• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Perikanan di Desa Karimunjawa

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.6 Kondisi Umum Perikanan di Desa Karimunjawa

Pendaratan ikan yang keluar dari Karimunjawa umumnya dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu ikan segar, teri kering dan ikan hidup. Setiap jenis ikan masing-masing memiliki musim tangkap. Musim ikan tenggiri terjadi pada bulan November, musim ikan sulir pada bulan Januari dan Oktober, musim ikan teri pada bulan Juli sampai September, musim cumi pada bulan Mei-Juni dan Oktober, sedangkan musim ikan tongkol adalah bulan Desember. Walaupun memiliki musim tangkap, namun nelayan bisa melaut sepanjang tahun kecuali terang bulan karena

setiap bulan ada jenis-jenis ikan yang melimpah jumlahnya untuk ditangkap.

Produksi ikan yang keluar dari Karimunjawa dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah ini.

Tabel 12. Produksi Ikan yang Keluar dari Karimunjawa (Melalui Dermaga Rakyat dan Dermaga Perintis) Tahun 2006-2010

No Jenis ikan Produksi Ikan (kg) Jumlah 543.575 307.721 635.729 385.498 418.871 2 Teri kering 10.350 362.830 65.125 5.665.625 82.871 Jumlah 564.542,8 399.345,6 708.744 66.889,9 512.897 Sumber: DKP Karimunjawa 2011

Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Produksi ikan segar didominasi oleh ikan ekor kuning sedangkan produksi ikan hidup didominasi oleh kerapu. Sebanyak 55,8 persen jumlah ikan yang ditangkap berasal dari alat tangkap muroami, 24 persen berasal dari alat tangkap jaring pocong. Kedua alat tangkap ini juga memiliki target yang sama, yaitu ikan ekor kuning. Kedua alat tangkap ini menyebabkan kerusakan terumbu karang dan menurunkan hasil tangkap nelayan tradisional karena sebagian besar alat tangkap ini beroperasi di daerah paparan terumbu karang. Dalam satu kali operasi muroami, luas rata-rata daerah yang disapu oleh para penyelam dalam menggiring ikan sampai ke jaring kantong adalah 2,4 ha. Selama proses penangkapan tersebut, nelayan

penyelam tidak hanya berenang tetapi juga berjalan di atas karang sehingga menyebabkan kerusakan karang. Selain merusak ekosistem, alat ini juga berpotensi atau bahkan sudah menguras stok sumberdaya ikan di perairan Karimunjawa.

Nelayan Karimunjawa umumnya menjual 90 persen hasil tangkapan mereka ke pedagang atau tengkulak setempat dan 10 persen lainnya digunakan untuk konsumsi pribadi. ikan yang berukuran besar akan dijual kepada juragan. Ikan-ikan yang kecil akan dikonsumsi atau dijual ke pasar. Ikan yang dijual ke pasar akan dibeli oleh pedagang makanan untuk diolah dan dijual kepada wisatawan. Jenis-jenis ikan ekor kuning dan tenggiri dijual ke pedagang penampung di Desa Karimunjawa untuk kemudian dikirim ke Jepara.

Kapal-kapal yang ada di Karimunjawa ukurannya kecil, yaitu < 5 GT. Setiap kapal mempunyai alat tangkap lebih dari satu jenis, tetapi yang paling dominan adalah alat pancing tonda (trolling) dan branjang. Pengoperasiannya tergantung musim. Alat tangkap yang digunakan nelayan Karimunjawa menurut Data Statistik Kecamatan Karimunjawa tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13. Alat Tangkap Ikan di Karimunjawa Tahun 2010 No Alat Tangkap Ikan Jumlah

(unit)

Masa operasi Jenis Ikan Tangkapan 1 Pancing tonda (trolling) 932 Juni-September Tongkol 2 Jaring insang 168 September-November Ekor kuning

3 Branjang 115 Juni-Agustus Teri

4 Bubu 573 Sepanjang musim Ikan karang

5 Panah (Speargun) 17 Sepanjang musim Ikan karang 6 Muroami 3 September- Desember Ekor kuning Sumber: DKP Karimunjawa 2011

Tabel 13 menunjukkan bahwa setiap jenis ikan memiliki alat tangkap yang berbeda. Pancing tonda banyak digunkan untuk menangkap tongkol dan tenggiri.

