• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstitusi: Pelindung dan Ungkapan Spiritualitas Kongregas

Dalam dokumen BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI pdf (Halaman 130-140)

4. Suatu Usulan kepada Kongregas

4.1 Konstitusi: Pelindung dan Ungkapan Spiritualitas Kongregas

Konstitusi dalam setiap lembaga hidup bakti merupakan pedoman yang jelas bagi keberadaan dan penghayatan hidup bagi seluruh kongregasi dan tiap anggotanya. Maka, Konstitusi mampu membentuk suatu instrumen yang efektif bagi revitalisasi kongregasi. 333 Umumnya, kata “konstitusi” merujuk kepada suatu naskah tertulis yang berisi seperangkat norma yang kompleks yang mengatur kehidupan pribadi dan komunitas yang dihormati kongregasi.334 Isi konstitusi lembaga-lembaga hidup bakti hendaknya memiliki muatan yuridis untuk melestarikan nilai-nilai dan mempertahankan hak-hak serta mewajibkan di dalam diri anggota-anggotanya,335 tetapi tidak dapat menjamin kesempurnaan pencapaian nilai-nilai tersebut atau pemenuhan hak-hak dan kewajiban mereka. Hanya para anggotalah yang memiliki tanggung jawab pribadi untuk menggenapi janji mereka untuk mengikuti dan hidup dalam Kristus sebagai aturan hidup tertinggi mereka seperti dimaksudkan oleh Injil dan dirumuskan dalam konstitusi.336 Tiap pribadi merupakan unsur dasar dalam tarekat hidup bakti untuk mengubah diri sendiri dan masing-masing lembaga hidup bakti.

Untuk memahami betapa pentingnya konstitusi, perlulah kembali kepada pengalaman bagaimana konstitusi dilahirkan.337 Pengetahuan tentang proses

333 Bdk. M.C

OSTA, “Le Costituzioni degli Istituti Religiosi come espressione del

carisma”, La Civiltà Cattolica 4 (2001) 449. 334 Bdk. M.C

OSTA, “Le Costituzioni degli Istituti Religiosi ...”, 449. 335

Bdk. E. DE MONTE BELLO, “Le costituzioni di un Istituto religioso”, 219-220. Pentingnya konstitusi adalah terungkap dalam rumusan tentang kewajiban-kewajiban para religius, kehidupan doa, penghayatan sakramental, hidup berkomunitas, relasi dengan dunia luar, perhatian kepada kemiskinan, dan kondisi karya kerasulan.

336

Bdk. E.MCDONOUGH, “constitutions”, dalam RR 50(1991) 456-457; E. DE MONTE BELLO, “Le costituzioni ...”, 220. “Setiap religius, sesuai tata laku tertentu

merupakan garansi terhadap kharisma Pendiri, harta warisan tarekat.”

337

Bdk. M. COSTA, “Le Costituzioni dell‟ Istituto come verbalizzazione del

proprio carisma”, Roma 17 Febbraio 2001, 1-14. Artikel ini diambil dari Association Members of General Curia (AMCG), Inter-Congregational Seminar on Formation, Rome 2001-2002.

konstitusi disusun dan corak-khasnya membantu untuk memahami lebih baik kodratnya, dan konsekuensi untuk memahami bagaimana hendaknya konstitusi digunakan. Menurut P. V. Pinto,konstitusi merupakan pernyataan yang jelas suatu tarekat, bentuk yang tepat tiap lembaga hidup bakti.338 Bagi Costa, konstitusi lembaga hidup bakti merupakan suatu “ungkapan tentang kharisma” atau suatu “verbalisasi dari kharisma itu sendiri”. Verbalisasi dari pengalaman spiritual dan inspiratif para Pendiri merupakan terang untuk “menemukan”. Terang “untuk menemukan” menjadi kharisma atau kharisma pendirian dari para Pendiri atau kharisma para Pendiri yang telah secara terus-menerus mencari kehendak Allah. Kharisma Pendiri atau kharisma pendirian merupakan suatu refleksi tentang pengalaman spiritual yang merupakan dasar bagi hidup mereka. Pengalaman itu dibahasakan dalam rupa kata-kata seperti terdapat di dalam naskah konstitusi.

