• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

2.3 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang disoroti adalah:

1. Semakin rendah tingkat ekonomi nelayan maka semakin tinggi tingkat pola adaptasi yang dikembangkannya.

2. Semakin rendah jumlah trip melaut maka semakin tinggi diversifikasi pekerjaan.

3. Semakin rendah jumlah hasil tangkapan, maka semakin tinggi diversifikasi.

Pemanfaatan kekayaan hayati dan keindahan fisik laut dan darat oleh sektor ekowisata bahari

Perubahan ekologi:

- Pemanfaatan ruang - Daya dukung lingkungan

Ekonomi:

- jumlah trip melaut

- jumlah hasil tangkapan ikan -tingkat Pendapatan

-peluang kerja

Sosial:

- aturan-aturan sosial - tingkat migrasi

Pola adaptasi:

- Diversifikasi pekerjaan - perubahan alat tangkap

4. Semakin rendah jumlah hasil tangkapan maka semakin tinggi perubahan alat tangkap.

5. Semakin rendah pendapatan, maka semakin tinggi diversifikasi pekerjaan.

6. Semakin rendah pendapatan maka semakin tinggi perubahan alat tangkap.

2.4 Definisi Operasional

1. Karakteristik responden adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu seperti umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah pendapatan dan pengalaman melaut menangkap ikan.

1.1 Umur, adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Havighurst dan Acherman dalam Sugiah (2008) membagi usia menjadi tiga kategori:

a. 18-30 tahun kategori muda diberi skor 1 b. 31-50 tahun kategori sedang diberi skor 2 c. > 50 tahun kategori tua diberi skor 3 1.2 Tingkat pendidikan yang dilihat saat penelitian dilakukan, dikelompokkan

menjadi:

a. Tidak sekolah- tidak tamat SD kategori rendah diberi skor 1 b. Tamat SD-tamat SMP kategori sedang diberi skor 2 c. Tamat SMA-perguruan tinggi kategori tinggi diberi skor 3 1.3 Jumlah anggota keluarga yang tinggal dan yang ditanggung oleh keluarga

pada saat penelitian dilakukan (berdasarkan data BPS Karimunjawa 2011):

a. ≥ 2 kategori kecil diberi skor 1

b. 3-4 kategori menengah diberi skor 2 c. > 4 kategori besar diberi skor 3 1.4 Jumlah pendapatan nelayan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan dan

dari pekerjaan sampingan lainnya. Berdasarkan Survei Base Line Perekonomian Karimunjawa (2011), tingkat pendapatan dibagi menjadi:

a. < Rp833.000,- kategori rendah diberi skor 1 b. Rp833.000-Rp 1.666.000 kategori sedang diberi skor 2

c. > Rp1.666.000,- kategori tinggi diberi skor 3

1.5 Pengalaman melaut merupakan lama waktu dalam satuan tahun yang dihabiskan oleh responden dalam aktivitas penangkapan ikan secara reguler:

a. 7≤ x ≤18 tahun kategori rendah diberi skor 1 b. 18< x ≤ 29 tahun kategori sedang diberi skor 2 c. >29 tahun kategori tinggi diberi skor 3 2. Pemanfaatan ruang kawasan pesisir adalah upaya untuk mewujudkan struktur

ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana penataan ruang kawasan pesisir untuk kegiatan wisata dan perikanan.

3. Tingkat daya dukung pesisir adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya serta keseimbangan antara keduanya.

4. Peluang kerja adalah ketersediaan lapangan kerja yang siap diisi oleh para pencari kerja. Dalam penelitian ini adalah lapangan kerja yang bisa menambah pendapatan bagi para nelayan.

5. Aturan-aturan sosial adalah aturan-aturan yang menjadi patokan dalam suatu kelompok masyarakat dengan batasan wilayah tertentu dan merupakan hasil dari kesepakatan-kesepakatan masyarakat sekitar.