Pada umumnya, nelayan tonda menangkap ikan setiap hari (malam-pagi) pada saat musim tangkap atau sekitar 26 hari dalam satu bulan musim tangkap. Jumlah tenaga kerja dalam satu kapal motor adalah satu hingga dua orang. Jaring insang adalah alat tangkap berbentuk empat persegi panjang dengan panjang 300-500 m dilengkapi

dengan pelampung, pemberat ris dan ris ke bawah. Besar mata jaring disesuaikan dengan sasaran tangkap. Nelayan melabuhkan jaringnya di dasar, lapisan tengah maupun dibawah lapisan atas kolam perairan. Nelayan Karimunjawa juga menggunakan branjang yang berukuran 9x9 m. Penangkapan dengan branjang hanya dilakukan pada malam hari dengan menggunakan lampu untuk menangkap ikan teri.

Bubu merupakan alat tangkap berupa jebakan yang terbuat dari anyaman bambu.

Bubu dipasang disekitar perairan karang atau di antara karang-karang. Pengambilan tangkapan dilakukan dua sampai tiga hari setelah bubu dipasang. Nelayan juga menggunakan panah sebagai alat tangkapnya yang waktu penangkapannya dilakukan pada malam hari. Nelayan menggunakan bantuan kompressor sebagai sumber oksigen. Dalam satu armada penangkapan jumlah nelayan berkisar 4-6 orang. Alat tangkap lainnya adalah muroami, yang sudah dilarang pemakaiannya karena merusak karang dan terjadinya overfishing.

Sejak maraknya penangkapan ikan dengan muroami oleh masyarakat, jumlah ikan semakin menurun karena alat tangkap ini mengangkut semua jenis ikan, baik kecil maupun yang besar. Nelayan di luar Karimunjawa juga pernah ikut merusak karang dan ikan. Mereka menggunakan jaring cantrang. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan kimia dan bahan peledak juga pernah digunakan nelayan sehingga karang menjadi rusak, air menjadi tercemar dan ikan juga ikut mati. Untuk mencegah bertambahnya kerusakan yang terjadi, maka pada tanggal 2 Agustus tahun 2010, Bupati Jepara mengeluarkan Surat Edaran untuk Kecamatan Karimunjawa tentang larangan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan cara-cara yang dapat merusak ekosistem. Setiap orang yang melanggar peraturan tersebut akan di denda atau dipenjara.

BAB VI

DAMPAK WISATA BAHARI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL DAN EKONOMI NELAYAN

6.1 Karakteristik Nelayan Non Pariwisata dan Nelayan Pariwisata

Perkembangan pariwisata di Desa Karimunjawa telah membuka berbagai lapangan pekerjaan. Kesempatan ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan untuk meningkatkan pendapatan mereka. Penurunan jumlah tangkapan ikan membuat nelayan mencari alternatif pekerjaan lain untuk menambah pendapatan. Hal tersebut merupakan alasan sebagian besar nelayan untuk ikut dalam kegiatan wisata. Namun ada juga nelayan yang tetap bertahan di bidang perikanan.

Nelayan di Karimunjawa saat ini terbagi menjadi dua, yaitu nelayan yang aktif dalam kegiatan pariwisata (nelayan pariwisata) dan nelayan yang tidak aktif dalam kegiatan pariwisata (nelayan non pariwisata). Nelayan yang aktif dalam kegiatan pariwisata adalah nelayan yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selain menggantungkan pada hasil penangkapan ikan di laut, juga terlibat secara langsung dalam kegiatan aktivitas pariwisata (membuat souvenir, menyewakan perahu, pemandu wisata, menyewakan pemondokan maupun fasilitas lainnya).

