• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidup Para Pendir

Dalam dokumen BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI pdf (Halaman 71-88)

Pada bagian ini kita akan dihadapkan dengan pertanyaan apa yang dimaksud dengan elemen-elemen konstitutif atau unsur-unsur pembentuk spiritualitas Kongregasi Bruder-bruder FIC di dalam kehidupan para Pendiri. Kongregasi Bruder-bruder FIC didirikan oleh Mgr. L.H. Rutten dan Bruder Bernardus Hoecken. Menariklah mengamati kehidupannya, karena keduanya memiliki kharakter spiritual tertentu, dapat dikatakan saling melengkapi dan memperkaya. Sebagai Pendiri, Rutten adalah seorang imam diosesan yang masih muda di Maastricht. Dan Hoecken merupakan batu penjuru, bruder pertama dalam Kongregasi.

2.1 Mgr. L.H. Rutten 2.1.1 Peziarahan Imamat

189

Ph . van de Ven ialah dosen dan presiden seminari di Herlaer ketika Rutten sedang menyelesaikan tugas studi untuk imamatnya.

190

BR.SIGISMUND TAGAGE, “Maastricht, Bakermat van een Congregatie

(Maastricht, Tempat Kelahiran Kongregasi)”, Maastricht 1965, hal. 224: “Aanbelangend

was het, dunkt mij, dat de E. Heer Rutten zijnen heiligen ijver, waar mede hem de Heer bezield heeft, maar stillekens begon aan den dag te leggen in het onderwijs der kinderen

‹In de marge bijgeschreven: presbyter tamen ordinatus›; men zou welhaast het heilzame

dier onderneming zien; andere menschen zouden dan ook tot zoo een heilig werk toedragen; en wie weet wat heilzame liefdewerken Z. Eerw. als voorbeelden zijner opvolgers, zal agterlaten. Crescit occulto velit ‹d.i. velut› avbor avo ‹?› Vincentius alter erit.” Huruf miring ditulis oleh Ph. v.d.Ven, penulis surat ini.

Rutten dilahirkan pada tanggal 8 Desember 1809, di dalam keluarga kristiani yang kaya191: Nicolaas Rutten (1775 - 1842) dan Maria Catharina Agnes Lousberchs (1782 - 1816) di Maastricht. Ia anak keenam dari delapan bersaudara, tiga laki-laki dan lima perempuan. Adik laki-lakinya, Petrus meninggal pada usia setengah tahun. Dibaptis satu hari kemudian dan mendapat nama kristiani Louis Hubertus (1809-1891). Ibunya meninggal tanggal 16 April 1816 ketika Rutten berusia enam setengah tahun. Neneknya, Maria Lousberchs mengambil alih perawatan Rutten kecil serta saudara dan saudarinya. Ayah Rutten memiliki pabrik bir dan seorang ayah yang bijaksana. Ia mengusahakan sekolah yang baik bagi Rutten.

Pada tanggal 3 Oktober 1821, Rutten belajar pada Sekolah Bahasa Latin. Pada tahun pertama studinya, merupakan tahun yang menyenangkan baginya. Ia rajin dan giat belajar. Rutten memperoleh peringkat pertama dalam Bahasa Latin, Perancis, dan Jerman. Karenanya, ia mendapatkan hadiah-hadiah seperti uang, burung merpati, ayam dari ayah dan neneknya. Sejak saat itu, ia malas belajar. Ia lebih suka berkeliaran di ladang-ladang dan hutan-hutan di sekitar Maastricht. Ia menyibukkan diri dengan hobinya. Akibatnya, ia hanya memperoleh juara kedua pada tahun berikutnya. Selanjutnya, prestasinya biasa-biasa saja atau bahkan lebih rendah dibadingkan dengan teman-temannya, dan akhirnya tidak mendapatkan prestasi apa-apa. Lebih jauh lagi, Rutten malah lebih menyukai untuk menjadi petani atau pengusaha bir seperti ayahnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan di Atheneum, Rutten memulai bekerja pada kantor notaris dengan seorang pengacara bernama Simon. Pekerjaannya adalah menggandakan surat-surat dan dokumen-dokumen yang lain. Pada waktu yang bersamaan, demikian ayahnya memikirkan, ia akan memperoleh banyak informasi bagi masa depannya, yang akan berguna bagi usahanya. Rutten tidak begitu menyukainya. “Pada bulan pertama, saya bekerja sebagai sekretaris, tetapi karena tidak ada banyak hal untuk kukerjakan di kantor Simon, dan saya juga membenci untuk menulis surat tagihan kepada orang-orang dan para petani, secara pelan-pelan saya

