• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.2. Teknik Budidaya Pisang Raja Bulu di Desa Talaga

Teknik budidaya pisang raja bulu yang dilakukan tidak jauh berbeda dengan jenis pisang lainnya. Namun demikian terdapat sedikit perbedaan seperti pada teknik panen dan pascapanen.

Gambar 3. Lahan Budidaya Pisang Raja Bulu di Desa Talaga

Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur 2008 dan hasil pengamatan, teknik budidaya pisang raja bulu yang diterapkan di Desa Talaga adalah sebagai berikut:

g) Pengolahan tanah

Pengolahan tanah bukan kegiatan yang mutlak harus dilakukan, khususnya pada lahan yang masih gembur dan tidak terdapat gulma. Untuk tanah yang beralang-alang perlu dicangkul sedalam 50x50 sentimeter. Alang-alang merupakan gangguan utama untuk tanaman pisang karena dapat menyebabkan kompetisi perolehan kebutuhan hara dan mineral-mineral tanah antar tanaman pisang dengan gulma. Tanah yang paling baik untuk pertumbuhan pisang raja bulu adalah tanah liat yang gembur, yang memiliki drainase dan aerasi tanah yang baik.

h) Penyediaan bibit pisang

Pada awalnya untuk mendapatkan bibit pisang pisang raja bulu, petani tidak perlu membibitkan ataupun membeli bibit pisang tersebut, namun saat ini karena banyak petani yang ingin menanam pisang raja bulu, bibit pisang raja bulu menjadi terbatas dan sedikit sehingga untuk memiliki bibit pisang raja bulu banyak petani yang membeli bibit pisang raja bulu dari petani lain seharga Rp. 1.500,00 per bibitnya, namun demikian kualitas bibit tidak terjamin. Petani yang telah lama membudidayakan tanaman pisang raja bulu, memperoleh bibit dari anakan yang sudah ada dari tanaman sebelumnya ataupun anakan pisang raja bulu yang sengaja dibiarkan tumbuh menggerombol di sekitar atau sekeliling tanaman induknya (mother plant).

Pisang umumnya diperbanyak dengan anakan sebab pohon pisang yang berasal dari anakan akan menghasilkan tandan yang lebih besar pada panen pertamanya (tanaman induk). Untuk perbanyakan dengan anakan petani biasanya hanya membiarkan satu sampai dua anakan dari setiap rumpunnya, sedangkan sisa anakan yang lainnya setelah berumur tiga sampai empat bulan dipindahkan ke lubang tanam lainnya. Hal ini bertujuan agar pertumbuhan tanaman induk dan anakan dapat optimal, karena dengan membatasi jumlah tanaman dalam satu rumpun diharapkan tidak terjadi kompetisi antar tanaman sehingga kebutuhan hara dalam tanah masih bisa terpenuhi. Selain itu bonggol atau potongan bonggol juga dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan. Bonggol ini biasanya dibelah dua

dan direndam dalam larutan antiseptik salah satunya dengan larutan pemutih pakaian gunanya untuk membunuh nematoda dan hama penggerek sebelum ditanam.

i) Penanaman dan pemupukan

Penanaman pisang dilakukan pada awal musim tanam yakni antara bulan Juli sampai dengan Agustus dengan menggunakan anakan dengan jarak tanam 2 x 3 meter. Berdasarkan wawancara dengan petani responden, sebagian petani di Desa Talaga hanya menggunakan pupuk kandang berupa kotoran kambing, karena menurut mereka selain ekonomis dan mudah diperoleh, pupuk kandang juga dapat mempertahankan kesuburan tanah. Di pekarangan pemakaian pupuk kandang dan kompos sebanyak 10 kilogram perlubang tanam, dengan anjuran mendiamkan terlebih dahulu lubang tanam yang telah diberi pupuk selama kurang lebih satu minggu, sebelum bibit pisang ditanam kedalam lubang tanam.