Sedangkan nelayan yang tidak aktif adalah nelayan yang kegiatannya sehari-harinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya hanya menggantungkan diri pada hasil penangkapan ikan di laut. Ciri-ciri kedua kelompok nelayan yang dilihat dari umur, pendidikan, jumlah tanggungan dan pendapatan keluarga akan memperlihatkan dengan jelas perbedaan ukuran tingkat pemanfaatannya dari para nelayan yang aktif dalam kegiatan pariwisata dengan nelayan yang tidak aktif.

6.1.1 Umur

Umur responden adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada pelaksanaan penelitian. Data penelitian di lapangan menunjukkan bahwa usia nelayan beragam antara 22-55 tahun. Sebagian besar nelayan yang ada di Karimunjawa memulai pekerjaannya semenjak usia remaja. Pekerjaan menjadi nelayan memang bisa dilakukan mulai dari umur remaja hingga umur tua. Penduduk

Karimunjawa yang aktif dalam kegiatan pariwista umumnya berada di umur 20-50 tahun. Berikut akan disajikan data pada Tabel 14 tentang klasifikasi responden berdasarkan umur.

Tabel 14. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Umur, Desa Karimunjawa, 2012 Umur Responden (Tahun) Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 7 28.0 5 20.0

Sedang 12 48.0 18 72.0

Tinggi 6 24.0 2 8.0

Total 25 100.0 25 100.0

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden non pariwisata dan responden wisata berusia sedang (31-50), yaitu masing-masing sebesar 48 persen dan 72 persen. Hal ini terjadi karena untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan membutuhkan stamina yang masih kuat dan berpengalaman. Alat tangkap ikan yang paling banyak digunakan di Karimunjawa saat ini adalah pancing dan ada juga yang menggunakan tembak (kompressor). Nelayan kompressor adalah nelayan yang membutuhkan stamina yang prima untuk menyelam sehingga ada kecenderungan umur nelayan kompressor yang masih muda.

Kebanyakan nelayan yang tergabung dalam pariwisata memiliki umur yang sedang karena pada usia tersebut, nelayan aktif dalam wisata harus berhubungan langsung dengan wisatawan, seperti yang diungkapkan oleh AM (40 tahun).

“ Orang-orang yang ikut wisata itu kebanyakan yang muda-muda Mbak.

Kalo yang tua-tua udah malas. Orang Karimun itu ya Mbak orangnya pemalu-pemalu kalo ketemu sama orang banyak apalagi yang baru dikenal. Yang masih muda itu yang masih aktif, suka ketemu orang banyak.

Gimana mau jadi tour guide kalo malu ketemu sama wisatawan? Kerjanya tour guide itu kan ngurusin tamu-tamu (wisatawan) yang datang. Orang-orang muda lebih suka yang instan sih Mbak. Kerja sedikit dapat uang.”

Meski kebanyakan nelayan yang ikut dalam wisata memiliki umur yang sedang, namun terdapat 2 orang yang memiliki umur tinggi. Mereka adalah pemilik

homestay yang ada di Karimunjawa. Sedangkan 4 orang lainnya adalah nelayan yang menyewakan kapal mereka.

6.1.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Komposisi tingkat pendidikan responden dapat dilihat di Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Karimunjawa, 2012 Tingkat Pendidikan Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

N % n %

Rendah 18 72.0 13 52.0

Sedang 7 28.0 10 40.0

Tinggi 0 0 2 8.0

Total 25 100.0 25 100.0

Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa responden nelayan non pariwisata dan nelayan pariwisata masih berpendidikan rendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD) yaitu 72 persen dan 52 persen. Nelayan non pariwisata yang berpendidikan rendah lebih banyak jumlahnya daripada nelayan pariwisata yang berpendidikan rendah.