Senyatanya, konstitusi lahir dari proses discernment para Pendiri, dalam terang Roh Kudus. Menyadari hal itu, konstitusi hendaknya dipahami sebagai dokumen kunci, sarana dan kriteria penegasan rohani untuk mempromosikan pembaruan, revitalisasi (“iman yang kreatif” bdk. VC 37) dan perkembangan kerasulan kongregasi serta anggota-anggotanya. Karena konstitusi merupakan buah-buah dari penegasan rohani para pendiri yang berakar pada pengalaman spiritual hidup mereka, menjadi jelaslah perlunya desakan untuk kembali ke warisan masing-masing tarekat dan melindunginya melalui konstitusi.

Pentinglah mengungkapkan warisan tarekat ke dalam konstitusi, tetapi di lain pihak, ungkapan-ungkapan kharisma asli ini hidup dalam anggota- anggotanya, bukan di dalam dokumen-dokumen.339 McDonough menegaskan:

Konstitusi hendaknya, sejauh mungkin, mewakili atau membahasakan atau menyatu-tubuhkan kharisma tarekat, tetapi ini bukan untuk menunjukkan,

338 Bdk. M.C

OSTA, “Le Costituzioni degli Istituti ...”, 449-461. 339 Bdk. E.M

CDONOUGH,“Charisms and Religious Life”, 648- 649. Kharisma terungkap dalam seluruh gaya hidup, budaya, dan bukan pertama-tama dalam macam- macam aturan dan latihan-latihan tertentu. […] Unsur penting lain kharisma hidup bakti yang otentik adalah bahwa kharisma-kharisma itu hidup di dalam para anggotanya, bukan di dalam dokumen-dokumen.”

bahwa kharisma tarekat dapat ditangkap dalam dokumen-dokumen yang yuridis, bukan soal bagaimana secara kanonis tepat atau diungkapkan seindah mungkin. Ungkapan kharisma-kharisma asli yang khas hanya timbul dari kesaksian hidup dan kenangan-kenangan kehidupan para anggota suatu tarekat; dan ungkapan-ungkapan asli yang khas, kharisma-kharisma kehidupan yang riil selalu entah tumbuh dan berkembang atau mandek dan mati. Apa yang dapat – dan sungguh-sungguh, hendaknya – ditangkap dalam hukum yang fundamental atau konstitusi suatu lembaga adalah, sekurang- kurangnya, beberapa hal konkret dan spesifikasi yuridis tentang bagaimana pendiri tarekat ini memilih cara meng-ekspresikan gaya hidupnya yang diakui oleh otoritas Gereja yang syah sebagai suatu visi otentik Injili yang bagi orang-orang lain memungkinkan untuk mempraktikkan kepengikutan Kristus dalam Gereja dan di dalam pelayanan umat Allah. 340

Tujuan konstitusi yang sesungguhnya adalah melindungi panggilan dan identitas tarekat. De Montebello menjelaskan kata “melindungi” berarti membela dari kemungkinan-kemungkinan musnah.”341 Akibatnya, wajah tarekat sesungguhnya dapat di-disfigurasi. Bisa jadi, identitas pribadi yuridis ini tidak dihargai, tidak hanya oleh anggota-anggota tarekat, melainkan juga oleh orang-orang di luar tarekat, contohnya pengrusakan dari pemimpin atau sekelompok awam yang berpengaruh. Jadi, kesinambungan akan membantu para religius untuk menemukan makna panggilan mereka sendiri. De Montebellomenyarankan bahwa religius hendaknya semakin memahami konstitusi mereka melalui doa dan refleksi, sebab dengan mempelajari dan bermeditasi tentang konstitusi seorang religius semakin menghargai panggilan khasnya.

Corak atau sifat dasar, tujuan, spirit, kharakter, dan tradisi yang baik suatu tarekat – yakni warisan yang khas – merupakan “unsur-unsur yuridis dasar dari suatu tarekat”. Karena itulah unsur-unsur ini hendaknya diartikulasikan sejelas mungkin di dalam dokumen utama tarekat atau konstitusi. Terkait dengan tujuan konstitusi, unsur-unsur ini bukanlah dokumen yang benar-benar “memberdayakan” melainkan dokumen yang “membatasi”. McDonough lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk menghayati itu semua, anggota-anggota tarekat tidak diberdayakan oleh konstitusi mereka untuk hidup dan melayani, tetapi jika konstitusi ditulis

340 E.M

CDONOUGH, “constitutions”, 458-459. 341 E.