6. Jumlah hari untuk melaut yaitu rata-rata aktifitas melaut selama 1 bulan, berdasarkan hari libur nelayan yaitu hari Jumat dan setiap terang bulan, dikelompokkan menjadi:

a. < 20 hari kategori rendah diberi skor 1 b. 20-24 hari kategori sedang diberi skor 2 c. ≥ 25 hari kategori tinggi diberi skor 3 7. Jumlah hasil tangkapan ikan yaitu jumlah berat ikan dalam satuan kg yang bisa di

dapatkan oleh nelayan dalam satu kali melaut.

a. < 100 kategori rendah diberi skor 1 b. 100-200 kategori sedang diberi skor 2 c. > 200 kategori tinggi diberi skor 3

8. Tingkat pendapatan dari hasil tangkapan setiap kali melaut adalah nilai jual yang diterima nelayan dari hasil tangkapan ikan.

a. < Rp50.000,- kategori rendah diberi skor 1 b. Rp50.000-Rp100.000,- kategori sedang diberi skor 2 c. >Rp100.000,- kategori tinggi diberi skor 3 9. Tingkat perekonomian dalam sektor perikanan adalah kondisi perekonomian

nelayan yang dilihat dari tiga variabel perekonomian yang diukur secara kuantitatif yaitu jumlah trip melaut, jumlah tangkapan dan tingkat pendapatan dari hasil jual ikan. Parameter pengukurannya dikategorikan menjadi rendah-sedang-tinggi.

Skor minimum : 1 Skor maksimum : 9 Selang

a. Interval 1 < x ≤ 3 kategori rendah skor 1 b. Interval 4 < x ≤ 6 kategori sedang skor 2 c. Interval 7 < x ≤ 9 kategori tinggi skor 3 10. Tingkat adaptasi adalah kegiatan yang dilakukan nelayan dalam menyiasati

perubahan ekonomi yang dibagi menjadi diversifikasi pekerjaan dan perubahan alat tangkap nelayan. Parameter pengukurannya dibedakan menjadi tinggi-rendah-sedang.

Skor minimum : 1 Skor maksimum : 6 Selang

a. Interval 1 < x ≤ 2 kategori rendah diberi skor 1 b. Interval 3 < x ≤ 4 kategori sedang diberi skor 2 c. Interval 5< x ≤ 6 kategori tinggi diberi skor 3 11. Diversifikasi pekerjaan adalah penerapan pola nafkah yang beragam dengan cara

mencari pekerjaan lain selain perikanan untuk menambah pendapatan.

a. Tidak melakukan diversifikasi (rendah) diberi skor 1 b. Memiliki 1 pekerjaan sampingan (sedang) diberi skor 2

c. Memiliki ≥ 2 pekerjaan sampingan (tinggi) diberi skor 3 12. Tingkat partisipasi dalam kegiatan ekowisata adalah tingkat keikutsertaan

nelayan dalam memanfaatkan peluang bekerja di bidang pariwisata.

a. Memiliki 1 pekerjaan di wisata (rendah) diberi skor 1 b. Memiliki 2 pekerjaan di wisata (sedang) diberi skor 2 c. Memiliki ≥ 3 pekerjaan di wisata (tinggi) diberi skor 3 13. Tingkat perubahan alat tangkap adalah kegiatan mengubah alat menangkap ikan

yang biasanya digunkan untuk menangkap ikan sebelum adanya kegiatan pariwisata.

a. Pancing kategori rendah diberi skor 1 b. Kompressor kategori tinggi diberi skor 2

BAB III

PENDEKATAN LAPANGAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan survei melalui instrumen kuesioner digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat perubahan ekonomi dan adaptasi nelayan. Kuisioner yang telah disusun sebelumnya, diisi oleh responden, yaitu nelayan yang terlibat dalam pariwisata dan nelayan yang tidak terlibat dalam pariwisata. Kedua kelompok nelayan yang menjadi responden akan didata menyangkut kehidupan sosial dan ekonominya sebelum dan sesudah adanya kegiatan pengembangan ekowisata bahari.

Data primer juga diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam, yaitu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari informan kunci, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah daerah serta diskusi dengan pakar dan praktisi lapangan. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik nelayan lokal, aspek sosial dan aspek ekonomi.

Data sekunder merupakan hasil penelitian orang lain atau instansi lain dalam bentuk publikasi seperti laporan tahunan, literatur, dokumen, arsip baik secara time series maupun periode waktu tertentu. Data ini didapatkan dari Kantor Pusat Statistik, Dinas Pariwisata, Dinas Perikanan, kantor desa, Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) dan sebagainya di daerah tempat penelitan. Data ini meliputi jumlah kunjungan wisatawan, data kepariwisataan, jumlah penduduk, data perikanan dan data lainnya. Selain itu, informasi dan data berupa peta yang berhubungan dengan program pengembangan wisata bahari di kawasan tersebut juga ikut dikumpulkan.