Fasilitas pendidikan di Desa Karimunjawa memang belum terlalu memadai. Nelayan biasanya memulai pekerjaannya semenjak usia masih muda sehingga tidak ada waktu untuk bersekolah. Kebanyakan responden setelah lulus SD tidak melanjutkan sekolah karena ikut melaut bersama orang tua mereka untuk menambah pendapatan.

Responden yang berpendidikan tinggi (tamat SMA dan akademik) hanya terdapat di nelayan pariwisata yaitu 8 persen sedangkan nelayan non pariwisata tidak ada yang berpendidikan tinggi. Responden mendapatkan pendidikan tingkat SMA di luar Karimunjawa, yaitu di Jepara dan di Semarang karena di Karimunjawa hanya ada SMK.

Syarat menjadi seorang pelaku wisata di Karimunjawa tidak dibatasi oleh tinggi rendahnya pendidikan, khususnya yang bergabung dalam HPI (Himpunan

Pramuwisata Indonesia), seperti yang diungkapkan oleh ZA (33 tahun), seorang anggota HPI yang juga bekerja sebagai nelayan.

“Kalau jadi tour guide itu kan SDM nya harus bagus Mbak. Terutama bahasa indonesia dan umurnya di atas 17 tahun, umur buat bekerja gitu Mbak. Setidaknya bisa baca tulis. Tapi aturan dari HPI sendiri tidak ada yang mengharuskan tamat SMA atau harus sekolah, yang penting bertanggung jawab dan mengerti tentang sapta pesona itu, Mbak”.

6.1.3 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah keluarga yang besar akan berpotensi menjadi penyedia tenaga kerja khususnya di kehidupan rumah tangga nelayan. Sebagaimana biasanya dalam kegiatan usaha tani, sub sistem anggota keluarga akan menyumbangkan tenaganya dalam proses usaha tani. Ayah yang berfungsi sebagai kepala keluarga mempunyai fungsi ganda sebagai pemimpin usaha tani dan merangkap sebagai pekerja yang dibantu oleh istri dan anak-anak mereka ditambah pula dengan anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggungan petani yang bersangkutan. Namun dalam kenyataannya tidak semua anggota keluarga yang menjadi tanggungan ikut bekerja secara penuh waktu. Hal ini terutama anggota keluarga yang masih pada usia sekolah ataupun mereka yang mempunyai pekerjaan lain secara tidak penuh waktu di luar sekolah (Su’ud 1991 dalam Aryono 2003). Berikut akan disajikan data jumlah tanggungan responden pada masing-masing kelompok nelayan pada Tabel 16.

Tabel 16. Responden Menurut Jumlah Tanggungan, Desa Karimunjawa, 2012 Jumlah tanggungan Nelayan non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 7 28.0 5 20.0

Sedang 17 68.0 18 72.0

Tinggi 1 4.0 2 8.0

Total 25 100 25 100.0

Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga pada masing-masing kelompok responden tidak meiliki perbedaan yang terlalu jauh.

Anggota keluarga yang paling banyak terdapat di kedua kelompok pada interval

sedang untuk nelayan non pariwisata dan nelayan pariwisata (60,7 persen dan 64,3 persen). Kelompok yang memiliki jumlah tanggungan tinggi (>4) sangat sedikit di kedua kelompok responden yaitu 4 persen untuk nelayan non pariwisata dan 8 persen untuk nelayan pariwisata. Jumlah ini sejalan dengan data BPS Jepara (2011) yang mengeluarkan angka yang sama yaitu rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4 orang. Hal ini juga menjadikan Kecamatan Karimunjawa adalah kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Jepara, yaitu 122 jiwa per km². Data ini juga didukung oleh pernyataan ZA (33 tahun).

“Penduduk Karimunjawa ini masih sedikit Mbak jika dibanding dengan luas wilayahnya. Kalopun banyak pendatang yang datang, tapi tanahnya masih cukup untuk dijadikan perumahan, tidak seperti Jakarta yang udah kayak lautan manusia. Istri saya bidan di Karimun ini, jada saya tau berapa kelahiran setiap harinya. Orang Karimun banyak yang KB Mbak, dulu pernah ada penyuluhan yang datang kesini terus bidan-bidan disini sampe sekarang itu masih sering nganjurin masyarakat untuk KB.”