191 Ayahnya seorang penyuling minuman keras dan pembuat bir. Lihat B RO. PATRICIO WINTERS, “Projet …”, 7-8; BRO.PATRICIO WINTERS, “Short History…”, 5; JOOS VAN VUGT, “Brothers …”, 40.

menarik diri dari pekerjaan ini. Saya senang berjalan-jalan dengan ayahku di wilayah gereja St. Petrus dan sekitarnya.”192

Sedikit demi sedikit menjadi teranglah bahwa ia tidak mungkin menghabiskan waktu hidupnya hanya untuk jalan-jalan. Sementara Rutten bekerja di kantor Simon, sesuatu yang baik muncul di dalam pikirannya. Hal ini membuatnya berpikir tentang berbuat sesuatu bagi sesamanya. Inilah suatu perubahan yang fundamental, suatu peristiwa pertobatannya.

Saya menjadi lebih religius dan pelan-pelan sampai kepada keputusan, jika Allah menghendaki, saya menyelesaikan studiku dan jika mungkin untuk mempersiapkan diri menjadi imam. Saya percaya ini merupakan pilihanku yang paling suci. Karenanya, saya berterimakasih kepada Tuhan bahwa Ia telah memanggilku dan saya memberikan diri bagi pelayanan kepada sesama.193

Tetapi, menjadi seorang imam berarti sesuatu yang menyakitkan bagi Rutten, karena ia harus belajar lagi dan lebih lagi pergi jauh dari rumahnya, meninggalkan ayah yang amat mencintainya. Rutten memerlukan waktu beberapa bulan untuk memberitahukan kepada ayahnya tentang rencananya itu.

Akhirnya, pada suatu malam di tempat tidurnya yang gelap, saya meminta ayah untuk mengijinkan belajar lagi. Ia menanyaiku ingin menjadi apakah saya. Kuberikan jawaban yang tidak jelas, tetapi nampaknya ayah puas dan mengatakan: “Hendaknya kamu belajar lagi dengan kondisi yang membuatmu berkembang.”194

Ia memperoleh guru privat yang baik, Novent. Melalui pelajaran- pelajaran pribadi, ia memulai belajar lagi dengan semangat yang besar. Setelah sembilan bulan, Rutten berkembang begitu cepat sehingga ia boleh melanjutkan ke seminari. Pada tahun 1831, ia belajar filsafat di Kloosterrade, Perancis yang dikenal dengan nama Rolduc, di sana dilayani oleh seorang rahib tua. Ia memulai sebagai filosofan pada saat pembukaan seminari tanggal 17 Oktober 1831. Ia dapat memulai studi bagi persiapan imamatnya. Bagi Rutten, hal itu tidak begitu mudah. Ia tidak memperoleh kemudahan- kemudahan seperti biasanya sebagaimana ia anak dari orang tua yang kaya. Para siswa tinggal bertiga di dalam satu bilik. Baik makanan maupun

192 B

RO.PATRICIO WINTERS, “Projet …”, 9. 193 B

RO.PATRICIO WINTERS, “Projet …”, 9. 194 B

akomodasi sama buruknya. Mereka hidup di bawah aturan yang ketat. Hanya karena motivasi untuk menjadi imam yang tinggilah Rutten tetap tinggal di sana. “Meskipun berat bagiku, saya menerima ini semua dengan tegar, karena dengan tegas saya memutuskan untuk melayani Allah dan untuk menebus kesalahan-kesalahan dan dosa-dosaku pada masa lalu.”195