Petani responden tidak menggunakan pupuk kimia seperti Urea, TSP dan KCL. Dengan pertimbangan tanaman pisang raja bulu telah memperoleh pupuk kimia dari tanaman utama yang ditanam disekitarnya dengan tumpangsari, karena pada saat pupuk diberikan pada tanaman utama seperti sayuran, buah-buahan dan palawija, pupuk juga akan dapat diserap oleh perakaran pisang raja bulu.

Pengairan diperlukan di areal yang memiliki musim kemarau panjang, atau jika curah hujannya kurang dari 200 sampai 220 milimeter bulan. Namun berbeda dengan petani pisang di lokasi penelitian, karena topografi lahan yang berbukit menyulitkan petani untuk mengambil banyak air dan keterbatasan sumber air menyebabkan petani tidak melakukan penyiraman terhadap tanaman pisangnya. Petani hanya melakukan penyiraman terhadap komoditas utamanya seperti jagung, pepaya, kangkung, bayam, cabe rawit, buncis, terong dan caisin sebanyak dua kali sehari.

Di perkebunan yang membudidayakan pisang dengan lebih komersial beberapa tindakan lain dilakukan untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi dan untuk menjamin buah berkualitas baik untuk

pasaran (khusus). Tindakan-tindakan itu mencakup pembuangan anakan, pembuatan tunggul-tunggul, pemotongan jantung pisang, dan pengurangan tandan buah. Setiap enam sampai 12 minggu tanaman pisang dibuangi anakannya, hanya ditinggalkan satu tanaman induk (yang sedang berbuah), satu batang anakan (yang tertua), dan satu tanaman cucu. Pada kepadatan yang rendah, setiap rumpun dapat berisi satu batang induk berikut dua anakannya. Jadi, untuk menghindari berjejalnya batang, dan untuk mengatur panen yang berurutan dalam setiap rumpun, satu anakan disisakan pada satu pohon induk setiap 6 sampai 10 bulan (atau lebih untuk daerah beriklim sejuk seperti Desa Talaga) untuk menghasilkan tandan berikutnya. Hanya anakan yang sehat dan tertancap dalam yang boleh disisakan, untuk penyangga atau tali dapat digunakan sehingga memberikan dukungan tambahan bagi tanaman yang berisi tandan buah. Topangan ini akan menghindarkan tanaman dari patahnya batang karena beratnya tandan. Jantung pisang hendaknya segera dibuang setelah dua sisir terakhir dari tandan itu muncul. Pada waktu yang bersamaan, satu atau dua sisir terakhir mungkin perlu dibuang untuk meningkatkan panjangnya masing-masing buah pisang yang tersisa.

j) Penanganan hama penyakit

Penyiangan berulang-ulang diperlukan sampai pahon-pohon pisang dapat menaungi dan menekan gulma. Gulma diberantas dengan cara-cara mekanik (dibabat, digunting dan sebagainya) atau dengan tangan dicabut secara manual. Adapun penyakit yang paling sering menyerang pisang raja bulu adalah penyakit layu Fusarium atau penyakit Panama yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. Cubense, penyakit ini paling sering dijumpai pada perkebunan pisang di Desa Talaga yakni mencapai 10 persen sampai 15 persen. Penyakit ini berupa jamur tanah yang menyerang akar kultivar-kultivar pisang yang rentan, dan menyumbat sistem pembuluh, sehingga tanaman akan layu. Satu-satunya cara pemberantasan ialah penghancuran fisik atau kimiawi (herbisida) pada tanaman yang terserang dan pohon pisang di sekitarnya, lahan hendaknya dikosongkan dan dipagari serta dikucilkan dari penanaman dan aliran pengairan.