Rendahnya jumlah tanggungan juga dipengaruhi oleh usia menikah yang cukup muda. Kebanyakan penduduk menikah pada usia SMA dan lepas dari tanggungan keluarganya. Hal ini dikarenakan fasilitas pendidikan yang kurang memadai dan sebagian karena ketidakmampuan keluarga untuk menyekolahkan anaknya.

6.1.4 Pendapatan

Tingkat pendapatan nelayan tidak pernah menentu setiap bulannya, karena hasil dari laut yang tidak menentu, dipengaruhi oleh cuaca dan ketersediaan ikan di laut. Kadang dalam sekali melaut, nelayan bisa mendapat hasil yang banyak, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama satu minggu. Namun terkadang nelayan juga bisa tidak mendapatkan hasil sama sekali, bahkan untuk kebutuhan satu hari saja tidak tercukupi. Menurut informasi masyarakat setempat, jumlah pendapatan mereka akhir-akhir ini mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pernah terjadi penangkapan ikan dengan penggunaan muroami, kompressor dan potassium yang merusak karang dan biota lautnya sehingga terjadi penurunan penangkapan ikan. Hal

ini tentu saja mempengaruhi jumlah pendapatan nelayan. Selain itu, ketersediaan ikan yang berkurang membuat nelayan harus menambah luas tangkapannya ke daerah yang lebih jauh. Berikut pada Tabel 17 akan disajikan jumlah pendapatan nelayan setiap tahunnya di Karimunjawa.

Tabel 17. Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan, Desa Karimunjawa, 2012 Tingkat Pendapatan (Rp) per

Tahun

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 0 0.0 0 0.0

Sedang 17 68.0 5 20.0

Tinggi 8 32.0 20 80.0

Total 25 100.0 25 100.0

Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa jumlah pendapatan nelayan sudah cukup baik. Sejumlah 50 responden, tidak ada yang memiliki pendapatan pada kategori rendah, baik untuk nelayan non pariwisata maupun nelayan pariwisata.

Namun jumlah nelayan yang memiliki pendapatan tinggi pada nelayan non pariwisata lebih kecil daripada jumlah nelayan yang berpendapatan tinggi pada nelayan pariwisata. Hal ini dikarenakan nelaya pariwisata mendapat tambahan pendapatan dari kegiatan wisata yang mereka jalankan. Pendapatan responden nelayan non pariwisata berada di antara Rp 10.800.000,- sampai Rp 24.000.000,- per tahunnya.

Pendapatan nelayan pariwisata berada antara Rp 15.600.000,- sampai Rp 84.000.000,-. Nelayan yang memiliki homestay yang juga menyediakan paket wisata adalah nelayan yang pendapatannya paling besar, sedangkan nelayan yang bekerja sebagai guide dan penyewa kapal memiliki pendapatan yang lebih rendah.

Data ini sesuai dengan hasil survei perekonomian masyarakat di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Karimunjawa tahun 2011 yang menyatakan bahwa rata-rata pendapatan di Desa Karimunjawa (per kepala keluarga) sudah berada pada angka Rp 26.225.862,- per tahun. Tingkat pendapatan responden memiliki variasi yang cukup tinggi seiring dengan tingginya variasi jenis pekerjaan responden.

Ada sebagian penduduk yang annual income-nya mencapai Rp 120.000.000,- per tahun dan ada juga yang hanya Rp 1.250.000,- per tahun.

6.1.5 Pengalaman Melaut

Pengalaman melaut adalah lamanya (tahun) nelayan sudah melakukan pekerjaannya dalam menangkap ikan di laut. Mayoritas responden sudah memulai pekerjaannya sejak usia muda, yaitu pada taraf usia SMP. Berikut pada Tabel 18 disajikan data pengalaman melaut responden di Desa Karimunjawa.