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan kebutuhan penelitian. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu daerah yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Desa ini memiliki luas 4.302, 50 ha dengan luas kawasan daratan sekitar 60 persen. Jumlah penduduknya adalah 4.137 dan 1.483 (45.44) berprofesi sebagai nelayan1. Saat ini Karimunjawa juga dijadikan sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Jawa Tengah dan jumlah wisatawan yang berkunjung semakin bertambah sejak tahun 2007. Kawasan ini memiliki keindahan dan kekayaan alam yang ada untuk dikembangkan dalam sektor perikanan maupun pariwisata. Desa Karimunjawa juga dijadikan sebagai salah satu kawasan Taman Nasional Karimunjawa pada tahun 1999. Pertimbangan lainnya adalah tersedianya data pendukung yang dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu dengan mengambil wilayah Desa Karimunjawa sebagai tempat penelitian, diharapkan dapat memberikan manfaat dan solusi dari permasalahan yang diteliti terhadap masyarakat Desa Karimunjawa. Studi lapangan dilakukan pada bulan April-Mei 2012.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Populasi penelitian ini adalah nelayan lokal yang ada di Desa Karimunjawa, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Unit analisis penelitian ini adalah individu nelayan yang berada di daerah tersebut baik yang memanfaatkan ataupun yang tidak memanfaatkan pariwisata sebagai mata pencaharian sampingannya. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengambilan sampel aksidental yang didasarkan pada kemudahan untuk menemui responden. Metode aksidental adalah metode penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja (nelayan) yang secara aksidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, apabila nelayan yang ditemui cocok sebagai sumber

1 Statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa 2007

data atau responden. Sampel yang terpilih karena berada pada waktu, situasi dan tempat yang tepat (Prasetyo dan Jannah 2006). Metode ini dipilih karena kerangka sampel yang digunakan untuk dasar pemilihan sampel tidak tersedia. Nelayan memiliki waktu kerja yang tidak dapat diperkirakan oleh karena itu apabila menggunakan kerangka sampling akan sulit mendapatkan data dari sampel yang sudah ditentukan. Nelayan Karimunjawa ada yang mulai melaut pada pagi hari sampai sore hari dan ada juga yang melaut dari sore hingga pagi hari.

Sebagian besar penduduk desa Karimunjawa berprofesi sebagai nelayan yang menggantungkan hidup pada hasil penangkapan ikan di laut. Sejak meningkatnya sektor pariwisata di Karimunjawa, sebagian besar nelayan memanfaatkan potensi ekowisata di daerah tersebut dengan menjadi tour leader, guide, penyewa alat selam, penginapan, warung makan, transportasi, membuat souvenir dan lain-lain. Sedangkan ada juga kelompok nelayan yang tetap bertahan hanya dengan memanfaatkan perikanan. Hal ini membuat nelayan terbagi menjadi dua, yaitu nelayan yang memanfaatkan kegiatan ekowisata dan nelayan yang hanya memanfaatkan usaha perikanan. Nelayan pariwisata adalah nelayan yang sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selain menggantungkan pada hasil penangkapan ikan di laut juga terlibat secara langsung dalam kegiatan pariwisata. Sedangkan nelayan non pariwisata adalah nelayan yang kegiatan sehari-harinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya hanya menggantungkan hasil penangkapan ikan di laut. Dengan mengetahui ciri-ciri dua kelompok nelayan (dilihat dari umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan pengalaman melaut) tersebut akan memperlihatkan dengan jelas perbedaan ukuran tingkat pemanfaatannya dari para nelayan yang aktif di kegiatan pariwisata dengan yang tidak aktif.

Jumlah sampel yang akan dijadikan responden adalah sebanyak 50 orang yang terdiri dari 25 responden berasal dari nelayan pariwisata dan 25 orang responden dari keluarga non pariwisata. Jumlah ini cukup untuk memenuhi reliabilitas dan validitas data. Masing-masing responden akan didata tentang kondisi sosial dan ekonomi sebelum dan sesudah kegiatan ekowisata bahari. Untuk melihat perubahan ekologi di

daerah tersebut maka data yang akan dikumpulkan adalah panjang pantai berpasir, jumlah hasil tangkapan nelayan dan ketersediaan air bersih.

