahui. Oleh karena itu penelitian ini menjelaskan kaitan faktor tersebut dengan usahatani pisang raja bulu. Karakteristik petani responden secara umum terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Responden

Status Petani

Karakteristik

Pemilik Penggarap Penggarap Jumlah (O ra ng ) Persen (%) Jumlah (O ra ng ) Persen (%) 20 66,67 10 33,33 1 2 3 4 Status Usaha :

Mata Pencaharian Utama Mata Pencaharian Sampingan

Pendidikan Petani : SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pengalaman Bertani (Tahun) : 0 – 5 5 – 15 15 – 25 > 25

Jumlah Anggota Keluarga :

1 - 2 3 - 4 5 - 6 > 6 8 12 16 2 1 1 2 8 4 6 1 10 5 4 26,67 40,00 53,33 6,67 3,33 3,33 6,67 26,67 13,33 20,00 3,33 33,33 16,67 13,33 4 6 6 2 2 0 1 4 3 2 0 4 5 1 13,33 20,00 20,00 6,67 6,67 0 3,33 13,33 10,00 6,67 0 13,33 16,67 3,33

Usia Petani Rata-Rata (Tahun) 49 42

Total Luas Lahan yang Diusahakan 13.05 hektar 16.2 hektar Rata-Rata Luas Lahan yang

Diusahakan

0.65 hektar 1.62 hektar

5.2.1. Status Usaha

Pada umumnya responden menjadikan pekerjaan usahatani pisang raja bulu sebagai mata pencaharian sampingan. Pada Tabel 5. Jumlah petani pemilik maupun petani penggarap yang menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian pokok lebih kecil dibandingkan dengan responden lain yang mejadikan usahatani pisang raja bulu sebagai mata pencaharian sampingan. Dari total responden sebanyak 30 petani, yang terdiri dari petani pemilik dan petani penggarap diketahui bahwa persentase petani pemilik yang menjadikan usahatani pisang raja bulu sebagai mata pencaharian utama adalah 26,67 persen atau sebanyak delapan orang dan sebesar 40 persen menjadikan usahatani pisang raja bulu sebagai mata pencaharian sampingan atau sebanyak 12 orang. Sedangkan persentase petani penggarap sebanyak empat orang (13,33 persen) yang menjadikan usahatani pisang raja bulu sebagai mata pencaharian utama dan sebesar 20 persen (enam orang) menjadikan usahatani ini sebagai mata pencaharian sampingan.

5.2.2. Pendidikan

Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh responden baik petani pemilik atau petani penggarap pernah mengikuti pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh petani tersebut masih rendah. Sebagian besar responden di lokasi penelitian telah mengikuti pendidikan formal. Mulai dari pendidikan dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Selain dari mengikuti pendidikan formal mereka juga pernah mengikuti pendidikan nonformal seperti pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus yang berhubungan dengan pertanian. Pelatihan-pelatihan dan kursus-kursus ini, sebagian besar diadakan oleh Dinas Pertanian bersama PPL setempat.

Mayoritas tingkat pendidikan responden adalah tamatan Sekolah Dasar (petani pemilik maupun petani penggarap). Tabel 5. menunjukkan data rataan tingkat pendidikan responden petani pemilik dan penggarap. Dari Tabel 5. diketahui bahwa 53,33 persen atau sebanyak 16 orang petani pemilik pernah mengenyam pendidikan tingkat SD, 6,67 persen tamatan SMP, 3,33 persen tamatan SMA dan 3,33 persen tamatan Perguruan Tinggi (PT). Sementara petani

penggarap terdiri dari 20 persen tamatan SD, 6,67 persen tamatan SMP dan 6,67 persen tamatan SMA.

5.2.3. Pengalaman Usahatani

Tingkat pendidikan ataupun pengetahuan yang baik tidaklah cukup untuk mendukung keberhasilan seorang petani. Selain dari pendidikan yang baik dibutuhkan juga pengalaman dalam berusahatani. Pengalaman petani berusahatani sangat berpengaruh terhadap jumlah total produk yang dihasilkan. Mayoritas dari responden sudah cukup lama berprofesi sebagai petani pisang. Penanaman pisang raja bulu secara kontinu umumnya petani baru sekitar tiga tahun terakhir. Mereka memulai bertani pisang sejak mereka masih kecil (bersama orangtua). Alasan responden berusahatani pisang karena merupakan usaha turun-temurun dari orang tua mereka dimana komoditi pisang cocok diusahakan di daerah mereka tinggal. Selain itu, harga pisang raja bulu yang tinggi membuat petani ingin mengusahakannya agar mendapat keuntungan yang lebih besar. Pengalaman dalam berusahatani pisang yang relatif mudah dan walaupun diupayakan secara minimum namun tetap memberikan hasil yang cukup membuat mereka terus melakukan usahatani pisang di setiap periode musim tanam selama bertahun-tahun. Contohnya jika awal musim hujan tiba yakni sekitar bulan Juli sampai Agustus mereka mulai menanam bibit pisang karena mereka ketahui bahwa bibit pisang muda lebih memerlukan kelembaban air tanah yang cukup, mereka juga mengetahui pupuk kandang sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan hara yang diperlukan selama fase pertumbuhan pohon pisang, kapan waktu yang tepat untuk pemupukan, berapa jarak tanam yang paling efektif serta tanaman apa saja yang paling tepat ditumpangsarikan dengan pisang. Kebanyakan mereka mengetahui semua itu dengan teknik Trial and Error (teknik coba-coba). Dari pengalamannya itu mereka lebih memahami praktek di lapangan dibandingkan dengan petugas PPL. Petugas PPL dilokasi penelitian memang lebih paham tentang budidaya pisang secara konsep teori, namun dalam prakteknya kurang memahaminya dibanding petani.