Pada bulan Oktober 1833, Rutten memasuki seminari tinggi di kota Liège, 25 kilometers sebelah selatan Maastricht. Lamanya studi di Liège hanya tujuh bulan, dan karena kesulitan politis saat itu, bulan April 1834 Rutten meninggalkan Liège, pindah ke kastil Herlaer, dekat kota „s- Hertogenbosh. Ia menyelesaikan teologinya di sana. Pada tanggal 4 Juni 1835 ia menjadi sub-diakon di Grave dan tanggal 27 Mei 1836 menjadi diakon di Herlaer. Pada hari Sabtu, 25 Maret 1837, bertepatan dengan pesta Maria diangkat ke surga, Rutten ditahbiskan oleh Mgr. van Wijckerslooth di kota Duinzicht, Oegstgeest dekat Leyden. Delapan hari kemudian, pada hari Minggu, 2 April, ia merayakan ekaristi perdananya di Gereja St. Mateus di Maastricht, tempat ia dulu dibaptis dan menerima komunit pertamanya. 2.1.2 Kehidupan Pastoral

Sebagai seminaris, wajarlah bahwa pada tahun-tahun terakhir masa seminari tingginya, Rutten merenungkan mengenai apa yang akan ia buat, setelah ditahbiskan nanti. Karena sadar akan keterbatasannya, ia mau memberikan diri sebagai seorang misionaris, setelah ditahbiskan nanti. Tetapi, karena sakit perut yang dideritanya atau ketidakmampuan lainnya Rutten mengubah pikirannya. Lebih jauh, ia berhadapan dengan masalah lain, dari satu pihak kesehatannya begitu lemah baginya untuk melayani sebagai pastor paroki. Di pihak lain, ia kaya, dan apakah hal terbaik untuk dilakukan bagi seorang imam kaya yang tanpa suatu karya paroki? Ia membuat suatu keputusan dibawah bimbingan bapa rohani, presiden seminari, Yang terhormat Pastor van de Ven. Ia memutuskan untuk mengabdikan diri bagi karya pendidikan kristiani bagi anak-anak miskin.

Tetapi karena tidak mungkin bagiku, saya mengubah pikiranku, jika saya tidak dapat mengabdikan diri bagi karya bimbingan rohani, saya akan menyibukkan diri bagi pendidikan untuk anak-anak miskin. Saya didorong

195 B

oleh Yang terhormat Presiden Seminari van de Ven, yang berkali-kali mengatakan kepadaku: “Jika kamu bisa mengajarkan iman kristen kepada seratus anak-anak miskin saja setiap tahun, hidupmu sebagai imam jauh lebih berharga daripada bekerja sebagai pastor pembantu di suatu paroki, dst.”196

Tentu, sebelum tahbisannya Rutten telah mengenal kebutuhan- kebutuhan sosial dan rohani masyarakat Maastricht, khususnya anak-anak. Pilihannya jelas bagi “mereka yang dilupakan dan dipinggirkan”, dan khususnya ia berperang melawan “ketidak-acuhan religius” yang berkembang di antara orang-orang termiskin. Pastor van de Ven, selaku pembimbing rohaninya mendesak dengan serius agar Rutten hendaknya segera memulai karyanya di kota kelahirannya. Sebagai Presiden Seminari, ia memohonkan kepada Mgr. Den Dubbelden untuk mentahbiskan Rutten lebih awal, tetapi permohonannya ditolak.