Tabel 18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melaut, Desa Karimunjawa, 2012 Pengalaman Melaut (Tahun) Nelayan non Pariwisata Nelayan Pariwisata

n % n %

Rendah 10 40.0 12 48.0

Sedang 6 24.0 8 32.0

Tinggi 9 36.0 5 20.0

Total 25 100 25 100.0

Berdasarkan Tabel 18 terlihat bahwa pengalaman melaut nelayan non pariwisata dan nelayan pariwisata pada kategori ketiga kelompok tidak terlalu mengalami perbedaan yang jauh. Pengalaman melaut nelayan bervariasi antara 7-39 tahun dengan rata-rata pengalaman 21 tahun. Kategori pengalaman melaut yang tinggi terdapat pada nelayan non pariwisata. Hal ini berkaitan dengan umur nelayan pada kelompok tersebut, yaitu 50 tahun ke atas. Pengalaman yang cukup lama membuat para nelayan tersebut lebih suka melaut daripada bekerja sampingan di bidang pariwisata.

6.2 Dampak Pariwisata terhadap Kegiatan Perekonomian Nelayan 6.2.1 Jumlah Trip untuk Menangkap Ikan

Jam kerja menangkap ikan di laut adalah lamanya waktu (jam) yang diperlukan nelayan untuk melakukan penangkapan ikan selama satu hari. Biasanya lama tidaknya nelayan menangkap ikan di laut ditentukan oleh besar kapal dan kapasitas mesin yang digunakan serta jumlah bahan bakar yang tersedia. Biasanya nelayan menghabiskan ± 20 liter bahan bakar setiap kali melaut. Penangkapan ikan dilakukan setiap hari, ada yang berangkat pagi ada juga yang berangkat sore, seperti yang diungkapkan MA (51) dibawah ini.

“Kalo nelayan sini kan 24 jam. Ada yang berangkat pagi pulang sore, ada yang sore pulang pagi. Kalo terang bulan gini nelayan tidak melaut. Paling nanti nelayan yang nangkap ikan teri berangkat jam 4 pulang jam 7. Tapi kalo bulan gelap, nangkapnya semalam suntuk.”

Perkembangan wisata dan menurunnya jumlah tangkapan ikan tidak terlalu mempengaruhi jam tangkap nelayan dalam sekali melaut. Sebagian besar kedua kelompok nelayan ini memiliki jam tangkap sekitar 5-10 jam dalam satu hari melaut.

Perubahan lamanya nelayan menangkap ikan di laut tidak terlalu mengalami perubahan karena masing-masing nelayan sudah memiliki target waktu melautnya masing-masing. Besarnya biaya bahan bakar yang dibutuhkan nelayan dalam sekali melaut juga mempengaruhi lamanya nelayan menangkap ikan di laut. Jauhnya jarak yang ditempuh dan lamanya kapal dioperasikan bergantung pada ketersediaan bahan bakar pada kapal tersebut.

Hampir setiap hari nelayan Karimunjawa pergi melaut, kecuali hari Jumat dan ketika terang bulan. Hari Jumat adalah hari libur bagi nelayan karena pada hari Jumat, semua nelayan melaksanakan ibadah Shalat Jumat. Namun, seiring perkembangan pariwisata di Karimunjawa, terjadi perubahan jumlah hari melaut di kedua kelompok nelayan ini. Berikut pada Tabel 19 akan disajikan perubahan jumlah hari melaut nelayan yang ada di Karimunjawa.

Tabel 19. Responden Berdasarkan Perubahan Jumlah Trip untuk Menangkap Ikan, Desa Karimunjawa 2012

Jumlah hari melaut selama 1

bulan

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

n % n % N % n %

Rendah 0 0.0 1 4.0 1 4.0 11 44.0

Sedang 4 16.0 4 16.0 0 0 12 48.0

Tinggi 21 84.0 20 80.0 24 96.0 2 8.0

Total 25 100.0 25 100.0 25 100.0 25 100.0 Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa ada perubahan jumlah melaut pada kedua kelompok nelayan sebelum dan sesudah adanya kegiatan wisata. Jumlah hari

melaut kelompok nelayan non wisata didominasi pada kategori tinggi (≥25 hari).

