• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3. Analisis Cabang Usahatani Pisang Raja Bulu di Desa Talaga

6.3.3.2. Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Cabang Usahatani Petani Penggarap

Secara umum variabel biaya-biaya usahatani petani penggarap sama dengan petani pemilik. Namun pada hasil penerimaan produksi terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara petani pemilik dengan petani penggarap, hal ini disebabkan pengalaman akan budidaya pisang raja bulu petani penggarap lebih sedikit dibandingkan petani pemilik sehingga budidaya pisang raja bulu tidak dapat menghasilkan produksi yang optimal per musim tanamnya. Dari hasil penjualan pisang raja bulu diperoleh nilai sebesar Rp. 28.728.000 per hektar per musim tanamnya. Komponen penyusun biaya, baik biaya tunai maupun tidak tunai hampir memiliki kesamaan dengan komponen biaya yang dikeluarkan oleh responden petani pemilik. Total biaya yang harus dikeluarkan oleh petani penggarap besarnya adalah Rp. 21.640.117.80 yang terdiri dari Rp. 14.557.000 biaya tunai dan Rp 7.047.117.80 untuk biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh penggarap jauh lebih besar dibandingkan dengan pemilik. Hal ini disebabkan oleh besarnya biaya sewa lahan yang dikeluarkan penggarap sebesar Rp. 2.350.000 per tahun per hektar. Karena waktu budidaya pisang yang dilakukan lebih dari satu tahun, ditambah waktu persiapan lahan dan panen anakan, sehingga diasumsikan waktu sewa lahan untuk budidaya pisang raja bulu adalah dua tahun per musim tanam.

Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga pada petani petani penggarap tidak mencukupi kebutuhan mereka akan tenaga kerja. Oleh sebab itu mereka pun mempekerjakan tenaga kerja luar keluarga yang mencapai 358 HOK per hektar per musim lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yaitu 144,56 HOK per hektar per musim tanam. Dari analisis usahatani pada responden petani penggarap dengan luas lahan satu hektar diperoleh nilai R/C tunai 1.97 yang artinya petani penggarap mengeluarkan biaya tunai rata-rata sebesar 49,32 persen dari rata-rata keuntungan produksi pisang raja bulu per hektar per musim tanam.

Secara ekonomis jika kita membandingkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga antara responden petani pemilik dengan petani penggarap, maka akan tampak jelas bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga petani penggarap lebih sedikit daripada petani pemilik, dengan kata lain biaya yang dikeluarkan petani penggarap untuk biaya tenaga kerja akan lebih besar sehingga

mempengaruhi besarnya rasio pendapatan biaya total. Hal yang menyebabkan petani pemilik mengeluarkan tenaga kerja dalam keluarga karena petani pemilik secara konsisten lebih banyak mengikutsertakan dirinya dan anggota keluarga lainnya untuk bekerja di lahan dibanding dengan petani penggarap yang sebagian besar memiliki profesi dan aktivitas lain selain bertani. Selain itu umumnya kebun pisang milik petani penggarap kondisi lahannya kurang subur dan kering dibandingkan kebun milik petani pemilik hal ini dikarenakan umumnya area garapan petani penggarap lokasinya jauh dari pusat desa yang tidak terdapat saluran air untuk pengairan tambahan sehingga produktivitas pisang raja bulu yang ditanam petani penggarap lebih rendah dibanding produktivitas pisang raja bulu yang ditanam petani pemilik. Secara rinci penggunaan input produksi oleh petani penggarap dapat dilihat dalam Lampiran 15.

Pada umumnya petani penggarap di lokasi penelitian menggarap lebih dari satu lahan garapan. Dalam mencukupi kebutuhan sehari-harinya, petani penggarap tidak hanya mengandalkan hasil dari mengolah lahan garapan milik orang lain. Biasanya mereka juga mengolah lahan milik sendiri dengan menanam jenis komoditi lain seperti pisang, jagung, kol, kubis dan sayur-sayuran. Untuk hasil produksi pisang raja bulu umumnya petani penggarap menjual seluruh hasil panennya kepada pedagang pengumpul, karena harga pisang raja bulu yang tinggi sehingga diharapkan dapat menambah pemasukan mereka guna menunjang kebutuhan sehari-hari.

Dari perhitungan penerimaan, pendapatan dan perhitungan nilai R per C, dapat diketahui bahwa usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik dan penggarap keduanya menguntungkan, namun secara nominal usahatani yang dilakukan oleh petani pemilik lebih menguntungkan dari pada penggarap.