dengan baik, para anggota sungguh-sungguh dibatasi oleh spesifikasi konstitusi untuk menghayati Injil dan melayani Gereja dalam “cara tertentu” di dalam “tarekat tertentu” melalui “profesi kekal”. Oleh sebab itu, konstitusi hendaknya diakui oleh otoritas Gereja yang syah. Sebagai konsekuensi, dokumen fundamental bagi tarekat hidup bakti tidak memenuhi tujuan mereka jika tidak sempurna, lengkap dan cukup spesifik dikenali sebagai suatu ungkapan kharisma yang partikular. Konstitusi mengantarkan kepada kesucian dan bantuan khusus untuk menghayati relasi kita dengan Tuhan. Konstitusi merupakan suatu cara mengikuti Kristus dan mewartakan Injilnya dalam kesetiaan kepada kharisma tarekat. Dengan kata lain, Konstitusi memaparkan spiritualitas Kongregasi.

4.2 Perumusan Spiritualitas Vinsensian Kongregasi: dengan Model Komparatif Sampai sekarang kita telah memperoleh dasar berpijak untuk merekonstruksi suatu Spiritualitas Vinsensian Kongregasi. Rekonstruksi ini memiliki kesulitan-kesulitan riil yang tidak dapat dipisahkan dengan upaya untuk memverifikasi otentisitas spirit awal para Pendiri. Kita menghadapi kesulitan ganda. Dari satu pihak, kita harus mempertimbangkan unsur-unsur yang kita temukan dalam kehidupan para Pendiri, Regula/Konstitusi lama, dan dokumen-dokumen spiritual awali. Dari lain pihak, kita harus memperjumpakan antara unsur-unsur ini dengan Spiritualitas Vinsensian untuk menangkap kembali keotentikan spiritualitas asali Kongregasi. Tambahan lagi, kita juga berhadapan dengan kesulitan-kesulitan linguistik. Tidak mudahlah merumuskan kekayaan spiritual mereka dalam satu kata atau sepenggal frase. Seperti mutiara dengan banyak seginya, kehidupan mereka menyinarkan kepada kita dalam bermacam-macam gaya. Demikian juga, apa yang kita tulis berikut merupakan upaya yang parsial dan tidak adekuat. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha sejauh mungkin untuk meminimalisasi batas-batas yang tak terpisahkan di dalam pertanyaan itu sendiri dengan menggunakan, apa pun yang mungkin, sumber-sumber utama; dengan menyeleksi macam-macam sumber yang independen; dan khususnya dengan kehidupan Rutten dan Hoecken serta tulisan-tulisan mereka atau kata-kata dan gaya hidup mereka. Pada waktu yang sama, kita akan bersentuhan dengan sumber-sumber asli Spiritualitas Vinsensian

sebagai kerangka acuan. Oleh sebab itu, pendekatan komparatif akan membantu untuk merekonstruksi Spiritualitas Vinsensian Kongregasi.

Dalam merekonstruksi spiritualitas para Pendiri berdasarkan unsur-unsur kharisma pendirian agar lebih mendekati, Mary Milligan mencatat tiga unsur esensial tentang inspirasi asli yakni: (i) suatu visi imani yang khusus, (ii) sensitifitas terhadap kebutuhan khusus pada zamannya, dan (iii) dinamika kasih.342 Dengan membandingkan dengan Spiritualitas Vinsensian, marilah kita sajikan skema singkat tentang Spiritualitas Vinsensian Kongregasi:

Spiritualitas Vinsensian 343 3 unsur esensial

Spiritualitas Vinsensian Bruder- bruder FIC

Kristus Pewarta Kabar Gembira bagi Orang Miskin

(i) Roh Kristus demi kemuliaan lebih besar Allah Bapa dan kerajaan-Nya

Dikonkretkan secara khusus melalui:

Cinta dan ketaatan kepada Bapa

Berbelaskasih dan cinta yang efektif kepada orang miskin Ketaatan pada

Penyelenggaraan Ilahi

(ii) Dikonkretkan secara khusus melalui:

Percaya kepada

Penyelenggaraan Ilahi dan perlindungan Santa Perawan Maria yang Terkandung Tak Bernoda