Setelah pentahbisannya, pada musim gugur tahun 1837, atas persetujuan Pastor Kepala Katedral St. Servatius, P.A. van Baer, Rutten memulai persekolahan yang amat kecil, untuk mengajarkan katekese. P.A. van Baer menyediakan serambi gereja untuk ruang kelas. Rutten memulai kelas baru dengan tiga anak dan dengan sebuah meja tua. Tetapi, dalam perkembangannya serambi ini menjadi terasa sempit. Perkembangan jumlah anak begitu cepat dari 30, kemudian 50, dan enam bulan kemudian menjadi 200 anak mengikuti pelajarannya. Pada bulan Oktober, Rutten memperoleh ruang yang lebih luas bagi 200 anak didiknya, suatu ruangan sebelah dalam gereja. Ia mempermak ruangan ini dengan meja-besi yang ia pesan dengan biayanya sendiri. Setiap hari Kamis, ia memimpin perayaan ekaristi untuk anak-anak. Mereka secara teratur mengikuti pendidikan katekese secara bergilir, yang diadakan dua kali sehari. Beberapa di antara mereka diberi sejumlah pakaian. Untunglah, Rutten memperoleh asisten seorang pensiunan militer, Kleitz, yang membantunya. Rutten memberinya sedikit uang lelah tiap bulannya. Itulah karya belaskasihnya yang pertama.

Karya belaskasih Rutten yang kedua adalah sekolah petang. Sekolah ini diperuntukkan bagi buruh-buruh muda berusia 20-25 tahun, dan bertempat

196 B

di sebuah rumah di Jodenstraat. Ia menyadari bahwa pengajaran kepada orang-orang muda tentang ajaran agama tidaklah mudah. Ia merasakan bahwa pelajaran-pelajarannya kurang berpengaruh karena anak-anak tidak mengerti sama sekali. Karena itu, ia mencari seorang guru, Tuan Lahey, yang ia gaji sendiri dan yang mengajar anak-anak secara berkelompok masing-masing 50 anak, tiap sore. Ia membayar 200 Frank Belgia setahun untuk menggaji guru yang bermutu yang mau mengajarkan kemampuan membaca, menulis dan aritmatika pada petang hari, sementara Rutten mengajarkan religiusitas. Jumlah anak-anak dengan cepat bertambah banyak menjadi 120 orang.

Karya belaskasih Rutten yang ketiga adalah taman kanak-kanak. Terkesan oleh Taman Kanak-kanak di Verviers, ia memutuskan untuk mendirikan Taman Kanak-kanak di Maastricht. Sekolah ini bertempat di belakang rumah In de Rooden Leeuw, suatu pabrik bir milik keluarga Rutten di Bogaardenstraat. Kakak perempuan tertuanya, Maria Antoinette Rutten (1802 – 1878) juga membantu Rutten di sekolah itu dan merawat rumah baginya. Pada bulan Mei 1838, sekolah itu dibuka dan dibawah pengawasan Wijlre dan dua anak perempuannya, mereka mengajari 180 anak balita. Mereka menciptakan kegiatan-kegiatan bagi anak-anak dengan bernyanyi, berdoa, latihan-latihan ketangkasan fisik dan bermain. Sekolah ini tidak dipungut biaya. Perlengkapan sekolah ini berkembang amat baik. Pada waktu yang sama, karya Rutten ini dikenal di kota, sehingga atas permintaan pastor paroki Gereja Maria (Bintang Laut) dibukalah Taman Kanak-kanak di tempat itu. Itulah sekolah Taman Kanak-kanak kedua yang didirikan pada tahun 1839. Lebih dari 100 anak dididik di sana dibawah kepemimpinan tiga pemuda, yang oleh Rutten digaji ala kadarnya. Dengan uang 500 sampai 600 golden, ia dapat mendanai tiga lembaga sekolah: sekolah pagi, sekolah petang, dan taman kanak-kanak. “Demikian Allah yang baik menolongku untuk memulai tiga macam karya yang berbeda di Maastricht.”197

197 Lihat B

RO.PATRICIO WINTERS, “Projet …”, 14. Beberapa waktu kemudian, Rutten mengundang Suster-suster Belaskasih (Sisters of Mercy), dari Liège untuk memberikan pendampingan kepada gadis-gadis malang. Mereka datang di Maastricht tanggal 14 Agustus 1856. Lihat BRO. PATRICIO WINTERS, “Projet …”, 32; BROTHER ANTHONY KONING,CMM, “In a Worldwide …”, 19.