Petani responden di Desa Talaga umumya tidak melakukan pengendalian hama penyakit tanaman secara intensif pada komoditi pisang raja bulu. Pada saat ini jika tanaman mengalami serangan hama penyakit tanaman dibiarkan saja atau tanaman ditebang dan dibakar sebagai teknik meminimalisasi serangan hama dan penyakit agar tidak menular ke tanaman lain. Perlakuan yang dilakukan baik oleh petani pemilik maupun petani penggarap ini diharapkan dapat menghemat biaya produksi karena terdapatnya keterbatasan modal petani pisang raja bulu.

k) Panen dan Pasca Panen

Panen pisang dilakukan ketika buah masih berwarna hijau dan tua. Tingkat kematangan diperkirakan dari adanya siku-siku pada individu buah, buah yang penampang melintangnya lebih bulat berarti lebih tua. Distribusi harus dilakukan dengan secepat mungkin karena sewaktu berat buah meningkat dengan cepat sejalan dengan menghilangnya siku-siku pada buah, buah pisang juga menjadi lebih rentan terhadap kerusakan selama pengangkutan.

Untuk memanen pisang diperlukan dua orang yaitu satu orang untuk memanen tandan pisang sedangkan satu orang lagi untuk menahan jatuhnya tandan setelah pihak pemanen memotong tandan pisang dengan golok, sehingga bagian atas pohon beserta tandannya merunduk. Setelah tandan itu merendah pihak pemanen memotong gagang tandan dengan menyisakan sebagian gagang yang masih berada pada tandan yang digunakan sebagai pegangan.

Semua hasil panen dikumpulkan di pinggir jalan dekat kebun-kebun petani, dan petani hanya tinggal menunggu pedagang pengumpul yang akan mengambil hasil panennya dengan menggunakan kendaraan pengangkut seperti mobil bak terbuka atau motor jika panennya sedikit. Penimbangan hasil panen dilakukan oleh pihak pengumpul (tengkulak), sedangkan dalam hal harga penjualan ditentukan oleh pengumpul berdasarkan kualitas buah hasil panenan. Dalam hal ini posisi tawar petani sangat lemah, karena jika tidak langsung menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul petani akan kesulitan memasarkan hasil panennya.

Umumnya pihak pengumpul memanen sendiri panen pisang di kebun-kebun petani atau langsung mengambil hasil panen buah pisang petani di pinggir jalan dekat kebun-kebun petani. Dengan bermodal ikatan kerjasama dan kepercayaan petani menyerahkan hasil panen ke pengumpul tanpa tahu dengan pasti berapa bobot tandan pisang hasil panennya, dan harga jual per kilogramnya. Dari kebun petani, pihak pengumpul mengangkut tandan-tandan pisang dengan hati-hati menggunakan mobil bak terbuka menuju ruangan pengumpulan dan segera itu pula ditimbang untuk mengetahui hasil panen setiap petani. Sedangkan untuk penanganan pasca panen pada tandan yang telah dipanen adalah dengan memotong setiap tandan buah pisang dipotong menurut sisiran, dan bekas-bekas bunga pada sisiran itu dibuangi, sisiran dicuci, disortir, direndam dengan larutan khusus, dan dibiarkan sesaat, kemudian dibungkus dengan daun pisang dan terakhir disusun kedalam keranjang-keranjang besar dari anyaman bambu. Sebagai tambahan, buah pisang itu diperlakukan dengan fungisida untuk menghindari busuknya sisiran buah itu. Daya simpan pisang mentah berkisar antara 21 sampai 30 hari pada suhu antara 13 sampai 15 derajat selsius.

Adapun zat tambahan yang umum digunakan agar dapat mematangkan buah tua-mentah adalah dengan kalsium karbida (CaC2) atau larutan etefon. Pada perlakuan kalsium karbida, buah pisang dikenai bahan ini selama 24 sampai dengan 36 jam dalam sebuah wadah berupa tong plastik dan tertutup, sedangkan pada perlakuan etefon pencelupan dilakukan yang efektif dilakukan selama 30 detik. Pada pengusahaan secara komersial besar-besaran digunakan gas etilena. Pisang diberi perlakuan khusus selama 24 jam dalam kamar tertutup yang berisi etilena dan suhunya dipertahankan 14 sampai 18 derajat selsius. Setiap 24 jam sekali kamar dibuka untuk ventilasi sampai buah-buah pisang itu mencapai warna yang disenangi konsumen. Secara fisik dan penampilan buah pisang raja bulu yang siap panen dan siap dipasarkan dapat dilihat pada Lampiran 3a dan 3b.