Namun setelah adanya kegiatan pariwisata, terdapat satu orang nelayan non pariwisata memiliki jumlah melaut paling sedikit (20 hari) karena nelayan tersebut juga memiliki lahan pertanian yang harus dikerjakan. Sedangkan pada kelompok nelayan pariwisata, terjadi perubahan dominasi jumlah hari melaut dari tinggi ke kategori sedang (20-24 hari) dan rendah (<20 hari). Terdapat satu orang nelayan yang memiliki jumlah hari melaut dalam kategori rendah (20 hari) sebelum adanya wisata karena nelayan tersebut juga bekerja sebagai penjaga keramba.

Jumlah hari melaut nelayan pariwisata mengalami pengurangan yang sangat besar. Hanya 2 orang yang masih melaut setiap hari kecuali hari Jumat, selebihnya berada pada kelompok sedang dan rendah. Hal ini terjadi karena nelayan pariwisata memiliki perkerjaan sampingan yang menyita waktu mereka. Apabila pada hari libur dan banyak wisatawan yang berkunjung, maka nelayan pariwisata tidak akan menangkap ikan. Biasanya hal ini terjadi pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Mereka akan sibuk memandu wisata, baik sebagai guide, tour leader maupun sebagai nahkoda kapal yang menyewakan kapal mereka.

6.2.2 Jumlah Ikan yang Diperoleh Setiap Kali Melaut

Berdasarkan laporan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa 2012 diketahui bahwa biomassa ikan karang dan kelimpahan ikan karang yang dimonitoring dari tahun 2004 hingga tahun 2009 secara umum mengalami penurunan di semua zona yang ada di Taman Nasional Karimunjawa. Selama tahun 2007-2009 terjadi penurunan biomassa ikan karang yang signifikan, yaitu 25,55 persen dari 480,25 kg/ha pada tahun 2005 menjadi 200,30 kg/ha pada tahun 2009. Berikut akan disajikan data mengenai perubahan jumlah tangkapan ikan nelayan.

Tabel 20. Responden Berdasarkan Jumlah Tangkapan Ikan, Desa Karimunjawa, 2012 Jumlah

Tangkapan

Nelayan Non Pariwisata Nelayan Pariwisata

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

n % n % n % n %

Rendah 11 44.0 18 72.0 11 44.0 23 92.0

Sedang 8 32.0 7 28.0 12 48.0 2 8.0

Tinggi 6 24.0 0 0 2 8.0 0 0

Total 25 100.0 25 100.0 25 100.0 25 100.0 Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah tangkapan ikan di kedua kelompok nelayan. Setelah adanya kegiatan pariwisata, jumlah nelayan yang jumlah tangkapannya berada pada kategori rendah (< 1 kuintal) semakin banyak dan tidak ada yang berada pada kategori tangkapan yang tinggi. Sebelum adanya kegiatan wisata, jumlah tangkapan ikan nelayan sekitar 1-2 kuintal untuk nelayan pancing dan 1-3 kuintal untuk nelayan kompressor. Bahkan ada nelayan yang mendapat ikan sampai 5 kuintal. Namun setelah adanya kegiatan wisata, jumlah tangkapan ikan nelayan menjadi berkurang, yaitu sekitar 20-30 kg untuk nelayan pancing dan 1-2 kuintal untuk nelayan tembak.

Biomassa dan kelimpahan ikan karang memang mengalami penurunan di kawasan Karimunjawa. Selain karena maraknya penangkapan ikan dengan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan yang pernah terjadi di kawasan

Biomassa dan kelimpahan ikan karang memang mengalami penurunan di kawasan Karimunjawa. Selain karena maraknya penangkapan ikan dengan menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan yang pernah terjadi di kawasan