Cinta kasih yang afektif dan efektif bagi kaum muda terutama yang miskin kesederhanaan

kerendah-hatian kelembutan hati matigara

penyelamatan bagi jiwa-jiwa

(iii) Keredah-hatian Teladan Baik

Mencintai para Bruder Saleh

Bijaksana Lembut hati

342 Lih. M

ARY MILLIGAN, “Charism and Constitutions”, 46-48. 343 R

Tabah hati Kebijaksanaan & berpengetahuan

Semangat dan keteguhan hati Percaya kepada Tuhan

Unsurpertama adalah suatu visi imani yang partikular. Visi-imani merupakan pemahaman Injili dari pribadi pendiri. Seperti bagi Vinsensius, ia memiliki visi-imani yang jelas, yakni Kristus sebagai Pewarta Kabar Gembira bagi orang miskin. Vinsen menjelaskan dirinya sendiri sebagai pewarta Kabar Gembira dengan menekankan kekhasan ala Lukas. Bagi Rutten dan Hoecken, visinya tentang Kristus tidak begitu jelas. Dalam Project and Autobiography, Some Interesting Items in Connection with Bro. Bernard Hoecken, parafrase “penyelenggaraan Ilahi”, “karya Ilahi”, dan “bimbingan Allah”,344 dominan. Mirip dengan kata-kata itu, sering kali Rutten dan Hoecken menggunakan ungkapan-ungkapan “kasih karunia Allah”, “bantuan Allah”, dan ungkapan “perlindungan ” baik dari Allah maupun dari Santa Perawan Maria yang Kudus dan Terkandung Tanpa Noda. Ungkapan-ungkapan ini lebih datang dari pengalaman mereka akan Allah yang Baik yang membimbing mereka dalam pendirian Kongregasi daripada visi teologis mereka. Satu hal kurang lebih jelas bahwa tujuan pendirian Kongregasi adalah untuk mengikuti Yesus Kristus demi kemuliaan yang lebih besar Allah Bapa dan Kerajaan-Nya.345 Berdasarkan observasi ini, sulitlah untuk menangkap visi khusus mereka tentang misteri Kristus. Persepsi mereka tentang Allah sangatlah umum. Kita menyadari bahwa

344 Rutten menggunakan kata “Penyelenggaraan Ilahi empat kali”: 7, 13, 31,

dan 35; kata “pertolongan” tiga kali: 16, 27&31. Lihat BRO.PATRICIO WINTERS, “Projet

…”, Maastricht 1980. Hoecken menggunakan kata “penyelenggaraan” empat kali: 8, 11, 20, dan 22; kata “pertolongan” satu kali: 61. Lih. BRO. PATRICIO WINTERS, “Some

Interesting Items …”, Maastricht 1980. Nomor-nomor menunjukkan nomor halaman. Lihat juga hasil analisis tentang Rules of Conduct for Superiors oleh Pierre Humblet. Analisisnya bertitik-tolak dari kata-kata “percaya, kepercayaan, dan iman”. PIERRE HUMBLET, “With a View to the Brothers: …”, 21-51.

345 Rutten memulai proyeknya dengan ungkapan: AMDG, suatu ungkapan khas milik para Yesuit. Lih. BRO.PATRICIO WINTERS, “Projet …”, 7, 18, 27, 29, and 37; WALTER J.ONG, S.J., “A.M.D.G.: Dedication or Directive?”, RR 50 (1991) 35-42.

para Pendiri tidak membangun suatu spiritualitas tertentu, tetapi terinspirasi oleh Spiritualitas Vinsensian yang telah dipengaruhi oleh aliran spiritualitas dari sekolah spiritual di Perancis. Dari sudut pandang ini, sensitifitas mereka terhadap kebutuhan khusus di sekitar mereka pada zamannya membantu kita untuk menangkap visinya tentang Allah dalam Yesus Kristus.

Unsur kedua adalah sensitifitas terhadap kebutuhan khusus pada zamannya. Jawaban mereka terhadap kebutuhan konkret gereja dan masyarakat, keluar dari visi partikular dan pemahaman pribadi tentang Kristus. Karenanya, kualitas kehidupan dan relasi mereka mendorong para Pendiri untuk mewujudkan pelayanan yang konkret sebaik mungkin. Dalam perspektif ini, apa yang mereka lakukan menampakkan perhatian khusus, penekanan dan bentuk-bentuk misteri Kristus. Bagi Vinsensius, Yesus Kristus ialah satu-satunya daya kekuatan batin yang menggerakkan. Dari visi Vinsensius tentang Yesus yang mencintai dan ketaatannya kepada Bapa mengalirlah belaskasih dan cinta yang efektif bagi orang-orang miskin. Dalam kerjasamanya dengan Kelompok Perempuan-perempuan Cintakasih, Paguyuban Persaudaraan Cintakasih, dan Serikat Putri-putri Kasih jawabannya terhadap kebutuhan-kebutuhan konkret menjadi efektif. Ia mendorong para imam untuk berkotbah kepada orang-orang miskin dengan sabda dan karya. Pada mulanya, hal itu memberi kesan bahwa Kongregasi Misi lebih berkotbah dengan kata-kata daripada dengan perbuatan. Sebaliknya Putri-putri Kasih “berkotbah” lebih dengan perbuatan daripada dengan kata-kata. Dalam perkembangannya, mereka menghayati kedua unsur dalam kesatuan integral.