Pada Tabel 5. dapat dilihat bahwa petani pemilik yang memiliki pengalaman usahatani selama 0-5 tahun sebanyak dua orang (6,67 persen),

5-15 tahun sebanyak delapan orang (26,67 persen); antara 15-25 tahun sebanyak empat orang (13,33 persen) dan sisanya sebanyak enam orang (20 persen) memiliki pengalaman diatas 25 tahun. Petani penggarap yang memiliki pengalaman 0-5 tahun sebanyak satu orang (3,33 persen); empat orang (13,33 persen) berpengalaman 5-15 tahun: yang berpengalaman 15-25 tahun sebanyak tiga orang (10 persen) dan sisanya dua orang (6,67 persen) berpengalaman di atas 25 tahun. Dari segi pengalaman di lapangan, tenyata semua responden petani pisang secara umum memiliki pengalaman bertani pisang diatas 5 tahun.

5.2.4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Besarnya pendapatan usahatani seseorang tidak dapat dijadikan sebagai indikasi kesejahteraaan hidup keluarga petani. Jika besarnya jumlah pendapatan usahatani sebanding dengan banyaknya jumlah anggota keluarga petani yang harus ditanggung, maka besarnya jumlah pendapatan yang diterima petani tidak akan berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan hidup keluarga petani. Tampak pada Tabel 5. jumlah tanggungan keluarga petani responden terbanyak (baik petani penggarap maupun pemilik) berjumlah 3-4 orang. Petani pemilik yang memiliki tanggungan keluarga 1-2 sebanyak satu orang (3,33 persen); sebanyak 10 orang (33,33 persen) petani memiliki tanggungan keluarga berjumlah 3-4 orang dan tanggungan yang menanggung jumlah keluarga 5-6 orang sebanyak lima orang (16,67 persen) dan yang memiliki anggota keluarga > 6 orang yakni sebanyak empat orang (13,33 persen). Sementara petani penggarap yang memiliki tangungan 3-4 orang berjumlah empat orang (13,33 persen); sebanyak lima orang (16,67 persen) yang memiliki tanggungan keluarga 5-6 orang dan satu orang petani (3,33 persen) yang memiliki jumlah tanggungan keluarga > 6 orang.

5.2.5. Usia

Kisaran usia produktif untuk menjalankan usaha pertanian berada pada kisaran usia 15-50 tahun (Soeharjo dan Patong, 1973, dalam Setianingsih et al, 1993). Pada Tabel 5. diketahui usia rata-rata petani pemilik yaitu 48 tahun, sedangkan petani penggarap 41 tahun. Maka, petani pemilik dan petani

penggarap yang melakukan usahatani pisang raja bulu di Desa Talaga dapat dikategori usia produktif karena rataan usia respondennya berada pada kisaran usia produktif dalam berusahatani yakni 15 – 50 tahun.

5.2.6. Pengusahaan Lahan

Pengusahaan lahan antara petani pemilik dengan penggarap tidak sama. Petani penggarap di lokasi penelitian cenderung mengusahakan lahan yang lebih luas dibandingkan dengan petani pemilik, tetapi dalam pengusahaannya sebagian besar dari mereka mengusahakan lahan milik petani pemilik. Pada Tabel 5. dapat diketahui total luas lahan yang diusahakan oleh petani pemilik yakni seluas 13.05 hektar dengan rata-rata petani memiliki 0,65 hektar lahan perkebunan untuk budidaya pisang. Sedangkan petani penggarap rata-rata mengusahakan seluas 1.62 hektar dengan total luas lahan 16.2 hektar lahan yang ditanami pisang raja bulu per musim tanam.

5.2.7. Sumber Modal

Modal merupakan faktor penting yang bisa menjaga keberlangsungan usahatani pisang. Jika tidak memiliki modal yang cukup maka akan dipastikan usahatani tidak akan berjalan dengan lancar. Sumber modal petani baik petani pemilik penggarap maupun penggarap berasal dari modal sendiri (pribadi). Adapun sumber modal dari pihak luar yaitu berupa dari pinjaman kepada sesama petani yang tergabung dalam kelompok tani, pinjaman tengkulak ataupun pinjaman lainnya. Secara lebih sumber permodalan petani responden dapat dilihat pada Lampiran 7.