Dengan luas lahan satu hektar petani pemilik memperoleh penerimaan sebesar Rp. 47.324.970,00 sedangkan petani penggarap memperoleh penerimaan sebesar

Rp. 28.728.000,00. Terdapat perbedaan selisih nilai pendapatan antara petani pemilik dan petani penggarap yang signifikan padahal dilakukan pada daerah yang sama dengan luas area penanaman yang sama pula. Hal ini dikarenakan petani penggarap mengeluarkan biaya sewa lahan yang cukup besar sebagai biaya tunai yang harus dikeluarkan selama melakukan ushatani pisang raja bulu.

Faktor lain yang menyebabkan petani pemilik umumnya memperoleh keuntungan nominal yang lebih besar dibanding petani penggarap adalah karena petani pemilik memiliki wawasan dan pengalaman yang lebih luas mengenai budidaya pisang raja bulu. Petani pemilik akan juga lebih handal dalam menyikapi setiap permasalahan yang ada dalam usahatani pisang raja bulu baik yang menyangkut budidaya atau pemasarannya, sehingga petani mampu meminimalisasi risiko gagal panen dan kerugian lain.

Dengan membuat analisis usahatani dapat diperhitungkan secara matematis bahwa dengan mengusahakan pisang raja bulu seluas satu hektar, untuk petani pemilik jika dihitung dari pendapatan atas biaya total maka usahatani pisang raja bulu dapat memberikan sumber penghasilan tambahan kepada keluarga sebesar Rp. 790.772.175 per bulan, jika dihitung dari pendapatan atas biaya tunai maka petani pemilik akan memperoleh pendapatan tambahan per bulan sebesar Rp. 1.583.366.34 per bulan.

Sedangkan untuk petani penggarap budidaya pisang raja bulu dapat memberikan sumber pendapatan tambahan bagi keluarga petani rata-rata jika dihitung berdasarkan pendapatan atas biaya ekonomi, maka petani tidak akan memperoleh keuntungan dari usahatani yang dilakukannya, namun jika dihitung berdasarkan pendapatan biaya tunai maka akan diperoleh pendapatan rata-rata per bulan sebesar Rp. 590.458.33. Secara rinci perbandingan produksi pisang, biaya input usahatani dan R/C Ratio petani pemilik dan penggarap dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan Analisis Cabang Usahatani Pisang Raja Bulu Antara Petani Pemilik dan Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No Keterangan Petani Pemilik (Rp) Petani Penggar ap (Rp) A Penerimaan 47.324.970,00 28.728.000,00 B Biaya tunai

Total biaya tunai 11.032.390,00 14.557.000,00

C Biaya yang diperhitungkan

Total biaya yang diperhitungkan 17.314.047.80 17.055.117.80 D Total biaya (B+C) 28.346.437,80 31.612.117,80 E Pendapatan atas biaya tunai (A-B) 36.292.580,00 14.171.000,00

F R/C atas biaya tunai (A/B) 4.28 1.97

H R/C atas biaya ekonomi (A/D) 1.67 0.90

Sumber : Data primer, diolah (2009)

6.4. Analisis Tataniaga Pisang Raja Bulu di Desa Talaga 6.4.1. Saluran Tataniaga

Definisi saluran tataniaga adalah rangkaian lembaga tataniaga yang dilalui produk berupa barang atau jasa dengan arah penyaluran produk dari produsen ke konsumen. Setiap saluran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga tersebut. Semakin pendek saluran tataniaga akan memberikan keuntungan yang lebih besar terhadap produsen dibandingkan dengan saluran tataniaga yang panjang.

Berikut ditampilkan skema saluran tataniaga pemasaran pisang raja bulu di Desa Talaga berdasarkan data responden tahun 2009.

(E1) (E2) (D) (C) (B) (A)

Gambar 6. Saluran Tataniaga Pisang Raja Bulu di Desa Talaga

Hal ini dijelaskan dengan menggunakan analisis marjin tataniaga. Lembaga-lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran tataniaga pisang raja bulu didaerah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Pedagang Pengumpul Tingkat Desa (Tengkulak)

Pedagang pengumpul tingkat desa adalah orang yang membeli pisang dari petani secara langsung. Mereka membeli pisang raja bulu dari petani dalam bentuk pisang siap panen yang masih ditanam di kebun dan pembeliannya dilakukan dengan sistem borongan. Pedagang pengumpul yang dijadikan responden, umumnya memiliki kendaraan pengangkut (mobil pick-up) dan tenaga kerja untuk pemanenan.

Di Desa Talaga terdapat tiga orang pengumpul desa. Satu orang menjadikan kegiatan ini sebagai kegiatan utama dan dua orang menjadikan kegiatan ini sebagai kegiatan sampingan saja. Dengan rata-rata umur responden 37 tahun. Responden pedagang pengumpul dua orang berpendidikan tamatan SD dan satu orang tamatan SMP dengan rata-rata pengalaman sebagai pedagang pengumpul selama 5 tahun.