Dalam konteks para Pendiri, pada masa awal Kongregasi, Rutten mengajarkan pendidikan iman kristiani kepada anak-anak miskin, tetapi kemudian ia melaksanakan banyak macam karya cintakasih. Meskipun Rutten telah mendirikan Kongregasi, ia melanjutkan bekerjasama dengan kongregasi-kongregasi lain dan lembaga-lembaga lain untuk menjawab kebutuhan orang-orang miskin di Maastricht. Dalam perkembangan selanjutnya, Hoecken dan bruder-bruder pertama memutuskan bahwa pendidikan untuk kaum muda merupakan karya utama kongregasi dengan mengutamakan yang miskin, sementara terbuka bagi karya-karya cintakasih yang lain, dan sedikit demi sedikit mereka memberi perhatian kepada sekolah untuk kelas-menengah, karena mereka amat membutuhkan

pendidikan religiusitas.346 Pada tahun-tahun pertama pendirian, mereka berjuang untuk menghadapi pendirian kongregasi dan karya-karya kerasulan. Pengalaman ini membangun sensitifitas kehidupan religius mereka, tidak hanya bagaimana mereka makin efektif dalam melayani anak-anak miskin, orang sakit, lemah mental, dan yang membutuhkan, tetapi terutama keintiman mereka dengan Allah dan Bunda Maria sebagai Pelindung.

Unsur terakhir adalah dinamika cinta kasih. Bagi Vinsensius, dinamika cinta kasihnya terletak dalam “suatu bentuk baru karya cintakasih dalam cara melibatkan orang miskin dan dalam mengenali peran mereka serta bagaimana mereka mengantarkan kepada Misteri Yesus. Orang miskin, yang dikatakan Yesus terberkati dan yang digelari Vinsen tuan dan guru, didekati sebagai sarana khusus bagi karunia penebusan.“ Jelaslah kesatuan visi dan pelayanan, relasi antara pelayanan dan kesucian: karya-karya cintakasih dapat menyumbangkan penyelamatan jiwa-jiwa. Partisipasi dalam misi Yesus Kristus membutuhkan hidup beriman yang dalam, suatu kehidupan yang menyatu dengan Allah. Dari keintiman relasi ini mengalirlah pelayanan kepada orang-orang miskin. Lebih lagi, Vinsensius menunjukkan hidup dan karyanya yang didayai oleh dinamika relasi dengan Tuhannya mengalirlah lima keutamaan: kesederhanaan, kerendah-hatian, kelembutan hati, matiraga, dan penyelamatan jiwa-jiwa.

Sama halnya dengan para Pendiri, mereka memahami bahwa tujuan pendirikan Kongregasi adalah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa baik mereka yang dilayani maupun jiwa anggota-anggota Kongregasi. Jelaslah motivasi yang dipilih Rutten di dalam proyeknya. Marilah kita kutipkan di sini:

Melalui lembaga demikian, semoga jiwa-jiwa diselamatkan, karena untuk mewujudkan suatu karya kerasulan yang Tuhan mungkin butuhkan dari seseorang yang memiliki semua hal yang berarti bagi karya itu, siap untuk melayani, banyak orang-orang muda akan lari kepada bahaya dan menjadi korban ketidak-pedulian religius. Dan bahwa karena orang-orang di kota di tempat lembaga akan didirikan, didukung oleh monopoli-pendidikan pemerintah yang pada waktu- waktu lalu sampai sekarang secara serius lebih memperhatikan

346 Lih. B

kegiatan-kegiatan daripada menanamkan religiusitas kepada orang- orang muda yang tidak menghiraukan nilai-nilai kristiani.347