Pada waktu mengawali karya belaskasihnya, Rutten berhadapan dengan mereka yang menentangnya dari pihak ayahnya sendiri maupun sejumlah kaum klerus. Ayah Rutten tidak dapat mengerti rencana anaknya tentang pendidikan bagi anak-anak miskin. Ia dapat membayangkan bahwa uang lebih mudah untuk melayani orang miskin dengan membelikan makanan dan pakaian, tetapi apa yang tidak ia mengerti adalah bahwa anaknya sendiri, sebagai seorang imam akan berkeliling di lorong-lorong kota Maastricht untuk bergaul dengan anak-anak yang kotor dan terlupakan. Mengapa ia tidak menjadi pastor paroki saja? Seorang anak keluarga Rutten, pengusaha bir yang kaya begitu jauh tidak terhormat bergaul dengan anak-anak miskin, bukan? Hal ini amat tidak sesuai dengan tingkat kelas dan keturunan. Tetapi, Rutten menjelaskan kepada ayahnya secara tertulis. Akhirnya, ayahnya menyetujui dan mendukung karya anaknya, dan memberikan bantuan finansial untuk mewujudkan rencana-rencananya bagi anak-anak muda Maastricht.

Ada apa dengan beberapa kaum klerus yang menentangnya? Mereka merasa tidak senang dengan proyek Rutten. Mereka menginginkan dia untuk bekerja di paroki seperti sebagai pastor pembantu. Didukung oleh pembimbing rohaninya, beberapa dosen seminari, dan karena telah menjadi keputusan mantapnya, pada gilirannya pertikaian-pertikaian itu berhenti.

Tetapi, saya mesti mengakui bahwa saya mendapatkan bantuan khusus, meskipun tidak begitu banyak, dari teman-teman klerus dan secara khusus dari ayahku yang baik yang memberikan bantuan besar kepadaku. Bahkan saat-saat ketika saya hanya memiliki sedikit uang, Penyelenggaraan Ilahi dan Ibu Maria tidak pernah meninggalkan aku di dalam kesulitan. Saya sering menerima dukungan dan bantuan dari orang-orang yang tidak pernah saya harapkan.198

Benih telah disebarkan, dan karya-karya cinta kasih Rutten menjadi terkenal di kota Maastricht.

2.1.3 Pendiri Kongregasi

Bersamaan dengan karya cintakasihnya yang berkembang, Rutten menyadari bahwa ia tidak dapat melangsungkannya dalam cara yang sama. Semua hal amat bergantung padanya. Apa yang akan terjadi kalau sebagai contoh, ia

198 B

sakit dalam jangka waktu lama atau malah mati? Segalanya tidak dapat dibiayai sendiri. Urusan finansial akan menjadi masalah besar bagi kelangsungan karya cinta kasihnya di masa depan. Lebih lagi, ia juga tidak dapat mengharapkan kaum awam yang bekerja hanya untuk mencari uang. Karena itu, ia meminta suster-suster dari Kongregasi yang baru saja didirikan di Maastricht,199 tetapi mereka tidak dapat membantunya. Ia mendekati Mgr. Zwijsen agar mengijinkan dua susternya bekerja di Taman Kanak-kanak dan mengajak mareka ke Verviers untuk belajar bagaimana mengurus sekolah seperti itu. Tidak sesuatupun terjadi, ia pulang tanpa membawa hasil.