3.2 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif yang diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah dengan cara mengkode data, lalu dianalisis dengan menggunakan komputer. Selain pertanyaan yang bersifat kuantitatif, pada kuesioner juga terdapat pertanyaan kualitatif yang disajikan dalam bentuk pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.

Pertanyaan terbuka ditujukan untuk memperoleh data kualitatif dan pertanyaan tertutup untuk memperoleh data kuantitatif..

Data yang diolah merupakan data yang diturunkan dari kuesioner. Variabel yang diolah adalah variabel ekonomi dan adaptasi. Variabel ekonomi mengandung data mengenai jumlah trip melaut, jumlah hasil tangkapan ikan, dan tingkat pendapatan. Sedangkan variabel adaptasi mengandung data diversifikasi pekerjaan dan perubahan alat tangkap nelayan. Setiap pertanyaan diberi skor dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi. Tabel frekuensi semua variabel digunakan untuk mengecek apakah jawaban responden atas satu pertanyaan konsisten dengan pertanyaan yang lain, mempermudah mendapatkan karakteristik responden serta dapat menentukan klasifikasi yang paling baik untuk tabulasi silang. Data tersebut kemudian diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan berdasarkan hipotesis yang ada.

Adapun data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif dalam teks dan kutipan langsung dari pernyataan responden yang mendukung data kuantitatif. Selanjutnya tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara dua variabel yaitu variabel ekonomi dan pola adaptasi nelayan. Data tersebut kemudian diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan berdasarkan hipotesis yang ada. Hal ini dilakukan melalui verifikasi dengan cara memikirkan ulang selama penulisan, tinjauan ulang pada catatan lapang. Artinya, terdapat satu tahapan dimana proses menyimpulkan tentang penelitian ini dilakukan bersama dengan para informan yang merupakan subjek dalam penelitian ini dan yang telah menyumbangkan data dan informasi terhadap penelitian ini.

BAB IV

GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Lokasi

Pulau Karimunjawa adalah pulau terbesar yang ada di kepulauan Karimunjawa. Nama Karimunjawa digunakan untuk nama Desa Karimunjawa yang juga sebagai nama kecamatan Karimunjawa. Menurut cerita masyarakat setempat dan informasi yang diperoleh dari Pusat Informasi Wisata Karimunjawa, nama Karimunjawa berasal dari kata “kremun-kremun” yang artinya “samar-samar”. Nama ini diberi oleh Sunan Nyamplungan yang mempunyai nama asli Amir Hasan, putra Sunan Muria, yang diperintahkan untuk pergi ke salah satu pulau yang kelihatannya kremun-kremun dari puncak Gunung Muria dengan disertai dua orang abdi untuk menemani dan diberi bekal dua buah biji nyamplungan untuk ditanam. Perjalanan Amir Hasan yang memakan waktu yang lama dengan menyeberang laut akhirnya sampai ditempat yang dituju yaitu di sebuah pulau yang terlihat kremun-kremun.

Amir Hasan kemudian menetap di sana. Kawasan ini masih termasuk kepulauan Jawa, maka pulau ini diberi nama “Karimunjawa” dan karena terdapat beberapa pohon nyamplung di sana, maka sampai sekarang masyarakat menyebut Amir Hasan dengan nama “Sunan Nyamplungan”.

4.2 Keadaan Umum Karimunjawa 4.2.1 Letak Geografis

Secara geografis, Desa Karimunjawa terletak di kawasan TNKJ yang terletak di koordinat 5°40’-5°57’ LS dan 110°04’-110°40’ BT dengan luas ± 111.625 ha.

Luas Desa Karimunjawa sendiri adalah 4.624 Ha. Kecamatan Karimunjawa terdiri dari 27 pulau dan semuanya berada di perairan Laut Jawa. Secara admistratif Kecamatan Karimunjawa merupakan bagian dari Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Kawasan ini pada mulanya terdiri dari tiga desa yaitu Desa Karimunjawa, Desa Kemujan dan Desa Parang. Desa keempat yaitu Desa Nyamuk diresmikan oleh Bupati Jepara pada bulan Agustus 2011. Desa Karimunjawa sekaligus sebagai ibu

kota Kecamatan Karimunjawa. Desa Karimunjawa meliputi Pulau Karimunjawa dan Pulau Genting yang terdiri dari 8 dukuh yaitu Dukuh Karimunjawa, Dukuh Kapuran, Dukuh Legon Lele, Dukuh Jatikerep, Dukuh Alang-Alang, Dukuh Cikmas, Dukuh Kemloko dan Dukuh Genting ( Laporan Baseline Data Perekonomian Masyarakat di SPTN II Karimunjawa, 2011).