Lebih lanjut, menyadari bahwa kehidupan para bruder sebagai religius masih pada tingkat rendah, Hoecken mengubah dan memodifikasi Regula lama ke dalam bentuk yang baru. Ia percaya bahwa Regula merupakan sarana terbaik untuk memperdalam hidup religius. Marilah kita simak catatan pada laporan tahunan berikut, “Jika kita percaya kepada Regula Suci, kita tidak akan memiliki suatu ketakutan apapun.”348

Beberapa waktu kemudian, ia menulis Petunjuk-petunjuk bagi para Pemimpin sebagai instrumen untuk formasio bagi para bruder berdasarkan sepuluh keutamaan: kerendah-hatian, teladan baik, mencintai para bruder, saleh, bijaksana, lembut hati, tabah hati, kebijaksanaan & berpengetahuan, semangat dan keteguhan hati, percaya kepada Tuhan. 349

5. Simpulan

347

BRO. PATRICIO WINTERS, “Projet …”, 4. Tujuan ini dapat ditemukan di

dalam Regula 1841 art. 1, “Tujuan Lembaga Para Bruder yang Terkandung Tanpa

Noda adalah pengudusan para anggotanya dengan melaksanakan kesempurnaan Kristiani, menurut Injil; dan menolong serta mendampingi anggota-anggota badan Yesus Kristus yang menderita dan berkekurangan dengan melaksanakan karya cinta

kasih menurut ketaatan [ …] “; Regula dan Konstitusi 1870 art 1, “Tujuan yang

dimaksudkan oleh para bruder Kongregasi ini, dibawah nama Yang Terkandung Tak Bernoda dari Maria adalah pengudusan mereka, mengusahakan kesempurnaan Kristiani sesuai dengan Injil, dengan melaksanakan karya cinta kasih menurut

ketaatan […]“; Regula dan Konstitusi 1870 art IX, “Jika karya belaskasih jasmani

sudah begitu menyenangkan hati Tuhan, betapa lebih lagi karya demi keselamatan jiwa-jiwa yang dibebaskan dengan darah-Nya. Pengudusan jiwa-jiwa adalah karya

Allah sendiri yang paling luhur […]”; Regula dan Konstitusi 1870 art. IX, “Guru […]

hendaknya berbuat secara nyata apa yang diperbuat para malaikat secara tak kelihatan, yaitu mengajarkan kepada anak-anak jalan-jalan yang dipakai Tuhan melatih mereka

menuju tujuan mereka, yaitu keselamatan kekal.”; Penerapan Regula 1855, art 9, “[…] ia

(guru) adalah wakil banyak orang tua, yang adalah […] malaikat pelindung yang kelihatan bagi anak-anak Allah, pendamping dan pembina sekian banyak peziarah

muda di jalan mereka kepada Allah Bapa.” Lih. PIERRE HUMBLET, “With a View to

the Brothers: …”, 62-68,71-72. 348 B

RO.PATRICIO WINTERS, “Some Interesting Items …”, 32. Laporan tahunan ini, pada waktu kemudian dikenal dengan istilah kapitel Kongregasi.

349 Bukan maksud kita untuk menyelidiki masing-masing keutamaan. Sebagai contoh suatu analisa sepuluh keutamaan ini, bisa lihat PIERRE HUMBLET, “With a

Kita memiliki dua arah penyelidikan dalam bab ini dengan tujuan untuk mengetahui Spiritualitas Vinsensian Kongregasi. Keduanya menunjukkan kepada kita bagaimana evangelisasi dan pelayanan kepada orang miskin merupakan arus utama di dalam tradisi Vinsensian, meskipun masing- masing lembaga memiliki tekanan perhatian, dan ungkapan atau perwujudan berbeda. Unsur penting lain dalam tradisi Vinsensian adalah apa yang dikenal sebagai keutamaan-keutamaan Vinsensian. Unsur-unsur ini membangun apa yang kita sebut Spiritualitas Vinsensian. Karakter-karakter ini dibahasakan dengan jelas dalam Regula-regula dan Konstitusi Kongregasi yang berlaku sampai sekitar Konsili Vatikan II. Kita sekarang dalam posisi untuk mencoba merumuskan spiritualitas Vinsensian Kongregasi.

BAB IV

Dalam dokumen BERTOLAK DARI SPIRITUALITAS PENDIRI pdf (Halaman 130-140)