2. Pedagang Besar Daerah (PBD)

Pedagang besar daerah adalah orang yang membeli buah pisang dari pihak pedagang pengumpul ataupun dari petani. Prosedur pembeliannya adalah pedagang pengumpul atau petani mendatangi pedagang besar

Giant Pedagang besar

luar

daerah Carefour

Pedagang besar daerah Pedagang peng ump Petani Pedagang pengecer Konsumen

ataupun pihak pedagang besar yang mendatangi petani. Biasanya pedagang besar telah memiliki langganan pedagang pengumpul yang menjual pisang kepada mereka. Sebagian mereka membeli pisang raja bulu dari pedagang pengumpul sudah dalam bentuk sisir dan sebagian lainnya masih dalam keadaan tandan buah. Sedangkan pembelian yang berasal dari petani secara keseluruhannya masih dalam tandan buah. Rata-rata pedagang besar yang dijadikan responden memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang lengkap juga ditunjang dengan ruangan pendingin, ruang pemeram pisang serta ruang penyimpanan pisang sebelum pisang di pasarkan.

Buah pisang yang telah dibeli dari pedagang pengumpul dibagi kembali oleh pedagang besar berdasarkan kualitas dan ukuran buah sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Pengolahannya menyangkut proses penggolongan pisang (grading) kedalam beberapa kualitas yang diinginkan, sortasi dan proses pengemasan ulang. Hasil grading yang dilakukan oleh pedagang besar menghasilkan kualitas super, medium dan standar. Setelah proses pengemasan selesai, maka langkah selanjutnya memasarkan kepada pedagang pengecer daerah dan luar daerah serta pedagang besar luar daerah. Tidak hanya memasarkan kepada lembaga tataniaga lain, mereka juga memasarkan pisang secara langsung kepada konsumen. Dalam hal ini konsumen langsung mendatangi langsung kepada pedagang besar. Lembaga pemasaran yang bertindak sebagai pedagang besar daerah di lokasi penelitian sebanyak dua orang. 3. Pedagang Besar Luar Daerah (PBLD)

Pedagang besar luar daerah (biasa disebut sebagai pedagang grosir) yang dituju oleh para pedagang besar daerah diantaranya pedagang grosir Pasar Induk Keramatjati (PIK) dan Pasar Swalayan. Adapun perusahaan yang menjadi pedagang besar luar daerah adalah PT Bumi Segar dan PT Berkah Jaya, kedua perusahaan ini menjadi lembaga tataniaga dalam pendistribusian pisang raja bulu di Desa Talaga. Biasanya mereka dikirim langsung oleh pedagang besar daerah secara kontinu minimal empat ton setiap bulan. Pembayaran yang dilakukan biasanya dalam bentuk tunai.

Mereka menjual pisang kepada konsumen dengan cara mengirimnya langsung kepada konsumen ataupun melayani di tempat.

4. Pasar Swalayan

Pasar swalayan merupakan lembaga yang langsung berhadapan dengan konsumen. Pasar swalayan meliputi dua jenis yaitu Supermarket dan Hypermarket. Supermarket yang dituju oleh pedagang besar adalah Giant. Sedangkan Hypermarket yang dituju oleh pedagang besar adalah Carefour. Baik Giant ataupun Carefour melakukan pengemasan ulang karena mereka umumnya menjual pisang yang telah dibeli dari pedagang besar daerah dengan merek Pisang Girang Cianjur namun di beri pembungkus plastik atau stereofoam pada bagian dasar buah, dengan kualitas pisang yang dipasarkan adalah super. Volume pisang raja bulu yang dijual di carefour sebanyak 1.01-2.01 Ton per sekali kirim per bulan dan volume pisang raja bulu yang dijual di Giant sebesar 1.01 Ton.

5. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer merupakan pedagang yang langsung berhadapan dengan konsumen. Pedagang pengecer terbagi menjadi dua jenis yaitu pedagang pengecer daerah dan pedagang pengecer luar daerah. Pedagang pengecer daerah yang dituju oleh para pedagang pisang daerah diantarannya kios buah di pasar Ramayana-Cianjur, pedagang pengecer jongkok yang menjual pisang raja bulu di lapak pinggir jalan dan pedagang buah yang terdapat di beberapa tempat yang ada di Kabupaten Cianjur. Sedangkan pedagang pengecer luar daerah ada yang mengecerkannya di pasar atau toko buah di luar wilayah Kabupaten Cianjur. Baik pedagang pengecer daerah ataupun luar daerah tidak melakukan proses pengemasan ulang karena mereka langsung menjual pisang yang telah dibeli dari pedagang besar daerah dalam bentuk sisir buah. Jenis kualitas pisang yang dipasarkan juga beragam dan campuran.