Jarak antara kawasan Karimunjawa dengan Kota Jepara adalah 45 mil (± 83 km). Perjalanan menuju Karimunjawa dapat dilakukan dengan menggunakan KM Muria dan Ekspres Bahari dari Jepara serta KM Kartini I dari Semarang. Perjalanan dapat ditempuh selama 6 jam dengan menggunakan KM Muria dan 2 jam dengan Ekspres Bahari atau 3,5 jam dengan KM Kartini I. Penyeberangan dapat juga dilakukan dengan kapal nelayan, namun membutuhkan waktu yang relatif sangat lama. Adanya berbagai alternatif perjalanan ini serta tersedianya kapal ferry dengan jadwal keberangkatan setiap hari, kecuali hari Jumat, membuat kunjungan wisatawan semakin bertambah setiap tahunnya.

4.2.2 Kondisi Topografi

Topografi kawasan Pulau Karimunjawa secara umum berupa dataran rendah yang bergelombang atau berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0-506 m dpl dan kawasan pantai yang datar. Daerah perbukitan terdapat di bagian tengah mulai dari bagian timur ke barat sampai ke selatan, khususnya daerah timur untuk perbukitan tinggi. Terdapat dua buah bukit yaitu Bukit Gajah dan Bukit Bendera yang merupakan puncak tertinggi dengan ketinggian ± 506 m dpl (Zonasi TNKJ 2012).

Lahan yang berbukit tidak cocok untuk pemukiman karena kemiringan lerengnya yang terjal. Sebagian besar daerahnya terdiri dari batu pasir sehingga kegiatan pertanian dan peternakan tidak terlalu berkembang di desa ini.

4.2.3 Hidrologi

Sepanjang kawasan Karimunjawa tidak ditemukan adanya sungai, danau, atau telaga, namun terdapat lima mata air besar di Pulau ini, yaitu Kapuran (Pancuran Belakang), Legon Goprak, Legon Lele, Cikmas dan Nyamplungan yang

dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan memasak oleh masyarakat sekitar.

Masyarakat sering mengalami masalah kekurangan air apabila musim kemarau tiba atau saat kunjungan wisatawan meningkat. Hal ini terjadi karena minimnya tanggul penampung air yang tersedia.

Arus musiman di sekitar Karimunjawa mengikuti pola arus di Laut Jawa yang tergantung pada beda tinggi muka laut di Samudera Pasifik (yang selalu lebih tinggi muka lautnya) dibanding dengan Samudera Hindia. Kuat arus pada musim barat dapat mencapai 0,35 meter/detik. Musim barat terjadi pada bulan Desember-Februari sedangkan musim peralihan barat ke timur terjadi pada bulan Maret-Mei. Kuat arus laut diperairan pesisir Jepara dan perairan Karimunjawa pada musim baratan secara umum bergerak dari barat/barat laut kearah timur/tenggara dengan kecepatan 0,5-0,75 meter/detik dengan ketinggian gelombang rata-rata berkisar 0,56-1,58 m. Hal ini membuat jumlah kunjungan wisatawan pada periode bulan tersebut sangat sedikit karena gelombang yang besar membuat kapal tidak bisa berangkat. Kondisi perikanan juga menjadi terganggu karena nelayan tidak bisa melaut. Akibatnya harga ikan mengalami lonjakan.

Musim timuran terjadi pada bulan Juni-Agustus. Arus laut secara umum bergerak dari timur ke barat/barat laut dengan kecepatan 0,15 meter/detik. Musim peralihan timur ke barat terjadi pada bulan September-November, arus laut bergerak dari Barat/Barat Luat kearah timur/tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0,25-0,5 meter/detik. Pada musim timuran, ketinggian gelombang mencapai 0,27-0,6 m.

Gelombang yang tidak terlalu tinggi ini membuat kegiatan perikanan mulai normal dan kunjungan wisatawan meningkat. Nelayan bisa melaut lagi dan kapal yang melakukan penyeberangan Karimun-Jepara dan sebaliknya dapat berjalan lancar.