Kali lain ia pergi ke Tilburg kepada Mgr. Zwijsen untuk bicara tentang kemungkinan mendirikan suatu kongregasi bruder, agar dapat melanjutkan karya yang telah dimulainya. Rutten dijanjikan bahwa kepadanya akan dikirimkan dua calon yang baik, jika Rutten mau membuat programnya secara tertulis. Tidak lama setelah mereka berdiskusi, pada musim gugur 1839 Rutten menjalani retret di „s-Hertogenbosch. Ia menuliskan apa yang bergolak di dalam dirinya, yang kemudian dikenal dengan “Proyek bagi pendirian Serikat Pria Tidak Nikah, yang untuk waktu sekarang tanpa nama, tetapi pada waktunya akan disebut Bruder-bruder Cintakasih, Bruder-bruder Papa Miskin atau nama-nama seperti demikian.”200

Untuk mewujudkan proyeknya, Rutten membutuhkan tempat bagi calon- calon untuk belajar hidup sebagai religius-bruder. Segera setelah retretnya, ia pergi ke Hasselt dan kemudian ke St. Truiden. Perjalanan itu ditempuh sepuluh jam dengan jalan kaki. Rutten mendekati Bruder-bruder Karitas untuk membantunya dengan menerima dua postulan dan mendidik mereka sebagai religius, sehingga selanjutnya mereka dapat meneruskan di

199

Pada tahun 1837 Kongregasi Para Suster Cintakasih dari Santo Carolus Boromeus didirikan di Maastricht. Kongregasi ini pada awalnya dipanggil dengan nama Suster-suster Karitas dari Santo Vinsensius de Paul. Pada tahun 1850, ketika mareka memohon pengesyahan dari Roma, mereka disyarankan: “Jika Anda ingin

menjadi Suster-suster dari Vinsensius de Paul, bergabunglah komunitas Anda kepada

komunitas (Puteri Kasih) di Paris”. Untuk mempertahankan independensi-nya, lembaga ini mengambil Santo Carolus Boromeus sebagai pelindung utama, dengan tetap menghormati Vinsensius de Paul sebagai pelindung kedua kongregasi. Lihat BETTY ANN MCNEIL,D.C., “The Vincentian Family Tree. A Genealogical Study”, Chicago 1996,

xvii, footnote no. 16. 200 B

Maastricht sebagai anggota-anggota pertama Kongregasi baru. Pemimpin biara di St. Truiden tidak dapat mengabulkan permohonan itu. Ia melanjutkan perjalanan ke biara induk dan memohon ijin kepada penasihat rohani Kongregasi, seorang imam bernama de Dekker, dan kepada Pemimpin Umum. Direktur rohani Kongregasi memberikan ijin, sementara Pempimpin Umum tidak begitu berkenan, tetapi ia tidak dapat menolak. Rutten benar-benar senang dan gembira. Ia kembali ke St. Truiden, membicarakan kepada pemimpin rumah tentang perjanjian dan kemudian pulang ke Maastricht.

Segera setelah itu, Rutten menulis surat kepada Mgr. Zwijsen untuk mengirimkan kepadanya calon-calon yang telah dijanjikan. Mgr. Zwijsen mengirimkan satu dari calon-calon yang dijanjikan, Frans Donkers. Calon kedua, Jakobus Hoecken belum bisa datang dan akan datang setelah menyelesaikan urusan keluarganya. Pada bulan Oktober201 1839 Frans Donkers berangkat dari „s-Hertogenbosch ke biara Bruder-bruder Karitas di St. Truiden, Belgia. Kisah calon pertama ini berakhir sedih. Frans Donkers meninggal tanggal 9 Desember 1839.

Pada hari terakhir bulan Februari, dua postulan baru tiba dari Tilburg. Mereka adalah Hoecken dan Charles van Weert. Calon-calon ini berkembang lebih baik. Setelah bina awal di komunitas Bruder Karitas di St. Truiden, Rutten dan Bernardus mendirikan Kongregasi Bruder-bruder Santa Perawan Maria yang Terkandung Tak Bernoda, pada tanggal 21 November 1840, bertepatan dengan pesta Maria dipersembahkan di Bait Allah. Hari ini dikenangkan sebagai hari pendirian Kongregasi. Anggota- anggota pertama komunitas biarawan ini barulah tiga orang: Hoecken, dan dua kepala sekolah Taman Kanak-kanak yang baru.

201

Dalam bukunya, Br. Ubachs menuliskan bahwa Frans Donkers pergi ke St. Truiden pada bulan September 1839. Lihat P.J.H., UBACHS, “Masters ...”, 26.

Sementara Br. Patricio Winters menuliskan bahwa Frans Donkers menuju ke komunitas Bruder-bruder Karitas pada bulan Oktober 1839. Perbedaan ini dapat ditemukan solusinya dengan melihat catatan pada pinggir kiri otobiografi Rutten, yang ditulisnya dengan tangan, di sana tertulis (x 1839). Lihat BRO. PATRICIO WINTERS, “Short History…”, gambar 15. Informasi lain dapat ditambahkan bahwa Frans Donkers tinggal di St. Truiden hanya dua bulan, dan ia meninggal tanggal 9 Desember 1839. Lihat BRO.PATRICIO WINTERS, “Short History…”, 10.

2.1.4 Dari Vinsensius sampai ke Mgr. L.H. Rutten

Nampaknya merupakan usaha yang memberi kesan dibuat-buat untuk membangun jembatan penghubung antara Mgr. L.H. Rutten dan Santo Vinsensius de Paul. Vinsensius de Paul hidup pada abad XVII, dan Mgr. Rutten hidup pada abad XIX, dua ratus tahun kemudian. Sulit untuk mengatakan bahwa Rutten memiliki kontak langsung dengan sumber- sumber Spiritualitas Vinsensian. Ia tidak menulis apapun selain “Proyek dan Otobiografinya”, dimana kita tidak tahu apakah ia belajar tentang Vinsensius maupun karya-karyanya. Lebih mudah untuk kita katakan bahwa ia bersentuhan dengan sumber-sumber abad XVII melalui segala macam publikasi popular, pribadi maupun kelompok.202 Pada saat yang bersamaan, pentinglah untuk menjawab pertanyaan berikut: Mengapa Rutten menjalankan macam-macam karya cinta kasih seperti itu? Idealitas apa yang menggerakkan dia untuk melakukan karya-karya tersebut? Spirit macam apakah yang telah membakar hatinya?

Lebih jelas lagi ialah bahwa Rutten memiliki sejumlah kenalan dan kontak dengan mereka. Perjumpaan-perjumpaan itu mempertemukannya dengan Spiritualitas Vinsensian. Pertama-tama, dosen dan presiden seminari di Herlaer, Ph . van de Ven ketika Rutten menyelesaikan tugas studi bagi imamatnya. Ia juga bapa rohaninya. Dari otobiografinya, kita tahu bahwa mereka dekat satu sama lain. Rutten amat didukung dan menjadi percaya diri. Lebih lagi, dari surat van de Ven kita mengerti bahwa spirit St. Vinsensiuslah yang menjiwai hidup Pendiri kita dalam melayani yang termiskin di antara anak-anak miskin. Karya-karya cinta kasih Rutten dan hidup imamatnya merupakan sebuah kesaksian bagi yang lain yang terkait dengan contoh hidup St. Vinsensius. “Santo Vinsensius de Paul dipilih sebagai model bagi hidup imamatnya dan segala usaha badan dan jiwa serta segala karunia yang ada padanya dibaktikan kepada pendidikan kristiani kaum muda, pengangkatan mereka yang jatuh, bertobatnya mereka yang

202 Sebagai contoh, “Maximes Spirituelles de Saint Vincent de Paul”, diterjemahkan dari Bahasa Italia, dan diterbitkan tahun 1823 di Paris. Buku ini menjadi buku yang popular, meskipun ada juga edisi dalam Bahasa Perancis bertahun

Dalam dokumen BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI pdf (Halaman 71-88)