4.2.4 Keanekaragaman Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya

TNKJ merupakan obyek wisata alam yang banyak dikunjungi karena keanekaragaman flora dan fauna di daerah tersebut. Berdasarkan Laporan Zonasi TNKJ (2012) diketahui bahwa terdapat lima ekosistem di daerah tersebut yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, hutan mangrove, hutan

pantai serta hutan hujan tropis dataran rendah. Flora khas Karimunjawa adalah Dewadaru dan Kalimosodo yang populasinya mulai menurun karena banyak digunakan sebagai bahan baku industri kerajinan oleh masyarakat.

Jenis fauna darat yang umumnya dijumpai adalah rusa, monyet ekor panjang, kalong besar, tikus pohon ekor polos, landak, musang rase. Terdapat 16 jenis reptil dan 2 amphibi, diantaranya jenis ular edor. Selain itu ditemukan 54 spesies burung yang tergabung dalam 27 famili, diantaranya pergam ketanjar, trocokan, dan betet Karimunjawa serta 22 spesies burung air migran yang melintasi kawasan Taman Nasional Karimunjawa.

Hampir di seluruh kepulauan Karimunjawa mempunyai ekosistem mangrove yang relatif masih asli dengan 44 spesies mangrove sejati yang termasuk dalam 25 famili. Struktur komunitas padang lamun Pulau Karimunjawa tersusun atas 9 spesies dengan penutupan 9 persen sampai 83,33 persen. Ekosistem terumbu karang terdiri dari tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai, penghalang dan beberapa taka.

Ekosistem terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa terdiri atas 64 genera karang yang termasuk dalam 14 famili ordo sceractinian dan 3 ordo non sceractinan.

Karakteristik ikan karang di Karimunjawa cukup unik. Secara total jumlah spesies ikan karang yang ditemukan adalah 353 spesies yang termasuk dalam 117 genus dan 43 famili. Selain itu ditemukan 2 spesies penyu yaitu penyu Hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate).

Keanekaragaman sangat berpotensi dan merupakan modal besar bagi pengembangan wisata alam di Karimunjawa. Keindahan flora dan fauna, terumbu karang yang masih bagus serta ikan karang yang beragam merupakan daya tarik yang diminati berbagai wisatawan. Keanekaragaman ekosistemnya yang tinggi menjadikan Karimunjawa sebagai tempat penelitian para akademisi, baik dari dalam maupun dari luar negeri.

4.3 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Kependudukan

Karakteristik masyarakat Desa Karimunjawa diperlukan untuk mengetahui kondisi sumberdaya manusia sebagai penunjang dalam kegiatan wisata. Menurut Laporan Potensi Desa Karimunjawa (2011), jumlah penduduk Desa Karimunjawa adalah 4.996 orang yang terdiri dari 1.550 kepala keluarga, sehingga setiap keluarga rata-rata beranggotakan 3-4 orang. Penduduk Karimunjawa terdiri dari beragam suku yaitu Jawa, Bugis, Bajo, Madura dan Baton. Desa Karimunjawa merupakan desa yang paling besar kepadatan penduduknya dibandingkan ketiga desa lainnya di Kecamatan Karimunjawa, yaitu Desa Kemujan, Desa Parang dan Desa Nyamuk.

Secara keseluruhan, kepadatan penduduk Desa Karimunjawa sebesar 0,925 per ha.

Perkembangan jumlah penduduk Desa Karimunjawa dari tahun 2008 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Karimunjawa Tahun 2008-2011

Tahun N

2008 4.137

2009 4.328

2010 4.446

2011 4.996

Sumber: BPS Jepara 2011

Menurut data Pemkab Jepara (2011), jumlah penduduk laki-laki adalah 2.781 orang dan jumlah penduduk perempuan adalah 2.215 orang dengan Rasio Jenis Kelamin (RJK) sebesar 126 yang artinya dari setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 126 orang penduduk laki. Melalui data ini maka jumlah penduduk laki-laki di Desa Karimunjawa lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan.

Penduduk Desa Karimunjawa sebagian besar memiliki mata pencaharian di sektor perikanan. Selain itu ada juga di sektor pertanian, pegawai negeri, buruh/swasta, pengrajin, pedagang dan peternak. Jumlah penduduk menurut mata

Penduduk Desa Karimunjawa sebagian besar memiliki mata pencaharian di sektor perikanan. Selain itu ada juga di sektor pertanian, pegawai negeri, buruh/swasta, pengrajin, pedagang dan peternak. Jumlah penduduk menurut mata